Anda di halaman 1dari 19

TEXT BOOK READING (TBR)

VERTIGO

Pembimbing:
dr. Yuanita Sp.S

Disusun oleh :

Arsyani Lizaria 1420221131

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2016

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

VERTIGO

Disusun Oleh :

Arsyani Lizaria 1420221131


Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal : 7 April 2016

Dokter Pembimbing,

dr. Yuanita Sp.S

BAB I

PENDAHULUAN

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar melindungi

pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar. Vertigo tidak selalu sama

dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non spesifik yang dapat di katagorikan ke

dalam 4 sutipe tergantung gejala yang di gambarkan oleh pasien (Newell, 2010)

Terdapat empat tipe dizziness yaitu vertigo, lightheadedness, presyncope,

disequilibrium. Yang paling sering adalah vertigoyait sekitar 54% dari keluhan dizziness yang

dilaporkan pada primary care (Neuhausen, 2009).


Vertigo bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala dari penyakit penyebabnya.

Vertigo ialah ilusi bergerak, penderita merasakan atau melihat lingkungannya bergerak,

padahal lingkungannya diam, atau penderita merasakan dirinya bergerak yang sebernarnya

tidak (Lumbantobing, 2007). Vertigo diakibatkan oleh terganggunya sistem vestibular yang

terbagi menjadi vertigo perifer dan vertigi sentral (Wipold II Turski, 2009).

Diagnosis banding vertigo meliputi penyebab perifer vestibular (berasal dari system

saraf perifer) dan sentral vestibular (berasal dari system saraf pusat) dan kondisi lain. 93%

pasien Ipimary care mengalami BPPV, acute vestibular neuronitis, atau menire disease

(Neuhausen, 2009).

Karena pasien dengan dizziness seringkali sulit menggambarkan gejala mereka,

menentukan penyebab akan menjadi sulit. Penting untuk membuat sebuah pendekatan

menggunakan pengetahuan dari kunci anamesis, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis

akan membantu dokter untuk menegakan diagnosis dan memberi terapi yang tepat untuk

pasien (Labuguen, 2006).

Dengan memiliki pengetahuan yang baik dan benar, maka diharapkan agar kasus

vertigo ini dapat berkurang dan masyarakat bisa mengetahui akan vertigo ini dan bisa

mengantisipasi akan hal tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering digambarkan

sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing

(dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri

kepala atau sefalgi, terutama karena dikalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan

nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.5

Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yang artinya memutar-merujuk pada

sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan


gangguan sistim keseimbangan. Benign artinya suatu kondisi yang tidak gawat atau

progresif;paroxysmal, terjadinya tiba tiba dan onsetnya tidak dapat diduga; positional,

munculnya pada saat perobahan posisi kepala; vertigo, menimbulkan rasa berputar 5,10

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai vertigo dengan

nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepaia.

Definisi lain vertigo posisi paroksismal jinak adalah vertigo yang timbulnya tiba –tiba karena

perobahan posisi kepala dan disebabkan terdapatnya debris (otokonia / ear rocks ) pada

kanalis semisirkularis posterior. Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus,

reversibilitas, kresendo, dan fenomena kelelahan (fatigue). Lama nistagmus terbatas,

umumnya kurang dari 30 detik. BPPV dikenal juga dengan nama vertigo postural atau

kupulolitiasis, merupakan gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. 5,6,9

2.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer 1,6

Gambar 1. Right membranous labyrinth 7


Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang paling

keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara

khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan

labirin membrane. Labirin membrane terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir

menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membrane dan labirin tulang terdapat perilimf,

sedang endolimf terdapat didalam labirin membrane. Berat jenis endolimf lebih tinggi

daripada cairan perilimf. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung

dalam perilimf, yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis

semisirkularis, yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior). Selain ke tiga

kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.

Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan, yaitu:

1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam pendengaran.

2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus dan utrikulus.

Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan sakulus sel sensoriknya

berada di makula, sedangkan di kanalis sel sensoriknya berada di krista ampulanya)

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan disekitarnya

tergantung kepada inputbsensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visial dan

proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP,

sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.1,6

Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis semisirkularis

dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis sel. Sel-sel pada kanalis

semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut, sedangkan sel-sel

pada organ otolit peka terhadap gerak linier, khususnya percepatan inier dan terhadap

perubahan posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan
sudut dan percepatan linier ini disebabkan oleh geometridari kanalis dan organ otolit serta

ciri-ciri fisik dari struktur-struktur yang menutupi sel rambut.

Sel rambut

Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut pada organ

otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang dijelaskan oleh posisi

dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan menyebabkan stereosilia

membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut akan tereksitasi. Jika gerakan dalam

arah yang berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari kinosilium maka sel-sel rambut akan

terinhibisi.

Kanalis semisirkularis

Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada rotasi sel-

sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus satu dengan yang

lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir satu bidang yang sama

dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan

tereksitasi sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus

normal dan terdapat percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan,

maka serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara

serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi

kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis

posterior akan terinhibisi.

Organ otolit

Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir

horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan sel rambut

kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak semuanya sama.
Pada makula utrikulus, kinosilium terletak di bagian samping sel rambut yang terdekat

dengan daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau mengalami percepatan

linier, sebagian serabut aferen akan tereksitasi sementara yang lainnya terinhibisi. Dengan

adanya polarisasi yang berbeda dari tiap makula, maka SSP mendapat informasi tentang

gerak linier dalam tiga dimensi, walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula.

Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron

ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata dan refleks

vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu komponen

lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen cepat yang searah

dengan putaran kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepal dan berfungsi

menstabilkan suatu bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali

mengarahkan tatapan ke bagian lain dari lapangan pandang. Perubahan arah gerakan mata

selama rangsangan vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus normal.

2.3. Etiologi

Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus

BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher (17%), infeksi telinga

tengah atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada telinga dalam juga merupakan

penyebab BPPV sehingga insiden BPPV meningkat dengan bertambahnya usia. Penyebab

lain yang lebih jarang adalah labirintitis virus, neuritis vestibuler, pasca stapedectomi, fistula

perilimfa dan penyakit meniere.1,2,3,5,8

Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa

deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini menyebabkan

bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala

yang berubah.5

2.4. Perjalanan penyakit


Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar kasus gangguan

menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat kambuh

setelah beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada pula penderita yang hanya satu kali

mengalaminya. Sesekali dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap vertigo posisional

berlangsung lama.3,5

Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit. Namun, bila

ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai beberapa menit. Bila

serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan penderitanya merasakan

kepalanya menjadi terasa ringan, merasa tidak stabil, atau rasa mengambang yang menetap

selama beberapa jam atau hari.3,7,8

BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40-an dan 50-an

tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang dijumpai pada anak atau orang

yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV dan biasanya

bersifat torsional (rotatoar). 3

2.5. Patofisiologi

Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis semisirkularis

tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal setiap

kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam ampula terdapat

kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat

gerakan kepala. Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka

cairan dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami

defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak

sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris dalam kanalis

semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi kupula ke arah


sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak

sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul sensasi berupa vertigo.3,5

Otokonia adalah kristal kalsium karbonat yang merupakan bagian struktur dari

utrikulus. Apabila utrikulus mengalami kerusakan oleh trauma kepala, infeksi, atau suatu

proses degenerasi maka otokonia ini dapat terlepas kadalam kanalis semi sirkularis posterior

atau menempel pada kupula yang dapat menimbulkan vertigo.10

Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori kupulolitiasis dan

kanalolitiasis.

Teori Kupulolitiasis

Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk menjelaskan

patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula krista

ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik yang melekat pada kupula melalui

pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi

lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda

berat yang melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang

menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih

mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi

netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening (dizziness).3,5

Teori Kanalitiasis

Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala BPPV

disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis

semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior. Bila kepala

dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah dalam kanalis

semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan
posisi sejauh 90°. Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal

ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi

defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala

dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah

yang berlawanan. 3,5

Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala dengan

timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori ini dengan

menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis poster. Saat melakukan

operasi kanalis tersebut. 3,5,7

Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras, otokonia

yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini kemudian

memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kanalis

semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah

yang mendasari BPPV pasca trauma kepala. 3,5,7

2.6. Diagnosis

1. Gejala Klinis

BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat bangun tidur, ketika

berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing berputar yang lama

kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi kepala dengan

timbulnya perasaan pusing berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar timbul sangat

kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan berulang sifatnya

menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan.3,5,7

Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari.

Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat mengalami mual, muntah dan

keringat dingin. Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula,
namun arah nistagmus yang timbul adalah sebaliknya.Keluhan ini membuat pasien akan

memodifikasi atau membatasi gerakan untuk menghindari episode vertigo. 2-5,7

Dalam anamnesis selain menanyakan tentang gejala klinis, juga ditanyakan

mengenai faktor – faktor yang merupakan etiologi atau yang dapat mempengaruhi

keberhasilan terapi seperti stroke, hipertensi, diabetes, trauma kepala, migrain, dan riwayat

gangguan keseimbangan sebelumnya maupun riwayat gangguan saraf pusat.2

Anamnesis BBPV dikonfirmasi dengan melakukan manuver provokasi untuk

memastikan adanya keterlibatan kanalis semikularis. Sebelum melakukan provokasi haruslah

diinformasikan kepada pasien bahwa tindakan yang dilakukan bertujuan untuk

memprovokasi serangan vertigo.2

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan

memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari

kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau

perasat Sidelying.1

Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut : 1)

terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan; 2) nistagmus yang khas; 3) adanya masa

laten; 4) lamanya serangan terbatas; 5) arah nistagmus berubah bila posisi kepala

dikembalikan ke posisi awal; 6) adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus bila stimulus

diulang 3-5,7

2. Pemeriksaan fisik dan penunjang.

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara

memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari

kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau

Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada perasat tersebut posisi
kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment. Pada pasien BPPV parasat

Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo (perasaan pusing berputar) dan nistagmus.1-5,7,8

1. Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike

Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat Dix-Hallpike

secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix-Hallpike kanan pada bidang

kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang

posterior kiri. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja

pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan

kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-300 pada ujung meja

pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor

dilakukan selama ±1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini

dapat langsung dilanjutkan dengan canalith repositioning treatment (CRT). Bila tidak

ditemukan respon yang abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien

secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-

Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai

respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat dilanjutkan dengan

CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT,

pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali.1,4,5

2. Perasat Sidelying

Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan kepala pada

posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan pada bidang tegak lurus garis

horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri yang

menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri

pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.1,4,5
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja , kepala

ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien kembali ke

posisi duduk untuk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke

sisi kiri dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai timbul respon

abnormal. 1,4,5

RESPON ABNORMAL

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang,

nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien VPPJ setelah

provokasi ditemukan nistagmus yang timbul lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus

menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus

dapat terjadi lebih dari 1 menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan

dengan nistagmus. 1,4,5

Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat arah fase

cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke depan.

 Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior kanan

 Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior kiri

 Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis anterior kanan.

 Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis anterior kiri

Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada bidang yang

sesuai dengan kanal yang terlibat. 1,4,5

Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) tidak dapat memperlihatkan nistagmus jenis

rotatoar yang dapat ditemukan pada penderita BPPV. ENG berguna dalam deteksi adanya

nistagmus dan waktu timbulnya pada nistagmus jenis lain. Tes kalori akan menunjukkan hasil

yang normal. BPPV dapat dijumpai pada telinga yang tidak menunjukkan adanya respon

terhadap tes kalori. Hal ini disebabkan tes kalori menguji kanalis semisirkularis (KSS)
horizontal. KSS Horizontal dan posterior memiliki persarafan dan suplai pembuluh darah

yang berbeda. Dengan demikian BPPV yang timbul pada pasien yang tidak memberikan

respon pada tes kalori disebabkan oleh kanalit pada KSS posterior atau anterior.4,5,8

2.7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi

vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar pemilihan tata

laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami resolusi sendiri dalam waktu

mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya menyarankan observasi. Akan

tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap menderita vertigo. Akibatnya pasien

dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia sedang

beraktivitas.1,3,7

Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak menghilangkan vertigo.

Istilah “vestibulosuppresant” digunakan untuk obat-obatan yang dapat mengurangi timbulnya

nistagmus akibat ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada sebagian pasien pemberian obat-

obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun tidak menyelesaian masalahnya. Obat-

obat ini hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek

samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam dan

amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin adalah golongan

antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga dalam dan mempengaruhi

fungsi vestibuler melalui reseptor H3. 3,4,5

Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT (Canalith

repositioning Treatment ) , perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff. Reposisi kanalit

dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak invasif.

Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi

terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon


abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau

kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun

kepala pasien dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis

menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka gejala. Bila kanalis

posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai

pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan

pada posisi tersebut selama 1-2menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara

perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien

dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap kekiri dengan sudut

450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai . akhirnya pasien kembali keposisi

duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi dengan menahan

leher dan disarankan untuk tidak merunduk, berbaring, membungkukkan badan selama satu

hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.
1,4,5

Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis pada kanal

anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal posterior, CRT

kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu dimulai dengan kepala menggantung kiri

dan membalikan tubuh kekanan sebelum duduk. 2,4,5

Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk memindahkan

otolit ( debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari

jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior atau posterior. 1,4,5

Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat liberatory kanan

perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja

pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 45 0. pasien yang duduk dengan kepala

menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke
bahu kanan. Setelah 1 menit pasien digerakkan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk

ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 450 kekiri. Pertahankan penderita dalam

posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher

kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan

CRT. 1,4,5

Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama , namun kepala

diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri

harus dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri kemudian posisi sidelying

kanan) dengan kepala menghadap ke kanan. Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat

liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. 1,4,5

Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh pasien sendiri

tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi duduk dengan kepala

menoleh 450 , lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan. Posisi ini dipertahankan

selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu pasien

menolehkan kepalanya 450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan

selama 30 detik. Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali. 3 seri dalam sehari. 1,4,5

Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal dilakukan.

Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya komplikasi berupa

gangguan pendengaran dan kerusakan nervus fasialis. Tindakan yang dapat dilakukan berupa

oklusi kanalis semisirkularis posterior, pemotongan nervus vestibuler dan pemberian

aminoglikosida transtimpanik.3
DAFTAR PUSTAKA

1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2009 May 30th].
Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia kedokteran .html

2. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press; 2000. p.341-59

3. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.


Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2008. Hal. 104-9

4. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May
20th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview

5. Furman JM, Cass SP. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. NEJM [online] 2009 [cited
2009 May 30th]. Available from : http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf

6. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis
& treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill
Companies. 2004. p 761-5

7. Anonim. Si Penyebab Kepala Berputar. [online] 2009 [cited 2009 May 20th]. Available
from : http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/category_news.asp?IDCategory=23.
8. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E,
Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101

9. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso R, Editor :
Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC. 1997. h 39-45

10. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189

11. Balasubramanian. BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo). [online] 2009 [cited
2009 May 30th]. Available from :http://www.drtbalu.com/BPPV.html

12. Anonym. The Membranous Labyrinth Of The Vestibular. [online] 2009 [cited 2009 May
30th]. Available from : http://cache-media.britannica.com/eb-media/86/4086-004-
EA855487.gif

13. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May 20th].
Available from : http://www .dizziness-and-balance.com/bppv.htm

14. Bojrab DI, Bhansali SA, Battista RA. Peripheral Vestibular Disorders. In: Jackler RK &
Brackmann DE, Editor: Textbook of Neurotology. St. Louis, Missouri : Mosby. 1994. p 629-
33

15. Anonym. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 May 20th].
Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_paroxysmal_positional_vertigo

16. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit Menierre. Dalam
: KApita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001. Hal 93-94

Anda mungkin juga menyukai