Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013

Perbedaan Status Gizi Anak SD Kelas IV Dan V Di SD Unggulan


(06 Pagi Makasar) Dan SD Non Unggulan (09 Pagi Pinang Ranti) Kecamatan Makasar
Jakarta Timur Tahun 2012
Ira Yudesti1, Nanang Prayitno1
1
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKes MH. Thamrin
Alamat korespondensi:
Prodi MPRS STIKes MH. Thamrin, Jln. Raya Pondok Gede No. 23-25 Kramat Jati Jakarta Timur 13550
Telp: 021 80855119 ext 102

ABSTRAK

Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan
kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran strategi dalam perbaikan gizi masyarakat dan merupakan
generasi penerus tumpuan bangsa sehingga perlu disiapkan dengan baik kualitasnya. Penurunan angka prevalensi kurang
gizi pada tahun 2007 hingga 2010 hanya xx persen (18,4 persen menjadi 17,9 persen). Pada umumnya siswa yang sekolah
di sekolah unggulan orang tuanya berpenghasilan besar. Dengan berpenghasilan yang besar memungkinkan untuk membeli
bahan makanan yang bergizi, dengan demikian diharapkan status gizi anak sekolah unggulan lebih baik dari pada
sekolah non unggulan. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui perbedaan status gizi anak sekolah dasar unggulan dan
non unggulan dengan menggunakan metode cross-sectional. Sampel penelitian ini adalah siswa/i kelas IV dan V SD
06 Pagi Makasar dan SD 09 Pagi Piang Ranti Kecamatan Makasar pada bulan Desember 2012. Hasil penelitian
menunjukan tidak ada perbedaan secara statistik (P >0.05) yaitu status gizi (IMT/U), berat badan, tinggi b adan,
pengetahuan sarapan pagi serta kebiasaan sarapan pagi. Dapat disimpulkan bahwa status gizi anak SD yang bersekolah di
sekolah unggulan dan yang non unggulan tidakmemiliki perbedaan bermakna.

Kata kunci: Status Gizi, Anak SD, Jakarta Timur


Pendahuluan Berdasarkan penelitian, di provinsi Jawa Tengah
Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia prevalensi status gizi umur 6-12 tahun (TB/U) adalah
dimasa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. 14,9% termasuk kategori sangat pendek,19.2% termasuk
Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak kategori pendek dan 65,95 termasuk kategori normal.
merupakan salah satu upaya yang penting bagi kelangsungan Menurut jenis kelamin, prevalensi kependekan pada
hidup suatu bangsa. Kualitas hidup anak dapat dilihat anak laki-laki lebih tinggi yaitu 36,5% dari pada anak
kesehatannya melalui keadaan status gizi yang baik dan perempuan yaitu34,5%. Sedangkan menurut tempat
merupakan salah satu indikator pembangunan. Status gizi tinggal, prevalensi anak kependekan di daerah perkotaan
anak merupakan satu dari delapan tujuan yang akan dicapai sebesar 29,3% lebih rendah pada anak perdesaan yaitu
dalam Millenium Development Goals (MDGs) 41,5%. Prevalensi kependekan terlihat semakin rendah
2015 yang di adopsi dari PBB Tahun 2000 (Todaro,2005). dengan meningkatnya pendidikan kepala rumah tangga.
Indikator pertumbuhan dapat dilihat dari berat badan Pada pendidikan rendah (SD dan tidak pernah sekolah)
menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi bandan prevalensi kependekan lebih tinggi di bandingkan dengan
(BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U) sebagai prevalensi kependekan pada kepala rumah tangga yang
alat untuk penilaian status gizi anak serta indeks massa berpendidikan SLTP ke atas. Prevalensi kependekan
tubuh (IMT/U). Indikator status gizi dapat menyebabkan terlihat paling rendah pada rumah tangga dengan kepala
keadaan kekurangan gizi pada anak yaitu berat badan rumah tangga yang sekolah yaitu sebesar 48,0%.
kurang (underweight), Pendek (stuning). Dan kurus Prevalensi kependekan terlihat semakin menurun dengan
(Wasting) (WHO, 2005). meningkatnya status ekonomi rumah tangga. Prevalensi
Anggaran untuk perbaikan gizi masyarakat terus tertinggi (45,6%) terlihat pada keadaan ekonomi rumah
meningkat sejak tahun 2007-2010. Namun, di sisi lain, tangga yang terendah dan prevelensi terendah 21,7% pada
angka prevalensi penurunan gizi berkurang hanya sedikit keadaan ekonomi rumah tangga yang tinggi. (Riskesdas
yakni dari 18,4 % pada 2007 menjadi 17,9% pada 2010 yang 2010).
berarti 3,7 juta anak SD yang kurang gizi (Riskesdas, Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen
2007-2010). penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman
Riskesdas 2010 juga mencatat, 35,7 % anak Indonesia dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan
tergolong pendek akibat masalah gizi kronis. Estimasinya sasaran strategi dalam perbaikan gizi masyarakat dan
ada 7,3 juta anak Indonesia yang jadi pendek. merupakan generasi penerus tumpuan bangsa sehingga perlu
(Riskesdas,2007-2010) disiapkan dengan baik kualitasnya.(Depkes RI, 2001).

1
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013

Sekolah yang dikatakan baik kualitasnya disebut unggulan. Pengambilan sempel dilakukan dengan cara
sekolah berstandar nasional atau disebut sekolah unggulan. Multi Stage Random Sampling. Dari perhitungan sempel
Sekolah unggulan adalah Sekolah dengan fasilitas yang berdasarkan perhitungan dengan rumus sampel diperoleh
serba mewah, ditunjang dengan biaya yang sangat tinggi. jumlah minimal sampel adalah 135 siswa. Diambil 48
Pada umumnya siswa yang sekolah di sekolah unggulan siswa SD Unggulan dan 87 siswa SD Non unggulan (SDN
orang tuanya berpenghasilan besar. Dengan berpenghasilan 09 Pagi Pinang Ranti). Sebelum melakukan pengumpulan
yang besar memungkinkan untuk membeli bahan makanan data primer, peneliti melakukan uji coba kuisioner. Tujuan
yang bergizi, dengan demikian diharapkan status gizi anak dari uji coba kuisioner untuk melihat validitas dan
sekolah unggulan lebih baik dari pada sekolah non unggulan. reliabilitas pertanyaan yang ada di dalam kuesioner.
Beberapa hasil penelitian mengungkapkan, bahwa pada Gambaran teknis pengumpulan data dengan cara
masyarakat dengan income yang rendah menunjukan angka dikumpulkan melalui data primer dengan bantuan
kesakitan yang lebih tinggi dari pada masyarakat yang instrumen (kuesioner). Data antropometri di kumpulkan
incomenya tinggi. selain itu, angka kematian bayi juga dengan cara pengukuran tinggi badan dan berat badan.
lebih tinggi pada masyarakat yang income rendah dari pada Pengumpulan data dilakukan oleh 2 orang yaitu 1(satu)
masyarakat yang mempunyai penghasilan tinggi. orang melakukan pengukuran tinggi badan dan 1 (satu)
Disampinng itu juga masalah kekurangan gizi juga lebih orang melakukan pencatatan.Tanggal pelaksanaan 10
tinggi pada masyarakat yang income rendah dari pada Desember-11 Desember 2012 dan kuesioner langsung
masyarakat yang mempunyai incomenya tinggi. Biasanya dibagikan dan diisikan oleh siswa/i kelas IV dan V SDN
masyarakat yang berpenghasilan rendah cenderung bekerja 06 Pagi Makasar dan SDN 09 Pagi Pinang Ranti
serabutan bahkan sampai ada yang menjual diri untuk kecamatan makasar Jakarta Timur Dengan melakukan
mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. (Depdikbud, sistem acak sampling sederhana menggunakan daftar hadir
FKM UI, 1984 Pendidikan Kesehatan Masyarakat). perkelasnya. Kemudian menjelaskan maksud dan tujuan isi
Kekurangan gizi yang banyak ditemukan pada anak kuesioner tersebut. Pengolahan data meliputi editing,
sekolah dasar adalah kekurangan protein dan masalah gizi coding, entry data, cleaning dan analisis data dilakukan
kurang belum dapat di atasi.terutama di sekolah dasar pada dengan menggunakan software statistic SPSS for window
daerah miskin dan tertinggal. Dari laporan-laporan di atas versi 17.0 dan uji statistik menggunakan uji T-test.
diketahui bahwa di berbagai propinsi di Indonesia masih
dijumpai masalah gizi kurang pada anak sekolah dasar. Hasil Penelitian
Untuk meningkatkan status gizi anak sekolah ditemui Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui
beberapa permasalahan sebagai berikut, Belum adanya hubungan antara variabel dependen dan variabel
informasi tentang status gizi anak sekolah dasar, Belum independen apakah ada perbedaan yang signifikan antara
adanya informasi tentang kebiasaan makanan dan jajan dua atau lebih kelompok (sampel). Selain itu juga analisis
anak sekolah dasar, Belum adanya informasi tentang bivariat digunakan untuk mengukur keeratan hubungan
karakteristik orang tua dari murid, Masalah status gizi anak diantara hasil-hasil pengamatan dari populasi yang
SD unggulan dan SD non unggulan. memiliki dua varian (bivariat). Jenis variabel yang
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dipelajari digunakan adalah numerik dan kategorik, sehingga uji
perbedaan status giz, berat badan, tinggi badan, yang digunakan dalam analisis bivariat adalah uji T-test.
pengetahuan kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan sarapan Derajat kepercayaan untuk uji T-test adalah 95% dengan
pagi, penghasilan orang tua, pendidikan orang tua dan alfa (⍺ = 0,05), jika p-value lebih kecil dari 0,05 (p<0,05)
pekerjaan orang tua dengan status gizi menurut IMT/U maka analisis tersebut mempunyai ada perbedaan yang
anak sekolah dasar. Berkaitan dengan ini penulis signifikan demikian juga sebaliknya.
merencanakan penelitian dengan menganalisis data primer
sebagai bahan penelitian.Tujuan peneliti ini untuk Tabel 1. Hasil Analisis
mengetahui perbedaan status gizi anak sekolah dasar Variabel Sekolah Sekolah Non p*
unggulan (SDN 06 Pagi Makasar) dan non unggulan (SDN Unggulan Unggulan
09 Pagi Pinang Ranti) di Jakarta Timur 2012.
n mean n mean
Metode Penelitian IMT 48 17,15 87 17,06 0.889
Penelitian ini menggunakan disain penelitian cross-
sectional dan bersifat deskriptif analitik. Penelitian ini Berat Badan 48 33,42 87 35,52 0,536
dilakukan di dua SD yang ada di wilayah Kecamatan Tinggi Badan 48 138,73 87 137,20 0,195
Makasar dan dilakukan pada bulan Desember 2012.
Pengetahuan 48 22,69 87 22,46 0,35
Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas IV
dan V SDN 06 Pagi Makasar dan siswa-siswi kelas IV dan Sarapan Pagi
V SDN 09 Pagi Pinang Ranti. SDN 06 Pagi Makasar Kebiasaan 48 7.83 87 8,30 0,17
Mewakili populasi sekolah dengan latar belakang sekolah
Sarapan Pagi
unggulan, sedangkan SDN 09 Pagi Pinang Ranti mewakili
populasi sekolah dengan latar belakang sekolah non *uji independent t-test

2
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013

Pembahasan masa pertumbuhan yang pesat sehingga tingkat status gizi


Analisis bivariat melihat adanya perbedaan antara variabel anak dapat berubah- ubah apabila orang tua tidak
independen yang terdiri dari status gizi (IMT/U),tinggi memperhatikan status gizi anaknya dan dapat berdampak
badan, berat badan, pengetahuan sarapan pagi, kebiasaan pada perkembangan anak sehingga anak bisa jadi kurus
sarapan pagi. atau sebaliknya berstatus gizi lebih (Depkes, 2007).

Perbedaan Status Gizi (IMT/U) menurut Sekolah Perbedaan Berat Badan menurut Sekolah Unggulan dan
Unggulan dan Non Unggulan Non Unggulan
Menurut WHO (2007), indikator status gizi yang Berat badan merupakan ukuran antropometri yang
digunakan harus peka terhadap perubahan status gizi penting dan sering dipergunakan. Dapat dipakai pada
penduduk pada suatu saat tertentu dan masa yang akan setiap kesempatan untuk memeriksa kesehatan anak pada
datang. Peka dalam arti bahwa suatu perubahan yang kecil semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil
pada status gizi masih dapat ditunjukkan dengan nyata oleh peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada
indikator tersebut, sehingga dapat menjadi penentu perlu tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan
tidaknya dilakukan suatu program intervensi gizi. lain-lain. Berat badan dipakai sebagai indikator yang
Pertumbuhan fisik anak yang bercirikan pertambahan besar terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan
ukuran-ukuran antropometri merupakan indeks yang paling tumbuh kembang anak.
peka untuk menilai status gizi dan kesehatan (Jahari,2007). Dari penelitian diatas dapat dilihat rata-rata berat
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa badan sekolah yang Unggulan adalah 33.42 % dengan
parameter. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari standar deviasi 8.585%. Sedangkan untuk sekolah yang
satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau Non Unggulan rata-rata berat badan adalah 32.52% dengan
yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah standar deviasi 7.777%. Hasil uji statistik T-Test
satu contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa didapatkan nilai p value =0.536 (p > 0.05) berarti tidak ada
Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan Body Mass Index
perbedaan berat badan yang signifikan antara SD unggulan
(Supariasa, 2001).
dan SD non unggulan. Namun penelitian ini bertolak
IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status
belakang dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan
gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan, maka bahwa berat badan menurut status gizi anak sekolah ada
mempertahankan berat badan normal memungkinkan perbedaan yang bermakna/ signifikan (Adhila Fayasar,
2011).
seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih
panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang dewasa
Perbedaan Tinggi Badan menurut Sekolah Unggulan dan
yang berumur 5-18 tahun. Dua parameter yang berkaitan
Non Unggulan
dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh, terdiri dari :
Tinggi badan merupakan antropometri yang
1. Berat Badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam
Berat badan merupakan salah satu parameter massa keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan
tubuh yang paling sering digunakan yang dapat pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti
mencerminkan jumlah dari beberapa zat gizi seperti berat badan yaitu relatif kurang sensitif terhadap masalah
protein, lemak, air dan mineral. Untuk mengukur defisiensi zat gizi dalam jangka waktu yang pendek.
Indeks Massa Tubuh, berat badan dihubungkan dengan Dari hasil penelitian dapat dilihat rata-rata tinggi badan
tinggi badan (Gibson, 2005). sekolah yang Unggulan adalah 138.73 % dengan standar deviasi
2. Tinggi Badan 5.895%. Sedangkan untuk sekolah yang Non Unggulan rata-rata
Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan tinggi badan adalah 137.20% dengan standar deviasi 6.871%.
dapat merefleksikan pertumbuhan skeletal (tulang) Hasil uji statistik T-Test didapatkan nilai p value =0.195 (p >
(Hartriyanti dan Triyanti, 2007). 0.05) berarti tidak ada perbedaan tinggi badan yang signifikan
Berdasarkan hasil penelitian rata-rata IMT/U sekolah antara SD unggulan dan SD non unggulan.
yang Unggulan adalah 17.15 % dengan standar deviasi Namun penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian
3.923%. Sedangkan untuk sekolah yang Non Unggulan rata- sebelumnya yang menyatakan bahwa tinggi badan menurut
rata IMT/U adalah 17.06% dengan standar deviasi status gizi anak sekolah ada perbedaan yang
3.154%. Hasil uji statistik T-Test didapatkan nilai p value bermakna/signifikan antara dua sekolah dengan p value=
=0.889(p > 0.05) berarti tidak ada perbedaan status gizi 0.000004,walupun secara umum kedua sekolah rata-rata
(IMT/U) yang signifikan antara SD unggulan dan SD non mempunyai gizi baik (Rahmalena, 1997).
unggulan.
Hasi penelitian yang didapat oleh peneliti sesuai Perbedaan Pengetahuan Sarapan Pagi menurut Sekolah
dengan hasil yang dilakukan oleh Susianto pada Unggulan dan Non Unggulan
mahasiswa FKM UI (2008) menyatakan tidak ada Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) merupakan
perbedaan yang bermakna antara status gizi (IMT/U) balita hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
vegetarian lakto ovo dengan non vegetarian. Status gizi
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Menurut
IMT/U terkadang ada perbedaan dengan SD unggulan dan
Khomsan (2000), pengetahuan gizi ialah pengetahuan
SD non unggulan. Karena masa umur 9-10 tahun adalah
mengenai sumber dan fungsi zat gizi. Selain itu,

3
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013

Sedioeatma mengatakan bahwa tingkat pengetahuan gizi ada perbedaan yang signifikan antara SD unggulan dan SD
seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam non unggulan
memilih makanan, yang menentukan mudah atau tidaknya Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ningsih
seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari (2005) menunjukan bahwa siswa SDN 07 Pagi Jakarta Timur
makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi yang baik ada perbedaan persentase jumlah siswa yang
diharapkan memengaruhi konsumsi makanan yang baik memiliki kebiasaan sarapan pagi dengan penelitian ini
sehingga dapat menuju status gizi yang baik pula. karena adanya perbedaan definisi operasional dari
Berdasarkan hasil penelitian rata-rata pengetahuan kebiasaan sarapan pagi. Dalam penelitian Ningsih (2005),
sarapan pagi sekolah yang unggulan adalah 22.69 % kebiasaan sarapan pagi digambarkan dari frekuensi sarapan
dengan standar deviasi 1.490%. Sedangkan untuk sekolah dalam seminggu. Dikatakan memiliki kebiasaan sarapan
yang non unggulan rata-rata pengetahuan sarapan pagi pagi bila frekuensi sarapan setiap hari dan dikatakan tidak
adalah 22.46% dengan standar deviasi 1.292%. Hasil uji memiliki kebiasaan sarapan bila frekuensi sarapan tidak
statistik T-Test didapatkan nilai p value =0.355 (p > 0.05) pernah atau kadang-kadang.
berarti tidak ada perbedaan pengetahuan sarapan pagi yang Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat
signifikan antara SD unggulan dan SD non unggulan. di tarik kesimpulan bahwa status gizi anak SD yang
Dari penelitian lainnya yang dilakukan oleh Indri lars bersekolah di sekolah unggulan dan yang non unggulan
Pramesti (2011), dengan metode cross sectional tidakmemiliki perbedaan bermakna.
menyatakan bahwa tida ada perbedaan yang bermakna Saran untuk pihak sekolah, Diharapkan bagi sekolah
antara pengetahuan sarapan pagi siswa dengan status gizi. untuk mengupayakan kantin yang sudah ada disekolah
Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan menjadi kantin sekolah sehat dengan melihat standar
Nofitasari (2008) yang meneliti siswa sekolah dasar yang kantin sekolah yang telah ditetapkan. Dan peran bagi
menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pembimbing UKS diharapkan dapat dijadikan bahan
antara pengetahuan sarapan pagi siswa dengan status gizi. pertimbangan bagi pendidik atau pengelola program dalam
Adanya perbedaan hasil dengan penelitian ini mungkin menyusun Program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
disebabkan oleh jumlah sempel yang lebih besar pada untuk meningkatkan status gizi dan prestasi yang optimal.
penelitian Nofitasari (197 siswa) dibandingkan dengan Bagi para siswa terus meningkatkan pengetahuan tentang
penelitian ini (135 siswa). kebiasaan sarapan pagi dengan membaca buku,dan dapat
Green (1980) mengemukakan bahwa peningkatan menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan
perilaku, tetapi terdapat hubungan yang positif antara Daftar Pustaka
kedua variabel. Pengetahuan mengenai kesehatan Almatsier, Sunita. 2003, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT
semakcam ini mungkin perlu sebelum terlaksananya Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
perilaku kesehatan, tetapi perilaku kesehatan yang di Apriadji (1986), faktor-faktor yang mempengaruhi status
innginkan mungkin juga tidak terjadi kecuali jika orang gizi seseorang, Jakarta.
tersebut memiliki motivasi yang kuat untuk bertindak Berg, A. 2010. Peranan Gizi dalam Pembangunan
sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Nasional. Jakarta:Rajawali.
Biro Pusat Statistik dalam Nurliawaty, 2003. Indikator
Perbedaan Sarapan Pagi menurut Sekolah Unggulan dan Kesejahtraan Rakyat.
Non Unggulan Departemen Kesehatan RI.1994. Sarapan Pagi yang Sehat.
Sarapan pagi adalah kegiatan makan pada pagi hari Buletin Perdhaki No. 4 Tahun XXII. Depkes RI, Jakarta
yang di lakukan seseorang sebelum berangkat beraktivitas, Departemen Kesehatan RI. 2007.Info Pangan dan gizi.
dengan makanan yang terdiri dari sumber zat tenaga, Depdikbud, FKM UI, 1984. Pendidikan Kesehatan
sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur. Sarapan Masyarakat.
dapat dilakukan antara pukul 06.00 sampai 08.00 namun Ebrahim,G.J. Perawatan Anak,2010.
waktu ini bukanlah acuan keharusan. Sebagai bagian dari Faridi, Ahmad. 2002. Hubungan Sarapan Pagi dengan
Kadar Glukosa Darah danKonsentrasi Belajar Pada
pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme Dari
Siswa Sekolah Dasar, [Skripsi]. Program Sarjana
hasil penelitian diatas dapat dilihat rata-rata kebiasaan
Fakultas Ekologi Manusia,Institui Pertanian Bogor.
sarapan pagi sekolah yang Unggulan adalah 7.83 % dengan
Friedman, 2004. Faktor yang Mempengaruhi Status
standar deviasi 1.136%. Sedangkan untuk sekolah yang Ekonomi Seseorang. Jakarta
Non Unggulan rata-rata kebiasaan sarapan pagi adalah Habicht, J.P. et all. Terjemahan oleh. Umijati, 2010.
8.30% dengan standar deviasi 1.036%. Hasil uji statistik T- Antropometric Field Methods Criteria and Selection. In
Test didapatkan nilai p value =0.17 (p < 0.05) berarti tidak D.B Jelliffe and E.F.P. Jelliffe (eds). Nutrition and
ada perbedaan kebiasaan sarapan pagi yang signifikan antara Growth. New York Plimium Press.
SD unggulan dan SD non unggulan. Jahari, A.B.,dkk.2007. Masalah KKP. Gizi Indonesia,
Dari hasil penelitian lainnya belum ditemukan teori 1:54.
yang menyatakan kebiasaan sarapan pagi tidak ada Jahari,A.b.,dkk.2010. Antropometri Sebagai Indikator
perbedaan yang signifikan antara SD unggulan dan Non Status Gizi, Gizi Indonesia.
unggulan sejauh ini. Tetapi dari hasil uji statistik yang
peneliti lakukan menunjukkan kebiasaan sarapan pagi tidak
4
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013

Jellife, Derrick B. and E.F. Patrice Jelliffe. Community Sayogo S,dkk.Direktorat Bina Kesehatan
Nutritional Assessment With SpecialReference to Less Masyarakat.2007.
Technically Developed Contries. Sediaoetama, Djaeni Achmad, Prof. Dr. M,sc. Faktor gizi.

Kemenkes (2010). Riset Kesehatan Dasar 2010. Bhratara Karya Aksara, Jakarta 1987.
Balitbangkes. Soetjiningsih , 2007. Tumbuh Kembang Anak, Penerbit

Kemenkes RI Jakarta (2010). Jurnal Kesehatan. Jakarta Buku Kedokteran Anak (EGC). Jakarta,hlm.2-31.
Khomsan, Ali. (2007), Pangan dan Gizi untuk Kesehatan, Soewondo, S., dkk. 2007. Perbedaan Keadaan Gizi
PT Raja Gravindo Persada, Jakarta. dengan Beberapa aspek Itelegensi.
Khomsan, Ali. (2008), Pengantar Pangan dan Gizi, Sofianita, Nur Intania. 2010, Pengaruh Penyuluhan Gizi
Penebar Swadaya, Jakarta. Tentang Sarapan Terhadap Pengetahuan dan Sikap
Marsetyo, H, Kartasaputra, G. 2007, Ilmu Gizi.Korelasi Siswa SDN Pondok Cina 2 dan MI Plus Al Muhajirin
Gizi Kesehatan dan Produktivitas Kerja, Rineka Cipta, Kota Depok Tahun 2010,[Thesis]. Program Pasca
Jakarta. Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas
Mentri Tenaga Kerja, (1989). Peraturan Mentri Tenaga Indonesia, Depok.
Kerja No.05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 Tentang Subari, Agus, 2010, Biostatistik IV:(Manajemen Data
Upah Minimum. Jakarta. dengan Program SPSS).
Moehji, s. 2007. Ilmu Gizi. Bharata KaryaAksara, Jakarta. Suhardjo,1989 dalam Indriya Laras Pramesthi, 201.
Notoatmodjo, Soekidjo 2003. Pendidikan dan Perilaku Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Kanisius,Yogyakarta.
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, Prof. Dr. Kesehatan Masyarakat Sukati, dkk. 1991, Hubungan Kebiasaan Makan Pagi
Ilmu & Seni. Rineka Cipta, Jakarta2007. dengan Konsentrasi Belajar. Seri Gizi dan Makanan
Notoatmodjo, Soekidjo 2010. Ilmu Kesehatan, Rineka P3G, Bogor.
Cipta, Jakarta. Supariasa, I Dewa Nyoman et al. Penilaian Status gizi.
Notoatmodjo, Soekidjo 2010. Metodologi Penelitian EGC, Jakarta 2002.
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Supariasa, I Dewa Nyoman et al. Penilaian Status gizi.
Persegi,2007. Gizi Indonesia, Jurnal of the Indonesia EGC, Jakarta 2001.
Nutrition Association. Susanto, D.2007. Masalah Kebisaan Jajan pada Anak
Pramesti, Laras, I.2011, Sosio Budaya gizi, Departemen Sekolah. Buletin Gizi,10(3):23-26.
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Susanto, D.2008. Meningkatkan Strategi KIE dalam
Pendidikan Tinggi. Pengentasan Masalah Gizi Kurang. WKPG,Jakarta.
Sanjur, D. 2010. Social and Cultural Perspectives in Todaro M.P, Smith S, C (2005). Economic Development.9
Nutrition. Prentice-Hall, inc. Englewood Cliffs, N.J., th Edition Pearsen, Addision Wesley.
USA. UNICEF (1998). Dalam gizi Dalam Angka (Depkes, 2005)
Samsudin, 2010. Peranan Antropometri dalam UUD: NO 36 (2009). Kesehatan. Jakarta.
Menegakkan Diagnosa Klinis dan Sosial Pediari.Gizi Whitney, EN., Hamilton, E.M.N. 2010, Understanding
Indonesia, Vol.XV No.2, Persagi. Nutrition, Thomson Learning, Inc., USA.
WHO(2005). The WHO Child Growth Standards.

Anda mungkin juga menyukai