Anda di halaman 1dari 12

Perkembangan Sosialisasi Politik

Masa kanak-kanak dan masa remaja. Frank dan Elizabeth Estvan dalam buku mereka

The Child’s World, menunjukkan bagaimana cara anak-anak menyadari satu lingkungan yang

lebih besar; cara agar mereka menjadi lebih tanggap dalam situasi khusus; dan bagaimana

agar pandangan mereka menjadi semakin total, anak diminta untuk mengidentifikasikan diri

pada dan untuk berkomentar terhadap serangkaian gambar yang melukiskan berbagai

peristiwa dari kehidupan orang Amerika, termasuk pula gambar Capitol di Washington, D.C

anak-anak yang lebih tua lebih banyak mengenal gambar tersebut sebagai peristiwa

pemerintah dan menjelaskannya lebih mendalam dibandingkan anak-anak yang lebih muda;

dengan demikian kelompok Estvans menyimpulkan bahwa: “Anak laiki-laki dan perempuan

memasuki sekolah dengan memiliki sedikit sedikit saja konsepsi mengenai pemerintahan;

hanya seperempat yang mampu mencapai pngenalan peristiwa tersebut. Pada waktu mereka

duduk di kelas enam, perbandingannya menjadi tiga kali lipat. Namun ide dan sikap terhadap

pemeritah muncul dan matang secara lambat.” Sebagai hasil riset survey dalam sosialisasi

politik, David Easton dan Robert Hess mengemukakan, bahwa di Amerika Serikat, belajar

politik dimulai dari usia tiga tahun, daan menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Mereka

menemukan bahwa, anak-anak muda itu memiliki kepercayaan pada “keindahan negerinya”,

dan pada “kebaikan serta kebersihan rakyatnya”. Manifestasi awal tersebut diikuti dengan

pengenalan siimbol-simbol yang dapat dilihat dari otoritas umum, seperti agen polisi,

presiden, dan bendera nasional; akan tetapi pada usia Sembilan atau sepuluh tahun muncul

lebih banyak kesadaran mengenai konsep-konsep abstrak, seperti pemebrian suara,

demokrasi, kebebasan sipil dan peranan para warga Negara di dalam system politik. Di usia

tujuh atau delapan tahun, mayoritas anak-anak Amerika telah mampu mengidentifikasi diri

dengan salah satu dari kedua partai besar dari Negara bagiannya.”
Sosialisasi awal itu pada satu citra tertentu dipandang menurut istilah-istilah pribadi

yaitu, bagi seseorang anak dilihat sebagai seorang person, dan tidak kepada satu kelompok

impersonal atau institusi impersonal, pada awal sosialisasi politik bagi anak presiden

mewakili satu focus untuk timbilnya kesadaran identifikasi dengan satu masyarakat politik

pada tingkat nasional, bagi sang anak presiden tegak berdiri sebagai lambang dari

pemerintahan yang tidak terbagi-bagi yang mencakup semua tingkat, presiden itu mengabdi

sebagai satu titik orientasi sentral untuk meningkatnya kesadaran mengenai elemen-elemen

lainnya dari system politik.

David Easton dan Jack Dennis dalam buku mereka Children in the Political System data yang

ada didasarkan pada satu survey sampel nasional dari anak-anak sekolah Amerika dari kelas 2

sampai kelas 8 (umur 7-9 tahun sampai usia 13-14 tahun). Pertama-tama anak itu ditanyai

mana dari sejumlah lambang-lambang yang mereka asosiasikan dengan pemerintah (Tabel 1).

Agen George Uncle Pemberian Mahkamah Capitol %


polisi Washington Sam suara Agung
Kelas 2 8 39 16 4 5 14

Kelas 8 2 2 16 47 16 7

Guru-guru 1 1 5 72 13 5
Tabel 1. Lambang yang diasosiasikan dengan pemerintahan oleh anak-anak sekolah di

Amerika Serikat

Kongres Bendera Patung Presiden Tidak tahu %


Kemerdekaan Kennedy
Kelas 2 6 16 12 46 16

Kelas 8 49 12 20 23 2

Guru-guru 71 6 8 15 -
Disesuaikan dari Easton dan Dennis, Children in the Political System, New York, 1969
Murid-murid kelas 2 lebih banyak menghubungkan pemerintahan dengan pribadi-

pribadi, sedangkan pada kelas 8, pemerintah itu memberikan gambaran yang lebih kompleks

kepada diri anak kita,yang meliputi pengenalan terhadap lembaga/institusi. Pada saat yang

sama jumlah anak yang gagal mengidentifikasikan pemerintah dengan salah satu lambang

turun dari 16 menjadi 2 persen di antara kelas 2 dan 8; sedangkan pengenalan terhadap satu

symbol lebih kompleks, bertambah dari 12 menjadi 20 persen.

Pada saat mereka mencapai kelas 8, mereka menyadari bahwa pemerintah ternyata lebih

kompleks lagi, dan sekalipun satu mayoritas dari mereka masih saja meyakini bahwa

presiden adalah orang yang paling banyak berbuat untuk memerintah Negara, lebih dari

sepertiga bagian dari mereka menyatakan perasaan tersebut ada di tangan Kongres. Sedang

teramat pentingnya Kongres sebagai badan pembuat undang-undang diketahui orang lebih

dari empat

A. Siapakah yang seharusnya membuat undang-undang

Kongres Presiden Mahkamah Tidak Tahu Total %


Agung
Kelas 2 5 76 11 8 100

Kelas 8 85 5 8 1 99

Guru-guru 96 1 3 0 100
Tabel 2. Pengertian peranan lembaga pemerintah di kalangan anak-anak sekolah di Amerika

Serikat.

B. Siapakah yang seharusnya memerintah Negara bagian?

Kongres Presiden Mahkamah Tidak Tahu Total


Agung
Kelas 2 4 86 3 7 100
Kelas 8 35 58 4 3 100
Guru-guru 61 36 3 0 100
Contoh selanjutnya dari cakrawala politik yang menjadi semakin melebar dari anak-anak yang telah

diwawancarai dalam survey Easton dan Dennis diperlihatkan oleh luasnya pengasosiasian individu-

individu khusus dengan pemerintah.

Tukang Agen Prajurit Hakim Tukang Guru


susu polisi pos
Kelas 2 29 86 68 86 57 48

Kelas 8 8 81 98 94 93 59

Guru-guru 1 77 100 91 99 45
Tabel 3. Asosiasi individu-individu khusus dengan pemerintah di kalangan anak-anak sekolah

di Amerika Serikat.

Murid kelas 2 dengan jelas menasosiasikan baik polisi maupun hakim bekerja untuk

pemerintah, dan dalam jumlah yang lebih kecil juga menyebut prajutit; akan tetapi terdapat

juga bukti adanya beberapa pernyataan kebingungan dan ketidakpastian.

Dengan semakin lebih tuanya usia anak-anak, mereka juga menyadari bahwa

bermacam-macam individu kelompok-kelompok itu memainkan peranan dalam proses

politik: Easton dan Dennis mengemukakan, bahwa pada kelas 4 (usia 9 sampai 10 tahun),

anak-anak telah memiliki beberapa pengetahuan mengenai peranan yang dimainkan oleh

serikat buruh, perusahaan-perusahaan, surat-surat kabar dan gereja-gereja; yaitu kesadaran

mengenai politik yang informal.

Easton dan Dennis mengutarakan empat tahap dalam sosialisasi politik dari anak-anak:

1. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden, dan

polisi;
2. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang eksternal, yaitu antara

pejabat swata dan pejabat pemerintah.


3. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti Kongres,

Mahkamah Agung, dan pemungutan suara (pemilihan umum).


4. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat

dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini, sehingga gambaran

yang diidealisir mengenai pribadi-pribadi khusus seperti presiden atau seorang

anggota Kongres telah diahlikan kepada kepresidenan dan Kongres.

Easton dan Dennis telah menyelidiki pula kemahiran yang diperoleh anak-anak mengenai

kemampuan politik mereka yaitu perasaan pada diri individu bahwa dia dapat menggunakan

beberapa pengaruh dalam sistem politik. Easton dan Dennis menemukan dalam hal

kompetensi politik ini bertambah dari 16 persen di kelas 3 menjadi 58 persen di kelas 8; tapi

mereka menekankan bahwa hal ini tidak tergantung pada kemampuan untuk memahami

pemerintah maupun pada jumlah informasi yang dimiliki oleh para responden.

Gambaran yang diberikan Easton dan Dennis mengenai sosialisasi politik selama masa

kanak-kanak itu cukup jelas; namun seperti yang mereka kemukakan sendiri, gambaran

tersebut merupakan gambaran yang tidak lengkap dan masih terdapat banyak kekosongan

(kesenjangannya). Pada usisa yang maniah dan kebutuhan anak akan cinta dan afeksi, anak

secara lambat laun memperoleh identitas diri, dan selanjutnya mampu mengidentifikasikan

diri dengan orang lain- keluarga merupakan tempat paling awal di mana anak mencari

bimbingan sebagai sumber makanan. Pendapat ini membimbing Davis menarik kesimpulan

“…sebagian besar kepribadian politik individu-kecenderungan-kecenderungannya untuk

berpikir dan bertindak secara politis ditentukan di rumah, beberapa tahun sebelum dia mampu

ambil bagian dalam politik sebagai seorang dewasa biasa.

Ada pembuktian ekstensif yang mengaitkan keluarga dengan pilihan partai. Sebuah studi

mengenai pemilihan presiden pada tahun 1952 menemukan adanya kecenderungan kuat pada

pemberi suara untuk memberi dukungan kepada partai yang sama dengan partai ayah mereka;
dan tidak mengherankan bahwa kekuatan dari kecenderungan tersebut jadi semakin

bertambah di mana kedua orang tua mereka memberikan suara bagi partai yang sama.

Betapapun juga, apa yang tidak jelas ialah, sejauh mana pengaruh keluarga itu berkembang

luas melampaui pilihan partai, bagaimana caranya nilai-nilai politik itu diteruskan dari orang

tua kepada anak. Studi menjelaskan bahwa salahlah untuk berasumsi, bahwa orang tua itu

meneruskan kepada anak-anak mereka seperangkat nilai-nilai yang lengkap, alih-alih

mengoperkan sikap-sikap mengenai pokok-pokok persoalan khusus.

Disugestikan oleh Lane, lingkungan pergaulan social yang diciptakan itu bias menjadi

sarana yang penting bagi sosialisasi politik. Jika benar maka mungkin hal ini berlaku bagi

mayoritas individu-individu, karena hanya satu minoritas kecil sekali dari rakyat yang

sebenarnya terlibat secara aktif dalam aktivitas politik. Pentingnya penemuan Converse dan

Dupeux secara sederhana menunjukkan , bahwa mayoritas anak-anak Amerika itu

mengetahui identitas-identitas politik ayah mereka, dan bahwa reaksi awal mereka ialah dapat

berupa permasalahan kepercayaan membuta atau berupa kepercayaan secara implisit akan

tetapi pengalaman yang kemudian dapat memperkokohnya sampai tingkatan tinggi atau

rendah tertentu, yaitu kebenaran dari reaksi awalnya. Bukti yang diperoleh mengenai peranan

keluarga di dalam sosialisasi politik menyatakan, bahwa anak-anak itu secara keseluruhan

dipengaruhi oleh lingkungan, secara tidak langsung.

Keluarga menyajikan dan juga merupakan bagian dari lingkungan yang bisa

menghasilkan perolehan pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap tertentu secara umum dianut

oleh keluarga tadi. Dalam waktu yang sama, anak menjadi semakin banyak menerima

pengaruh-pengaruh lain, yang dapat ataupun tidak dapat memperkuat dampak dari sosialisasi

awal, dan salah sati dari peristiwa yang paling penting ialah pendidikan. Sejumlah penelitian

telah berusaha untuk menetapkan pengaruh apa yang diakibatkan oleh bermacam-macam

aspek pendidikan terhadap diri anak-anak dan para remaja. Kenneth Langton dan Kent
Jennings menyelidiki dampak kurikulum ilmu kewarganegaraan di sekolah-sekolah Amerika

dan sampai pada kesimpulan, bahwa tidak terdapat sama sekali asosiasi yang berarti dengan

orientasi-orentasi politik para mahasiswa. Fakta yang diperoleh menyatakan adanya pengaruh

umun dan kurang adanya pengaruh khusus, adanya sosialisasi disebabkan pengaruh

lingkungan dan kurang adanya sosialisasi yang bersifat langsung. Maka Hyman telah

memperlihatkan, bahwa diskusi politik itu tidak hanya cenderung bertambah di kalangan

keluarga dari anak-anak kelas Sembilan dan kelas dua belas saja, akan tetapi juga di kalangan

teman-teman di dalam kelas si anak itu sendiri. Sejauh menyangkut sosialisasi politik selama

masa kanak-kanak dan masa remaja, dapat dinyatakan dengan keyakinan mengenai apa yang

telah dipelajari dan kapan hal itu dipelajari, namun dengan kurang keyakinan dapat

dinyatakan mengenai bagaimana hal tersebut dipelajarinya.Perolehan orientasi politik dan

pola-pola tingkah laku itu tampaknya jauh lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan

pengalaman daripada indoktrinasi atau belajar secara khusus.

Sosialisasi Orang Dewasa

Bila tekanan yang telah diberikan kepada pengaruh eksperimental dan pengaruh

lingkungan itu ternyata benar, maka masuk akal untuk beranggapan bahwa pengaruh tersebut

akan terus berkelanjutan menjadi penting selama usia dewasa, dan bahwa proses sosialisasi

itu berlanjutan menjadi penting selama usia dewasa, dan bahwa proses sosialisasi itu

berlanjut terus melampaui masa kanak-kanak dan masa remaja. Ada bukti yang menyatakan
bahwa anggota badan legislatif mengalami proses sosialisasi segera sesudah pemilihan

mereka, dan bahwa tingkah laku legislatif berikutnya sebagian ditentukan oleh pengetahuan,

nilai-nilai, dan sikap-sikap mereka seperti yang ada terdapat sebelum pemilihan, dan sebagai

lagi oleh pengalaman-pengalamanmereka semasa menjadi anggota badan legislatif , ditambah

dengan reaksi-reaksi mereka terhadap lingkungan baru di dalam lembaga legislatif.

Penelitian Murphy dan Morris yang telah kami kemukakan juga berpendapat, bahwa para

responden yang berkerja di bidang perdagangan, keuangan, dan rekaman lebih condong

mengidentifikasikan diri sebagai golongan kelas menengah dan memilih Republiken; sedang

mereka yang bekerja di bidang pabrik, perumahan, dan pemeliharaan lebih cenderung

mengidentifikasikan diri sebagai kelas pekerja dan memilih partai Demokrat. Almond dan

Verba secara efektif mengihtisarkan hasil-hasil sosialisasi politik di Amerika Serikat dalam

studi mereka The Civic Culture. Mereka menemukan , bahwa 85 persen dari responden

(Amerika) mereka memuji pemerintah dan lembaga politik mereka ketika kepada mereka

ditanyakan mengenai apakah mereka banggakan di Amerika Serikat , jauh di belakang

kemunculan mereka yang memuji system ekonomi (23 persen) dan perundang-undangan

social (13 persen). Dengan demikian ditampilkan suatu gambaran mengenai homogenitas

politik yang besar dalam mana system politik Amerika Serikat telah diterima oleh mayoritas

luas orang-orang Amerika. Dengan sendirinya hal ini tentu saja menghalang-halangi

timbulnya konflik dalam system politik mereka; akan tetapi seperti yang dinyatakan oleh

Oakeshot sebagai “pengaturan-pengaturan masyarakat” secara luas dapat diterima. Bahkan

diantara orang-orang yang menerima pengaturan-pengaturan tadi , terjadi konflik mengenai

kebijaksanaan yang harus diikuti siapa orang yang harus mengikutinya.

Data Almond dan Verba mendukung pandangan bahwa system politik itu secara luas

dapat diterima di Amerika Serikat; akan tetapi didalam penerimaan tersebut tampaknya

terdapat banyak tingkatan dan jajaran bergerak dari penerimaan secara total sampai
mendekati penolakan. Tampaknya juga mungkin bahwa jalur-jalur menuju penerimaan

tersebut bisa bervariasi agen-agen soasialisasi , pengalaman-pengalaman relevan, dan

pengaruh-pengaruh lingkungan yang berarti bisa berbeda dari satu individu ke individu

lainnya. Dengan demikian suatu studi mengenai sosialisasi politik di suatu daerah Amerika

Serikat mengarahkan para penulisnya untuk mengajukan kesimpulan sebagai berikut:

Anak-anak di daerah Appalachian yang relative miskin secara dramatis kurang

menguntungkan terhadap objek-objek politik daripada rekan-rekan mereka di bagian-

bagian lain dari bangsanya.

Sama halnya, dalam usaha menyelidiki sosialisasi politik di kalangan orang-orang Negro Amerika,

Dwaine Marvick menemukan, bahwa tidak hanya dapat dibuat perbedaan yang berarti di antara

sosialisasi terhadap orang-orang kulit putih dengan orang-orang Negro saja, akan tetapi juga di

antara bermacam-macam sub-kelompok:

Sub-Kelompok %
Negro di bagian Selatan 95
Negro berusia Muda 89
Semua Negro 86
Negro berusia Tua 83
Negro di bagian Utara 76
“Orang-orang kulit Putih yang miskin” 73
Contoh representatif yang mewakili orang kulit putih nasional 70

Tabel 4. Proporsi-proporsi dari bermacam-macam sub-kelompok di Amerika Serikat yang

tidak pernah mencoba untuk mempengaruhi keputusan lokal

Betapapun juga, terlepas dari variasi-variasi jenis ini, terdapat juga orang-orang yang

menghadapinya dengan sikap hati-hati. Seperti orang-orang yang menerima sistemnya dan

berbuat sedemikan pula melalui proses sosialisasi politik, sedimikian pulalah orang-orang
yang menolaknya secara total atau secara sebagian akan berbuat hal yang sama , mereka yang

terasing secara total atau secara parsial; dan individu-individu sedemikian ini merupakan satu

bagian penting dari diskusi kita mengenai partipasi politik pada Bab 3.

Suatu studi mengenai mahasiswa-mahasiswa Denmark semasa periode 1946-1948

menemukan, bahwa mayoritas besar telah mengambil sikap politik ketika mereka itu

mencapai usia delapan belas tahun, akan tetapi seperempat bagian daripadanya tidak berbuat

sedemikian sampai mereka mencapai usia Sembilan belas tahun atau lebih. Maka menurut

kenyataan adalah instruktif sifatnya untuk memperbandingkan usia masing-masing, pada usia

mana para mahasiswa Denmark mengatakan, bahwa mereka untuk pertama kali menyatakan

sikap-sikap politik dan religious (Tabel 5).

Data pembentukan sikap Sikap Politik % Religius %

Tahun-tahun sekolah: 7-14 21 74


Masa Remaja: 15-18 55 19
Dewasa: 19 atau lebih 24 7

Jumlah 100 100

Tabel 5. Data pembentukan sikap-sikap politik dan religious di kalangan mahasiswa Denmark

Ketika pada mereka ditanyakan mana dari faktor-faktor tadi yang ternyata paling

penting bagi politik, maka jawaban tiga yang pertama ialah penalaran, peristiwa-peristiwa

dramatis dan diskusi-diskusi, sedang orang tua jatuh sebagai nomor enam; sedang faktor-

faktor yang mempengaruhi agama adalah bacaan dan orang tua (sama-sama nomor satu) dan

sekolah. Hasil studi lainnya yang memperhatikan pokok-pokok soal yang sama diperlihatkan

dalam Tabel 6.

Adalah mungkin, baik pada studi-studi di Negara Denmark maupun di Chili, bahwa

persepsi para responden kebetulan bertepatan dengan agen-agen sosialisasi sesungguhnya;


akan tetapi juga mungkin bahwa mereka itu telah menaksir terlalu rentah atau terlalu tinggi

beberapa faktor yang bersangkutan pengaruh orang tua dalam pembentukan sikap-sikap

politik mereka ternyata lebih besar daripada para mahasiswa Denmark dan kelas-pekerja

anak-anak Chili, umpamanya.

Kelas Bapak atau Ibu Sekolah Yang lain-lain Total (%)

Kelas-pekerja 6 56 38 100
Kelas-menengah 42 22 36 100

Tabel 6. Agen-agen sosialisasi di kalangan anak-anak Chili: Siapakah yang mengajarkan

kepadamu tentang segala sesuatu mengenai Presiden?

Dengan kata lain, pada mereka itu terdapat suatu derajat sosialisasi tertutup yang tidak

mereka sadari. Betapapun juga, apabila para responden tersebut ternyata cermat dalam

persepsinya, maka data tersebut mengsugestikan bahwa penentuan waktu dari aspek-aspek

khusus mengenai sosialisasi politik itu bervariasi dari satu sistem politik ke system politik

lainnya, juga agen-agen sosialisasi bisa berbeda-beda pula. Dalam satu survei terdapat

mahasiswa-mahasiswa fakultas hokum pada tahun 1960, Yasumasa Kuroda menemukan,

bahwa sekalipun mayoritas terbesar dari para respondennya adalah pendukung-pendukung

dari partai Sosialis, namun sebagian besar dari orang tua mereka mendukung partai-partai

lain atau tidak menyokong satu partai pun.

Prinsip dan kerangka pendidikan yang telah mereka peroleh ditentukan oleh

masyarakat kibbutz dan meliputi pendidikan formal (termasuk di dalamnya instruksi

ideologis), periode-periode bekerja dasar dengan tangan (biasanya di bidang pertanian), dan

instruksi-instruksi dalam hal kehidupan sosial serta kehidupan kultural dari kibbutz. Anak-

anak tidak hanya belajar mengenai organisasi politik dari kibbutz saja,akan tetapi mengalami

sendiri tata kerja organisasi tersebut melalui instruksi-instruksi politik mereka sendiri yang

sejajar. Kekuasaan tertinggi di dalam kibbutz adalah majelis umum, yang terdiri atas segenap
anggota orang dewasa dari masyarakatnya,dan badan ini memilih satu komite management

yang sering mengalami pergantian dalam keanggotaannya.

Beberapa bukti telah dikemukakan mengenai perbedaan-perbedaan dalam sosialisasi

politik, baik dalam suatu system politik tertentu maupun di antara sistem-sitem politik yang

mempunyai sifat-sifat yang secara meluasyaitu, sistem-sistem yang dapat diistilahkan dengan

demokrasi modern. Betapapun juga, adalah jelas, bahwa dibandingkan dengan Amerika

Serikat dan Negara-negara lainnya yang telah di kemukakan secara singkat sebelumnya,

Negara-negara yang memiliki sistem politik yang sangat berbeda dengan sistem-sistem

demokrasi modern tampaknya mempunyai perbedaan penting dalam sosialisasi politik, dan

mengenai permasalahan inilah kita tujukan perhatikan kita.

Anda mungkin juga menyukai