Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah suatu masyarakat patriarkhal, dan kondisi ini tidak
dapat diingkari, seperti juga di negara-negara lain di dunia. Partriarkhal
sebagai suatu struktur komunitas di mana kaum lelaki yang memegang
kekuasaan, dipandang sebagai struktur yang memperlemah perempuan,
yang terlihat dalam kebijakan pemerintah maupun dalam perilaku
masyarakat. Kecenderungan untuk membayar upah buruh wanita di bawah
upah buruh pria dan perumusan tentang kedudukan istri dalam perkawinan,
merupakan salah satu cerminan keberadaan perempuan dalam posisi
subordinat pria. Salah satu fenomena yang menjadi perhatian besar
masyarakat akhir-akhir ini, bahkan juga masyarakat internasional, adalah
tindak kekerasan terhadap perempuan.
Tindak kekerasan terhadap perempuan seringkali dianggap suatu isu
yang terbelakang atau bahkan dapat dikatakan tidak menarik. Padahal jika
dilihat dari kenyataan yang selama ini terjadi, tindak kekerasan terhadap
perempuan merupakan ancaman terus menerus bagi perempuan di
manapun di dunia. Hal ini merupakan akibat dari adanya pandangan di
sebagian besar masyarakat yang menganggap kedudukan perempuan di
sebagian dunia yang tidak dianggap sejajar dengan laki-laki. Terlebih lagi,
rasa takut kaum perempuan terhadap kejahatan (fear of crime) jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan apa yang dirasakan kaum pria.
Kekerasan, dan ancaman kekerasan, telah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dan kehidupan kita saat ini. Penculikan, penjarahan,
penganiayaan dan pembunuhan telah menjadi fakta keseharian. Aksi-aksi
teror dan intimidasi yang bermunculan di mana-mana merenggut rasa
aman, menyebarkan ketakutan dan menambah ketidakpastian dan
kebingungan masyarakat. Sungguh sebuah tantangan tersendiri dalam
upaya kita membuka lembar sejarah baru di era reformasi ini.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan bagian integral dari
fenomena kekerasan secara umum. Serangan-serangan seksual terhadap
perempuan muncul sejalan dengan meningkatnya kekerasan di masyarakat
dan sama-sama berakar pada kegagalan sistem politik, ekonomi dan sosial
untuk mengelola konflik. Tetapi, berbeda dengan kaum lakilaki, perempuan
mengalami kekerasan dalam bentuk yang lebih kompleks. Hal ini berkaitan
dengan posisi perempuan yang serba dinomorduakan dan yang penuh
dengan tabu dan stereotip. Tabu dan stereotip membuat perempuan
bungkam atas kekerasan yang dialaminya, sedangkan bias jender
masyarakat membuat perempuan korban kekerasan dituding bersalahan
atas musibah yang menimpa dirinya sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasasrkan latar belakang, adapun rumusan masalahnya yaitu:
1. Apakah pengertian tindak kekerasan terhadap perempuan
2. Bagaimana bentuk bentuk tindak kekersan terhadap perempuan.
3. Apa penyebab terjadinya tindakan kekerasan terahdap perempuan.
4. Apa saja dampak dari tindakan kekerasan terhadap perempuan.
5. Bagaimana upaya pencegahan terhadap tindak kekerasan perempuan.
6. Bagaimana analisis gender dalam kekerasan terhadap perempuan
C. TUJUAN
1. menjelaskan pengertian tindak kekerasan terhadap perempuuan
2. menjelaskan bentuk tindak kekersan terhadap perempuan.
3. Menjelaskan penyebab terjadinya tindakan kekerasan terahdap
perempuan
4. Menjelaskan saja dampak dari tindakan kekerasan terhadap perempuan.
5. Menjelaskan upaya pencegahan terhadap tindak kekerasan perempuan
6. Menganalisis konsep gender dalam kekerasan terhadap perempuan.
D. MANFAAT
1. Untuk mengetahui pengertian tindak kekerasan terhadap perempuuan
2. Untuk mengetahui bentuk tindak kekersan terhadap perempuan.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya tindakan kekerasan terahdap
perempuan
4. Untuk mengetahui saja dampak dari tindakan kekerasan terhadap
perempuan.
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan terhadap tindak kekerasan
perempuan
6. Untuk mengaetahui analisis gender dalam tindak kekerasan terhadap
perempuan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEKERASAN
Secara terminologi kekerasan atau violence adalah gabungan dua
kata latin “vis” (daya, kekuatan) dan “latus” berasal dari kata “ferre” yang
berarti membawa). Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan” diartikan
dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan
fisik atau barang orang lain, atau ada paksaan, ada beberapa pengertian
menurut para ahli:
1. Menurut Wignyosoebroto (1997) pengertian kekerasan adalah suatu
tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi
kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadap seseorang atau sejumlah
orang yang berposisi lebih lemah (atau yang tengah dipandang berada
dalam keadaan lebih lemah), berdasarkan kekuatan fisiknya yang superior,
dengan kesenjangan untuk dapat ditimbulkannya rasa derita di pihak yang
tengah menjadi objek kekerasan itu. Namun, tak jarang pula tindak
kekerasan ini terjadi sebagi bagian dari tindakan manusia untuk tak lain
daripada melampiaskan rasa amarah yang sudah tak tertahan lagi olehnya.
2. Menurut Santoso (2002 : 24) kekerasan juga bisa diartikan dengan
serangan memukul (assault and battery) merupakan kategori hukum yang
mengacu pada tindakan illegal yang melibatkan ancaman dan aplikasi actual
kekuatan fisik kepada orang lain. Serangan dengan memukul dan
pembunuhan secara resmi dipandang sebagai tindakan individu meskipun
tindakan tersebut dipengaruhi oleh tindakan kolektif.
3. Soetandy mendefinisikan:kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan
oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (atau yang tengah
merasa kuat) terhadap seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lebih
lemah), bersaranakan kekuatannya, fisik maupun non fisik yang superior
dengan kesengajaan untuk menimbulkan rasa derita di pihak yang tengah
menjadi objek kekerasan.
4. Kekerasan menurut Galtung adalah “any avoidable impediment to self
realization” yang maksudnya : “Kekerasan adalah segala sesuatu yang
menyebabkan orang terhalang mengaktualisasikan potensi diri secara wajar”
.Berdasarkan konsep tersebut jelas bahwa kekerasan selalu berhubungan
dengan tindakan atau perilaku kasar, mencemaskan, menakutkan dan selalu
menimbulkan dampak (efek) yang tidak menyenangkan bagi korbannya,
baik secara fisik,psikis maupun sosial.
5. Menurut Faqih kata “kekerasan” merupakan padanan dari kata
“violence” dalam bahasa Inggris, meskipun keduanya memiliki konsep yang
berbeda. Kata “violence” diartikan disini sebagai suatu serangan atau invasi
(assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.
Sedangkan kekerasan dalam bahasa Indonesia umumnya dipahami hanya
menyangkut serangan fisik belaka. Kekerasan terhadap sesama manusia ini
sumbernya maupun alasannya bermacam-macam, seperti politik atau
keyakinan keagamaan atau bahkan rasisme. . (curhatnisa.blogspot:2011),

Kekerasan adalah penganiayaan, penyiksaan atau perlakuan salah,


menurut WHO dalam (E-book,SUMUT: 1) kekerasan adalah penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindkaan terhadap diri sendiri,
perorangan atau sekelompok orang dan atau masyarakat yang
mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan
hak. Menurut depkes.RI :2006 dalam (yudhim.blogspot :2008) Kekerasan
terhadap perempuan adalah setiap perbuatan yang berkaitan atau mungkin
berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan, secara fisik, seksual,
psikologis, ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan dan perampasan
kebebasan baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun di
lingkungan rumah tangga.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang kekerasan menurut para
ahli maka dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap perempuan
merupakan suatu bentuk tindakan yang menyakiti atau membuat
penderitaan terhadap perempuan secara fisik, seksual, psikologi yang
mengakibatkan trauma terhadap perempuan atau korban.

B. BENTUK-BENTUK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN


Berdasaran ruang lingkup dan agen pelakunya, seperti dalam
Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Pasal 2, kekerasan
terhadap perempuan mencakup, tetap tidak terbatas pada:
1. Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi di keluarga, termasuk
pemukulan, penganiayaan, seksual anak perempuan dalam keluarga,
perkosaan dalam perkawinan, pemotongan kelamin perempuan, dan
praktek-praktek tradisional lainnya yang menyengsarakan perempuan,
kekerasan yang dilakukan bukan merupakan pasangan hidup dan kekerasan
yang terkait dengan eksplotasi.
2. Kekerasan, seksual dan psikologis yang terjadi dalam komunitas berupa
perkosaan, penganiyaan seksual, pelecehan dan intimidasi seksual di tempat
kerja, institusi pendidikan, tempat umum dan lainnya, perdagangan
perempuan dan pelacur paksa.
3. Kekerasan, sesksual dan psikologis yang dilaksanakan atau dibiarkan
terjadinya oleh Negara, dimanapun kekerasan tersebut terjadi.
(amrulloh. 2009. Bentuk kekerasan terhadap perempuan)
Adapun Tindak kekerasan seksual meliputi:
1. Pernaksaan hubungan seksual (perkosaan) yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut : Perkosaan ialah
hubungan seksual yang terjadi tanpa dikehendaki oleh korban. Seseorang
laki-laki menaruh penis, jari atau benda apapun kedalam vagina, anus, atau
mulut atau tubuh perempuan tanpa sekendak perempuan itu.
2. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang anggota dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan /
atau tujuan tertentu.
3. Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi
seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang
menjadi sasaran. Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja,
seperti di tempat kerja, dikampus/ sekolah, di pesta, tempat rapat, dan
tempat urnum lainnya. Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan
di tempat kerja.
4. Tindak kekerasan ekonomi: yaitu dalam bentuk penelantaran ekonomi
dimana tidak diberi nafkah secara rutin atau dalarn jumlah yang cukup,
membatasi dan/ atau metarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di
luar rumah, sehingga korban di bawah kendati orang tersebut.
(yudhim. blogspot : 2008)
C. PENYEBAB KEKERASAN TERAHDAP PEREMPUAN.

1. Aspek Budaya :
· Kuatnya pengertian yang bersumber pada nilai-nilai budaya yang
memisahkan peran dan sifat gender laki-laki dan perempuan secara tajam
dan tidak setara.

· Sosialisasi pengertian tersebut melalui a.l. keluarga, lembaga pendidikan,


agama, dan media massa, menyebabkan berlakunya keyakinan dan
tuntutan:

o laki-laki dan perempuan punya tempat dan perannya sendiri-sendiri yang


khas dalam keluarga/perkawinan/berpacaran.

o laki-laki lebih superior daripada perem-puan, dan mempunyai hak penuh


untuk memperlakukan perempuan seperti barang miliknya

o keluarga adalah wilayah pribadi, tertutup dari pihak luar, dan berada di
bawah kendali laki-laki

· Diterimanya kekerasan sebagai cara penyelesaian konflik.

2. Aspek Ekonomi
· Ketergantungan perempuan secara ekonomi pada laki-laki;

· perempuan lebih sulit untuk mendapatkan kredit, kesempatan kerja di


lingkup formal dan informal, dan kesempatan mendapat-kan pendidikan dan
pelatihan.

3. Aspek Hukum
· Status hukum perempuan yang lebih lemah dalam peraturan perundang-
undangan maupun dalam praktek penegakan hukum;

· Pengertian tentang perkosaan dan KDRT yang belum menjawab


sepenuhnya kebutuhan perlindungan bagi korban dan penanganan pada
pelaku;

· Rendahnya tingkat pengetahuan yang dimiliki perempuan tentang hukum,

· Perlakuan aparat penegak hukum yang belum sepenuhnya peka pada


perempuan dan anak perempuan korban kekerasan.

4. Aspek Politik
· Rendahnya keterwakilan kepentingan perempuan dalam proses
pengambilan keputusan di bidang politik, hukum, kesehatan, maupun
media.

· Kekerasan terhadap Perempuan masih belum sepenuhnya dianggap


sebagai persoalan yang berdampak serius bagi negara,

· Adanya resiko yang besar bila memperta-nyakan aturan agama,

· Terbatasnya partisipasi perempuan di organisasi politik.


(savyamirawcc.BLOGSPOT)

5. Terkait dengan kondisi situasional yang memudahkan, seperti terisotasi,


kondisi konflik dan perang. Dalam situasi semacam ini sering terjadi
perempuan sebagai korban, misaInya dalam lokasi pengungsian rentan
kekerasan seksual, perkosaan. Dalam kondisi kemiskinan perempuan mudah
terjebak pada pelacuran. Sebagai imptikasi maraknya teknologi informasi,
perempuan terjebak pada kasus pelecehan seksual, pornografi dan
perdagangan. yudhim. blogspot : 2008)

D. DAMPAK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

1. Pada Korban
· Kesehatan Fisik seperti memar, cedera (mulai dari sobekan hingga patah
tulang dan luka dalam), gangguan kesehatan yang khronis, gangguan
pencernaan, perilaku seksual beresiko, gangguan makan, kehamilan yang
tak diinginkan, keguguran/ melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah, terinfeksi penyakit menular seksual, HIV/AIDS

· Kesehatan Mental: seperti depresi, ketakutan, harga diri rendah, perilaku


obsesif kompulsif, disfungsi seksual, gangguan stress pasca trauma

· Produktivitas kerja menurun: sering terlambat datang ke tempat kerja,


sulit berkonsentrasi, berhalangan kerja kare-na harus mendapat perawatan
medis, atau memenuhi panggilan polisi/meng-hadiri sidang.

· Fatal: bunuh diri, membunuh/melukai pelaku, kematian karena


aborsi/kegugur-an/AIDS

2. Pada Anak
· Gangguan kesehatan dan perilaku anak di sekolah,

· Terhambatnya kemampuan untuk menjalin hubungan yang dekat dan


positif dengan orang lain,

· Kecenderungan lari dari rumah, adanya keinginan bunuh diri

· Berkemungkinan menjadi pelaku atau cenderung menjadi korban


kekerasan yang serupa di masa remaja/dewasanya

3. Pada Masyarat & Negara


· Penurunan kualitas hidup dan kemampuan perempuan untuk aktif ikut
serta dalam kegiatan di luar rumah, termasuk untuk berpenghasilan dan
menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.

· Besarnya biaya untuk penanganan kasus di kepolisian maupun pengadilan,


serta biaya untuk perawatan kesehatan bagi korban

· Menguatnya kekerasan sebagai cara menyelesaikan


(savyamirawcc.BLOGSPOT)
E. PENCEGAHAN TERHADAP KEKERASAN PEREMPUAN.
Pencegahan, penanganan korban dan pelaku adalah tanggung jawab
semua pihak:

· laki-laki, perempuan, lingkungan tetangga, tokoh agama/masyarakat,


lembaga pendidikan/ agama, dunia usaha maupun pemerintah.
Kerjasama antara pusat penanganan krisis bagi perempuan korban
(women’s crisis center) dengan masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah
merupakan suatu kemutlakan.
· Upaya pencegahan dan penanganan korban maupun pelaku yang ada
masih jauh dari memadai. Bagi para perempuan penyandang cacat, kondisi
ini lebih berat dirasakan
· .Khusus tentang dukungan bagi korban untuk dapat melanjutkan hidupnya
secara mandiri, sehat dan bermartabat, dibutuhkan beragam dukungan yang
bentuknya fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan korban, dan
bersifat memberdayakan. (savyamirawcc.BLOGSPOT)
Jalan keluar, pemecahan masalah gender dalam tindak kekerasan
terhadap perempuan perlu dilakukan secara serempak, baik upaya yang
bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Dari segi pemecahan
praktis jangka pendek, dapat dilakukan upaya program aksi yang
melibatkan perempuan agar mereka mampu menghentikan masalah
mereka sendiri, seperti kekerasan, pelecehan dan berbagai stereotype
terhadapnya. Mereka sendiri harus mulai memberikan pesan penolakan
secara jelas kepada pelaku yang melakukan kekerasan dan pelecehan agar
kegiatan kekerasan dan pelecehan tersebut terhenti.
Sementara usaha perjuangan strategis jangka panjang perlu dilakukan
untuk memperkokoh usaha praktis tersebut. Perjuangan strategis ini
meliputi berbagai peperangan ideologis di masyarakat. Bentuk-bentuk
peperangan tersebut misalnya, dengan melancarkan kampanye kesadaran
kritis dan pendidikan umum masyarakat untuk meng-hentikan berbagai
bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan. Upaya strategis lain perlu
melakukan studi tentang berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan
untuk selanjutnya dipakai sebagai advokasi guna merubah kebijakan,
hukum dan aturan pemerintah yang dinilai tidak adil terhadap kaum
perempuan.
58
Menghentikan ketidakadilan gender dalam aspek kekerasan terhadap
perempuan, berarti mengangkat kepentingan perempuan dan membuat
mereka lebih berdaya, hal ini merupakan bagian dalam rangka mengangkat
harkat dan martabat perempuan. (SUSANTO. 2005)
F. ANALISIS GENDER TERHADAP TINDAK KEKERASAN.
Pemahaman terhadap konsep gender sangat diperlukan mengingat
dengan konsep ini telah lahir suatu analisis gender. Analisis gender dalam
sejarah pemikiran manusia tentang ketidakadilan sosial dianggap suatu
analisis baru, dan mendapat sambutan akhir-akhir ini. Analisis gender
merupakan analisis kritis yang mempertajam dari analisis kritis yang sudah
ada, seperti analisis kelas oleh Karl Marx, analisis hegemony ideologi oleh
Gramsci, analisis kritis (Critical Theory) dari mazhab Frankfurt, dan analisis
wacana oleh Fucoult. Tanpa analisis gender kritik mereka kurang mewakili
semangat pluralisme yang diimpikan. Tanpa mempertanyakan gender terasa
kurang mendalam. Peran gender yang berbeda juga menimbulkan
ketidakadilan, terutama bagi perempuan. Diantara beberapa manifestasi
ketidakadilan yang ditimbulkan oleh adanya asumsi gender Berikut akan
diuraikan dari aspek terjadinya kekerasan terhadap perempuan disertai
analisis dari temuan penelitian.
Kekerasan (violence) terhadap perempuan karena adanya perbedaan
gender. Kekerasan terhadap perempuan belakangan ini diduga meningkat.
Berbagai macam bentuk kekerasan menimpa perempuan, mulai yang ringan
hingga yang berat (mengancam jiwa). Banyak sekali kekerasan terjadi pada
perempuan yang ditimbulkan oleh adanya stereotype gender. Perbedaan
gender dan sosialisasi gender yang amat lama mengakibatkan kaum
perempuan secara fisik lemah dan kaum lelaki umumnya kuat. Hal itu tidak
menimbulkan masalah sepanjang anggapan lemahnya perempuan tersebut
tidak mendorong dan memperbolehkan lelaki untuk bisa seenaknya
memukul dan memperkosa perempuan. Banyak terjadi pemerkosaan justru
bukan karena unsur kecantikan, melainkan karena kekuasaan dan
stereotype gender yang dilabelkan pada kaum perempuan, Berbagai macam
dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan
kekerasan gender, di antaranya adalah sebagai berikut pemerkosaan,
pemukulan dan serangan non fisik yang terjadi dalam rumah tangga,
penyiksaan, prostitusi atau pelacuran, pornografi, sterilisasi dalam KB,
kekerasan terselubung dengan memegang bagian dari tubuh perempuan,
dan pelecehan sex.
Sampai saat ini kita belum dapat menekan terjadinya tindak kekerasan
terhadap perempuan. Mantan Meneg Pemberdayaan Perempuan Khofifah
Indar Parawansa pernah mengatakan bahwa tingkat kekerasan yang dialami
perempuan Indonesia cenderung tinggi. Sekitar 24 juta perempuan atau
11,4 persen dari total penduduk Indonesia pernah mengalami tindak
kekerasan (Jawa Pos, 30 April 2003).

BAB I

PENDAULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah suatu masyarakat patriarkhal, dan kondisi ini tidak dapat diingkari, seperti
juga di negara-negara lain di dunia. Partriarkhal sebagai suatu struktur komunitas di mana kaum
lelaki yang memegang kekuasaan, dipandang sebagai struktur yang memperlemah perempuan,
yang terlihat dalam kebijakan pemerintah maupun dalam perilaku masyarakat.
Kecenderungan untuk membayar upah buruh wanita di bawah upah buruh pria dan
perumusan tentang kedudukan istri dalam perkawinan, merupakan salah satu cerminan keberadaan
perempuan dalam posisi subordinat pria. Salah satu fenomena yang menjadi perhatian besar
masyarakat akhir-akhir ini, bahkan juga masyarakat internasional, adalah tindak kekerasan
terhadap perempuan.
Maka dari itu, dalam makalah ini kelompok kami akan membahas lebih lanjut mengenai
kekerasan terhadap perempuan.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk lebih mengarah kepada tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan
makalah ini, maka kami membatasi masalah yang akan disajikan yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud kekerasan terhadap perempuan?
2. Apa saja bentuk-bentuk kekerasan terhdap perempuan?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan?
4. Apa saja macam-macam kekerasan terhadap perempuan?
5. Bagaimana dampak kekerasan terhadap perempuan?
6. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan?

1.3 Maksud dan Tujuan

Sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan bahwa setiap kelompok wajib membuat
makalah sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi yang memiliki tujuan :
1. Dapat mengetahui definisi kekerasan terhadap perempuan
2. Dapat mengetahui bentuk-bentuk kekerasan terhdap perempuan
3. Dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap
perempuan
4. Dapat mengetahui macam-macam kekerasan terhadap perempuan
5. Dapat mengetahui dampak kekerasan terhadap perempuan
6. Dapat mengetahui pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan

1.4 Pembatasan Masalah


Dalam penyusunan makalah ini saya membatasi ruang lingkup bahasan mengenai
Kekerasan yang lebih khususnya mengenai Kekerasan Terhadap Perempuan supaya isi dari
makalah ini dapat terfokus pada pembahasannya.

1.5 Metodologi Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan yang berhubungan dengan


masalah yang di bahas dalam makalah ini yaitu dengan pengumpulan data dari
internet.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan makalah ini BAB I


PENDAHULUAN yang terdiri atas latar belakang , rumusan masalah, maksud dan
tujuan, pembatasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Dalam BAB II LANDASAN TEORI terdiri dari definisi kekerasan, macam-macam
kekerasan dan usaha mengatasi kekerasan.
Dalam BAB III PEMBAHASAN terdiri dari definisi kekerasan terhadap
perempuan,bentuk-bentuk kekerasan terhdap perempuan,faktor-faktor penyebab terjadinya
kekerasan terhadap perempuan,macam-macam kekerasan terhadap perempuan,dampak kekerasan
terhadap perempuan serta pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan.
Dalam BAB IV PENUTUP terdiri dari Kesimpulan dan Saran
BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Kekerasan

Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin violentia, yang berarti keganasan, kebengisan,
kedahsyatan, kegarangan, aniaya, dan perkosaan (sebagaimana dikutip Arif Rohman : 2005).
Tindak kekerasan, menunjuk pada tindakan yang dapat merugikan orang lain. Misalnya,
pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain. Walaupun tindakan tersebut menurut
masyarakat umum dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku dengan
sengaja maupun tidak sengaja (verbal maupun nonverbal) yang ditujukan untuk mencederai atau
merusak orang lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang melanggar
hak asasi manusia, bertentangan dengan nilainilai dan norma-norma masyarakat sehingga
berdampak trauma psikologis bagi korban. Nah, cobalah temukan minimal lima contoh tindak
kekerasan yang ada di sekitarmu
Menurut Thomas Hobbes, kekerasan merupakan sesuatu yang alamiah dalam manusia. Dia
percaya bahwa manusia adalah makhluk yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis,
saling iri, serta benci sehingga menjadi jahat, buas, kasar, dan berpikir pendek. Hobbes
mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain (homo homini lupus). Oleh karena
itu, kekerasan adalah sifat alami manusia. Dalam ketatanegaraan, sikap kekerasan digunakan untuk
menjadikan warga takut dan tunduk kepada pemerintah. Bahkan, Hobbes berprinsip bahwa hanya
suatu pemerintahan negara yang menggunakan kekerasan terpusat dan memiliki kekuatanlah yang
dapat mengendalikan situasi dan kondisi bangsa.
Kekerasan merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan,
pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau
menyakiti orang lain, dan - hingga batas tertentu - kepada binatang dan harta-benda. Istilah
"kekerasan" juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak.
Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk-kekerasan sembarang, yang
mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang
terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak - seperti
yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.
Kekerasan (violence) adalah ancaman atau penggunaan kekuatan fisik untuk menimbulkan
kerusakan pada orang lain.

2.2 Macam-Macam Kekerasan

Tidak dimungkiri tindak kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tindak
kekerasan seolah-olah telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuan hidupnya. Tidak
mengherankan jika semakin hari kekerasan semakin meningkat dalam berbagai macam dan
bentuk. Oleh karena itu, para ahli sosial berusaha mengklasifikasikan bentuk dan jenis kekerasan
menjadi dua macam, yaitu:
Berdasarkan bentuknya, kekerasan dapat digolongkan menjadi kekerasan fisik, psikologis,
dan struktural.
1. Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh tubuh. Wujud kekerasan
fisik berupa penghilangan kesehatan atau kemampuan normal tubuh, sampai pada penghilangan
nyawa seseorang. Contoh penganiayaan, pemukulan, pembunuhan, dan lain-lain.
2. Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat
mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan normal jiwa. Contoh kebohongan, indoktrinasi,
ancaman, dan tekanan.
3. Kekerasan struktural yaitu kekerasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan
menggunakan sistem, hukum, ekonomi, atau tata kebiasaan yang ada di masyarakat. Oleh karena
itu, kekerasan ini sulit untuk dikenali. Kekerasan struktural yang terjadi menimbulkan
ketimpangan-ketimpangan pada sumber daya, pendidikan, pendapatan, kepandaian, keadilan, serta
wewenang untuk mengambil keputusan. Situasi ini dapat memengaruhi fisik dan jiwa seseorang
Biasanya negaralah yang bertanggung jawab untuk mengatur kekerasan struktural karena hanya
negara yang memiliki kewenangan serta kewajiban resmi untuk mendorong pembentukan atau
perubahan struktural dalam masyarakat. Misalnya, terjangkitnya penyakit kulit di suatu daerah
akibat limbah pabrik di sekitarnya atau hilangnya rumah oleh warga Sidoarjo karena lumpur panas
Lapindo Brantas. Secara umum korban kekerasan struktural tidak menyadarinya karena sistem
yang menjadikan mereka terbiasa dengan keadaan tersebut.
Berdasarkan pelakunya, kekerasan dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu:
1. Kekerasan individual adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih
individu. Contoh pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain.
2. Kekerasan kolektif adalah kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh
tawuran pelajar, bentrokan antardesa konflik Sampit dan Poso, dan lain-lain.
Berdasarkan umur kekerasan dibagi menjadi :
 Sebelum lahir : abortus, pemukulan perut.
 Bayi : pembunuhan dan penelantaran, penyalahgunaan fisik, seks dan psikis.
 Pra remaja : Perkawinan usia anak, inses, fisik, seks, psikis, pelacuran, pornografi..
 Remaja dewasa : kekerasan, pemaksaan seks, inses, pembunuhan oleh pasangan, pelacuran,
pelecehan seks.
 Usia lanjut : fisik, seks, psikis.
Tempat kekerasan :
1. Rumah tangga.
2. Tempat kerja atau sekolah.
3. Daerah konflik atau pengungsian.
4. Jalanan.
Pelaku kekerasan adalah harus merupakan subyek hukum (baik orang maupun badan
hukum). Dengan demikian suatu system sosial tertentu yang dapat merugikan perempuan tidak
dapat dikatagorikan sebagai pelaku kekerasan karena system yang itu dibuat oleh subyek hukum.
Akan tetapi kumpulan dari subyek hukum (masyarakat) dapat pula dipertimbangkan sebagai
pelaku kekerasan, termasuk pihak yang menciptakan suatu system hukum tertentu.
Berdasarkan urian tersebut dapat dipahami bahwa pelaku kekerasan tidak saja kaum pria
tetapi perempuan dapat juga dikatogorikan pelaku kekerasan. Hal ini dapat dimengerti karena
tempat terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam lingkungan rumah tangga atau di luar
rumah.

2.3 Usaha Mengatasi Kekerasan

Kini tindak kekerasan menjadi tindakan alternatif manakala keinginan dan kepentingan
suatu individu atau kelompok tidak tercapai. Terlebih di Indonesia, kekerasan melanda di segala
bidang kehidupan baik sosial, politik, budaya, bahkan keluarga. Walaupun tindakan ini membawa
kerugian yang besar bagi semua pihak, angka terjadinya kekerasan terus meningkat dari hari ke
hari. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk mencegah semakin membudayanya tindak
kekerasan. Upaya-upaya tersebut (sebagaimana dikutip Arif Rohman: 2005) antara lain:
a. Kampanye Anti-Kekerasan
Dilakukannya kampanye antikekerasan secara terusmenerus mendorong individu untuk
lebih menyadari akan akibat dari kekerasan secara global. Melalui kampanye setiap masyarakat
diajak untuk berperan serta dalam menciptakan suatu kedamaian. Dengan kedamaian individu
mampu berkarya menghasilkan sesuatu untuk kemajuan. Dengan kata lain, kekerasan
mendatangkan kemunduran dan penderitaan, sedangkan tanpa kekerasan membentuk kemajuan
bangsa.
b. Mengajak Masyarakat untuk Menyelesaikan Masalah Sosial dengan Cara Bijak
Dalam upaya ini pemerintah mempunyai andil dan peran besar. Secara umum, apa yang
menjadi tindakan pemimpin, akan ditiru dan diteladani oleh bawahannya. Jika suatu negara
menjauhkan segala kekerasan dalam menyelesaikan suatu masalah sosial, maka tindakan ini akan
diikuti oleh segenap warganya. Dengan begitu, semua pihak berusaha tidak menggunakan
kekerasan dalam menyelesaikan masalah yang akhirnya membawa kedamaian dalam kehidupan
sosial.
c. Penegakan Hukum secara Adil dan Bersih
Sistem hukum yang tidak tegas mampu memengaruhi munculnya tindak kekerasan. Hal ini
dikarenakan perasaan jengkel manakala keputusan hukum mudah digantikan dengan kekuatan
harta. Sedangkan mereka yang tidak berharta diperlakukan kasar serta tidak manusiawi.
Kejengkelan melihat ketidakadilan ini mendorong munculnya tindak kekerasan. Oleh karena itu,
penataan sistem penegakan hukum yang adil dan tegas mampu mengurangi meningkatnya angka
kekerasan yang terjadi.
d. Menciptakan Pemerintahan yang Baik
Sebagian besar kekerasan yang terjadi di Indonesia dikarenakan cara kerja pemerintah yang
kurang memuaskan. Perasaan tidak puas mendorong masyarakat melakukan tindak kekerasan
sebagai wujud protes. Oleh karena itu, menciptakan pemerintahan yang baik salah satu upaya tepat
dan utama mengatasi kekerasan. Upaya ini dilakukan dengan cara menyusun strategi dan kebijakan
yang dirasa adil bagi rakyat, sehingga rakyat dapat memenuhi setiap kebutuhan hidupnya tanpa
ada perasaan tidak adil.
Kekerasan dan kemiskinan, munculnya kekerasan akibat kemiskinan dapat diatasi dengan
pemberian kesejahteraan hidup yang lebih baik dan pemberdayaan masyarakat agar tidak
menggantungkan diri terhadap orang lain, jaminan kesejahteraan sosial, asuransi kesehatan, biaya
pendidikan yang murah, harga kebutuhan pokok yang terjangkau, dsb.
Kekerasan di sekolah, antara lain diatasi dengan cara pihak pengajar yang bertanggung
jawab atas keberadaan siswa/mahasiswa di sekolah/kampus tentunya bertanggung jawab untuk
menghentikan kegiatan - kegiatan yangtidak bertanggung jawab tersebut. Pihak orang tua
siswa/mahasiswa juga bertanggung jawab untuk melarang anak-anaknya mengikuti acara-acara
yang tidak jelas maksud dan tujuannya. Tetapi yang terpenting adalah sikap dari anak didik itu
sendiri yang harus dapat menolak kegiatan-kegiatan semacam itu, mereka bukanlah pihak
yang sepenuhnya tidak berdaya. Sekali mengikuti acara kekerasan semacam itu, psikologi dan
idealisme mereka akan berubah arah.
Kekerasan dalam olah raga dapat diatasi dengan adanya kesadaran pihak terkait (pemain,
penonton dan wasit) agar mampu menjaga sportivitas dalam olah raga, siap kalah dan siap menang.
Komisi Nasional Perlindungan Anak mendesak pemerintah untuk benar-benar
melaksanakan kewajibannya dalam menghentikan kekerasan, penelantaran, diskriminasi dan
eksploitasi terhadap anak. Komnas juga mendesak pemerintah untuk memberi alokasi
anggaran khusus untuk anak-anak korban kekerasan. Anak Indonesia harus memperoleh jaminan
untuk memperoleh aksesbilitas layanan kesehatan, pendidikan, kelangsungan hidup,
tumbuh kembang serta hak partisipasi baik secara fisik maupun psikis.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Kekerasan Terhadap Perempuan

Komnas Perempuan (2001) menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah


segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau kecenderungan
untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun psikologis terhadap
perempuan, baik perempuan dewasa atau anak perempuan dan remaja. Termasuk didalamnya
ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja meng-kungkung kebebasan perempuan. Tindakan
kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dapat terjadi dalam lingkungan keluarga atau masyarakat.
Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak kekerasan yang
dihadapi. Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak kekerasan pada istri yang
diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan minimnya respon masyarakat terhadap
tindakan yang dilakukan suami dalam ikatan pernikahan. Istri memendam sendiri persoalan
tersebut, tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan yang keliru,
suami dominan terhadap istri. Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial paling
kecil dan bersifat otonom, sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup dari jangkauan
kekuasaan publik.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau
penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman
tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang
terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan penyebab kematian ke-10 bagi perempuan usia
subur pada tahun 1998. Diperkirakan sekitar 2-3 juta perempuan diperdagangkan di berbagai
penjuru dunia per tahun dan paling sedikit satu di antara lima penduduk perempuan dalam
kehidupannya pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh laki-laki,
demikian hasil penelitian Depkes RI, 2001.
Laporan WHO tahun 2002 mengenai “Violence and Health” (Kekerasan dan Kesehatan)
menunjukkan kualitas kesehatan perempuan menurun drastis akibat kekerasan yang dialaminya.
Hal tersebut dibuktikan bahwa antara 40-70 % perempuan yang meninggal karena pembunuhan,
umumnya dilakukan oleh mantan atau pasangannya sendiri. 3 Studi yang dilakukan WHO di 10
negara menunjukkan 15-71% wanita mengalami kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh
suami atau pasangannya.
Hingga saat ini Indonesia belum mempunyai statistik nasional untuk tindak KDRT.
Pencatatan data kasus KDRT dapat ditelusuri dari sejumlah institusi yang layanannya terkait
sebagaimana diatur dalam UU Penghapusan KDRT dan Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2006
tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau disebut Komnas Perempuan, mencatat
bahwa di tahun 2006 sebanyak 22.512 kasus kekerasan terhadap perempuan dilayani oleh 258
lembaga di 32 propinsi di Indonesia 74% diantaranya kasus KDRT dan terbanyak dilayani di
Jakarta (7.020 kasus) dan Jawa tengah (4.878 kasus).
Data tahun 2007 Mitra Perempuan Women’s Crisis Center (WCC) mencatat 87% dari
perempuan korban kekerasan yang mengakses layanannya mengalami KDRT, dimana pelaku
kekerasan terbanyak adalah suami dan mantan suaminya (82,75%). Fakta tersebut juga
menunjukkan 9 dari 10 perempuan korban kekerasan yang didampingi WCC mengalami gangguan
kesehatan jiwa, 12 orang pernah mencoba bunuh diri; dan 13,12% dari mereka menderita
gangguan kesehatan reproduksinya.
Perempuan berhak memperoleh perlindungan hak asasi manusia. Kekerasan terhadap perempuan
dapat berupa pelanggaran hak-hak berikut:
 Hak atas kehidupan
 Hak atas persamaan
 Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi
 Hak atas perlindungan yang sama di muka umum
 Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental
 Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang baik
 Hak untuk pendidikan lanjut
 Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain, perlakuan atau
penyiksaan secara tidak manusiawi yang sewenang-wenang.
Kekerasan Terhadap Perempuan Dari Perspektif Gender.
Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau
ketidakadilan jender. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-
laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. “Hak
istimewa” yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang” milik
laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
Faham gender memunculkan perbedaan laki-laki dan perempuan, yang sementara diyakini
sebagai kodrat Tuhan. Sebagai kodrat Tuhan akibatnya tidak dapat dirubah. Oleh karena gender
bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berfikir dan berperilaku dalam masyarakat.
Perbedaan perempuan dan laki-lakiakibat gender ternyata melahirkan ketidak adilan dalam bentuk
sub-ordinasi,dominasi, diskriminasi, marginalisasi, stereotype. Bentuk ketidak adilan tersebut
merupakan sumber utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan.Hal tersebut di atas terjadi
karena adanya keyakinan bahwa kodrat perempuan itu halus dan posisinya di bawah laki-laki,
bersifat melayani dan tidak sebagai kepala rumah tangga. Dengan demikian maka perempuan
disamakan dengan barang (properti) milik laki-laki sehingga dapat diperlakukan sewenang-
wenang.Pola hubungan demikian membentuk sistem patriarki. Sistem ini hidup mulai dari tingkat
kehidupan masyarakat kelas bawah, kelas menengah danbahkan sampai pada tingkat kelas tinggi.
Mulai dari individu, keluarga,masyarakat dan negara. Negara mempunyai kepentingan untuk
mengatur posisi perempuan dengan mencantumkan pasal poligami dalam U U No. 1 Tahun 1974.

3.2 Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan

Mencermati pendapat dari para ahli mengenai istilah-istilah yang dipakaiuntuk


menyatakan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan nampaknya belaum ada kesamaan
istilah, ada yang memakai bentuk-bentuk, ada yang memakai jenis-jenis. Dalam kaitan itu penulis
condong memakai bentuk-bentuk sesuai dalam U U No. 23 Tahun 2004. Kristi E Purwandari
dalam Archie Sudiarti Luhulima mengemukakanbeberapa bentuk kekerasan sebagai berikut:
a) Kekerasan fisik
Tindak kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau menganiaya orang
lain. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki)
atau dengan alat-alat lainnya seperti : memukul, menampar, mencekik dan sebagainya.
b) Kekerasan psikologis
Kekerasan psikologi adalah tindakan yang bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban.
Secara kejiwaan, korban menjadi tidak berani mengungkapkan pendapat, menjadi penurut,
menjadi selalu bergantung pada suami atau orang lain dalam segala hal (termasuk keuangan).
Akibatnya korban menjadi sasaran dan selalu dalam keadaan tertekan atau bahkan takut.seperti :
berteriak, menyumpah, mengancam,melecehkan dan sebagainya.
c) Kekerasan seksual, seperti : melakukan tindakan yang mengarahkeajakan/desakan seksual seperti
menyentuh, mencium, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban dan lain sebagainya.
d) Kekerasan finansial, seperti : mengambil barang korban, menahan atau tidak memberikan
pemenuhan kebutuhan finansial dan sebagainya.
e) Kekerasan spiritual, seperti : merendahkan keyakinan dan kepercayaankorban, memaksa korban
mempraktekan ritual dan keyakinan tertentu

3.3 Faktor - Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan

Aina Rumiati Azis mengemukakan faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap


perempuan yaitu :
a) Budaya patriarki yang mendudukan laki-laki sebagai mahluk superior dan perempuan sebagai
mahluk interior.
b) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap laki-laki boleh menguasai
perempuan.
c) Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka memukul,biasanya akan meniru
perilaku ayahnya.
Berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan, Sukerti
mengemukakan sebagai berikut :
1) Karena suami cemburu
2) Suami merasa berkuasa.
3) Suami mempunyai selingkuhan dan kawin lagi tanpa ijin.
4) Ikut campurnya pihak ketiga (mertua).
5) Suami memang suka berlaku kasar (faktor keturunan).
6) Karena suami suka berjudi .
Dari beberapa faktor penyebab terjadi kekerasan terhadap perempuan seperti telah
disebutkan di atas faktor yang paling dominan adalah budaya patriarki. Budaya patriarki ini
mempengaruhi budaya hukum masyarakat.
Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan di Rumah Tangga
Tindak kekerasan adalah melakukan kontrol, kekerasan dan pemaksaan meliputi tindakan
seksual, psikologis, fisik danekonomi yang dilakukan individu terhadap individu yang lain dalam
hubungan rumah tangga atau hubungan intim (karib).Kemala Candrakirana mengemukakan
kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan termasuk penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran .Termasuk
juga ancaman yang menghasilkan kesengsaraan di dalam lingkup rumah tangga.
Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, Undang-Undang No.23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).Di dalam KUHP,
pengertian kekerasan diatur dalam Pasal 89 KUHP yang menyatakan bahwa”membuat orang
pingsan atau tidak berdaya disamakan denganmenggunakan kekerasan”.Deklarasi Penghapusan
Kekerasan Terhadap Perempuan, pada Pasal 1menegaskan mengenai apa yang dimaksud dengan
“kekerasan terhadap perempuan” yaitu setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelami yang
berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuansecara fisik, seksual
atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan
secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi.
Mengenai batasan kekerasan terhadap perempuan yang termuat pada Pasal 1 Deklarasi tersebut
tidak secara tegas disebutkan mengenai kekerasan dalam rumah tangga tetapi pada bagian akhir
kalimat disebutkan ... atau dalam kehidupan pribadi. Kehidupan pribadi dapat dimaksudkan
sebagai kehidupandalam rumah tangga. U U No. 23 Tahun 2004, secara tegas mengatur pengertian
kekerasandalam rumah tangga pada Pasal 1 butir 1. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibattimbulmya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hokum dalam ruang lingkup rumah tangga.
Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi tanpa membedakan latar belakang ekonomi,
pendidikan, pekerjaan, etnis, usia, lama perkawinan, atau bentuk fisik korban Kekerasan adalah
sebuah fenomena lintas sektoral dan tidak berdiri sendiri atau terjadi begitu saja. Secara prinsip
ada akibat tentu ada penyebabnya. Dalam kaitan itu Fathul Djannah mengemukakan beberapa
faktornya yaitu :
a) Kemandirian ekonomi istri. Secara umum ketergantungan istri terhadapsuami dapat menjadi
penyebab terjadinya kekerasan, akan tetapi tidak sepenuhnya demikian karena kemandirian istri
juga dapat menyebabkan istri menerima kekerasan oleh suami.
b) Karena pekerjaan istri. Istri bekerja di luar rumah dapat menyebabkan istri menjadi korban
kekerasan.
c) Perselingkuhan suami. Perselingkuhan suami dengan perempuan lain atau suami kawin lagi dapat
melakukan kekerasan terhadap istri.
d) Campur tangan pihak ketiga. Campur tangan anggota keluarga daripihak suami, terutama ibu
mertua dapat menyebabkan suami melakukan kekerasan terhadap istri.
e) Pemahaman yang salah terhadap ajaran agama. Pemahaman ajaranagama yang salah dapat
menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.
f) Karena kebiasaan suami, di mana suami melakukan kekerasan terhadap istri secara berulang-ulang
sehingga menjadi kebiasaan
Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dapat juga dikaji berdasarkan Teori
Class dari Marx. Marx mengatakan bahwa ada dua kelompoknyang berada pada posisi yang
berbeda yaitu kelompok kapitalis di satu sisi dan kaum buruh di sisi lainnya. Kaum kapitalis adalah
kaum yang menekan kaum buruh, kaum buruh berada pada posisi sub-ordinat dan tidak
diuntungkan.
Berdasarkan Teori Marx tersebut dapat diasumsikan bahwa kaum laki-laki itu adalah kaum
kapitalis yang berada pada posisi lebih tinggi, menentukan dan diuntungkan sedangkan kaum
perempuan adalah kaum buruh yang berada pada posisi lebih rendah dan tidak diuntungkan.
Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dapat berakibat buruk terutama
terhadap si korban, anak-nank yakni dapat berpengaruh terhadap kejiwaan korban dan
perkembangan kejiwaan si anak dan juga berdampak pada lingkungan sosial. Di samping itu
dampak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yaitu dampak medis, seperti
memerlukan biaya pengobatan. Dampak emosional seperti depresi, penyalahan obat-obatan dan
alkohol, setres pasca trauma, rendahnya kepercayaan diri. Dampak pribadi seperti anak-anak yang
hidup dalam lingkungan kekerasan berpeluag lebih besar bahwa hidupnya akan dibimbing oleh
kekerasan, anak yang menjadi saksi kekerasan akan menjadi trauma termasuk di dalam perilaku
anti sosial dan depresi

3.4 Macam-Macam Kekerasan Terhadap Perempuan

a) Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran. Pelecehan seksual
bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di tempat kerja, di kampus/sekolah, di pesta, tempat
rapat, dll.
Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan di tempat kerja, dokter, dukun, dsb.
Akibat pelecehan seksual, korban merasa malu, marah, terhina, tersinggung, benci kepada pelaku,
dendam kepada pelaku, shok/trauma berat, dll
Langkah-langkah yang perlu dilakukan korban:
 Membuat catatan kejadian (tanggal, jam, saksi)
 Bicara kepada orang lain tentang pelecehan seksual yang terjadi
 Memberi pelajaran kepada pelaku
 Melaporkan tindakan pelecehan seksual
 Mencari bantuan/dukungan kepada masyarakat
b) Perkosaan
Perkosaan adalah hubungan seksual yang terjadi tanpa diinginkan oleh korban. Seorang laki-
laki menaruh penis, jari atau benda apapun ke dalam vagina, anus, atau mulut perempuan tanpa
sekehendak perempuan itu, bisa dikategorikan sebagai tindak perkosaan.
Perkosaan dapat terjadi pada semua perempuan dari segala lapisan masyarakat tanpa
memperdulikan umur, profesi, status perkawinan, penampilan, atau cara berpakaian.
Berdasarkan pelakunya, perkosaan bisa dilakukan oleh:
 Orang yang dikenal: teman, tetangga, pacar, suami, atau anggota keluarga (bapak, paman, saudara).
 Orang yang tidak dikenal, biasanya disertai dengan tindak kejahatan, seperti perampokan,
pencurian, penganiayaan, atau pembunuhan.
Tindak perkosaan membawa dampak emosional dan fisik kepada korbannya. Secara
emosional, korban perkosaan bisa mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, menyalahkan diri
sendiri, rasa takut berhubungan intim dengan lawan jenis, dan kehamilan yang tidak diinginkan.
Secara fisik, korban mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di
sekitar vagina, berisiko tertular PMS, luka di tubuh akibat perkosaan dengan kekerasan, dan
lainnya.
Perempuan yang menjadi korban perkosaan sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut:
 Jangan mandi atau membersihkan kelamin sehingga sperma, serpihan kulit ataupun rambut pelaku
tidak hilang untuk dijadikan bukti
 Kumpulkan semua benda yang dapat dijadikan barang bukti, misalnya: perhiasan dan pakaian yang
melekat di tubuh korban atau barang-barang milik pelaku yang tertinggal. Masukan barang bukti
ke dalam kantong kertas atau kantong plastik.
 Segera lapor ke polisi terdekat dengan membawa bukti-bukti tersebut, dan sebaiknya dengan
keluarga atau teman.
 Segera hubungi fasilitas kesehatan terdekat (dokter, puskesmas, rumah sakit) untuk mendapatkan
surat keterangan yang menyatakan adanya tanda-tanda persetubuhan secara paksa (visum)
 Meyakinkan korban perkosaan bahwa dirinya bukan orang yang bersalah, tetapi pelaku yang
bersalah.
Dampak kekerasan terhadap istri yang bersangkutan adalah: mengalami sakit fisik, tekanan
mental, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami
ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma,
mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri. Dampak kekerasan terhadap pekerjaan si istri
adalah kinerja menjadi buruk, lebih banyak waktu dihabiskan untuk mencari bantuan pada
Psikolog ataupun Psikiater, dan merasa takut kehilangan pekerjaan. Dampaknya bagi anak adalah:
kemungkinan kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang
kejam pada anak-anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk
melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah karena anak mengimitasi perilaku
dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.

3.5 Dampak kekerasan Terhadap Perempuan


Menurut Suryakusuma (1995) efek psikologis penganiayaan bagi banyak perempuan lebih
parah dibanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta
gangguan makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan. Namun, tidak jarang
akibat tindak kekerasan terhadap istri juga meng-akibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara
biologis yang pada akhirnya meng-akibatkan terganggunya secara sosiologis. Istri yang teraniaya
sering mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti penganiayaan
mereka.
Masalah sosial budaya yang sangat erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi adalah
kekerasan terhadap perempuan (KtP).
Deklerasi tentang Eliminasi Kekerasan terhadap Perempuan PBB, mendefenisikan
kekerasan terhadap perempuan sebagai berikut:

Bentuk tindak kekerasan berbasis gender yang berakibat, atau mungkin berakibat,
menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk ancaman
dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi di
lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.
Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi dalam keluarga,dalam masyarakat, atau yang
dibenarkan negara dan sering disebut sebagai kekerasan berbasis gender karena berawal dari
subordinasi perempuan di masyarakat dan tergantung baik secara ekonomi maupun secara sosial
menempatkan perempuan dalam posisi rentan terhadap kekerasan,termasuk penganiayaan
berulang oleh pasangannya.
Penelitian yang mengkaitkan tindak kekerasan pada istri yang berdampak pada kesehatan
reproduksi masih sedikit. Menurut Hasbianto (1996), dikatakan secara psikologi tindak kekerasan
pada istri dalam rumah tangga menyebabkan gangguan emosi, kecemasan, depresi yang secara
konsekuensi logis dapat mempengaruhi kesehatan reproduksinya. Menurut model Dixon-Mudler
(1993) tentang kaitan antara kerangka seksualitas atau gender dengan kesehatan reproduksi;
pemaksaan hubungan seksual atau tindak kekerasan terhadap istri mempengaruhi kesehatan
seksual istri. Jadi tindak kekerasan dalam konteks kesehatan reproduksi dapat dianggap tindakan
yang mengancam kesehatan seksual istri, karena hal tersebut menganggu psikologi istri baik pada
saat melakukan hubungan seksual maupun tidak.
Kekerasan terhadap perempuan dapat berdampak fatal berupa kematian, upaya bunuh diri
dan terinfeksi HIV/AIDS. Selain itu, kekerasan terhadap perempuan juga dapat berdampak non
fatal seperti gangguan kesehatan fisik, kondisi kronis, gangguan mental, perilaku tidak sehat serta
gangguan kesehatan reproduksi. Baik dampak fatal maupun non fatal, semuanya menurunkan
kualitas hidup perempuan.

3.6 Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan

Pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan, masyarakat menyadari


bahwa kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah yang perlu diatasi. Diantaranya dengan :
 Menyebarluaskan produk hukum tentang pelecehan seks di tempat kerja.Membeli perempuan
tentang penjagaan keselamatan diri. Melaporkan tindak kekerasan pada pihak berwenang.
 Peran petugas kesehatan dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan di antaranya melakukan
penyuluhan untuk pencegahan dan menanganan kekerasan terhadap perempuan.
 Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menangani kasus kekerasan terhadap
perempuan. Bermitra dan berpartisipasi dalam pengembangan jaringan kerja untuk menanggulangi
masalah KtP dengan instansi terkait, lembaga social masyarakat.
Sebagai suatu bentuk kejahatan, tindakan kekerasan agaknya tidak akan pernah hilang dari
muka bumi ini, sebagaimana pula tindak-tindak kejahatan lainnya. Namun, bukan berarti tindakan
kekerasan ini tidak dapat dikurangi.
Pemecahan yang menyeluruh untuk mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan
seharusnya berfokus pada masyarakat sendiri, yakni dengan mengubah persepsi mereka tentang
tindak kekerasan terhadap perempuan. Dalam hal ini, harus diubah pandangan masyarakat yang
selalu menganggap bahwa perempuan hanyalah warga negara kelas dua (second class citizen).
Kekerasan dalam rumah tangga dapat diatasi dengan adanya saling pengertian diantara
pasangan suami istri, saling percaya, keterbukaan, saling membantu, saling memafkan, saling
menghargai, saling mencintai, kesetaraan gender, pembagian tugas yang jelas antara suami dan
istri, terpenuhinya kebutuhan hidup, dll.
Ketidakpedulian masyarakat terhadap masalah tindak kekerasan terhadap perempuan pun
harus diubah. Dalam hal ini, struktur sosial, persepsi masyarakat tentang perempuan dan tindak
kekerasan terhadap perempuan, serta nilai masyarakat yang selalu ingin tampak harmonis dan
karenanya sulit mengakui akan adanya masalah dalam rumah tangga, merupakan tiga hal pokok
penyebab yang mendasari ketidakpedulian tersebut.
Untuk itu, dibutuhkan suatu pendidikan publik/penyuluhan untuk membuat masyarakat
menyadari akan hak-hak dan kedudukan perempuan dalam masyarakat, dan yang secara khusus
menjelaskan tindak kekerasan terhadap perempuan, termasuk tentang hak-hak mereka, dan juga
tentang tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan
terhadap perempuan.
KUHP sebagai salah satu sumber hukum pidana yang mempunyai kaitan langsung dengan
tindak kekerasan terhadap perempuan, dapat dijadikan instrumen dalam penanggulangan secara
yuridis. Namun, kelemahan yang dimiliki oleh KUHP peninggalan kolonial sudah seharusnya
dibenahi dengan membuat KUHP nasional. Sebab seperti diketahui, masih banyak perilaku tindak
kekerasan terhadap perempuan yang belum tercantum di dalam KUHP.
Pemberlakuan prosedur yang baku dalam hal penanganan kasus-kasus yang berkenaan
dengan tindak kekerasan terhadap perempuan oleh aparat penegak hukum itu diperlukan. Sebab,
seringkali penanganan terhadap kasus tindak kekerasan terhadap perempuan itu berbeda-beda
tergantung kemampuan individu yang dimiliki oleh personil penegak hukum. Prosedur itu harus
berorientasi pada korban dan melakukan upaya awal untuk membantu korban dalam mengatasi
trauma yang dialaminya akibat tindak kekerasan yang menimpanya.
Pendidikan kesehatan merupakan upaya memberikan penjelasan kepada perorangan,
kelompok atau masyarakat untuk menumbuhkan pengertian, dan kesadaran mengenai perilaku
sehat atau kehidupan yang sehat.
Selama ini hak kontrol perempuan atas tubuhnya sendiri belum banyak dilakukan, karena
peran dan posisi mereka yang dibedakan oleh masyarakat. Ketika wacana gender masuk dengan
mengeritisi konsep pembedaan perlakuan perempuan dan laki-laki berdasarkan; perempuan di
Indonesia paham atas pilihan-pilihannya termasuk hak reproduksinya. Hal itu hanya dapat
diketahui melalui penelitian kuantitatif dan kualitatif. Namun, yang dapat kita lakukan saat ini
ialah tetap menyosialisasi hak-hak perempuan yang terkait dengan konsep gender sehingga
penyadaran atas posisi dan peran mereka dalam memutuskan hak reproduktifnya terbangun secara
perlahan-lahan.
Sektor kesehatan masyarakat harus bekerja sama dengan kepolisian, sistem hukum pidana,
pendidikan, kesejahteraan sosial, ketenagakerjaan, dan sektor lain untuk menghadapi persoalan
kekerasan terhadap perempuan. Keterpaduan para penyedia layanan dari keempat sektor itu
penting untuk pemulihan medis, psikologis, hukum, dan psikososial pada korban.
Dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk memberi
landasan hukum dan operasional serta alokasi anggaran untuk memastikan layanan bagi
perempuan korban kekerasan dapat berjalan.
Komitmen Komnas Perempuan
Sebagai Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang
independen, sesuai mandatnya Komnas Perempuan memfokuskan diri pada upaya penghapusan
kekerasan terhadap perempuan serta upaya menciptakan suasana kondusif bagi pemenuhan hak
asasi perempuan, termasuk hak-hak perempuan korban kekerasan, yaitu hak atas kebenaran,
keadilan dan pemulihan. Untuk mewujutkan mandatnya kmnas perempuan bekerja dengan
membentuk 4 sub komisi, yaitu sub komisi Reformasi Hukum,Sub Kom Pemulihan,Sukom
Pemantauan dan Sub Kom Litbang dan Pendidikan.
Komnas Perempuan dalam menjalankan mandatnya bermitra kerja dengan institusi
pemerintah, LSM,Organisasi sosial dan budaya, organisasi agama dan PT di pusat maupun daerah,
regional maupun internasional.
Sub Kom Reformasi Hukum dan Kebijakan pada periode 2007-2009 salah satu program
kerjanya menjalin hubungan dengan aparat penegak hukum dan organisasi kemasyakatan sipil
(Penguatan Penagak Hukum/PPH). Hasil dari kerjasama ini telah terwujud dari Sistem Peradilan
Pidana Terpadu (SPPT) antara aparat penegak hukum dan para advokat/pengacara.
“Pertama, pencegahan kekerasan dan penanganan yang salah terhadap anak. Anak-anak
yang mengalami kekerasan dan terpapar pada orangtua yang saling menyakiti lebih berisiko
mengalami hubungan yang menyakitkan, baik sebagai pelaku maupun korban," ujar Garcia-
Moreno.
"Kedua, pemberdayaan perempuan, dengan pemberian akses terhadap pendidikan
menengah, akses untuk pekerjaan, peluang ekonomi. Ketiga, intervensi terkait norma-norma
sosial. Masih banyak negara yang menganggap kekerasan terhadap permpuan adalah sesuatu yang
dapat diterima."
WHO mencatat bahwa membicarakan kekerasan terhadap perempuan dianggap tabu di
banyak negara, jadi penyiksaan terus berlanjut. Organisasi ini mengatakan kesadaran dan diskusi
terbuka mengenai masalah ini adalah kunci pencegahan.
Panduan-panduan baru dari WHO menekankan pentingnya pelatihan di semua tingkat
pekerja kesehatan untuk menyadari ketika perempuan berisiko mengalami kekerasan dari
pasangannya dan untuk mengetahui bagaimana mengatasi masalah tersebut. WHO mengatakan
pemberlakuan dan penegakkan undang-undang lebih banyak dan lebih baik adalah penting untuk
mengekang kekerasan terhadap perempuan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari uraian yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa Kekerasan terhadap
perempuan dapat berdampak fatal berupa kematian, upaya bunuh diri dan terinfeksi HIV/AIDS.
Selain itu, kekerasan terhadap perempuan juga dapat berdampak non fatal seperti gangguan
kesehatan fisik, kondisi kronis, gangguan mental, perilaku tidak sehat serta gangguan kesehatan
reproduksi. Baik dampak fatal maupun non fatal, semuanya menurunkan kualitas hidup
perempuan.

4.2 Saran

Dengan melihat serangkaian uraian diatas, maka dapat dikatakan kekerasan terhadap
perempuan yang lebih dominan yaitu KDRT yang merupakan bagian dari isu kesehatan
masyarakat yang patut diperhatikan. maka dari itu harus memajukan kebijakan yang aktif dan
nyata yang mendorong masuknya perspektif jender ke dalam semua kebijakan dan program-
program yang berhubungan dengan tindak kekerasan terhadap perempuan serta sebagai petugas
kesehatan diharapkan mampu melakukan penyuluhan untuk pencegahan dan menanganan
kekerasan terhadap perempuan.

Anda mungkin juga menyukai