PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah suatu masyarakat patriarkhal, dan kondisi ini tidak
dapat diingkari, seperti juga di negara-negara lain di dunia. Partriarkhal
sebagai suatu struktur komunitas di mana kaum lelaki yang memegang
kekuasaan, dipandang sebagai struktur yang memperlemah perempuan,
yang terlihat dalam kebijakan pemerintah maupun dalam perilaku
masyarakat. Kecenderungan untuk membayar upah buruh wanita di bawah
upah buruh pria dan perumusan tentang kedudukan istri dalam perkawinan,
merupakan salah satu cerminan keberadaan perempuan dalam posisi
subordinat pria. Salah satu fenomena yang menjadi perhatian besar
masyarakat akhir-akhir ini, bahkan juga masyarakat internasional, adalah
tindak kekerasan terhadap perempuan.
Tindak kekerasan terhadap perempuan seringkali dianggap suatu isu
yang terbelakang atau bahkan dapat dikatakan tidak menarik. Padahal jika
dilihat dari kenyataan yang selama ini terjadi, tindak kekerasan terhadap
perempuan merupakan ancaman terus menerus bagi perempuan di
manapun di dunia. Hal ini merupakan akibat dari adanya pandangan di
sebagian besar masyarakat yang menganggap kedudukan perempuan di
sebagian dunia yang tidak dianggap sejajar dengan laki-laki. Terlebih lagi,
rasa takut kaum perempuan terhadap kejahatan (fear of crime) jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan apa yang dirasakan kaum pria.
Kekerasan, dan ancaman kekerasan, telah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dan kehidupan kita saat ini. Penculikan, penjarahan,
penganiayaan dan pembunuhan telah menjadi fakta keseharian. Aksi-aksi
teror dan intimidasi yang bermunculan di mana-mana merenggut rasa
aman, menyebarkan ketakutan dan menambah ketidakpastian dan
kebingungan masyarakat. Sungguh sebuah tantangan tersendiri dalam
upaya kita membuka lembar sejarah baru di era reformasi ini.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan bagian integral dari
fenomena kekerasan secara umum. Serangan-serangan seksual terhadap
perempuan muncul sejalan dengan meningkatnya kekerasan di masyarakat
dan sama-sama berakar pada kegagalan sistem politik, ekonomi dan sosial
untuk mengelola konflik. Tetapi, berbeda dengan kaum lakilaki, perempuan
mengalami kekerasan dalam bentuk yang lebih kompleks. Hal ini berkaitan
dengan posisi perempuan yang serba dinomorduakan dan yang penuh
dengan tabu dan stereotip. Tabu dan stereotip membuat perempuan
bungkam atas kekerasan yang dialaminya, sedangkan bias jender
masyarakat membuat perempuan korban kekerasan dituding bersalahan
atas musibah yang menimpa dirinya sendiri.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasasrkan latar belakang, adapun rumusan masalahnya yaitu:
1. Apakah pengertian tindak kekerasan terhadap perempuan
2. Bagaimana bentuk bentuk tindak kekersan terhadap perempuan.
3. Apa penyebab terjadinya tindakan kekerasan terahdap perempuan.
4. Apa saja dampak dari tindakan kekerasan terhadap perempuan.
5. Bagaimana upaya pencegahan terhadap tindak kekerasan perempuan.
6. Bagaimana analisis gender dalam kekerasan terhadap perempuan
C. TUJUAN
1. menjelaskan pengertian tindak kekerasan terhadap perempuuan
2. menjelaskan bentuk tindak kekersan terhadap perempuan.
3. Menjelaskan penyebab terjadinya tindakan kekerasan terahdap
perempuan
4. Menjelaskan saja dampak dari tindakan kekerasan terhadap perempuan.
5. Menjelaskan upaya pencegahan terhadap tindak kekerasan perempuan
6. Menganalisis konsep gender dalam kekerasan terhadap perempuan.
D. MANFAAT
1. Untuk mengetahui pengertian tindak kekerasan terhadap perempuuan
2. Untuk mengetahui bentuk tindak kekersan terhadap perempuan.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya tindakan kekerasan terahdap
perempuan
4. Untuk mengetahui saja dampak dari tindakan kekerasan terhadap
perempuan.
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan terhadap tindak kekerasan
perempuan
6. Untuk mengaetahui analisis gender dalam tindak kekerasan terhadap
perempuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEKERASAN
Secara terminologi kekerasan atau violence adalah gabungan dua
kata latin “vis” (daya, kekuatan) dan “latus” berasal dari kata “ferre” yang
berarti membawa). Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan” diartikan
dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan
fisik atau barang orang lain, atau ada paksaan, ada beberapa pengertian
menurut para ahli:
1. Menurut Wignyosoebroto (1997) pengertian kekerasan adalah suatu
tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi
kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadap seseorang atau sejumlah
orang yang berposisi lebih lemah (atau yang tengah dipandang berada
dalam keadaan lebih lemah), berdasarkan kekuatan fisiknya yang superior,
dengan kesenjangan untuk dapat ditimbulkannya rasa derita di pihak yang
tengah menjadi objek kekerasan itu. Namun, tak jarang pula tindak
kekerasan ini terjadi sebagi bagian dari tindakan manusia untuk tak lain
daripada melampiaskan rasa amarah yang sudah tak tertahan lagi olehnya.
2. Menurut Santoso (2002 : 24) kekerasan juga bisa diartikan dengan
serangan memukul (assault and battery) merupakan kategori hukum yang
mengacu pada tindakan illegal yang melibatkan ancaman dan aplikasi actual
kekuatan fisik kepada orang lain. Serangan dengan memukul dan
pembunuhan secara resmi dipandang sebagai tindakan individu meskipun
tindakan tersebut dipengaruhi oleh tindakan kolektif.
3. Soetandy mendefinisikan:kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan
oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (atau yang tengah
merasa kuat) terhadap seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lebih
lemah), bersaranakan kekuatannya, fisik maupun non fisik yang superior
dengan kesengajaan untuk menimbulkan rasa derita di pihak yang tengah
menjadi objek kekerasan.
4. Kekerasan menurut Galtung adalah “any avoidable impediment to self
realization” yang maksudnya : “Kekerasan adalah segala sesuatu yang
menyebabkan orang terhalang mengaktualisasikan potensi diri secara wajar”
.Berdasarkan konsep tersebut jelas bahwa kekerasan selalu berhubungan
dengan tindakan atau perilaku kasar, mencemaskan, menakutkan dan selalu
menimbulkan dampak (efek) yang tidak menyenangkan bagi korbannya,
baik secara fisik,psikis maupun sosial.
5. Menurut Faqih kata “kekerasan” merupakan padanan dari kata
“violence” dalam bahasa Inggris, meskipun keduanya memiliki konsep yang
berbeda. Kata “violence” diartikan disini sebagai suatu serangan atau invasi
(assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.
Sedangkan kekerasan dalam bahasa Indonesia umumnya dipahami hanya
menyangkut serangan fisik belaka. Kekerasan terhadap sesama manusia ini
sumbernya maupun alasannya bermacam-macam, seperti politik atau
keyakinan keagamaan atau bahkan rasisme. . (curhatnisa.blogspot:2011),
1. Aspek Budaya :
· Kuatnya pengertian yang bersumber pada nilai-nilai budaya yang
memisahkan peran dan sifat gender laki-laki dan perempuan secara tajam
dan tidak setara.
o keluarga adalah wilayah pribadi, tertutup dari pihak luar, dan berada di
bawah kendali laki-laki
2. Aspek Ekonomi
· Ketergantungan perempuan secara ekonomi pada laki-laki;
3. Aspek Hukum
· Status hukum perempuan yang lebih lemah dalam peraturan perundang-
undangan maupun dalam praktek penegakan hukum;
4. Aspek Politik
· Rendahnya keterwakilan kepentingan perempuan dalam proses
pengambilan keputusan di bidang politik, hukum, kesehatan, maupun
media.
1. Pada Korban
· Kesehatan Fisik seperti memar, cedera (mulai dari sobekan hingga patah
tulang dan luka dalam), gangguan kesehatan yang khronis, gangguan
pencernaan, perilaku seksual beresiko, gangguan makan, kehamilan yang
tak diinginkan, keguguran/ melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah, terinfeksi penyakit menular seksual, HIV/AIDS
2. Pada Anak
· Gangguan kesehatan dan perilaku anak di sekolah,
BAB I
PENDAULUAN
Indonesia adalah suatu masyarakat patriarkhal, dan kondisi ini tidak dapat diingkari, seperti
juga di negara-negara lain di dunia. Partriarkhal sebagai suatu struktur komunitas di mana kaum
lelaki yang memegang kekuasaan, dipandang sebagai struktur yang memperlemah perempuan,
yang terlihat dalam kebijakan pemerintah maupun dalam perilaku masyarakat.
Kecenderungan untuk membayar upah buruh wanita di bawah upah buruh pria dan
perumusan tentang kedudukan istri dalam perkawinan, merupakan salah satu cerminan keberadaan
perempuan dalam posisi subordinat pria. Salah satu fenomena yang menjadi perhatian besar
masyarakat akhir-akhir ini, bahkan juga masyarakat internasional, adalah tindak kekerasan
terhadap perempuan.
Maka dari itu, dalam makalah ini kelompok kami akan membahas lebih lanjut mengenai
kekerasan terhadap perempuan.
Untuk lebih mengarah kepada tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan
makalah ini, maka kami membatasi masalah yang akan disajikan yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud kekerasan terhadap perempuan?
2. Apa saja bentuk-bentuk kekerasan terhdap perempuan?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan?
4. Apa saja macam-macam kekerasan terhadap perempuan?
5. Bagaimana dampak kekerasan terhadap perempuan?
6. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan?
Sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan bahwa setiap kelompok wajib membuat
makalah sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi yang memiliki tujuan :
1. Dapat mengetahui definisi kekerasan terhadap perempuan
2. Dapat mengetahui bentuk-bentuk kekerasan terhdap perempuan
3. Dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap
perempuan
4. Dapat mengetahui macam-macam kekerasan terhadap perempuan
5. Dapat mengetahui dampak kekerasan terhadap perempuan
6. Dapat mengetahui pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Kekerasan
Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin violentia, yang berarti keganasan, kebengisan,
kedahsyatan, kegarangan, aniaya, dan perkosaan (sebagaimana dikutip Arif Rohman : 2005).
Tindak kekerasan, menunjuk pada tindakan yang dapat merugikan orang lain. Misalnya,
pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain. Walaupun tindakan tersebut menurut
masyarakat umum dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku dengan
sengaja maupun tidak sengaja (verbal maupun nonverbal) yang ditujukan untuk mencederai atau
merusak orang lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang melanggar
hak asasi manusia, bertentangan dengan nilainilai dan norma-norma masyarakat sehingga
berdampak trauma psikologis bagi korban. Nah, cobalah temukan minimal lima contoh tindak
kekerasan yang ada di sekitarmu
Menurut Thomas Hobbes, kekerasan merupakan sesuatu yang alamiah dalam manusia. Dia
percaya bahwa manusia adalah makhluk yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis,
saling iri, serta benci sehingga menjadi jahat, buas, kasar, dan berpikir pendek. Hobbes
mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain (homo homini lupus). Oleh karena
itu, kekerasan adalah sifat alami manusia. Dalam ketatanegaraan, sikap kekerasan digunakan untuk
menjadikan warga takut dan tunduk kepada pemerintah. Bahkan, Hobbes berprinsip bahwa hanya
suatu pemerintahan negara yang menggunakan kekerasan terpusat dan memiliki kekuatanlah yang
dapat mengendalikan situasi dan kondisi bangsa.
Kekerasan merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan,
pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau
menyakiti orang lain, dan - hingga batas tertentu - kepada binatang dan harta-benda. Istilah
"kekerasan" juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak.
Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk-kekerasan sembarang, yang
mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang
terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak - seperti
yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.
Kekerasan (violence) adalah ancaman atau penggunaan kekuatan fisik untuk menimbulkan
kerusakan pada orang lain.
Tidak dimungkiri tindak kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tindak
kekerasan seolah-olah telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuan hidupnya. Tidak
mengherankan jika semakin hari kekerasan semakin meningkat dalam berbagai macam dan
bentuk. Oleh karena itu, para ahli sosial berusaha mengklasifikasikan bentuk dan jenis kekerasan
menjadi dua macam, yaitu:
Berdasarkan bentuknya, kekerasan dapat digolongkan menjadi kekerasan fisik, psikologis,
dan struktural.
1. Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh tubuh. Wujud kekerasan
fisik berupa penghilangan kesehatan atau kemampuan normal tubuh, sampai pada penghilangan
nyawa seseorang. Contoh penganiayaan, pemukulan, pembunuhan, dan lain-lain.
2. Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat
mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan normal jiwa. Contoh kebohongan, indoktrinasi,
ancaman, dan tekanan.
3. Kekerasan struktural yaitu kekerasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan
menggunakan sistem, hukum, ekonomi, atau tata kebiasaan yang ada di masyarakat. Oleh karena
itu, kekerasan ini sulit untuk dikenali. Kekerasan struktural yang terjadi menimbulkan
ketimpangan-ketimpangan pada sumber daya, pendidikan, pendapatan, kepandaian, keadilan, serta
wewenang untuk mengambil keputusan. Situasi ini dapat memengaruhi fisik dan jiwa seseorang
Biasanya negaralah yang bertanggung jawab untuk mengatur kekerasan struktural karena hanya
negara yang memiliki kewenangan serta kewajiban resmi untuk mendorong pembentukan atau
perubahan struktural dalam masyarakat. Misalnya, terjangkitnya penyakit kulit di suatu daerah
akibat limbah pabrik di sekitarnya atau hilangnya rumah oleh warga Sidoarjo karena lumpur panas
Lapindo Brantas. Secara umum korban kekerasan struktural tidak menyadarinya karena sistem
yang menjadikan mereka terbiasa dengan keadaan tersebut.
Berdasarkan pelakunya, kekerasan dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu:
1. Kekerasan individual adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih
individu. Contoh pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain.
2. Kekerasan kolektif adalah kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh
tawuran pelajar, bentrokan antardesa konflik Sampit dan Poso, dan lain-lain.
Berdasarkan umur kekerasan dibagi menjadi :
Sebelum lahir : abortus, pemukulan perut.
Bayi : pembunuhan dan penelantaran, penyalahgunaan fisik, seks dan psikis.
Pra remaja : Perkawinan usia anak, inses, fisik, seks, psikis, pelacuran, pornografi..
Remaja dewasa : kekerasan, pemaksaan seks, inses, pembunuhan oleh pasangan, pelacuran,
pelecehan seks.
Usia lanjut : fisik, seks, psikis.
Tempat kekerasan :
1. Rumah tangga.
2. Tempat kerja atau sekolah.
3. Daerah konflik atau pengungsian.
4. Jalanan.
Pelaku kekerasan adalah harus merupakan subyek hukum (baik orang maupun badan
hukum). Dengan demikian suatu system sosial tertentu yang dapat merugikan perempuan tidak
dapat dikatagorikan sebagai pelaku kekerasan karena system yang itu dibuat oleh subyek hukum.
Akan tetapi kumpulan dari subyek hukum (masyarakat) dapat pula dipertimbangkan sebagai
pelaku kekerasan, termasuk pihak yang menciptakan suatu system hukum tertentu.
Berdasarkan urian tersebut dapat dipahami bahwa pelaku kekerasan tidak saja kaum pria
tetapi perempuan dapat juga dikatogorikan pelaku kekerasan. Hal ini dapat dimengerti karena
tempat terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam lingkungan rumah tangga atau di luar
rumah.
Kini tindak kekerasan menjadi tindakan alternatif manakala keinginan dan kepentingan
suatu individu atau kelompok tidak tercapai. Terlebih di Indonesia, kekerasan melanda di segala
bidang kehidupan baik sosial, politik, budaya, bahkan keluarga. Walaupun tindakan ini membawa
kerugian yang besar bagi semua pihak, angka terjadinya kekerasan terus meningkat dari hari ke
hari. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk mencegah semakin membudayanya tindak
kekerasan. Upaya-upaya tersebut (sebagaimana dikutip Arif Rohman: 2005) antara lain:
a. Kampanye Anti-Kekerasan
Dilakukannya kampanye antikekerasan secara terusmenerus mendorong individu untuk
lebih menyadari akan akibat dari kekerasan secara global. Melalui kampanye setiap masyarakat
diajak untuk berperan serta dalam menciptakan suatu kedamaian. Dengan kedamaian individu
mampu berkarya menghasilkan sesuatu untuk kemajuan. Dengan kata lain, kekerasan
mendatangkan kemunduran dan penderitaan, sedangkan tanpa kekerasan membentuk kemajuan
bangsa.
b. Mengajak Masyarakat untuk Menyelesaikan Masalah Sosial dengan Cara Bijak
Dalam upaya ini pemerintah mempunyai andil dan peran besar. Secara umum, apa yang
menjadi tindakan pemimpin, akan ditiru dan diteladani oleh bawahannya. Jika suatu negara
menjauhkan segala kekerasan dalam menyelesaikan suatu masalah sosial, maka tindakan ini akan
diikuti oleh segenap warganya. Dengan begitu, semua pihak berusaha tidak menggunakan
kekerasan dalam menyelesaikan masalah yang akhirnya membawa kedamaian dalam kehidupan
sosial.
c. Penegakan Hukum secara Adil dan Bersih
Sistem hukum yang tidak tegas mampu memengaruhi munculnya tindak kekerasan. Hal ini
dikarenakan perasaan jengkel manakala keputusan hukum mudah digantikan dengan kekuatan
harta. Sedangkan mereka yang tidak berharta diperlakukan kasar serta tidak manusiawi.
Kejengkelan melihat ketidakadilan ini mendorong munculnya tindak kekerasan. Oleh karena itu,
penataan sistem penegakan hukum yang adil dan tegas mampu mengurangi meningkatnya angka
kekerasan yang terjadi.
d. Menciptakan Pemerintahan yang Baik
Sebagian besar kekerasan yang terjadi di Indonesia dikarenakan cara kerja pemerintah yang
kurang memuaskan. Perasaan tidak puas mendorong masyarakat melakukan tindak kekerasan
sebagai wujud protes. Oleh karena itu, menciptakan pemerintahan yang baik salah satu upaya tepat
dan utama mengatasi kekerasan. Upaya ini dilakukan dengan cara menyusun strategi dan kebijakan
yang dirasa adil bagi rakyat, sehingga rakyat dapat memenuhi setiap kebutuhan hidupnya tanpa
ada perasaan tidak adil.
Kekerasan dan kemiskinan, munculnya kekerasan akibat kemiskinan dapat diatasi dengan
pemberian kesejahteraan hidup yang lebih baik dan pemberdayaan masyarakat agar tidak
menggantungkan diri terhadap orang lain, jaminan kesejahteraan sosial, asuransi kesehatan, biaya
pendidikan yang murah, harga kebutuhan pokok yang terjangkau, dsb.
Kekerasan di sekolah, antara lain diatasi dengan cara pihak pengajar yang bertanggung
jawab atas keberadaan siswa/mahasiswa di sekolah/kampus tentunya bertanggung jawab untuk
menghentikan kegiatan - kegiatan yangtidak bertanggung jawab tersebut. Pihak orang tua
siswa/mahasiswa juga bertanggung jawab untuk melarang anak-anaknya mengikuti acara-acara
yang tidak jelas maksud dan tujuannya. Tetapi yang terpenting adalah sikap dari anak didik itu
sendiri yang harus dapat menolak kegiatan-kegiatan semacam itu, mereka bukanlah pihak
yang sepenuhnya tidak berdaya. Sekali mengikuti acara kekerasan semacam itu, psikologi dan
idealisme mereka akan berubah arah.
Kekerasan dalam olah raga dapat diatasi dengan adanya kesadaran pihak terkait (pemain,
penonton dan wasit) agar mampu menjaga sportivitas dalam olah raga, siap kalah dan siap menang.
Komisi Nasional Perlindungan Anak mendesak pemerintah untuk benar-benar
melaksanakan kewajibannya dalam menghentikan kekerasan, penelantaran, diskriminasi dan
eksploitasi terhadap anak. Komnas juga mendesak pemerintah untuk memberi alokasi
anggaran khusus untuk anak-anak korban kekerasan. Anak Indonesia harus memperoleh jaminan
untuk memperoleh aksesbilitas layanan kesehatan, pendidikan, kelangsungan hidup,
tumbuh kembang serta hak partisipasi baik secara fisik maupun psikis.
BAB III
PEMBAHASAN
a) Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran. Pelecehan seksual
bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di tempat kerja, di kampus/sekolah, di pesta, tempat
rapat, dll.
Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan di tempat kerja, dokter, dukun, dsb.
Akibat pelecehan seksual, korban merasa malu, marah, terhina, tersinggung, benci kepada pelaku,
dendam kepada pelaku, shok/trauma berat, dll
Langkah-langkah yang perlu dilakukan korban:
Membuat catatan kejadian (tanggal, jam, saksi)
Bicara kepada orang lain tentang pelecehan seksual yang terjadi
Memberi pelajaran kepada pelaku
Melaporkan tindakan pelecehan seksual
Mencari bantuan/dukungan kepada masyarakat
b) Perkosaan
Perkosaan adalah hubungan seksual yang terjadi tanpa diinginkan oleh korban. Seorang laki-
laki menaruh penis, jari atau benda apapun ke dalam vagina, anus, atau mulut perempuan tanpa
sekehendak perempuan itu, bisa dikategorikan sebagai tindak perkosaan.
Perkosaan dapat terjadi pada semua perempuan dari segala lapisan masyarakat tanpa
memperdulikan umur, profesi, status perkawinan, penampilan, atau cara berpakaian.
Berdasarkan pelakunya, perkosaan bisa dilakukan oleh:
Orang yang dikenal: teman, tetangga, pacar, suami, atau anggota keluarga (bapak, paman, saudara).
Orang yang tidak dikenal, biasanya disertai dengan tindak kejahatan, seperti perampokan,
pencurian, penganiayaan, atau pembunuhan.
Tindak perkosaan membawa dampak emosional dan fisik kepada korbannya. Secara
emosional, korban perkosaan bisa mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, menyalahkan diri
sendiri, rasa takut berhubungan intim dengan lawan jenis, dan kehamilan yang tidak diinginkan.
Secara fisik, korban mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di
sekitar vagina, berisiko tertular PMS, luka di tubuh akibat perkosaan dengan kekerasan, dan
lainnya.
Perempuan yang menjadi korban perkosaan sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut:
Jangan mandi atau membersihkan kelamin sehingga sperma, serpihan kulit ataupun rambut pelaku
tidak hilang untuk dijadikan bukti
Kumpulkan semua benda yang dapat dijadikan barang bukti, misalnya: perhiasan dan pakaian yang
melekat di tubuh korban atau barang-barang milik pelaku yang tertinggal. Masukan barang bukti
ke dalam kantong kertas atau kantong plastik.
Segera lapor ke polisi terdekat dengan membawa bukti-bukti tersebut, dan sebaiknya dengan
keluarga atau teman.
Segera hubungi fasilitas kesehatan terdekat (dokter, puskesmas, rumah sakit) untuk mendapatkan
surat keterangan yang menyatakan adanya tanda-tanda persetubuhan secara paksa (visum)
Meyakinkan korban perkosaan bahwa dirinya bukan orang yang bersalah, tetapi pelaku yang
bersalah.
Dampak kekerasan terhadap istri yang bersangkutan adalah: mengalami sakit fisik, tekanan
mental, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami
ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma,
mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri. Dampak kekerasan terhadap pekerjaan si istri
adalah kinerja menjadi buruk, lebih banyak waktu dihabiskan untuk mencari bantuan pada
Psikolog ataupun Psikiater, dan merasa takut kehilangan pekerjaan. Dampaknya bagi anak adalah:
kemungkinan kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang
kejam pada anak-anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk
melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah karena anak mengimitasi perilaku
dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.
Bentuk tindak kekerasan berbasis gender yang berakibat, atau mungkin berakibat,
menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk ancaman
dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi di
lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.
Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi dalam keluarga,dalam masyarakat, atau yang
dibenarkan negara dan sering disebut sebagai kekerasan berbasis gender karena berawal dari
subordinasi perempuan di masyarakat dan tergantung baik secara ekonomi maupun secara sosial
menempatkan perempuan dalam posisi rentan terhadap kekerasan,termasuk penganiayaan
berulang oleh pasangannya.
Penelitian yang mengkaitkan tindak kekerasan pada istri yang berdampak pada kesehatan
reproduksi masih sedikit. Menurut Hasbianto (1996), dikatakan secara psikologi tindak kekerasan
pada istri dalam rumah tangga menyebabkan gangguan emosi, kecemasan, depresi yang secara
konsekuensi logis dapat mempengaruhi kesehatan reproduksinya. Menurut model Dixon-Mudler
(1993) tentang kaitan antara kerangka seksualitas atau gender dengan kesehatan reproduksi;
pemaksaan hubungan seksual atau tindak kekerasan terhadap istri mempengaruhi kesehatan
seksual istri. Jadi tindak kekerasan dalam konteks kesehatan reproduksi dapat dianggap tindakan
yang mengancam kesehatan seksual istri, karena hal tersebut menganggu psikologi istri baik pada
saat melakukan hubungan seksual maupun tidak.
Kekerasan terhadap perempuan dapat berdampak fatal berupa kematian, upaya bunuh diri
dan terinfeksi HIV/AIDS. Selain itu, kekerasan terhadap perempuan juga dapat berdampak non
fatal seperti gangguan kesehatan fisik, kondisi kronis, gangguan mental, perilaku tidak sehat serta
gangguan kesehatan reproduksi. Baik dampak fatal maupun non fatal, semuanya menurunkan
kualitas hidup perempuan.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari uraian yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa Kekerasan terhadap
perempuan dapat berdampak fatal berupa kematian, upaya bunuh diri dan terinfeksi HIV/AIDS.
Selain itu, kekerasan terhadap perempuan juga dapat berdampak non fatal seperti gangguan
kesehatan fisik, kondisi kronis, gangguan mental, perilaku tidak sehat serta gangguan kesehatan
reproduksi. Baik dampak fatal maupun non fatal, semuanya menurunkan kualitas hidup
perempuan.
4.2 Saran
Dengan melihat serangkaian uraian diatas, maka dapat dikatakan kekerasan terhadap
perempuan yang lebih dominan yaitu KDRT yang merupakan bagian dari isu kesehatan
masyarakat yang patut diperhatikan. maka dari itu harus memajukan kebijakan yang aktif dan
nyata yang mendorong masuknya perspektif jender ke dalam semua kebijakan dan program-
program yang berhubungan dengan tindak kekerasan terhadap perempuan serta sebagai petugas
kesehatan diharapkan mampu melakukan penyuluhan untuk pencegahan dan menanganan
kekerasan terhadap perempuan.