SHANTI DEVI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kapasitas Kader dalam
Penyuluhan Keluarga Berencana di Kota Palembang adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Shanti Devi
NIM I351120111
RINGKASAN
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB
SHANTI DEVI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ninuk Purnaningsih, MSi
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan
pertolongan-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian adalah
“Kapasitas Kader dalam Penyuluhan Keluarga Berencana di Kota Palembang.”
Penyelesaian karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada komisi pembimbing
yaitu: Ibu Dr Ir Anna Fatchiya, MSi dan Bapak Prof Dr Djoko Susanto, SKM
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan sabar dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini. Rasa terima kasih juga ingin penulis sampaikan
kepada :
(1) Semua keluarga yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.
(2) Para Kepala UPTD Keluarga Berencana di Kota Palembang.
(3) Para penyuluh KB di Kota Palembang.
(4) Para enumerator yang telah membantu pengumpulan data.
(5) Semua responden/kader Keluarga Berencana di Kota Palembang yang telah
berkenan diwawancarai dalam pengumpulan data penelitian.
(6) Teman-teman mahasiswa S2 dan S3 PPN - SPs IPB, atas segala bantuan,
masukan dan semangatnya.
Shanti Devi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Program KB 3
Penyuluhan Keluarga Berencana 5
Kader KB 5
Konsep Kapasitas 7
Karakteristik Personal yang Berhubungan dengan Kapasitas 8
Faktor Eksternal yang Berhubungan dengan Kapasitas 12
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 15
METODE PENELITIAN 16
Lokasi dan Waktu Penelitian 16
Rancangan Penelitian 17
Populasi dan Sampel 17
Data dan Instrumentasi 17
Pengumpulan Data 22
Analisis Data 22
HASIL DAN PEMBAHASAN 23
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 23
Karakteristik Personal Kader KB 26
Faktor Eksternal Kader KB 30
Kapasitas Kader KB di Kota Palembang 36
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Kader KB 39
SIMPULAN DAN SARAN 43
DAFTAR PUSTAKA 44
DAFTAR TABEL
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kader KB
Konsep Kapasitas
Secara harfiah istilah kapasitas berasal dari istilah bahasa Inggris, capacity
yang memiliki makna: kemampuan, daya tampung yang ada. Penggunaan kata
kapasitas sering diidentikkan dengan istilah posisi kemampuan ataupun kekuatan
seseorang yang ditampilkan dalam bentuk tindakan.
Konsep kapasitas dalam pembangunan telah lama dikembangkan terutama
oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam
rangka membantu negara-negara berkembang dalam melaksanakan pembangunan.
Menurut OECD (1996), pengembangan kapasitas merupakan gambaran
kemampuan dari individu ataupun masyarakat untuk menghadapi permasalahan
mereka sebagai bagian dari usaha mereka untuk mencapai tujuan pembangunan
secara berkesinambungan. Alikodra (2004) berpendapat bahwa kapasitas individu
maupun masyarakat menyangkut kemampuan dan keterampilan dalam
memecahkan permasalahan yang dimiliki individu ataupun masyarakat tersebut
berdasarkan tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Makna kapasitas yang
dikembangkan oleh The Ontario Prevention Clearinghouse (2002) memberikan
definisi pengertian lebih luas yaitu: pengetahuan yang sebenarnya, keahlian,
partisipasi, kepemimpinan, dan sumberdaya yang oleh dibutuhkan individu,
organisasi, atau komunitas untuk secara aktif menangani masalah di tingkat
organisasi atau komunitas terebut .
Demikian juga pengertian kapasitas yang dikembangkan oleh Canadian
International Developmetn Agency(CIDA 2000): “capacity as the abilities, skills,
under-standings, attitudes, values, relationships, behaviors, motivations,
resources and conditions that enable individuals, organzations, network/sectors
and broader social system to carry out functions and achieve thier development
objectives over times“. Secara implisit pengertian tersebut memberikan makna
bahwa kapasitas merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu, organisasi
maupun masyarakat untuk memecahkan permasalahan yang dimiliki secara
efektif.
Lebih jauh Goodman (Brown et al. 2001), mengatakan bahwa kapasitas
diperlukan untuk membangun tingkat kesiapan yang dimiliki oleh individu,
organisasi maupun masyarakat sehingga dapat ditandai dengan suatu kemajuan
maupun kemunduran. Konsep kapasitas menurut Goodman (Brown et al. 2001)
memiliki makna kemampuan dalam melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan
(the ability to carry out stated objectives). Sejalan dengan pendapat Goodman
tersebut, Havelock (Sumardjo 1999) memberikan pengertian konsep kapasitas
adalah suatu kemampuan untuk mengerahkan dan mengivestasikan berbagai
sumber daya yang dimiliki.
Liou (2004) menyatakan bahwa kapasitas mengacu pada kinerja,
kemampuan, kapabilitas dan potensi kualitatif dari suatu objek atau seseorang.
Millen (2001) mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi
atau sistem untuk melakukan fungsi-fungsi yang tepat secara efektif, efisien, dan
berkelanjutan. Kapasitas berhubungan dengan kinerja yang ditargetkan dan
kesesuaian menjalankan fungsi dan tugas, yaitu pemberian kontribusi terhadap
pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
Govnet (Morgan 2006) menyatakan bahwa kapasitas adalah kemampuan
orang-orang, organisasi, dan masyarakat dalam mengelola segala urusan/usaha
secara optimal. Kaplan (Morgan 2006) mendefinisikan kapasitas adalah
kemampuan mengorganisir suatu pekerjaan/urusan secara ulet, sesuai
rencana/tujuan, dan dengan kekuatan/daya sendiri. Sejalan dengan hal tersebut,
United Nation Development Program (UNDP 1998) mendefinisikan kapasitas
adalah kemampuan individu, lembaga dan masyarakat untuk melaksanakan
fungsi-fungsi, menyelesaikan masalah-masalah, dan menyusun serta mencapai
tujuan secara berkelanjutan.
Memperhatikan uraian tersebut di atas, maka dapat dinyatakan bahwa
kapasitas adalah segala daya-daya kekuatan yang menghasilkan kemampuan, yang
dimiliki oleh individu, organisasi maupun masyarakat untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kapasitas dalam rencana penelitian ini adalah kemampuan
kader KB dalam menjalankan fungsi-fungsi kegiatannya (program KB),
kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan merencanakan kegiatan.
Tingkat Motivasi
Morgan et al., (1963) mengemukakan bahwa konsep motivasi tidak bisa
dilepaskan dari adanya motif (motive), dorongan (drive) dan kebutuhan (needs).
Tindakan yang bermotif dapat dikatakan sebagai tindakan yang didorong oleh
kebutuhan yang dirasakannya, sehingga tindakan tersebut tertuju ke arah suatu
tujuan yang diidamkan. Menurut Padmowihardjo (1994), motivasi merupakan
usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau
melakukan tindakan. Motivasi tersebut menggambarkan kecenderungan asli
manusia untuk menggerakkan, mendominasi dan menguasai lingkungan di
sekelilingnya.
Suparno (2000) mengemukakan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu
jika mengharapkan akan melihat hasil, memiliki nilai (value) atau manfaat.
Perasaan berhasil (the experience of success) akan menimbulkan motivasi
seseorang untuk mempelajari dan melakukan sesuatu. Motivasi dengan demikian
merupakan dorongan yang berasal dari dalam maupun luar diri seseorang untuk
melakukan tindakan dalam upaya mencapai suatu tujuan. Motivasi dalam rencana
penelitian ini adalah faktor-faktor yang mendorong seseorang (kader KB) untuk
melakukan kegiatan/program (program KB).
Tingkat Kekosmopolitan
Kekosmopolitan secara umum dapat diartikan sebagai keterbukaan
seseorang terhadap berbagai sumber informasi sehingga memiliki wawasan dan
pengetahuan yang luas. Sifat kekosmopolitan menurut Mardikanto (1993) adalah
tingkat hubungan seseorang dengan dunia luar di luar sistem sosialnya sendiri.
Kekosmopolitan seseorang dapat dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan
yang dilakukan. Bagi warga masyarakat yang lebih kosmopolit, adopsi inovasi
dapat berlangsung lebih cepat. Tetapi bagi yang localite (tertutup, terkungkung di
dalam sistem sosialnya sendiri), proses adopsi inovasi akan berlangsung sangat
lambat karena tidak adanya keinginan-keinginan baru untuk hidup lebih baik
seperti yang telah dapat dinikmati oleh orang-orang lain di luar sistem sosialnya
sendiri.
Menurut Mosher (1978), keterbukaan seseorang berhubungan dengan
penerimaan perubahan-perubahan seseorang untuk meningkatkan usaha mereka.
Hanafi (1986) mengutip pendapat Rogers mengemukakan bahwa kekosmopolitan
individu dicirikan dengan sejumlah atribut yang membedakan mereka dari orang
lain di dalam komunitasnya, yaitu: (1) individu tersebut memiliki status sosial, (2)
partisipasi sosial lebih tinggi, (3) lebih banyak berhubungan dengan pihak luar,
(4) lebih banyak menggunakan media massa, dan (5) memiliki lebih banyak
hubungan dengan orang lain maupun lembaga yang berada di luar komunitasnya.
Menurut Rogers, salah satu ciri kosmopolit adalah memiliki intensitas hubungan
atau kontak yang lebih tinggi dengan pihak di luar komunitasnya. Hanafi (1986)
menyatakan bahwa kosmopolit memiliki hubungan dengan pihak – pihak maju
atau pihak-pihak lain yang berada di luar komunitasnya.
Salah satu penyebab terjadinya perubahan sosial menurut Soekanto (2006)
adalah adanya kontak dengan budaya lain. Bila pendapat Soekanto tersebut
diterjemahkan pada konteks individu, dapat dimaknai bahwa perubahan perilaku
seseorang dapat diakibatkan oleh adanya kontak dengan pihak di luar komunitas.
Lebih lanjut Soekanto menyebutkan bahwa pertemuan individu dari satu
masyarakat dengan individu dari masyarakat lainnya memungkinkan terjadinya
difusi. Penelitian Agussabti (2002) menunjukkan bahwa perilaku seseorang dalam
mengelola usaha kegiatannya berhubungan dengan frekuensi dukungan sesama.
Semakin intensif mereka berdukungan, maka semakin banyak mendapat informasi
baru untuk mengembangkan usaha kegiatannya. Kekosmopolitan dalam penelitian
ini adalah tingkat hubungan kader KB dengan dunia luar di luar sistem sosialnya
sendiri dan dicirikan oleh frekuensi ke luar sistem sosial yang dilakukan kader
KB.
Menurut Rakhmat (2001) faktor eksternal adalah ciri – ciri yang menekan
seseorang yang berasal dari luar dirinya, yang merupakan faktor yang penting
dalam rangka mengetahui upaya seseorang untuk melakukan usaha. Penelitian
Fatchiya (2010) menyimpulkan bahwa dukungan penyuluh dalam meningkatkan
kapasitas tidak bisa dilepaskan dari filosofi penyuluhan itu sendiri, yaitu
membantu individu untuk mampu menolong dirinya sendiri dalam menyelesaikan
masalah lingkungannya. Penelitian Farid (2008) menyimpulkan bahwa
akses/dukungan informasi, etos kerja, dan keaktifan dalam kelompok terbukti
secara nyata berhungan dengan kapasitas sumber daya seseorang. Menurut
Haryani (2004), keaktifan seseorang untuk berhubungan dengan lingkungan untuk
mencari informasi merupakan sifat positif dalam pengembangan kapasitas
seseorang. Penelitian Subagio, dkk (2008) menyimpulkan bahwa akses/dukungan
informasi berhungan dengan kapasitas. Dalam penelitian ini, karakteristik
eksternal kader KB dibatasi pada dukungan keluarga, dukungan penyuluh,
dukungan tokoh masyarakat, dukungan informasi dan dukungan kebijakan
pemerintah daerah.
Dukungan Keluarga
Keluarga dalam suatu sistem sosial adalah subsistem terkecil yang sangat
berpengaruh pada perkembangan anak manusia selanjutnya. Pada awal kehidupan
manusia, agen sosial seorang anak adalah orang tua dan saudara kandungnya.
Suatu masyarakat yang mengenal sistem keluarga luas (extended family), agen
sosialisasi lebih banyak lagi seperti nenek, kakek, paman, bibi, dan lain-lain
(Maruis 2007). Di dalam dan melalui kelurgalah seseorang anak manusia mulai
belajar bagaimana ia hidup. Kebiasaan – kebiasaan belajar, norma, kelakuan
dalam rumah tangga akan menentukan perilaku selanjutnya.
Fenomena proses belajar yang berawal dari keluarga yang juga menjadi
fenomena proses belajar seorang kader KB. Keluarga adalah tempat awal semua
tata nilai disosialisasikan dan kemudian diteruskan disekolah, lingkungan
bermain, lingkungan sosial masyarakat secara umum. Perilaku displin, jujur,
keingintahuan, suka belajar, dan mencari hal – hal baru berawal dari didikan
keluarga. Keluarga adalah “sekolah” pertama bagi seorang anak manusia. Situasi,
kondisi, norma yang berlaku dalam keluarga, perilaku rumah tangga akan
memengaruhi perilaku seseorang. Dukungan awal keluarga terhadap keseluruhan
perilaku orang termasuk kader KB menentukan perilaku dan sikapnya. Motivasi
untuk maju dan suka bekerja keras, hidup yang disiplin dan kemauan untuk
belajar tidak muncul begitu saja. Semua perilaku itu berada dalam suatu proses
yang bermula dari kehidupan keluarga. Dalam penelitian ini, dukungan keluarga
merupakan keseluruhan sikap dan penghargaan anggota keluarga terhadap profesi
kader KB yang memungkinkan kader KB secara leluasa meningkatkan
kapasitasnya.
Dukungan Penyuluh
Wiraatmadja (1990) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan penyuluhan,
seorang penyuluh harus mengadakan hubungan, hubungan tersebut pada akhirnya
dapat menimbulkan komunikasi. Dukungan dengan penyuluh KB merupakan
hubungan yang kemudian terjalin komunikasi untuk saling bertukar informasi
antara kader KB dan penyuluh KB. Dalam penelitian ini dukungan dengan
penyuluh KB dalam meningkatkan kapasitas kader KB diukur dari tingkat kualitas
dan kuantitas hubungan kader KB dengan penyuluh KB dalam hal mendapatkan
informasi/teknologi dan wawasan tentang KB.
Dukungan informasi
Informasi diartikan sebagai penerangan; pemberitaan. Menurut Wiryanto
(2004) informasi adalah proses intelektual seseorang. Proses intelektual adalah
mengolah/memproses stimulus, yang masuk ke dalam dalam diri individu melalui
panca indera, kemudian diteruskan ke otak/pusat syaraf untuk diolah/diproses
dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki. Setelah
mengalami pemrosesan, stimulus itu dapat dimengerti sebagai informasi.
Menurut Slamet (2003) informasi adalah bahan mentah untuk menjadi
pengetahuan, dan pengetahuan itu sangat diperlukan untuk bisa mempertahankan
hidupnya. Informasi juga dapat diartikan sebagai suatu hal yang member
pengetahuan. Informasi dapat berbentuk benda fisik, warna, suhu, kelakuan dan
lain – lain (Soemarwoto 1989).
Dukungan informasi adalah ketersediaan informasi yang terkait dengan
kegiatan penyuluhan KB yang diperlukan kader KB sebagai ujung tombak dari
program KB dimasyarakat, untuk menekan tingginya laju perkembangan jumlah
penduduk. Dalam penelitian ini dukungan informasi diukur berdasarkan tingkat
kemudahan mengakses informasi tentang KB melalui berbagai media dan instansi,
serta tingkat kesesuaiannya dengan kebutuhan.
Kerangka Berpikir
Hipotesis Penelitian
METODE PENELITIAN
Data
Penelitian ini mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer
yang dikumpulkan adalah data karakteristik personal kader KB yaitu umur,
tingkat pendidikan normal, tingkat pengalaman, tingkat motivasi, pelatihan yang
diikuti, dan tingkat kekosmopolitan; data faktor eksternal kader KB meliputi
dukungan keluarga, dukungan penyuluh, dukungan tokoh masyarakat, dukungan
informasi dan dukungan kebijakan pemerintah daerah; serta data kapasitas kader
KB. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data jumlah penduduk, jumlah kader
KB, jumlah penyuluh, jumlah peserta KB, jumlah PUS (pasangan usia subur), dan
kondisi umum wilayah penelitian. Data sekunder didapatkan dari Kantor BKKBN
(Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) kota Palembang,
Kantor Camat, Kantor Lurah, dan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) KB di
setiap kecamatan.
Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kesahihan suatu
instrumen. Instrumen yang sahih atau valid, berarti memiliki validitas tinggi,
demikian pula sebaliknya. Sebuah instrumen dikatakan sahih, apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan atau mengungkapkan data dari peubah yang
diteliti secara tepat (Hasan 2002).
Penelitian ini menggunakan teknik validitas konstruk (construct validity),
dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) penyesuaian daftar pertanyaan
dengan esensi kerangka konsep yang diperoleh dalam kajian pustaka, terutama
yang berfokus pada peubah dan indikator-indikator yang diteliti; (2) konsultasi
dengan dosen pembimbing dan pihak lain yang dianggap memiliki kompetensi
tentang materi alat ukur.
Uji Reliabilitas
Menurut Ancok (1989) reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat
ukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran
yang diperoleh relatif konsisten, maka alat ukur tersebut reliabel.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji coba instrumen dilakukan
pada 15 kader KB di kota Palembang di luar responden, yang mempunyai
karakteristik yang sama dengan responden. Hasil uji reliabilitas instrumen
menunjukkan bahwa nilai α yang diperoleh sebesar 0,791. Menurut Malhotra
(1996), instrumen dianggap sudah cukup reliable jika α ≥ 0,6. Hasil uji reliabilitas
menunjukkan bahwa nilai α sama dengan 0,791; berarti instrumen reliabel (dapat
dipercaya).
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan mendatangi dan melakukan wawancara terhadap
responden dengan berpedoman pada kuesioner yang kemudian diklarifikasi
dengan wawancara mendalam dan wawancara bebas. Pengumpulan data dibantu
oleh enumerator yang sebelumnya diberikan pembekalan.
Selain melakukan Tanya jawab dengan responden, juga dilakukan
wawancara dengan pihak – pihak lain yang berhubungan dengan penelitian,
seperti : penyuluh KB, Kepala UPTD, lurah, dan staf kantor BKKBN kota
Palembang.
Analisis Data
Data yang telah terkumpul diolah melalui tahapan editing, koding, dan
tabulasi dengan interval yang dihasilkan pada masing-masing hasil pengukuran.
Data yang diperoleh, diolah dan analisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis
kuantitatif dengan menggunakan statistik meliputi: analisis statistik deskriptif
untuk mendeskripsikan kondisi peubah. Pengujian hipotesis menggunakan
analisis Uji Korelasi Rank Spearrman pada α = 0,05 atau α = 0,01 (Siegel 1992)
dan untuk memudahkan pengolahan data digunakan program statistik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kota Palembang terletak antara 2o52’ Lintang Selatan (LS) sampai 3o5’ LS
dan 104o37’ sampai 104o52’ Bujur Timur (BT) dengan ketinggian rata-rata 8
meter dari permukaan laut. Kota Palembang terdiri atas 16 kecamatan dan 107
kelurahan; luas wilayah Kota Palembang adalah 400,61 km2 atau 40.061 Ha.
Batas-batas wilayah adalah: sebelah utara, sebelah timur dan sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin, sebelah selatan dengan Kabupaten
Muara Enim dan Kabupaten Ogan Ilir. Luas wilayah menurut kecamatan disajikan
pada Tabel 5.
Tingkat Pengalaman
Sesuatu yang telah dialami seseorang akan ikut membentuk dan
memengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. Pengalaman dalam
melakukan penyuluhan KB memiliki peranan yang sangat penting bagi kader
dalam mengembangkan kegiatan penyuluhan sehingga mampu menerapkan
metode dan teknik penyuluhan yang tepat.
Sebagian besar kader KB memiliki pengalaman pada tingkat sedang (6-10
tahun), dengan variasi antara 1 hingga 15 tahun. Kader KB menjalankan aktivitas
penyuluhan KB sebagai kerja sampingan. Pada tahap awal, kader KB yang baru
direkrut, melakukan penyuluhan dengan didampingi oleh penyuluh KB atau kader
senior. Melalui proses tersebut, kader KB mendapatkan pengalaman tentang
pengetahuan/materi dan keterampilan perihal metode serta teknik penyuluhan.
Pengalaman kerja yang dimiliki oleh seorang kader KB dapat berhubungan
dengan kemampuan dalam menjalankan aktivitasnya, karena selama masa
menggeluti pekerjaannya orang tersebut akan mengalami proses belajar termasuk
memperoleh pelajaran cara mengatasi permasalahan yang dihadapi. Havelock
(1969) menyatakan, pengalaman seseorang memengaruhi kecenderungannya
untuk memerlukan dan siap menerima pengetahuan baru.
Sebagaimana kegiatan penyuluhan pada umumnya, kegiatan penyuluhan KB
menjadikan masyarakat sebagai subjek sasaran. Kondisi sosial dan budaya
masyarakat dengan latar belakang yang beraneka ragam, menghendaki kader KB
yang memiliki kapasitas dalam menghadapi hal tersebut. van den Ban dan
Hawkins (1999) menyebutkan bahwa seseorang yang melakukan penyuluhan
harus memperhatikan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat kliennya.
Tiga puluh dua persen kader KB merupakan tokoh masyarakat. Pengalaman
sebagai tokoh masyarakat, meng-handle kegiatan kemasyarakatan dan
mengkoordinir masyarakat ikut membantu dalam kelancaran pelaksanaan
penyuluhan KB. Hal ini dapat menjadi faktor pendukung dalam pengembangan
kapasitas kader KB.
Tingkat Motivasi
Motivasi kader KB di Kota Palembang pada tingkat sedang. Kebutuhan
untuk bersosialisasi dengan masyarakat dan menambah pergaulan merupakan
alasan terbesar yang mendasari responden menjadi kader KB, artinya ada tujuan
yang akan dicapai yang memberi dorongan lebih untuk menjadi kader. Hal ini
sejalan dengan pendapat McClelland (Barbutto et al. 2004) dan Bird (1989),
bahwa motivasi terkait dengan kebutuhan seseorang. Seseorang memiliki motif
atau dorongan menjadi kader KB karena ada kebutuhan yang harus dipenuhi.
Dorongan tersebut bisa disebabkan adanya faktor dari luar kader KB maupun
faktor internal atau keyakinan dan kepuasan internalnya; artinya ada tujuan yang
akan dicapai yang memberi dorongan lebih kepada kader untuk melakukan
kegiatan penyuluhan.
Sejumlah besar (91 persen) responden menjadi kader KB, karena diminta
oleh penyuluh KB. Seleksi pemilihan kader dilakukan secara informal,
berdasarkan rekomendasi aparat kelurahan. Kader KB yang dipilih, biasanya
anggota masyarakat yang juga aktif dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan,
sehingga 42 % kader KB juga berperan sebagai kader Posyandu.
Tabel 10 Jumlah dan persentase responden per kategori berdasarkan
indikator motivasi
Indikator Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
Alasan menjadi Rendah 6 6
kader KB Sedang 90 90
Tinggi 4 4
Penyebab terpilih Rendah 6 6
menjadi kader KB Sedang 91 91
Tinggi 3 3
Hasil kerja Rendah 0 0
penyebab Sedang 0 0
termotivasi Tinggi 100 100
Keterangan: n = 100 kader KB
Tingkat Kekosmopolitan
Kekosmopolitan yang diukur dalam penelitian adalah frekuensi kader KB
melakukan kunjungan ke luar dari sistem sosial. Kader KB melakukan kunjungan
ke luar sistem sosial jika ada urusan keluarga, rekreasi dengan keluarga ataupun
untuk tujuan silaturrahmi dengan keluarga di luar kota. Adanya hubungan dengan
luar sistem sosial, membuka kesempatan untuk berhubungan dengan orang lain
dan sumber informasi sehingga menambah wawasan baru. Slamet (2003)
menyatakan bahwa dengan mengadakan hubungan dengan dunia luar membuka
peluang untuk mendapatkan informasi-informasi baru ataupun pengenalan
terhadap suatu inovasi baru.
Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap dan penghargaan anggota keluarga
terhadap profesi serta pekerjaan sebagai kader KB. Dukungan keluarga
merupakan faktor penting dalam sukses dan lancarnya suatu aktivitas atau
pekerjaan. Melalui dukungan keluarga, seseorang bisa mendapatkan bantuan
materil ataupun moril.
Tabel 12 Deskripsi faktor eksternal kader KB
No Faktor Eksternal (X2) Kategori Persen (%)
Rendah 90
1 Dukungan Keluarga Sedang 6
Tinggi 4
Rendah
2 Dukungan Penyuluh Sedang 10
Tinggi
59
31
Rendah 73
3 Dukungan Tokoh Masyarakat Sedang 4
Tinggi 23
Rendah 74
4 Dukungan Informasi Sedang 13
Tinggi 13
Rendah 68
5 Dukungan Kebijakan Pemerintah Daerah Sedang 28
Tinggi 4
Keterangan: n = 100 kader KB
Bantuan Rendah 90 90
suami/keluarga Sedang 6 6
dalam mencari Tinggi 4 4
cara-cara baru
Keterangan: n = 100 kader KB
Dukungan Penyuluh
Dukungan penyuluh diindikasikan dari intensitas penyuluh memberikan
informasi kepada kader KB terkait dengan program KB serta bantuan penyuluh
terhadap kader KB dalam kegiatan penyuluhan program KB. Setiap kelurahan
rata-rata terdapat satu orang penyuluh dan setiap Rukun Tetangga (RT) rata-rata
terdapat satu orang kader KB. Dukungan penyuluh terhadap kader KB di Kota
Palembang termasuk kategori sedang.
Penyuluh merupakan nara sumber utama bagi kader KB. Melalui interaksi
dengan penyuluh, kader KB memperoleh pengetahuan/materi dan wawasan
tentang program KB; serta cara/teknik dan metode penyuluhan sehingga dapat
diterapkan dalam kegiatan penyuluhan KB. Penyuluh merupakan pihak yang
sering dihubungi dan dimintakan bantuan oleh kader KB, jika mengalami
kesulitan serta masalah dalam kegiatan penyuluhan KB. Namun penyuluh kurang
optimal mendorong kader KB untuk mencari cara-cara baru (inovasi) dalam
mengupayakan penambahan jumlah akseptor KB serta belum optimal mendorong
kader KB untuk mencari informasi dari berbagai sumber informasi tentang
program penyuluhan KB.
Dukungan Informasi
Dukungan informasi diindikasikan dari tingkat kemudahan kader KB dalam
mengakses berita, pesan, dan pengetahuan tentang penyuluhan KB melalui
berbagai media dan instansi. Ketersediaan informasi memengaruhi kader KB
dalam melaksanakan fungsinya. Dukungan informasi bagi kader KB di Kota
Palembang masih rendah.
Tingkat penguasaan yang rendah terhadap internet, menyebabkan
kurangnya akses kader KB terhadap website tentang program KB. Pernah
dilakukan pelatihan tentang internet, namun belum menjadikan sejumlah besar
kader KB terampil mengakses internet. Akses kader KB ke Kantor Dinas Kota
dan Provinsi juga terbatas, sehingga informasi yang didapatkan kader KB dari
instansi tersebut juga terbatas. Pada umumnya, kader KB mendapatkan informasi
(materi) tentang KB melalui penyuluh dan sedikit akses melalui buku
pedoman/panduan KB, karena keterbatasan jumlah buku panduan.
Tingkat kesesuaian informasi dengan kebutuhan kader KB, pada kategori
rendah. Kader KB menyebutkan bahwa website tentang program KB jarang di-
update, sehingga informasi yang disajikan tidak mutakhir. Kader KB
membutuhkan informasi yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan
dalam memengaruhi seluruh lapisan masyarakat supaya ikut program KB dan hal
tersebut sangat sedikit didapatkan melalui sumber informasi media cetak,
elektronik, maupun dari instansi KB.
Kesesuain Rendah 79 79
informai dengan Sedang 10 10
kebutuhan melalui Tinggi 11 11
media cetak
Kesesuaian Rendah 93 93
informai dengan Sedang 2 2
kebutuhan melalui Tinggi 5 5
media elektronik
Kesesuaian Rendah 80 80
informasi dengan Sedang 15 15
kebutuhan melalui Tinggi 5 5
instansi KB
Keterangan: n = 100 kader KB
Tingkat Pengalaman
Tingkat pengalaman kader KB berhubungan positif sangat nyata dengan
kapasitas kader KB dalam melakukan penyuluhan KB di Kota Palembang.
Artinya semakin lama pengalaman sebagai kader KB maka semakin tinggi tingkat
kapasitas kader KB dalam melakukan penyuluhan program KB. Temuan ini
sejalan dengan temuan Fatchiya (2010) yang menyatakan bahwa pengalaman
berpengaruh terhadap kapasitas. Sumber daya yang berkualitas adalah kapasitas
diri kader KB yang berkualitas sebagai faktor penting untuk menyukseskan
program KB.
Lima puluh persen kader KB mempunyai pengalaman selama 6-10 tahun
dan rata-rata kader KB punya pengalaman selama tujuh tahun. Semakin lama
kader KB melakukan kegiatan penyuluhan KB, memungkinkan kader KB lebih
lama mengalami proses belajar, mendapatkan lebih banyak informasi, lebih
banyak mengalami tempaan dalam kegiatan penyuluhan program KB. Hal ini
menjadikan kader KB lebih terampil, lebih memahami fungsinya, sehingga lebih
mampu melayani kebutuhan–kebutuhan klien. Bird (1989) menyebutkan
pengalaman seseorang menentukan perkembangan keterampilan, kemampuan,
dan kompetensi yang penting. Pengalaman kerja tidak hanya pengetahuan tetapi
juga kegiatan praktek langsung dalam bidangnya.
Tabel 23 Nilai koefisien korelasi antara indikator pelatihan yang diikuti dengan
kapasitas kader KB
Indikator pelatihan Koefisien korelasi
(dengan kapasitas)
Jumlah pelatihan yang diikuti 0,634**
Kesesuain materi pelatihan dengan
kebutuhan 0,029
Manfaat pelatihan 0,116
Keterangan: n = 100 kader KB
Dukungan Penyuluh
Dukungan penyuluh berhubungan positif sangat nyata dengan tingkat
kapasitas kader KB dalam melakukan penyuluhan program KB. Artinya dukungan
penyuluh punya peran yang sangat penting dalam mengembangkan kapasitas
kader KB.
Hasil penelitian membuktikan pertemuan dengan penyuluh, berhubungan
sangat nyata dengan tingkat kapasitas kader KB (Tabel 24). Hal ini dikarenakan
pada setiap pertemuan, penyuluh berupaya memberikan informasi yang berkaitan
dengan kegiatan penyuluhan program KB dan terjadi saling tukar informasi antara
kader KB dan penyuluh. Melalui interaksi dengan penyuluh maka kader KB
berpeluang mengkonsultasikan permasalahan dan mendiskusikan kondisi riil di
lapangan kepada penyuluh, yang pada akhirnya dapat menjadi bekal bagi kader
KB dalam melakukan kegitan penyuluhan program KB. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Malta (2011) yang menyatakan bahwa interaksi dengan
penyuluh memengaruhi tingkat kemampuan mitra penyuluh.
Fakta yang terjadi pada kader KB di Kota Palembang, dukungan penyuluh
terhadap kader KB belum optimal dan pada kategori sedang (Tabel 12), dengan
beberapa aspek yang masih rendah (Tabel 14). Kondisi ini menjadikan kapasitas
kader KB rendah, karena faktor yang berperan penting dalam mengembangkan
kapasitas kader KB, yaitu dukungan penyuluh, masih rendah.
Namun hasil uji statistik membuktikan bahwa peran dukungan penyuluh
sangat nyata dalam mengembangkan kapasitas kader KB, maka upaya untuk
meningkatkan kapasitas kader KB dapat dilakukan dengan lebih intensifnya
interaksi penyuluh dengan kader KB melalui pertemuan-pertemuan yang sesuai
dengan kebutuhan dan pengembangan fungsi kader KB.
Simpulan
Saran
RIWAYAT HIDUP