Anda di halaman 1dari 25

Activity Based Costing

I. Latar Belakang Activity Based Costing

Perhitungan biaya produksi dilakukan dengan menjumlahkan semua komponen


produk, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead. Oleh
karena sifat biaya overhead tidak jelas proporsi penggunannya dalam produk, maka biaya
overhead dibebankan kepada produk dengan menggunakan alokasi. Ada dua pendekatan
yang bisa digunakan, yaitu pendekatan konvensional/tradisional base costing/volume base
costing( tarif tunggal dan departemental) dan pendekatan kontemporer ( activity based
costing)).
Traditional costing adalah metoda yang menekankan pada aktivitas yang jumlahnya
proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi (unit level activity). Asumsi untuk
traditional costing adalah bahwa sumber daya di-assign secara proporsional dengan volume
yang diproduksi. Fokus perhatian dari traditional costing adalah produk dan volume
produksi karena keduanyalah yang menyebabkan timbulnya kos.
Sistem akuntansi biaya konvensional mengalokasikan produk-produk berdasarkan
volume produksi. Biaya-biaya diklasifikasikan atas dasar biaya langsung dan tak langsung.
Sistem akuntansi biaya konvensional ini menggunakan dasar ukuran dan aplikasi volume
produksi, yaitu unit based measurement, seperti jam tenaga kerja langsung, jam mesin,
biaya material, dan lain-lain. Pada sistem akuntansi biaya konvensional, menurut
Supriyono (1994 :662) sistem pembebanan 2 tahap, yaitu sebagai berikut :
1. Biaya overhead didistribusikan ke pusat-pusat biaya (cost center)
2. Biaya yang terakumulasi dalam tiap pusat biaya dialokasikan ke produk dengan
menggunakan pemicu unit based (unit based drivers)
Penentuan biaya produksi dengan metode traditional costing dapat menimbulkan
distorsi biaya produksi. Hal ini disebabkan karena metode tersebut hanya mempergunakan
satu macam basis pembebanan biaya untuk pemakaian sumber daya, sementara setiap
sumber daya yang berbeda dapat saja dikonsumsi berdasarkan basis yang berbeda pula.
Untuk mengatasi keterbatasan pada metode traditional costing maka dikembangkan sistem
biaya yang didasarkan pada aktivitas yang disebut Activity Based Costing, yang didasari
oleh asumsi bahwa aktivitas mengkonsumsi biaya dan produk mengkonsumsi aktivitas.
Dengan demikian, penyebab dari dikonsumsinya biaya adalah aktivitas yang dilakukan

1
Activity Based Costing

untuk membuat suatu produk, bukan produk itu sendiri. Maka dengan metode Activity
Based Costing pembebanan biaya tidak selalu dianggap proporsional terhadap volume
produk, melainkan proporsional terhadap pengkonsumsian sumber daya oleh aktivitas-
aktivitas yang dilakukan dalam membuat produk tersebut.
Pemilihan aktivitas-aktivitas dan pemicu-pemicu biaya secara hati-hati merupakan
kunci untuk memperoleh manfaat dari sistem Activity Based Costing. Analytic Hierarchy
Process merupakan salah satu metodologi yang mampu menangani kriteria keputusan yang
banyak dan konsisten untuk menentukan pemicu-pemicu biaya dalam Activity Based
Costing. Analytic Hierarchy Process mampu membantu kekonsistenan munculnya
problem-problem pemilihan pemicu biaya dengan kriteria keputusannya yang dinyatakan
secara subyektif berdasarkan pada pengalaman manajerial. Distorsi biaya yang terjadi
disebabkan karena metode traditional costing terlalu rendah/tinggi dalam
mengkalkulasikan biaya produksi tak langsung.
Hal ini disebakan karena metode traditional costing hanya menggunakan satu jenis
pembebanan biaya yang sama untuk setiap produk yang dihasilkan. Dengan metode
Activity Based Costing dapat ditelusuri aktivitas apa saja yang dikonsumsi produk
tersebut, sehingga dapat diketahui jumlah biaya yang sebenarnya.
Kelemahan sistem akuntansi biaya tradisional:

1. Sistem akuntansi biaya tradisional terlalu menekankan pada tujuan penentuan harga
pokok produk yang dijual. Akibatnya sistem ini hanya menyediakan informasi yang
relatif sangat sedikit untuk mencapai keunggulan dalam persaingan global.
2. Sistem akuntansi biaya tradisional untuk biaya overhead terlalu memusatkan pada
distribusi dan alokasi biaya overhead daripada berusaha keras untuk mengurangi
pemborosan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah.
3. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak mencerminkan sebab akibat biaya karena
seringkali beranggapan bahwa biaya ditimbulkan oleh faktor tunggal misalnya volume
produk atau jam kerja langsung.
4. Sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan informasi biaya yang terdistorsi
sehingga mengakibatkan pembuatan keputusan yang menimbulkan konflik dengan
keunggulan perusahaan.

2
Activity Based Costing

5. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan biaya langsung dan tidak langsung
serta biaya tetap dan variabel hanya mendasarkan faktor penyebab tunggal misalnya
volume produk, padahal dalam lingkungan teknologi maju cara penggolongan tersebut
menjadi kabur karena biaya dipengaruhi oleh berbagai macam aktivitas.
6. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan suatu perusahaan kedalam pusat-
pusat pertanggung jawaban yang kaku dan terlalu menekankan kinerja jangka pendek.
7. Sistem akuntansi biaya tradisional memusatkan perhatian kepada perhitungan selisih
biaya pusat-pusat pertanggungjawaban tertantu dengan menggunakan standar.
8. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak banyak memerlukan alat-alat dan teknik-
teknik yang canggih dalam sistem informasi dibandingkan pada lingkungan teknologi
maju.
9. Sistem akuntansi biaya tradisional kurang menekankan pentingnya daur hidup produk.
Hal ini dibuktikan dengan perlakuan akuntansi biaya tradisional terhadap biaya
aktivitas-aktivitas perekayasaan, penelitian dan pengembangan. Biaya-biaya tersebut
diperlakukan sebagai biaya periode sehingga menyebabkan terjadinya distorsi harga
pokok daur hidup produk.

Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi
akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas
untuk menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:
1) Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective
2) Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead
pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.
3) Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy

II. Activity Based Costing

A. Pengertian Activity Based Costing (ABC)


Activity Based Costing merupakan metode yang menerapkan konsep-konsep
akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang lebih akurat.
Namun dari perspektif manajerial, sistem ABC menawarkan lebih dari sekedar informasi

3
Activity Based Costing

biaya produk yang akurat akan tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan
kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya secara akurat ke
objek biaya selain produk, misalnya pelanggan dan saluran distribusi.
Pengertian akuntansi aktivitas menurut Amin Widjaja (1992; 27) adalah :
“Bahwa ABC Sistem tidak hanya memberikan kalkulasi biaya produk yang lebih akurat,
tetapi juga memberikan kalkulasi apa yang menimbulkan biaya dan bagaimana
mengelolanya, sehingga ABC System juga dikenal sebagai sistem manajemen yang
pertama.”
Sedangakan menurut Mulyadi (1993:34) memberikan pengertian ABC sebagai
berikut :
“ABC merupakan metode penentuan HPP (product costing) yang ditujukan untuk
menyajikan informasi harga pokok secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan
mengikursecara cermat konsumsi sumber daya alam setiap aktivitas yang digunakan untuk
menghasilkan produk.”
Pengertian ABC Sistem yang lain juga dikemukakan oleh Hansen and Mowen
(1999: 321) sebagai berikut :
“Suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas kemudian ke
produk.”
Pengertian akuntansi aktivitas menurut Brimson (1991: 47) adalah:
“Suatu proses pengumpulan dan menelusuri biaya dan data performan terhadap suatu
aktivitas perusahaan dan memberikan umpan balik dari hasil aktual terhadap biaya yang
direncanakan untuk melakukan tindakan koreksi apabila diperlukan.”
Definisi lain dikemukakan oleh Garrison dan Norren (2000: 292) sebagai berikut:
“Metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk
keputusan strategik dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas
dan juga biaya tetap.” Activity-Based Costing (ABC) adalah konsep perhitungan biaya
dalam akuntansi manajemen yang didasarkan pada aktivitas-aktivitas bisnis dalam
organisasi yang dapat diterapkan untuk menghitung biaya produk dengan lebih akurat.
Produk merupakan hasil aktivitas-aktivitas bisnis dan aktivitas-aktivitas tersebut
memanfaatkan sumberdaya yang berarti menimbulkan biaya. Biaya produk dihubungkan
ke aktivitas-aktivitas bisnis relevan dan kemudian ke sumberdaya-sumberdaya yang

4
Activity Based Costing

dimanfaatkan. Hal ini menghasilkan perhitungan biaya produk yang lebih akurat
dibandingkan dengan perhitungan menggunakan konsep tradisional. ABC baik untuk
diterapkan di perusahaan yang memproduksi lebih dari satu jenis produk dan memiliki
komponen biaya tidak langsung yang signifikan.
Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang
mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan
mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya.
ABC memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk
memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan.
Keunggulan ABC menurut Amin (1994: 23) adalah sebagai berikut :

1. Suatu pengkajian ABC dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harus mengambil
sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya mereka dapat
berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan fokus pada mengurangi
biaya. Analisis biaya dapat menyoroti bagaimana benar-benar mahalnya proses
manufakturing, yang pada akhirnya dapat memicu aktivitas untuk mereorganisasi
proses, memperbaiki mutu dan mengurangi biaya.
2. ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan.
3. Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif
yang lebih wajar.
4. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, manajemen dapat melakukan analisis yang lebih
akurat mengenai volume, yang dilakukan untuk mencari break even atas produk yang
bervolume rendah.
5. Melalui analisis data biaya dan pola konsumsi sumber daya, manajemen dapat mulai
merekayasa kembali proses manufakturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang
lebih efisien dan lebih tinggi.

B. Konsep Dasar dan Syarat Penerapan Sistem Activity Based Costing


Ada dua asumsi yang penting yang mendasari metode ABC, yaitu :
1. Aktivitas-aktivitas yang menyebabkan timbulnya metode ABC bahwa sumber daya
pembantu atau sumber daya tidak langsung menyediakan kemampuannya
melaksanakan kegiatan bukan hanya penyebab timbulnya biaya.

5
Activity Based Costing

2. Produk atau pelanggan jasa produk menyebabkan timbulnya permintaan atas dasar
aktivitas untuk membuat produk atau jasa yang diperlukan berbagai kegiatan yang
menimbulkan sumber daya untuk melaksanakan aktivitas tersebut.

Asumsi tersebut diatas merupakan konsep dasar dari sistem activity Based Costing.
Selanjutnya, karena adanya aktivitas akan menimbulkan biaya, maka untuk dapat
menjalankan usahanya secara efisien, perusahaan harus dapat mengelola aktivitasnya.
Dalam hubungannya dengan biaya produk maka biaya yang dikonsumsi untuk
menghasilkan produk adalah biaya-biaya untuk aktivitas merancang, merekayasa,
memproduksi, menjual dan memberikan pelayanan produk.
Dalam penerapannya, penentuan harga pokok dengan menggunakan sistem ABC
menyaratkan tiga hal:
a. Perusahaan mempunyai tingkat diversitas yang tinggi
Sistem ABC mensyaratkan bahwa perusahaan memproduksi beberapa macam produk
atau lini produk yang diproses dengan menggunakan fasilitas yang sama. Kondisi
yang demikian tentunya akan menimbulkan masalah dalam membebankan biaya ke
masing-masing produk.
b. Tingkat persaingan industri yang tinggi
Yaitu terdapat beberapa perusahaan yang menghasilkan produk yang sama atau
sejenis. Dalam persaingan antar perusahaan yang sejenis tersebut maka perusahaan
akan semakin meningkatkan persaingan untuk memperbesar pasarnya. Semakin besar
tingkat persaingan maka semakin penting peran informasi tentang harga pokok dalam
mendukung pengambilan keputusan manajemen.
c. Biaya pengukuran yang rendah
Yaitu bahwa biaya yang digunakan system ABC untuk menghasilkan informasi biaya
yang akurat harus lebih rendah dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh.

Penerapan ABC sistem akan relevan bila biaya overhead pabrik merupakan biaya
yang paling dominan dan multiproduk.

6
Activity Based Costing

C. Karakteristik Activity Based costing


Karakteristik Activity Based Costing meliputi:
1) Activity Based Costing merupakan metode perhitungan biaya produk dua tahap dimana
tahap pertama membebankan biaya ke aktivitas dan tahap kedua mengalokasikan biaya
aktivitas ke produk atas dasar konsumsi aktivitas setiap produk.
2) Pool biaya dalam pendekatan dua tahap mengumpulkan atau mengakumulasi biaya
yang berhubungan dengan aktivitas.
3) Aktivitas adalah tugas yang dilakukan oleh organisasi untuk membuat atau
menyerahkan produk atau jasa.
4) Activity Based Costing didasarkan pada konsep bahwa produk mengkonsumsi aktivitas
dan aktivitas mengkonsumsi sumber daya.
5) Activity Based Costing digunakan oleh kebanyakan organisasi yang menginginkan
pemahaman yang lebih baik mengenai biaya produk dan jasa, termasuk organisasi
manufaktur, jasa dan organisasi non-profit.

D. Tujuan Implementasi Activity Based costing


Tujuan diimplementasikan sistem Activity Based Costing adalah sebagai berikut:
1) Untuk memperbaiki perhitungan biaya produk.
2) Untuk mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah dalam proses
produksi dan selanjutnya aktivitas tersebut dikurangi atau dihilangkan.
3) Untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan.
4) Untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak penting.

E. Prosedure Pembebanan Biaya Overhead dengan Sistem Activity Based Costing


Menurut Mulyadi (1993:94) prosedure pembebanan biaya overhead dengan sisitem
ABC melalui dua tahap kegiatan:
1) Tahap Pertama : activity base process costing yaitu pembebanan sumber daya ke
aktivitas
Pengumpulan biaya dalam cost pool yang memiliki aktifitas yang sejenis atau homogen,
terdiri dari 4 langkah :
a. Mengidentifikasi dan menggolongkan biaya kedalam berbagai aktifitas

7
Activity Based Costing

b. Mengklasifikasikan aktifitas biaya kedalam berbagai aktifitas, pada langkah ini biaya
digolongkan kedalam aktivitas yang terdiri dari 4 kategori yaitu: Unit level activity
costing, Batch related activity costing, product sustaining activity costing, facility
sustaining activity costing.
Level tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Aktivitas Berlevel Unit (Unit Level Activities)
Aktivitas ini dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas berlevel unit
bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh, menyediakan
tenaga untuk menjalankan peralatan, karena tenaga tersebut cenderung
dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi.
(2) Aktivitas Berlevel Batch (Batch Level Activities)
Aktivitas dilakukan setiap batch diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang
ada pada batch tersebut. Misalnya, pekerjaan seperti membuat order produksi dan
pengaturan pengiriman konsumen adalah aktivitas berlevel batch.
(3) Aktivitas Berlevel Produk (Produk Level Activities)
Aktivitas berlevel produk berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya
dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau unit yang diproduksi atau
dijual. Sebagai contoh merancang produk atau mengiklankan produk.
(4) Aktivitas Berlevel Fasilitas (Fasility level activities)
Aktivitas berlevel fasilitas adalah aktivitas yang menopang proses operasi
perusahaan namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan
volume. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produk
yang berbeda. Kategori ini termasuk aktivitas seperti kebersihan kantor,
penyediaan jaringan komputer dan sebagainya.
c. Mengidentifikasikan Cost Driver
Dimaksudkan untuk memudahkan dalam penentuan tarif/unit cost driver. Dalam
memilih cost driver, setidaknya ada 3 faktor utama yang harus dipertimbangan yaitu
biaya pengukuran, derajat korelasi, dan behavioral effect (Hilton, 2003):
1. Biaya Pengukuran
Dalam memilih pemicu biaya, tentunya dibutuhkan sejumlah informasi. Semakin
banyak activity cost pools yang digunakan dalam metode ABC, alokasi biaya

8
Activity Based Costing

akan menjadi lebih akurat, namun akan berdampak pada semakin banyaknya cost
drivers yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya implementasi dan
memelihara sistem ini.
2. Derajat Korelasi
Konsep dari derajat korelasi ini adalah untuk mengetahui bagaimana setiap
produk mengkonsumsi aktivitas dengan mengamati bagaimana setiap produk
menggunakan cost driver. Oleh karena itu akurasi dari alokasi biaya tergantung
dari derajat korelasi antara konsumsi aktivitas dan konsumsi cost driver.
3. Behavioral Effect
Sistem informasi memiliki potensi, tidak hanya untuk membantu pengambilan
keputusan, tetapi juga dapat mempengaruhi perilaku dari pembuat keputusan.
Dalam mengidentifikasi cost driver, seorang analis Activity Based Costing ABC,
harus mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi perilaku yang mungkin
terjadi, bisa bersifat fungsional (misalnya pemilihan cost driver yang tepat dapat
membantu perusahaan dalam hal pengurangan biaya material handling yang
berkaitan dengan implementasi JIT) ataupun disfungsional (pemilihan cost driver
seperti number of vendor contacts untuk aktivitas pembelian dapat membuat
manajer pembelian menghubungi lebih sedikit vendor yang dapat berakibat pada
kegagalan dalam mengidentifikasi lowest cost atau highest quality vendor.

Menurut Atkinson (2000) ada 3 tipe dari activity cost driver, yaitu :
(1) Transaction Drivers.
Transaction Drivers digunakan untuk menghitung frekuensi dari aktivitas, yaitu
berapa kali aktivitas tersebut dilakukan. Penghitungan dapat dilakukan jika
semua output memiliki permintaan yang sama atas aktivitas. Contoh: menjadwal
proses produksi, memproses surat pesanan barang membutuhkan waktu dan
usaha yang sama tanpa melihat produk apa yang diproduksi atau barang apa
yang dipesan.
(2) Duration Drivers
Duration Drivers mewakili jumlah dari waktu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan suatu aktivitas. Duration Drivers digunakan jika terdapat

9
Activity Based Costing

perbedaan dari jumlah aktivitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu


produk. Contoh: produk yang sederhana hanya membutuhkan 10 sampai 15
menit untuk melakukan setup mesin sedangkan produk yang lebih kompleks
membutuhkan 6 jam untuk melakukan setup. Penggunaan jumlah setup sebagai
cost drivers akan mendistorsi biaya, karena biaya produk sederhana sedikit.
Untuk itu perlu digunakan duration drivers yang dalam hal ini adalah jam setup
untuk mengenakan biaya pada produk-produk yang ada.
(3) Intensity Drivers
Intensity Drivers digunakan untuk mengenakan sumber-sumber yang digunakan
setiap kali aktivitas dilaksanakan. Contoh: Untuk memproduksi produk yang
kompleks, dibutuhkan setup spesial, seperti orang-orang yang ahli dan alat-alat
penguji. Drivers seperti jumlah jam setup mengasumsikan semua jam setup
dikenakan biaya yang sama tanpa merefleksikan pekerja dan alat-alat tambahan
yang dibutuhkan oleh setup yang satu dan tidak dibutuhkan oleh setup yang lain.
Dalam hal ini, biaya aktivitas seharusnya dikenakan langsung pada produk
berdasarkan work order atau catatan lain yang mengakumulasikan semua biaya
aktivitas yang telah terjadi untuk produk tersebut.
d. Menentukan tarif/unit Cost Driver
Adalah biaya per unit Cost Driver yang dihitung untuk suatu aktivitas. Tarif/unit cost
driver dapat dihitung dengan rumus sbb:
Jumlah aktivitas
Tarif 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝐷𝑟𝑖𝑣𝑒𝑟 =
𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑑𝑟𝑖𝑣𝑒𝑟

2) Tahap Kedua activity base object costing yaitu pembebanan activity cost ke cost
object
Penelusuran dan pembebanan biaya aktivitas kemasing-masing produk yang
menggunakan cost driver. Pembebanan biaya overhead dari setiap aktivitas dihitung
dengan rumus sbb:
BOP yang dibebankan = Tarif/unit Cost Driver X Cost Driver yang dipilih

10
Activity Based Costing

Menurut Garrison, Noreen dan Brewer, 2006, terdapat lima tahap dalam activity
based costing, yaitu:
1) Mengidentifikasi dan menentukan aktivitas-aktivitas dan pool biaya aktivitas (activity-
cost pool).
2) Jika memungkinkan, biaya ditelusuri secara langsung ke aktivitas dan objek biaya (cost
object).
3) Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas (activity- cost pool)
4) Menghitung tariff aktivitas (activity rate).
5) Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tariff aktivitas (activity rate)
dan ukuran-ukuran aktivitas (activity measures).

F. Contoh Pehitungan Biaya Produksi Dengan Sistem Activity Base Costing


Perusahaan Petrogas menghasilkan produk Nozle Premium dan Nozle Solar.
terdapat empat aktivitas yang menyebabkan biaya sebagai berikut
Aktivitas Biaya
Kelistrikan Rp 240.000.000
Pengujian Rp. 120.000.000
Pengesetan Rp. 200.000.000
Penanganan bahan Rp. 160.000.000

Data produksi Perusahaan petrogas


Pengukuran Penggunaan Aktivitas
Keterangan Premium Solar Total
Unit diproduksi 20.000 200.000
Biaya utama Rp156.000.000 Rp1.476.000.000
Jam kerja
langsung 20.000 180.000 200.000
Jam mesin 10.000 90.000 100.000
Production run 40 20 60

11
Activity Based Costing

Pemindahan
bahan 120 60 180
*Penggunaan aktivitas yang dianggarkan dan yang sesungguhnya dalam contoh ini
dianggap sama

1. Tahap Pertama : activity base process costing


Dalam kasus ini ada empat aktivitas yaitu kelistrikan, pengujian, pengesetan, dan
penanganan bahan. Selain itu juga terdapat empat pemicu yaitu tenaga kerja langsung,
jam mesin, production run, dan pemindahan bahan. Selanjutnya untuk pembebanan biaya
ke objek biaya, tarif pembebananya harus dihitung terlebih dahulu dengan cara sebagai
berikut
Anggaran biaya 𝑜𝑣𝑒𝑟ℎ𝑒𝑎𝑑 per 𝑝𝑜𝑜𝑙 aktivitas
Tarif 𝑜𝑣𝑒𝑟ℎ𝑒𝑎𝑑 dibebankan =
Aktivitas diestimasi per 𝑝𝑜𝑜𝑙
Aktivitas diestimasi per kelompok dapat dipilih salah satu dari aktivitas yang ada di
kelompok tersebut. Aktivitas yang dipilih boleh sembarang aktivitas, tetapi manajemen
cenderung memelih aktivitas yang dominan dalam satu kelompok

Rp360.000.000
Tarif kelompok 1 =
200.000 jam kerja langsung
=Rp1.800/jam kerja langsung

Rp360.000.000
Tarif kelompok 2 =
180 pemindahan bahan
=Rp2.0000.000/pemindahan bahan
Data aktivitas perusahaan petrogas
Aktivitas Pemicu Biaya
Kelistrikan Jam mesin Rp. 240.000.000
Pengujian jam kerja langsung Rp. 120.000.000
Pengesetan production run Rp. 200.000.000
Penanganan Bahan Pemindahan bahan Rp. 160.000.000

12
Activity Based Costing

Perhitungan Rasio Konsumsi


Aktivitas Pemicu Premium Rasio Solar Rasio
Kelistrikan Jam mesin 10.000 : 100.000 0,1 90.000 : 100.000 0,9
Jam kerja
Pengujian langsung 20.000 : 200.000 0,1 180.000 : 200.000 0,9
Pengesetan production run 40 : 60 0,67 20:60 0,33
Penaganan Pemindahan
bahan bahan 120 : 180 0,67 60:80 0,33

Pengelompokan Aktivitas
Keterangan Aktivitas Biaya Biaya per
Kelompok
Total
Kelompok 1 Kelistrikan Rp240.000.000
Pengujian 120.000.000 Rp360.000.000

Kelompok 2 Pengesetan Rp200.000.000


Penanganan bahan 160.000.000 Rp360.000.000

2. Tahap Kedua : activity based object costing


Kedua mengalokasikan biaya overhead ke setiap aktivitas dan terakhir
mengalokasikan ke objek biaya.
Perhitungan Biaya per unit dengan Metode ABC
Keterangan Premium Solar
Biaya Utama Rp156.000.000 Rp1.476.000.000
Biaya overhead
dibebankan
Kelompok 1
Rp1.800 x 20.000 360.000.000
Rp1.800 x 180.000 3.240.000.000

13
Activity Based Costing

Kelompok 2
Rp2000000 x 120 240.000.000
Rp2000000 x 60 120.000.000
Total biaya manufaktur Rp432.000.000 Rp1.920.000.000
Dibagi: unit diproduksi 20.000 200.000
Biaya per unit Rp21.600 Rp9.600

III. Perbandingan Biaya Produk Konvensional (volume based costing/tradisional based


costing) dan Kontemporer (activity based costing)

Metode kontemporer dalam penentuan biaya produk akan menghasilkan biaya


produk yang berbeda-beda. Hal ini bukan berarti ketiga metode ada yang salah, hanya saja
ketiga metode tersebut memilik akurasi yang berbeda dalam mengalokasikan biaya
overhead ke dalam produk.
Metode konvensional (tarif tunggal dan departemental) cenderung kurang akurat
dalam membebankan biaya overhead ke dalam produk, karena pada pendekatan
konvensional terlalu menyederhanakan proses produksi suatu produk atau jasa. Produk
yang berbeda-beda diasumsikan hanya menggunakan satu aktivitas pada keseluruhan
proses produksi atau pada satu departemen tertentu. Faktanya suatu proses produksi
membutuhkan banyak aktivitas yang tingkat konsumsi sumer dayanya juga akan berbeda-
beda pada setiap jenis produk dan dalam penggunaan aktivitas tersebut belum tentu
perbandingannya prporsional antar aktivitas untuk setiap produk atau jasa.

A. Contoh Perhitungan Pembebanan Biaya Produksi dengan Sistem


Tradisional/konvensional System
Perusahaan Petrogas menghasilkan produk Nozle Premium dan Nozle Solar.
Perusahaan tersebut memiliki data anggaran dan sesungguhnya untuk tahun 2012 sebagai
berikut
Anggaran biaya overhead Rp720.000.000
Aktivitas yang diharapkan (jam kerja langsung) 200.000

14
Activity Based Costing

Aktivitas yang sesungguhnya (jam kerja 200.000


langsung)
Biaya overhead sesungguhnya Rp760.000.000

1. Tarif tunggal

Biaya overhead diasumsikan hanya dipicu oleh satu pemicu pada semua fasilitas
produksi (pabrik) dan produk. Dua tahapan dalam perhitungan biaya overhead produk.
a. Penentuan tarif pembebanan overhead
Anggaran overhead diakumulasi menjadi satu untuk seluruh pabrik dengan langkah
berikut
 Biaya diakumulasi secara sederhana dengan cara langsung menambahkan semua
biaya yang diharapkan akan terjadi selama satu periode dalam satu fasilitas
pabrik.
 Setelah biaya diakumulasi, dihitung tarif pembebanannya berdasarkan satu
pemicu (driver) level unit

Perhitungan tarif pembebanan overhead dapat dilakukan dengan formula


Anggaran biaya overhead
Tarif overhead =
Anggaran penggunaan aktivitas

b. Pembebanan biaya overhead


Biaya overhead dibebankan ke dalam produk menggunakan dasar tarif yang telah
ditentukan. Pembebanan biaya overhead ke dalam produk dilakukan dengan
menggunakan formula

Overhead dibebankan total = Tarif overhead x aktivitas sesungguhnya

Setelah biaya overhead pabrik yang dibebankan ke produk diketahui, langkah terakhir
perhitungan biaya produk dalah menjumlahkannya dengan biaya bahan baku

15
Activity Based Costing

sesungguhnya yang digunakan ditambah dengan biaya tenaga kerja langsung


sesungguhnya.

Perusahaan menentukan dsar perhitungan dsar perhitungan tarif overhead adalah jam
kerja langsung sehingga overhead untuk tahun 2012 sebagai berikut
Tarif overhead Anggaran biaya overhead
Tarif overhead =
Anggaran penggunaan aktivitas
Rp 720.000.000
Tarif overhead =
200.000
= Rp3.600 per jam kerja langsung
Pembebanan overhead dihitung dengan cara berikut
Overhead dibebankan total = Tarif overhead x aktivitas sesungguhnya
= Rp3.600 x 200.000 jam kerja langsung
= Rp720.000.000
Biaya produk per unit diketahui
Data Produksi
Keterangan Premium Solar
Biaya Utama Rp156.000.000 Rp1.476.000.000
Unit Produksi 20.000 200.000
Jam kerja langsung 20.000 180.000

Perhitungan Biaya per unit Produk dengan Metode Tarif Tunggal


Keterangan Premium Solar
Biaya Utama Rp156.000.000 Rp1.476.000.000
Biaya Overhead
dibebankan
Rp3.600 x 20.000 Rp. 72.000.000
Rp3.600 x 180.000 - Rp. 648.000.000

16
Activity Based Costing

Biaya manufaktur tetap Rp 228.000.000 Rp2.124.000.000


Dibagi : unit diproduksi 20.000 200.000
Biaya per unit Rp11.400 Rp10.620

2. Tarif Departemental

Tahapan Perhitungan biaya produk dengan tarif depatemental


a. Biaya overhead di seluruh pabrik dibagi dan dimasukan ke dalam kelompok-
kelompok depatemen produksi sehingga didapatkan kelompok biaya depatemen.
Setelah itu dihitung tarif pembebannya menggunakan rumus
Anggaran biaya overhead
Tarif overhead =
Anggaran penggunaan aktivitas

b. Biaya overhead dibebankan ke produk dengan cara mengalikan antara tarif biaya
overhead depatemen dan jumlah pemicu yang digunakan oleh produk depatemen
tersebut
Contoh
Digunakan dua depatemen. Departemen pembentukan dan perakitan, didepatemen
pembentukan komponen dicetak sedangkan didepatemen perakitan membuat produk
jadinya, data sebagai berikut
Data biaya overhead dan Penggunan aktivitas Perusahaan petrogas
Keterangan Pembentukan Perakitan
Anggaran overhead Rp504.000.000 Rp216.000.000
Aktivitas yangg diharapkan dan sesungguhnya
Jam kerja langsung :
Premium 14.000 2.000
Solar 26.000 18.000
40.000 160.000
Jam mesin :
Premium 8.000 2.000

17
Activity Based Costing

Solar 72.000 18.000


80.000 20.000
Didepartemen pembentukan, tarif overhead dihitung berdasarkan jam mesin sementara
perakitan berdasarkan jam tenaga kerja langsung. Maka tarif pembebanan overhead
dihitung sebagi berikut

Anggaran overhead depatemen pembentukan


Tarif overhead departemen Pembentukan =
Aktivitas diharapkan departemen pembentukan

Rp504.000.000
=
80.000 jam mesin

= Rp6.300 per jam mesin

Anggaran overhead depatemen perakitan


Tarif overhead departemen Perakitan =
Aktivitas diharapkan departemen perakitan

Rp 216.000.000
=
160.000 jam kerja langsung

= Rp1.350 per jam kerja langsung

Berdasarkan data di atas biaya per unit produk nozle dapat dihitung sebagai berikut
dengan Metode Tarif Departemental
Perhitungan Biaya Tarif Departemental
Keterangan Premium Solar
Biaya utama Rp156.000.000 Rp1.476.000.000

18
Activity Based Costing

Biaya overhead
dibebankan
Rp6.300 x 8.000 Rp. 50.400.000
Rp6.300 x 72.000 Rp. 453.600.000
Departemen perakitan
Rp1.350 x 6.000 Rp. 8.100.000
Rp1.350 x 154.000 Rp. 207.900.000
Biaya manufaktur total Rp214.500.000 Rp2.213.100.000
Dibagi : Unit diproduksi 20.000 200.000
Biaya per unit Rp10.725 Rp10.690,50

3. Perbandingan Hasil Pembebanan Biaya Overhead dan biaya Per unit dengan tiga
Metode

Metode alokasi
Keterangan
Tarif Tunggal Departemental ABC
overhead dibebankan Premium Rp72.000.000 Rp58.500.000 Rp276.000.000
Solar 648.000.000 661.500.000 434.000.000
Biaya Per unit Premium 11.400 10.725 21.600
Solar 10.620 10.690,50 9.600

B. Perbedaan Activity-Based Costing dengan Sistem Tradisional atau


Konvensional

No Activity-Based Costing (ABC) Conventional/tradisional Costing


1 Sistem ini dimulai dengan Sistem konvensional dimulai dengan
mengidentifikasi aktivitas dan mengidentifikasi biaya dan kemudian ke
kemudian memproduksi produk produk barang.

19
Activity Based Costing

2 Sistem ini terutama berfokus pada Sistem ini menekankan terutama pada
aktifitas yang dilakukan untuk pemastian biaya setelah biaya tersebut terjadi.
menghasilkan produk.
3 Penggerak biaya digunakan untuk Unit biaya digunakan untuk alokasi dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang akumulasi biaya
mempengaruhi biaya aktivitas tertentu
4 Biaya overhead dibebankan ke pool Biaya overhead dibebankan ke departemen
biaya (cost pool) produksi atau departemen jasa,
5 Biaya overhead pabrik dibebankan ke Overhead dialokasikan atas dasar tariff
produk dengan menggunakan tariff alokasi overhead departemen
penggerak biaya
6 Biaya overhead variable diidentifikasi Biaya yang dapat dialokasikan atau
secara tepat ke produk masing-masing. dibebankan ke produk dapat berupa biaya
actual yang terjadi atau atas dasar biaya
standar
7 Dalam ABC, banyak aktivitas Biaya overhead pabrik di pool kan dan
didasarkan atas cost pool atau pusat dikumpulkan ke departemen
biaya diciptakan
8 Tidak perlu mengalokasikan dan Proses alokasi dan redistribusi biaya
mendistribusikan biaya overhead departemen jasa ke departemen produksi
departemen jada untuk departemen adalah penting untuk menemukan total biaya
produksi. produksi
9 Sistem ABC mengasumsikan Sistem ini mengasumsikan bahwa biaya
bahwabiaya overhead tetap bervariasi overhead tetap tidak berubah dengan volume
secara proposional dengan perubahan output.
volume output

20
Activity Based Costing

C. Keunggulan dan Kelemahan Sistem Tradisional atau Konvensional


dibandingkan dengan Activity Based Costing

1. Kelebihan

Sistem biaya berbasis unit telah lama digunakan dan sampai sekarang masih dipakai
untuk penentuan biaya produk oleh banyak bisnis. Kelebihan sistem biaya berbasis unit ada
pada kemudahan dalam aplikasinya. Data yang dibutuhkan relatif sederhana sehingga tidak
memerlukan sistem informasi yang canggih dan mahal untuk mendapatkannya. Walaupun
sederhana, sistem ini masih memadai untuk digunakan pada bisnis yang menghasilkan
produk atau jasa yang seragam (satu jenis) atau tidak terdapat banyak variasi proses
produksi.

2. Kelemahan

Walaupun sistem ini telah lama digunakan, tetapi sistem ini sering mengakibatkan
distorsi dalam penentuan biaya produk. Akibatnya dalam kondisi persaingan yang ketat,
perusahaan menjadi sering salah dalam pembuatan keputusan yang berbasis pada informasi
biaya produk sehingga perusahaan kalah dalam persaingan. Berikut ini beberapa indikator
yang menunjukan bahwa sistem biaya berbasis unit telah ketinggalan zaman:

a. Hasil penawaran sulit dijelaskan


b. Harga produk pesaing terlihat sangat murah dan tidak masuk akal
c. Produk yang laku sulit menghasilkan laba yang tinggi
d. Manajer operasional ingin menghentikan produk yang terlihat menguntungkan
karena produk mengonsumsi beragam aktivitas yang sulit dijelaskan kaitannya
dengan biaya produk
e. Tingkat laba sulit dijelaskan
f. Perusahaan memiliki ceruk pasar yang menghasilkan laba tinggi yang hanya dikuasai
sendiri. Pesaing tidak tertarik masuk ke ceruk tersebut karena harga yang mereka
tawarkan cenderung lebih tinggi.
g. Konsumen tidak protes saat terjadi kenaikan harga produk tertentu karena harga
masih di bawah harga produk lain yang sejenis.

21
Activity Based Costing

h. Departemen akuntansi menghabiskan banyak waktu untuk menyediakan data biaya


pada proyek khusus.
i. Beberapa departemen menggunakan sistem biaya sendiri karena merasa sistem biaya
yang ada tidak akurat.
j. Biaya produk berubah saat ada perubahan antara pelaporan keuangan.
Ketidakakuratan sistem biaya konvensional disebabkan karena asumsi biaya hanya
berdasarkan aktivitas pemicu dari level unit saja. Padahal banyak aktivitas yang biayanya
dipicu oleh faktor lain. Penggunaan asumsi tersebut mengakibatkan biaya overhead tidak
dialokasikan secara akurat.

3. Manfaat Activity Based Costing

a. Pengukuran profitabilitas yang lebih baik, biaya setiap aktivitas dapat dibebankan
dengan lebih akurat dan terperinci ke dalam produk atau jasa sehingga hasil
penawaran produk atau jasa menjadi mudah ditelusuri.
b. Pembuatan keputusan yang lebih baik, informasi pengguna aktivitas yang lebih detail
menjadiakan manajemen dapat menganalisis dampak atau hasil dari suatu aktivitas
sehingga dapat memberikan dasar pembuatan keputusan yang lebih akurat.
c. Perbaikan proses (process improvement), ABC memberikan informasi detail
mengenai pengguna aktivitas. Hal ini memudahkan manajemen menelusur dan
menganalisis efektifitas dan efisiensi biaya aktivitas.
d. Estimasi Biaya, ketersediaan informasi penggunaan aktivitas dan biaya di masa lalu
yang terperinci dapat memberikan dasar yang akurat dalam penentuan estimasi biaya
di masa depan.
e. Penentuan biaya kapasitan tak terpakai, Estimasi biaya yang akurat atas suatu aset
atau sumber daya pada suatu kapasitas yang dianggarkan dapat menjadi dasar
penentu nilai biaya dari kapasitas yang tidak digunakan akibat inefesiensi produksi
atau pelayanan.

22
Activity Based Costing

4. Keterbatasan Activity Based Costing


a. Alokasi
Beberapa biaya perlu dialokasikan ke departemen dan produk berdasarkan
pengukuran volume arbiter karena mencari aktivitas yang memicu biaya tidak
praktis.
b. Pengabaian Biaya (omission of cost)
Biaya produk atau jasa yang diidentifikasikan oleh sistem ABC cenderung tidak
memasukan semua biaya yang terkait dengan produk atau jasa, seperti biaya untuk
aktivitas pemasaran, riset periklanan, pengembangan dan rekayasa produk.
c. Biaya dan waktu
Salah satu kendala terbesar dalam penerapan ABC adalah besarnya biaya aplikasi
dan lamanya proses implementasi ABC. Hal ini karena ABC bukan masalah
menghitung biaya produk saja, tetapi lebih pada cara manajemen mengidentifikasi
aktivitas-aktivitas dalam produksi, sumber daya yang dikonsumsinya, hal-hal yang
memicu biaya aktivitas tersebut dan besarnya biaya yang terjadi.

23
Activity Based Costing

Pertanyaan Diskusi Activity Based Costing

1. Penanya : Lilis Marianti

Apakah masalah yang dihadapi perusahaan dalam menerapkan sistem ABC ?

2. Penanya : Indra Ari Yudhanto

Perbedaan mendasar sistem ABC dalam perusahaan manufaktur, jasa dan dagang?

3. Penanya : IIn Safariah

Apa yang dijanjikan sistem ABC bila dibandingkan dengan sistem tradisional?

4. Penanya : NIda Nur Fikri

Sebutkan contoh biaya yang bernilai tambah dan biaya yang tidak bernilai tambah ?

5. Penanya : Winda

Cara mengimplementasikan sistem ABC secara efektif dalam perusahaan manufaktur?

6. Penanya : Nabila

Bagaimana Perusahaan Job Order dalam menetapkan tarif , apakah lebih baik menggunakan
tarif ABC atau menggunakan tarif tradisional??

7. Penanya : Alysa Amandea

Adakah faktor khusus dalam menentukan cost driver ?

8. Penanya : Chandra

Apakah sistem ABC lebih baik diterapkan dalam perusahaan dibandingkan dengan sistem
tradisional?? Jelaskan !

9. Penanya : Rizky Remi

24
Activity Based Costing

Kelemahan sistem ABC salah satunya omition cost! Mengapa omition cost masih saja ada
dan tidak bisa dihindari ?

10. Penanya : Santy Ramayanty

Apakah ada kemungkinan tidak relevannya data dengan sistem perusahaan terhadap
pengambilan keputusan ?

25

Anda mungkin juga menyukai