Anda di halaman 1dari 24

Pemicu 2

Aspek Penting Penentu Keberhasilan Kultur In Vitro


pada Tanaman Industri dan Pangan

Kelompok 4
Ajrina A. Khairani 1506726990
Darin Flamandita 1506675825

Indriani Pratiwi 1506675781


Khunul Layli Putri 1506675642

Pandu Nugroho 1506729506

Program Studi Teknologi Bioproses

Departemen Teknik Kimia

Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Depok 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kuasa-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah “Aspek Penting Penentu Keberhasilan Kultur In Vitro pada Tanaman
Industri dan Pangan” dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini dibuat atas dasar pemicu 2 dari
mata kuliah Kultur Sel.

Kami juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam penyelesaian laporan ilmiah ini, yaitu:
1. Dosen mata kuliah Kultur Sel, Ibu Dianursanti yang telah membimbing penulis selama
proses penulisan laporan ini.
2. Asisten dosen mata kuliah Kultur Sel, Safira C. A. yang telah membantu mengarahkan kami
selama proses penulisan makalah ini.
3. Seluruh rekan Teknologi Bioproses UI dan segala pihak yang telah membantu penulis.

Kami menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Depok, 17 April 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... 4

DAFTAR TABEL ............................................................................................... 5

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 6

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 6


1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3. Tujuan Pembelajaran ........................................................................... 7

BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................................... 8

2.1. Nomor 1 ............................................................................................. 8


2.2. Nomor 2 ............................................................................................. 9
2.3. Nomor 3 ............................................................................................. 13
2.4. Nomor 4 ............................................................................................. 15
2.5. Nomor 5 ............................................................................................. 16
2.6. Nomor 6 ............................................................................................. 17
2.7. Nomor 7 ............................................................................................. 18
2.8. Nomor 8 ............................................................................................. 21

BAB 3 KESIMPULAN ........................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kultur In Vitro ..................................................................................... 8


Gambar 2. Produksi Metabolit Sekunder ............................................................... 15

4
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Produksi Metabolit Sekunder yang Diinduksi oleh Elisitor ...................... 14

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi di bidang pertanian dituntut untuk semakin pesat berkembang
dikarenakan kebutuhan akan bibit yang semakin meningkat. Perbanyakan bibit secara
konvensional saat ini sudah dianggap terasa sulit untuk memenuhi kebutuhan bibit tersebut
dalam jumlah yang sangat banyak dan waktu yang relatif cepat. Dengan kondisi seperti ini,
dibutuhkan sebuah teknik kultur in vitro yang dapat digunakan sebagai teknologi pilihan yang
menjanjikan untuk pemenuhan kebutuhan bibit tanaman yang akan dieksploitasi secara luas.
Kultur in vitro merupakan salah satu metode pengembangan bioteknologi tanaman. Kultur
in vitro memanfaatkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan, maupun organ dalam kondisi
aseptik secara in vitro. Disebut sebagai kultur in vitro (bahasa latin, berarti “di dalam kaca”)
karena jaringan dibiakkan di dalma tabung kaca, botol kaca, atau material tembus pandang
lain. Teknik ini memiliki tingkat efisiensi yang tinggi yaitu menghasilkan produk kultur yang
unggul dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat.
Pada teknik kultur jaringan in vitro ini, perlu dikuasai mekanisme fisiologi, daya aktivitas,
laju transportasi, sifat persistensi, daya aktivitas dari berbagai komponen organik dan
anorganik penyusun media tumbuh serta faktor lain yang berpengaruh terhadap keberhasilan
kultur in vitro. Salah satu faktor penunjang keberhasilan proses kultur sel tanaman tersebut
salah satunya adalah perlu diketahui cara dalam mendesain fasilitas yang diperlukan oleh calon
tanaman. Di samping banyaknya keunggulan dari kultur in vitro, teknik ini juga memiliki
keleamahan dalam penyimpangan genetik dari tanaman. Penyimpangan genetik merupakan
salah satu faktor tertentu yang harus dihindarkan dan dapat mungkin terjadi pada teknologi ini.
Untuk itu, perlu dipahami berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi yang
seharusnya dapat dihindarkan.

B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, dirumuskan berbagai permasalahan ialah sebagai berikut:
1. Mengapa teknik kultur in vitro sangat menjanjikan untuk pemenuhan kebutuhan bibit
tanaman yang unggul?
2. Bagaimana tahapan proses dari teknik in vitro hingga menghasilkan bibit tanaman yang
unggul?
3. Bagaimana cara produksi metabolit sekunder melalui kultur sel?
4. Tipe jaringan apa saja yang dapat di kultur secara in vitro?
5. Bagaimana cara pemanenan sel pada tahap akhir kultur?
6. Mengapa penympangan genetik dapat terjadi pada teknik kultur in vitro?
7. Bagaimana cara membuat media yang tepatuntuk menunjang keberhasilan proses kultur
secara in vitro?
8. Bagaimana cara mendesain fasilitas yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan
proses kultur sel tanaman secara in vitro?

6
C. Tujuan Pembelajaran
Tujuan dari pembelajaran mengenai materi ini yaitu:
1. Mengetahui bahwa teknik kultur in vitro sangat menjanjikan untuk pemenuhan
kebutuhan bibit tanaman yang unggul
2. Mempelajari tahapan proses dari teknik in vitro hingga menghasilkan bibit tanaman
yang unggul
3. Memahami cara produksi metabolit sekunder melalui kultur sel
4. Mengetahui tipe-tipe jaringan yang dapat di kultur secara in vitro
5. Mempelajari cara pemanenan sel pada tahap akhir kultur
6. Memahami penyimpangan genetik yang dapat terjadi pada teknik kultur in vitro
7. Mempelajari cara membuat media yang tepatuntuk menunjang keberhasilan proses
kultur secara in vitro
8. Mempelajari cara mendesain fasilitas yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan
proses kultur sel tanaman secara in vitro.

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Nomor 1
Menurut anda, mengapa teknik kultur in vitro sangat menjanjikan untuk pemenuhan
kebutuhan bibit tanaman yang unggul?
Kultur in vitro menurut American Heritage Dictionary of the English Language (2016)
adalah nama lain dari kultur jaringan, yang berarti teknik atau proses kultivasi sel atau
jaringan yang diperoleh dari organisme hidup, pada suatu media kultur. Menurut AgriForest
(2016), kultur jaringan adalah proses yang melibatkan pemaparan jaringan tanaman kepada
nutrien, hormon, dan cahaya pada kondisi in vitro steril untuk memproduksi banyak tanaman
baru, masing-masing berupa klon dari tanaman induk original, dalam periode waktu yang
sangat singkat. In vitro berasal dari Bahasa Latin yang artinya "di dalam kaca". Jadi, Kultur
in vitro dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi
atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya.

Gambar 1. Kultur in vitro


Sumber: www.masterbiologi.com

Teknik kultur secara in vitro ini sangat menjanjikan untuk pemenuhan kebutuhan bibit
tanaman unggul, karena bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan, diantaranya ialah:
 Pengadaan bibit tidak tergantung musim
 Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari
satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000
planlet/bibit)
 Bibit yang dihasilkan seragam dan diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
 Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
 Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
 Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan
lingkungan lainnya
 Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa

8
Keunggulan-keunggulan tersebut didapatkan pada tahap awal dari teknik kultur in vitro
yang dilakukan dalam skala laboratorium. Dimana pada prosesnya, bagian tumbuhan yang
diambil untuk di kultur jaringan diberikan banyak nutrisi yang membuat bibit tersebut
menjadi lebih unggul. Selain itu, keunggulan lainnya dari bibit yang dihasilkan dari teknik
kultur secara in vitro dapat beradaptasi di tempat yang berbeda dari asalnya.

2.2. Nomor 2
Bagaimana tahapan proses dari teknik in vitro tersebut hingga menghasilkan bibit
tanaman yang unggul? Dan bagaimana memonitor tiap tahapan prosesnya?
Berikut adalah tahapan-tahapan yang dapat dilakukan pada kultur in vitro:
a. Pemilihan sumber eksplan
Pemilihan sumber eksplan dapat dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
 Memilih atau mengambil eksplan dari induk yang berkualitas
 Memberi perlakuan yang baik terhadap eksplan sebelum eksplan diambil dari
induknya
 Memilih jaringan yang muda atau jaringan yang masih mudah untuk
beregenerasi
 Apabila untuk memproduksi senyawa tertentu, memilih bagian yang
mengandung senyawa tersebut paling banyak
 Mengambil eksplan yang sehat dan bagus kondisinya
b. Pemilihan dan pembuatan media kultur
 Memilih jenis media yang akan digunakan (padat/cair/semi cair)
 Membuat resep media sesuai perlakuan dan tujuan
 Menyiapkan bahan-bahan media yang dibutuhkan
 Membuat larutan stok media untuk memudahkan proses pengkulturan
 Menyiapkan wadah gelas untuk pembuatan media yang ukuran wadahnya
disesuaikan dengan volume media yang akan dibuat
 Memipet/meneteskan/mengambil larutan stok media sesuai ukuran atau
takarannya ke dalam wadah yang berisi aquadest setril sebanyak seperempat
vol media
 Menambahkan gula atau sukrosa dengan takaran yang sesuai, lalu
menambahkan aquadest steril hingga volume yang diinginkan
 Menambahkan bahan pemadat (agar) jika media padat.
 Mengaduk larutan media hingga merata (gunakan stirer)
 Memanaskan media hingga mendidih (jika media padat)
 Setelah media tiris (agak dingin/suhu sesuai) media dituangkan ke dalam
botol/Erlenmeyer/tabung reaksi/petridish yang steril sesuai dengan kebutuhan

9
 Menutup setiap wadah media tersebut dengan rapat dapat menggunakan plastic
atau alumunium foil
 Media disterilisasi menggunakan autoclave
 Media disimpan pada rak di ruang gelap dan 1-3 hari dilakukan pengecekan
media apakah ada yang terkontaminasi atau tidak. Apabila tidak, media siap
digunakan.
c. Persiapan dan sterilisasi eksplan
 Eksplan dibilas dengan air steril 3-4 kali
 Eksplan diletakkan di dalam petridish beralaskan kertas saring steri
 Eksplan dipotong lebih kecil sesuai kebutuhan
 Eksplan yang telah dipotong diletakkan di dlm petridish steril yang baru dan
siap dikulturkan
d. Penanaman eksplan (inisiasi sel primer)
 Menyalakan laminar/entkas 15 menit sebelum pemakaian
 Membersihkan tangan dan laminar/entkas dengan alkohol 70%, kemudian dilap
menggunakan kertas tissue atau lap
 Menyemprot eksplan dan media dengan alkohol 70% dan memasukkan ke
dalam laminar/entkas
 Merendam semua peralatan tanam dengan alkohol 95%, lalu dibakar dengan
api bunsen
 Menutup wadah eksplan dan membuka mdia sambal dibakar di atas api bunsen
 Mengambil eksplan dengan pinset steril, lalu memasukkan ekplan ke dalam
media kultur
 Menutup wadah media yang telah berisi eksplan dan diberikan label pada setiap
media yang digunakan, kemudian mengeluarkannya dari laminar
 Semua peralatan dan bahan-bahan yang telah dipakai dikeluarkan secara
terpisah dari laminar/entkas
 Mematikan lampu bunsen, menyemprot meja laminar dengan alkohol 70% dan
mengelap dengan kertas tissue atau kain kering
 Mematikan laminar
 Menginkubasi media yang telah berisi eksplan pada ruang kultur dengan
menyusunnya pad arak kultur. Ruang kultur dikondisikan suhu, kelembaban
udar, dan intensitas cahayanya sesuai dengan kebutuhan sebagai perlakuan agar
menghasilkan bibit yang optimal
 Seluruh perlatan yang telah digunakan dicuci dan disterilkan kembali.
e. Pembuatan kultur sel primer
 Laminar/entkas dinyalakan 15 menit sebelum pemakaian
 Media kultur berisi eksplan yang telah muncul sel/kalus diambil dari ruang
kultur

10
 Membersihkan tangan dari kontaminan dengan menyemprotkan alkohol 70%.
Begitu pula pada meja laminar/entkas disemprot alkohol dan dilap dengan
tissue/lap kering
 Peralatan dan Wadah media kultur dibersihkan dan dipastikan steril dengan
menyemprotkan alkohol 70% lalu dimasukkan ke dalam laminar/entkas
 Lampu bunsen dinyalakan dan peralatan direndam alkohol 95%, kemudian
dibakar agar kontaminan yang berada pada peralatan rusak/mati
 Menutup media kultur dan membuka petridish sambal dibakar
 Eksplan yang berkalus diambil menggunakan pinset dan diletakkan pada
petridish seteril.
 Kalus/sel dipisahkan dari eksplan dengan lembut, lalu dimasukkan ke dalam
media kultur sel primer (cair/padat)
 Media kultur sel segera ditutup rapat, lalu diberi label.
 Setelah selesai, media kultur sel primer dikeluarkan dari laminar/entkas
 Peralatan dan Wadah media yang tidak terpakai dikeluarkan dari laminar/entkas
dan meja laminar/entkas disemprot alkohol kemudian dilap kembali, lalu lampu
bunsen dimatikan.
 Media kultur sel primer diinkubasi di dalam rak kultur (media padat) atau
dishaker (media cair). Memerhatikan kondisi suhu, cahaya dan kelembaban
ruang kultur agar sesuai kebutuhan/perlakuan.
f. Pembuatan kultur lini/galur sel
 Laminar/entkas dihidupkan 15 menit sebelum dipakai
 Media sub kultur dikeluarkan dari ruang kultur
 Mensterilkan tangan dan meja dengan menggunakan alkohol, lalu mengelapnya
hingga bersih menggunakan kertas tisu atau lap kering
 Media sub kultur, media untuk lini sel dan peralatan tanam disemprot alkohol
dan kemudian dimasukkan ke laminar
 Lampu bunsen dinyalakan, lalu peralatan tanam dibakar untuk menghindari
kemungkinan adanya kontaminan yang menempel pada peralatan yang dapat
menjadi faktor gagalnya perngkulturan
 Menutup media sub kultur dan lini sel dibuka sambil dibakar.
 Mengambil sebagian sel dari media sub kultur menggunakan pipet, lalu
dimasukkan ke dalam media lini sel dan segera menutupnya, kemudian diberi
label. Lalu, langkah diulangi untuk sel-sel lini lainnya
 Setelah selesai, media sel lini dikeluarkan dari laminar beserta media bekas dan
peralatan yang telah digunakan
 Lampu bunsen dimatikan, lalu meja laminar dibersihkan dengan alkohol agar
kondisi kembali steril, diikuti dengan menutup dan mematikan laminar

11
 Kultur lini sel diinkubasi di ruang kultur/shaker agar sampel tidak mengendap
dan tetap tersebar merata pada media selama inkubasi.
g. Pembuatan Strain Sel
 Menyalakan laminar 15 menit sebelum pemakaian dan mengeluarkan kultur lini
sel dari ruang kultur
 Membersihkan tangan, meja laminar, media strain sel, dan seluruh peralatan
tanam menggunakan alkohol agar steril dan terbebas dari kontaminan
 Menyalakan lampu bunsen dan membakar peralatan tanam di atas bunsen
tersebut
 Menutup media lini sel dan membuka strain sel sambil membakarnya di atas
bunsen
 Mengambil sebagian lini sel, disesuaikan dengan volume media yang
digunakan, lalu memasukkannya ke dalam media strain sel atau bioreaktor
 Menutup rapat media strain sel atau bioreaktor dan memberikan label pada
setiap medianya. Langkah yang sama diulangi untuk sel-sel lainnya
 Setelah selesai, kultur strain sel dikeluarkan. Demikian juga media bekas dan
peralatan tanam
 Mematikan lampu bunsen, lalu membersihkan laminar dan kultur strain sel
diinkubasi di dalam ruang kultur atau shaker agar sel tidak mengendap
 Seluruh nutrisi, suhu, kelembaban, dan cahaya ruang kultur diatur sedemikian
rupa berdasarkan kebutuhannya hingga mencapai kondisi optimalnya.
h. Pemanenan Sel
 Pemanenan dapat dilakukan secara aseptis (sistem kontinu), atau secara non
aseptis (sistem non kontinu)
 Kultur strain sel dalam media atau bioreaktor yang siap panen atau pada saat
fase eksponensial dimasukkan ke dalam laminar dengan kondisi aseptik. Dapat
juga dilakukan langsung dibuka dan dituangkan ke botol/wadah yang diberi
saringan/filter
 Sel dalam saringan sebagian diambil dan dimasukkan ke media sub kultur
secara aseptis dan massa sel lainnya dipanen untuk kemudian siap diekstraksi

Setiap tahap pengkulturan dilakukan di dalam laminar agar sampel sel terbebas dari
kontaminasi udara luar yang memungkinkan membawa pengotor atau kontaminan. Jika
dilakukan secara non aseptis, sel-sel dalam saringan ditampung dalam wadah dan siap
untuk diekstrak.

12
2.3. Nomor 3
Permasalahan yang kerap muncul dalam industri farmasi adalah pengadaan bahan baku
obat. Salah satu sumber bahan baku obat tersebut berasal dari metabolit sekunder yang
diproduksi oleh tanaman melalui kultur sel. Bagaimana produksi bahan tersebut
dilakukan?
Metabolit sekunder adalah senyawa - senyawa organik yang berasal dari tanaman dan
secara umum memiliki kemampuan bioaktif dan bertugas untuk melindungi tanaman dari
gangguan hama dan penyakit baik dari tanaman itu sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
Metabolit sekunder sering dijumpai dalam bentuk yang bermacam-macam dan berbeda
antara satu dengan lainnya sesuai dengan karakteristik tanaman itu sendiri.
Namun, karena fungsi metabolit sekunder yang tidak sebanyak metabolit primer, maka
produksinya pada tumbuhan lebih sedikit. Hal ini juga dikarenakan metabolit sekunder hanya
diproduksi tumbuhan ketika ada pemicu tertentu yang membuat tumbuhan membutuhkan
keberadaan metabolit sekunder tersebut.
Produksi metabolit sekunder tumbuhan melalui kultur jaringan, pada dasarnya memiliki
tahapan yang sama dengan kultur jaringan biasa. Berikut ini adalah gambaran secara garis
besar produksi metabolit sekunder:

Adapun tahapan yang harus dilakukan dalam produksi metabolit sekunder adalah
sebagai berikut:
1. Persiapan media
Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin dan
hormon. Selain itu di perlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, zat pengatur
tumbuh (hormon) dan antibiotik. Pada kultur jaringan yang memiliki tujuan untuk
memproduksi metabolit sekunder, maka media harus dimanipulasi dengan
penambahan dengan elisitor, prekursor, dan manipulasi nutrisi.
Elisitor adalah senyawa asal biologis yang merangsang produksi metabolit
sekunder. Elisitor ditemukan untuk mengaktifkan gen dan meningkatkan sintesis
mRNA yang mengkode enzim yang bertanggung jawab untuk biosintesis utama
metabolit sekunder.
2. Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan.
Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
Pada kultur jaringan untuk memproduksi metabolit sekunder, kita akan melakukan
berbagai jenis tahapan lebih lanjut dari pengambilan eksplan, yaitu screening jalur sel
yang memproduksi metabolit sekunder secara optimum, seleksi resistansi dan
transformasi sel tumbuhan.
13
Tabel 1. Produksi Metabolit Sekunder yang Diinduksi oleh Elisitor

Sumber: www.biologydiscussion.com, 2016

3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah prinsip pengerjaan kultur jaringan dimana kegiatan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu dilaminar flow dan menggunakan alat-alat yang
juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol
yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan dan penjagaan
teknisi yang juga harus steril.
4. Multiplikasi
Multiplikasi adalah proses memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan
pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya
kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang
telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril
dengan suhu kamar.
5. Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukan adanya pertumbuhan
akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan
baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan
akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur.

14
6. Isolasi Metabolit Sekunder dari Media
Setelah metabolit sekunder sudah diproduksi dan dilepaskan ke media, maka kita
sudah dapat memanen metabolit sekunder tersebut. Namun, dalam hal ini diperlukan
pemisahan dan teknik pemurnian seperti proses ekstraksi untuk mendapatkan metabolit
sekunder yang dibutuhkan. Teknik ini sangat bergantung pada sifat dari metabolit
sekunder itu sendiri. Salah satu teknik pemisahan produk juga dapat dilakukan
menggunakan polimer tertentu misalnya, dekstran dan polietilen glikol untuk
pemisahan senyawa fenolik yang digunakan untuk pemisahan fase.
Berdasarkan tahapan produksi metabolit sekunder, dapat diingat bahwa untuk
mendapatkan metabolit sekunder yang murni dan steril maka dibutuhkan juga kultur sel dan
proses pemanenan yang dilakukan secara aseptis. Keuntungan dari menghasilkan metabolit
sekunder dari proses kultur sel adalah lebih praktis, cepat dan terkontrol sehingga hasil
metabolit sekunder dapat sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan.

Gambar 2. Contoh Produksi Metabolit Sekunder


Sumber: Saptowo. 2017. Materi Kuliah V. Bogor: BB Biogen.

2.4. Nomor 4
Menurut Anda, dapatkah kita mengkultur tanaman dari jaringan yang sudah tua?
Menurut Nooralvandi (2016) eksplan dapat diambil dari berbagai bagian yang berbeda
dari tanaman baik itu bagian tunas, daun, batang, bunga, akar, sel tunggal belum
terdiferensiasi, maupun dari berbagai jenis sel dewasa dengan syarat masih memiliki
sitoplasma hidup dan nukleus serta mampu terde-diferensiasi dan melanjutkan pembelahan
sel. Konsep ini sesuai dan mendukung sifat totipotensi dari sel tanaman dimana setiap sel
mampu tumbuh menjadi individu baru yang utuh jika berada pada lingkungan yang sesuai.
Namun sejauh ini, konsep tersebut tidak berlaku untuk seluruh seluruh tanaman. Pada banyak
spesies, eksplan dari berbagai macam organ bervariasi dan berpengaruh pada laju
pertumbuhan dan regenerasi, bahkan ada beberapa tanaman yang di kultur dari sel dewasa
yang tidak tumbuh sama sekali.
Maka dari itu, pada dasarnya sebenarnya eksplan yang digunakan sebaiknya bersifat
meristematis, yaitu belum terdiferensiasi serta mampu membelah secara aktif agar sel
tersebut dapat memperbanyak diri dan kemudian mengalami diferensiasi menjadi tanaman

15
utuh yang memiliki sifat sama persis dengan tanaman induk. Pemilihan eksplan ini penting
karena menentukan apakah plantlet yang dihasilkan melalui kultur jaringan bersifat haploid
atau diploid. Eksplan yang tidak tepat dapat mengakibatkan peningkatan risiko kontaminasi
mikroba.

2.5. Nomor 5
Bagaimana pemanenan sel dilakukan?
Dalam rangka mencapai produksi industri metabolit yang diinginkan, budidaya skala
besar sel tumbuhan diperlukan. Sel tumbuhan (20-150 pm diameter) umumnya 10-100 kali
lebih besar dari sel bakteri atau jamur. Ketika mengkultur, sel-sel tumbuhan menunjukkan
perubahan volume dan dengan demikian bentuk variabel dan ukuran. Selanjutnya, sel
mengkultur memiliki tingkat pertumbuhan yang rendah dan ketidakstabilan genetik. Semua
aspek ini harus dipertimbangkan untuk budidaya masa sel. Berikut ini empat sistem kutur
yang berbeda secara luas digunakan:
a. Suspensi kultur free-cell
Budidaya masa sel tanaman yang paling sering dilakukan oleh kultur suspensi
sel. Perawatan harus diambil untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang baik dari sel
dan pembentukan efisien metabolit sekunder yang diinginkan. Banyak bioreaktor
dirancang khusus yang digunakan untuk kultur suspensi sel bebas. Beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut: bioreaktor Batch, bioreaktor kontinyu, bioreaktor
multistage, bioreaktor airlift, bioreaktor berpengaduk. Dua aspek penting yang harus
dipertimbangkan untuk sukses baik dari kultur suspensi.
 Suplai oksigen yang memadai setiap waktu.
 Pembentukan tegangan hidrodinamika minimal karena aerasi agitasi.
b. Kultur Sel Amobil
Kultur sel sistem ini menggunakan “jebakan” agar tidak bergerak. Jenis-jenis
jebakannya antara lain yaitu:
 Jebakan sel di gel (Alginat, agar, agarosa, carrageenin)
 Jebakan sel di jaring atau busa (Poliuretan)
 Jebakan sel dalam membran berlubang-serat
Serat berongga Tubular terdiri dari selulosa asetat polikarbonat silikon dan disusun
dalam bundel paralel digunakan untuk imobilisasi sel. Hal ini dimungkinkan untuk
menjebak sel dalam dan di antara serat. Membran jeratan secara mekanik stabil.
Namun, itu lebih mahal daripada gel atau busa imobilisasi.
c. Sistem Kultur Dua-fase
Sel tumbuhan dapat dibudidayakan dalam sistem dua fase air untuk produksi
metabolit sekunder. Dalam teknik ini, sel-sel disimpan terpisah dari produk dengan
pemisahan dalam bioreaktor. Hal ini menguntungkan karena produk dapat dihapus

16
secara terus menerus. Polimer tertentu (misalnya, dekstran dan polietilen glikol untuk
pemisahan senyawa fenolik) digunakan untuk pemisahan fase.
d. Sistem kultur Hairy Root
Kultur jenis ini memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi dan stabilitas genetik.
Bahan eksplan (jaringan tanaman) diinokulasi dengan sel-sel bakteri patogen,
Agrobacterium rhizogenes. Organisme ini mengandung plasmid yang menstimulasi
akar (Ri). Plasmid ini menyebabkan transformasi genetik jaringan tanaman, yang
akhirnya menghasilkan kultur akar rambut. Akar rambut yang diproduksi oleh jaringan
tanaman memiliki fitur metabolit mirip dengan akar normal. Ternyata, akar rambut ini
mempunyai kemampuan menghasilkan metabolit sekunder komersial.

2.6. Nomor 6
Dalam perkambangannya, teknik in vitro dalam kultur jaringan sangat memungkinkan
terjadinya penyimpangan genetik. Mengapa hal ini dapat terjadi?
Penyimpangan genetik sangat mungkin terjadi pada kultur jaringan. Kemungkinan
terjadinya penyimpangan genetik ini harus diantisipasi karena merugikan. Untuk itu perlu
dimengerti mekanisme fisiologi apa yang terjadi, faktor apa saja yang menyebabkannya
sehingga mutasi dapat dihindarkan. Banyak hal yang harus dipelajari dan dikuasai seperti
mekansime fisiologi, daya aktivitas, laju transportasi, sifat persistensi, daya aktivitas dari
berbagai komponen organik dan anorganik penyusun media tumbuh serta faktor lain yang
berpengaruh pada keberhasilan in vitro.
Sulit untuk mengidentifikasi variasi pada kultur jaringan apabila tanaman masih dalam
tingkat kultur jaringan. Untuk dapat mengamatinya harus menunggu tanaman hingga dewasa
dahulu, sehingga untuk mengetahui adanya variasi ini diperlukan waktu yang sangat lama,
bahkan untuk tanaman tahunan membutuhkan waktu yang lebih lama lagi. Untuk mengetahui
adanya penyimpangan tersebut diperlukan pengujian dini terhadap bibit yang dihasilkan.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut adalah dengan pengamatan
morfologi planlet atau bibit, dengan analisis isoenzim ataupun dengan RAPD.
Teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) telah banyak digunakan untuk
mengetahui variasi genetik dan filogenetik pada beberapa species tanaman. Teknik ini
mengandalkan pada amplifikasi daerah yang tidak spesifik dari suatu genom DNA,
menggunakan PCR dengan primer pendek dari sekuens nukleotida acak. Kelebihan dari
teknik RAPD adalah cepat, hanya memerlukan template DNA yang sedikit, mudah dilakukan
dan tidak memerlukan penggunaan isotop radioaktif. Kelebihan tersebut membuat RAPD ini
menjadi teknik yang banyak digunakan untuk mengetahui keragaman genetik dalam suatu
plasma. Penyebab terjadinya penyimpangan genetik karena hal-hal berikut:
 Penggunaan bagian tanaman yaitu kalus yang belum terdiferensiasi pada kultur
jaringan yang bersifat mutagneik. Hal ini dapat memicu chromosomal rearrangements
dan single gene mutants.

17
 Respon tanaman itu sendiri terhadap stress
Menghadapi kondisi stress (menempati lingkungan yang baru) dapat memicu sel untuk
memodifikasi genomnya sendiri. Contohnya adalah pemindahan suatu sel dari lokasi
normalnya ke suatu lingungan kultur yang baru.
Penyimpangan genetik yang terjadi pada tanaman kultur dapat berupa penyimpangan-
penyimpangan berikut:
a. Chromosome Rearrangement
Hal ini meliputi translokasi, inversi, delesi, dan duplikasi kromosom. Titik
penyimpangan kebanyakan ditemukan baik itu di distal heterochromatin maupun
ventromere heterochromatin. Replikasi yang terlabat dari blok heterokromatik yang
kemudian diikuti oleh pemecahan (breakage) disebut-sebut sebagai mekanisme lokasi
dari titik penyimpangan.
Siklus sel yang normal akan mencegah pembelahan sel sebelum proses replikasi
DNA selesai, namun pada kultur sel ada kmeungkinan hal ini tidak terjadi. Pemecahan
kromosom tanpa adanya penggabungan kembali dari fragmen yang dipecah akan
menyebabkan peristiw delesi, translokasi, inversi, duplikasi, dan delesi.
b. DNA Methylation
Pembelahan atau pemecahan kromosom dapat memicu meningkatnya proses
metilasi DNA. Heterokromanisasi pada kromatin telah diasosiasikan dengan
meningkatknya metilasi. Berdasarkan percobaan yang pernah dilakukan, pola metilasi
DNA biasanya dipengaruhi oleh lingkungan kultur.
c. Mutation
Kemungkinan hal ini dapat terjadi adalah saat apabila sel menghadapi stress saat
dikultur.

2.7. Nomor 7
Bagaimana membuat media yang tepat untuk menunjang keberhasilan proses kultur
secara in vitro?
Seperti pembahasan media kultur pada topik sebelumnya, media kultur yang dibutuhkan
setiap jenis tanaman agar mendapat hasil yang optimal dapat berbeda-beda. Menurut Asih
K. Karjadi dalam jurnalnya yang berjudul “Kultur Jaringan dan Mikropropagasi Tanaman
Kentang (Solanum tuberosum L)”, keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan
sangat bergantung pada komposisi media yang digunakan. Media kultur jaringan tanaman
perlu menyediakan tidak hanya unsur hara makro dan mikro, tetapi juga sumber karbohidrat
yang umumnya berupa sukrose atau gula, untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat
dari atmosfer melalui fotosintesis. Hasil yang lebih baik akan diperoleh apabila media
tersebut ditambahkan vitamin, asam amino dan zat pengatur tumbuh.
Bila bila merujuk ke artikel berjudul “Plant Tissue Culture Media: Types, Constituents,
Preparation and Selection” oleh Nandkishor Jha, media kultur terdiri atas 6 unsur yakni:

18
1. Unzur Hara Anorganik
Terdiri atas unsur hara makro (konsentrasi >0,5 mmol/L) dan mikro (< 0,5 mmol/L).
Unsur hara makro utama adalah nitrogen, fosfor, potasium, kalsium, magnesium dan
sulfur. Umumnya, konsentrasi nitrogen dan potasium sekitar 25 mmol/L, sedangkan
kalsium, fosfor, sulfur, dan magnesium antara 1-3 mmol/L.
Unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, namun sangat penting.
Contohnya zat besi(sangat dibutuhkan keberadaanya), mangan, seng, boron, tembaga,
dan molibdenum.
2. Karbon Dan Sumber Energi
Sel dan jaringan didalam media kultur bersifat heterotrofik (energi bergantung pada
karbon eksternal). Sumber energi yang digunakan sebaiknya sukrosa yang telah di
autoklaf (autoclaved sucrose) karena terindikasi bahwa produk sukrosa terhidrolisis
(terutama glukosa) merupakan sumber energi yang efektif bagi tanaman.
3. Suplemen/Pelengkap Organik
Pelengkap organik yaitu vitamin, asam amino, asam organik, ekstrak organik, karbon
aktif dan antibiotik.
4. Zat Pengatur Tumbuh
Zat Pengatur Tumbuh merupakan hormon tumbuhan (fitohormon) yang berperan
meningkatkan pertumbuhan, mengembangkan, dan mendiferensiasi tanaman. 4 jenis
ZPT yang digunakan yakni auksin, sitokinin, giberelin, dan asam absisat.
Auksin menginduksi pembelahan dan pemanjangan sel, serta pembentukan kalus.
Dalam kadar rendah dapat meningkatkan pembentukan akar, dan dalam kadar tinggi
menyebabkan terbentuknya kalus. Sitokinin mempengaruhi pembelahan sel,
diferensiasi tunas, dan pembentukan embrio somatik. Bila rasio konsentrasi auksin
terhadap sitokinin besar, akan terjadi embriogenesis, inisiasi kalus, dan inisiasi akar.
Tetapi bila rasio auksin lebih sedikit dibanding sitokinin, dapat meningkatkan
pembentukan tunas dan tunas samping/aksilar.
5. Zat/Agen Pemadat
Untuk membuat media jenis padat dan semi-padat, diperlukan zat pemadat. Zat
pemadat yang umum digunakan adalah agar (polisakarida dari rumput laut) karena
tidak bereaksi dengan unsur di dalam media dan tidak dicerna enzim tanaman serta
stabil pada suhu temperatur. Konsentrasi agar yang dibutuhkan untuk membentuk gel
adalah 0,5-1%.
6. pH Media
Kisaran pH yang dibutuhkan dalam kultur tanaman sangatlah sempit. Tingkat
keasaman yang baik untuk kultur tanaman umumnya berkisar antara 5,0 hingga 6,0.

19
Kemudian, pembuatan media dapat dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan yang
diperlukan lalu disterilisasi dengan autoklaf (umumnya selama 20 menit dengan suhu 121oC
dan dan tekanan 15 psi).
Dalam memenuhi keenam unsur tersebut, digunakan media Murashige & Skoog. Bahan-
bahan seperti makronutrien, mikronutrien, vitamin, ZPT, dan zat besi biasanya dibuat dalam
bentuk larutan stok (media yang lebih pekat), sehingga pada saat akan membuat media,
cukup mengambil larutan stok yang sudah dibuat. Pembuatan stok bertujuan untuk
mempermudah dibandingkan setiap kali membuat media harus menimbang (Edhi Sandra,
2013). Pada pembuatan stok media, pemberian label pada botol larutan stok juga dilakukan
dan harus benar agar mempermudah pada saat membuat media kultur. Selain media kultur
jaringan, ada beberapa bahan yang digunakan untuk sterilisasi eksplan, diantaranya adalah
detergen, alkohol, clorox, aquadest steril, dan spiritus yang dapat digunakan untuk sterilisasi
permukaan LAF atau untuk cairan dalam bunsen. Media MS merupakan media kultur
jaringan yang banyak digunakan untuk mengkulturkan berbagai jenis tanaman, karena media
ini mengandung unsur hara makro dan mikro yang lebih lengkap dibandingkan penemu-
penemu sebelumnya. Setelah penemuan media MS, banyak berkembang modifikasi-
modifikasi media untuk tujuan tertentu, contoh media Nitsch & Nitsch (1969) untuk kultur
anther dan media SH (Schenk & Hidebrant) untuk kultur kalus monokotil dan dikotil. Media
VW (Vacin & Went) dan media organik yang digunakan untuk perbanyakan anggrek, serta
media WPM (Woody Plant Media) untuk tanaman berkayu, atau tanaman perdu atau pohon
berkayu.
Sterilisasi merupakan teknik membersihkan dan membebaskan suatu benda dari segala
kehidupan mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, dan virus). Sterilisasi adalah 7 tahap
kunci keberhasilan dalam metode kultur jaringan. Sterilisasi tersebut meliputi:
1. Sterilisasi Ruang
Salah satu ruang yang harus dijaga kesterilannya adalah ruang transfer yang
digunakan untuk inokulasi, isolasi dan subkultur. Ruangan ini biasanya tidak terlalu
besar agar proses sterilisasinya tidak lama dan mudah. Sterilisasi ruangan dilakukan
dengan menyemprotkan alkohol 90%, dan sterilisasi lantai dengan kain pel yang
dibasahi dengan alkohol 90% atau phenol. Sterilisasi ini mutlak dilakukan menjelang
ruang inokulasi akan digunakan. Lampu ultraviolet dapat digunakan untuk sterilisasi
ruang, dan biasanya selalu dinyalakan apabila ruang inokulasi tidak digunakan, serta
dimatikan saat masuk dalam ruang ini (Edhi Sandra, 2013).
2. Sterilisasi Alat inokulasi (LAF cabinet)
Sterilisasi laminar dilakukan dengan spirtus atau alkohol 70%. Permukaan laminar
sebelum mulai bekerja dibersihkan dengan tisu yang sudah dicelupkan alkohol 70%.
Laminar yang dilengkapi dengan lampu UV, sebelum digunakan juga dinyalakan
selama 1-2 jam untuk mematikan kontaminan yang ada di permukaan laminar. Hal
serupa juga dilakukan setelah selesai melakukan penanaman atau inokulasi. Laminar
harus tetap dijaga kebersihannya.
3. Sterilisasi Alat dan Media

20
Alat-alat logam dan gelas yang akan digunakan dalam kultur jaringan dapat
disterilkan dengan autoclave. Alat-alat gelas dan logam disterilkan dengan autoclave
pada temperatur 121oC dan tekanan 1 atm, selama 30 menit, sedangkan sterilisasi
bahan atau media kultur selama 15 menit. Alat- alat seperti pinset dan scalpel selain
disterilkan dengan autoclave dapat dilakukan dengan pembakaran di atas api bunsen.
Botol-botol yang akan 8 disterilisasi sebelumnya ditutup dengan aluminium foil atau
plastik dan diikat dengan karet. Aquadest disterilkan seperti sterilisasi alat selama 30
menit.
4. Sterilisasi Eksplan
Eksplan adalah bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bahan eksplan dapat berupa
organ, jaringan, maupun sel. Eksplan dari organ lebih mudah dikulturkan, misalnya :
daun, batang, akar. Metode sterilisasi setiap eksplan berbeda, tergantung pada jenis
tanamannya, bagian tanaman yang digunakan, morfologi permukaannya, umur
tanamannnya, kondisi tanamannnya (sakit atau sehat pada saat pengambilan), musim
saat pengambilan, dan lingkungan tumbuhnya. Pada prinsipnya, sterilisasi eksplan
adalah mensterilkan dari kontaminasi mikroorganisme, tanpa mematikan eksplannya
(Edhi Sandra, 2013). Pada metode kultur jaringan untuk perbanyakan anggrek, eksplan
yang digunakan adalah biji anggrek yang berasal dari buah anggrek yang sudah tua dan
belum pecah. Kondisi buah yang masih muda atau buah tua yang sudah pecah akan
berbeda tehnik sterilisasinya. Buah anggrek yang sudah tua dan belum pecah,
sterilisasinya dengan cara membakar buah di atas api bunsen, edangkan sterilisasi buah
anggrek yang tua dan sudah pecah dilakukan dengan klorox. Setelah disterilisasi, buah
disayat secara aseptik dan diambil bijinya untuk ditanam di media kultur (Edhi Sandra,
2013).

2.8. Nomor 8
Bagaimana Anda mendesain fasilitas yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan
proses kultur sel tanaman secara in vitro?
Dalam mendesain fasilitas penunjang keberhasilan proses kultur sel tanaman dengan cara
in vitro tidak terlepas dari proses yang dilakukan, seperti yang telah dijelaskan pada jawaban
soal nomor 2.Untuk itu, diperlukan ruangan dan peralatan yang sesuai.
Berdasarkan artikel berjudul “Pengenalan Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan,
Pembuatan Media dan Metode Sterilisasi” oleh Lili Sugiarto, Jurdik Biologi FMIPA UNY,
terdapat tiga jenis ruangan yang diperlukan untuk melakukan kultur, yaitu:
1. Ruang persiapan (Preparation Area)
Ruang persiapan merupakan ruangan yang mempunyai 3 fungsi dasar yaitu untuk
membersihkan alat-alat (alat-alat gelas seperti petri, botol, dll), persiapan dan sterilisasi
media, dan penyimpanan alat-alat gelas. Sebuah bak untuk mencuci yang dilengkapi
dengan kran untuk aliran air mengalir juga diperlukan untuk membersihkan alat-alat
berbahan gelas. Selain itu diperlukan meja yang permukaanya dilapisi dengan bahan

21
yang mudah dibersihkan. Peralatan selanjutnya yang digunakan dalam ruang preparasi
adalah lemari es untuk menyimpan larutan stok dan beberapa media, timbangan
analitik, autoclave, pH meter, magnetic stirrer, destilator. Selain alat di atas, ruangan
ini juga dilengkapi dengan alat-alat seperti hot plate dengan magnetic stirer, oven, pH
meter, kompor gas, labu takar, gelas piala, erlenmeyer, pengaduk gelas, spatula,
petridish, pipet, botol kultur, pisau scalpel.
2. Ruang Penanaman (Transfer Area)
Ruang penanaman merupakan ruang yang digunakan untuk isolasi, inokulasi dan
subkultur (penjarangan) pada kondisi steril yang di dalamnya terdapat lemari kaca atau
kabinet yang disebut Laminar Airflow (LAF). Laminar Airflow ini digunakan untuk
pemotongan eksplan, melakukan penanaman dan subkultur. Akan tetapi jika tidak ada
LAF yang memadai, tahap isolasi (pemotongan eksplan) dapat dilakukan di antara
kertas saring steril. Sangat dianjurkan untuk menggunakan jas laboratorium yang
bersih selama tahap persiapan dan mensterilkan tangan dengan alkohol 96%. Alat-alat
seperti scalpel, gunting dan alat-alat inokulasi lainnya harus disterilkan dengan alkohol
96% dan dilanjutkan dengan pemanasan di atas api bunsen. Lampu ultraviolet (UV)
juga digunakan untuk mensterilkan ruang, sebelum LAF digunakan. Pemotongan
eksplan juga dilakukan di dalam LAF yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa
tahapan sterilisasi sebelum ditanam pada media kultur. Selama inokulasi atau
penanaman, botol yang berisi media padat pada prinsipnya pada kondisi horisontal, hal
ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi, terutama ketika tidak bekerja dalam
LAF. Subkultur atau tahap penjarangan juga dilakukan dalam LAF, dan merupakan
tahapan yang perlu dilakukan pada metode kultur jaringan. Ada beberapa alasan perlu
dilakukannya subkultur, diantaranya yaitu nutrisi media yang semakin lama semakin
berkurang, munculnya browning atau media agar menjadi kecoklatan karena jaringan
tanaman kadang mengeluarkan senyawa toksik, atau eksplan membutuhkan tahap
perkembangan lebih lanjut.
3. Ruang Penanaman/Inkubasi (Growing Area)
Growing area merupakan ruang pertumbuhan atau ruang penyimpanan hasil kultur
pada kondisi cahaya dan temperatur yang terkontrol. Ruang pertumbuhan ini terdiri
dari rak-rak yang biasanya terbuat dari kaca dan digunakan untuk meletakkan botol-
botol kultur setelah proses penanaman pada ruang isolasi di dalam LAF. Rak-rak yang
digunakan untuk inkubasi dilengkapi dengan lampu neon di atasnya sebagai sumber
cahaya. Sedangkan ruang pertumbuhan dalam kultur jaringan dilengkapi dengan Air
Conditioner (AC) untuk mengontrol suhu ruang.

22
BAB III
KESIMPULAN

 Kultur in vitro adalah pembiakan jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau
cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya.
 Kultur in vitro menghasilkan banyak keuntungan dan sangat menjanjikan untuk
pemenuhan kebutuhan bibit tanaman yang unggul. Untuk menghasilkan bibit tanaman
yang unggul tersebut, kita harus memahami beberapa tahapan prosesnya dan nutrisi yang
dibutuhkannya.
 Tahapan proses kultur in vitro terdiri dari pemilihan sumber eksplan, pemilihan dan
pembuatan media kultur, persiapan dan sterilisasi eksplan, penanaman eksplan,
pembuatan sel primer, pembuatan lini sel, pembuatan strain sel, dan pemanenan sel.
 Metabolit sekunder adalah bahan kimia yang tidak terlibat langsung dalam
pertumbuhan dan pengembangan, atau reproduksi organisme.
 Metabolit sekunder pada tumbuhan berperan sebagai pelindung dari gangguan hama dan
penyakit baik dari tanaman itu sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
 Produksi metabolit sekunder tumbuhan melalui kultur jaringan, pada dasarnya
memiliki tahapan yang sama dengan kultur jaringan biasa hanya saja membutuhkan
elisitor untuk memicu proses produksinya.
 Jaringan tua yang berada di tanaman dapat digunakan sebagai eksplan, jika masih memiliki
sitoplasma hidup dan nucleus serta mampu terdiferensiasi dan melanjutkan pembelahan sel.
 Terdapat enam unsur penting dalam media tanam, yaitu unsur hara anorganik, karbon dan
sumber energi, suplemen atau pelengkap organik, zat pengatur tumbuh, zat atau agen
pemadat, dan pH dari media.
 Terdapat tiga jenis ruangan yang diperlukan untuk melakukan kultur, yaitu ruang
persiapan, ruang penanaman, dan ruang pertumbuhan atau inkubasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Metabolit Sekunder Pada Tanaman. [ONLINE] Diakses dari


http://agroteknologi.web.id/pengertian-dan-definisi-metabolit-sekunder-pada-tanaman/.
(5 April 2017)
Edhi Sandra .2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan. IPB Press, Bogor.
Gaosheng, Hu dan Jingmin, Jia. 2012. Production of Useful Secondary Metabolites Through
Regulation of Biosynthetic Pathway in Cell and Tissue Suspension Culture of
Medicinal Plants. [ONLINE] Diakses dari http://www.intechopen.com/books/recent-
advances-in-plant-in-vitro-culture/production-of-useful-secondary-metabolites-
through-regulation-of-biosynthetic-pathway-in-cell-and-ti. (5 April 2017).
Jha, Nandkishor. 2016. Secondary Metabolites in Plant Culture: Applications and Production.
[ONLINE] Diakses dari http://www.biologydiscussion.com/biotechnology/plant-
biotechnology/secondary-metabolites-in-plant-cultures-applications-and-
production/10646. (5 April 2017).
Karjadi, Asih K.,2016, KULTUR JARINGAN DAN MIKROPROPAGASI TANAMAN KENTANG
(Solanum tuberosum L), Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.
Nooralvandi, Tohid. 2016. Plant Tissue Culture. [ONLINE] Diakses dari
https://www.linkedin.com/pulse/plant-tissue-culture-dr-tohid-nooralvandi (5 April
2017).
Sugiarto, Lili, Pengenalan Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, Pembuatan Media dan
Metode Sterilisasi, FMIPA UNY, Yogyakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai