DISUSUN OLEH :
AJI HARI SETIAWAN
3214040
A. Definisi
1. Mobilisasi
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi
seseorang (Ansari, 2011).
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan
bebas (Kosier, 1989 cit Ida 2009).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan
untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi,
membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong
untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu
12 jam (Mubarak, 2008).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya (Aziz AA, 2006).
Mobililis/mobilisatio adalah usaha gerak/ memgerakakn (Brooker Christine,
2001).
Mobilitas fisik yaitu keadaan keika tseseorang mengalami atau bahkan beresiko
mengalami keterbatasan fisik dan bukan merupakan immobile (Doenges, M.E, 2000).
Mobilitas atau Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya.
2. Imobilisasi
Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang
darimobilitas optimal (Ansari, 2011).
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat
tidur,tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ
tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak
bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan
fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).
Immobility (imobilisasi) adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest)
selama 3 hari atau lebih (Adi, 2005). Suatu keadaan keterbatasan kemampuan
pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang (Pusva, 2009).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu
yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia,
individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau
lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik
(kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda),
penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer
(Potter, 2005).
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan
tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya
luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat
meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan
selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit
secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system
kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi, menurunkan
pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru) dan berakibat
pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh Lindgren et al, 2004).
B. Tujuan Mobilisasi
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari-hari
5. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
C. Batasan Karakteristik
1. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk
mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi.
2. Keengganan untuk melakukan pergerakan.
3. Keterbatasan rentang gerak.
4. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.
5. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan medis
6. Gangguan koordinasi
E. Etiologi
1. Penyebab
a. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit
(Setiati dan Roosheroe, 2007).
b. Penyebab secara umum:
1) Kelainan postur
2) Gangguan perkembangan otot
3) Kerusakan system saraf pusat
4) Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5) Kekakuan otot
c. Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain: (Restrick, 2005)
1) Fall
2) Fracture
3) Stroke
4) Postoperative bed rest
5) Dementia and Depression
6) Instability
7) Hipnotic medicine
8) Impairment of vision
9) Polipharmacy
10) Fear of fall
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
1) Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan
seorang pramugari atau seorang pemambuk.
2) Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi
secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya
nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus
istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang
berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3) Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.
4) Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit
akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan
seorang pelari.
5) Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan
seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan
berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering
sakit.
e. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi
pada usia lanjut, seperti pada tabel berikut:
F. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur
dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung
pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari
kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis,
dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih,
dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi
organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel
darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
1. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas.
Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
2. Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan
menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat
pada tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara
sternum dan iga.
3. Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan
dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan,
dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah
(tibia dan fibula) .
4. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara
bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan
dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi
pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
5. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel
mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago.
Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.
Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum
mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung bergerak.
6. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan
otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai
panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
7. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler,
terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi
mempunyai sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami
osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
8. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama,
berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
9. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu
dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk
memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan
pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan
informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
1. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam
tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolic normal antara lain laju metabolic:
metabolisme karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius
padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena adanya demam dan
penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
a. Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien
yangmengalamianoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi menyebabkan
asam aminotidak digunakan dan akan diekskresikan. Pemcahan asasm amino akan
terusterjadi dan menghasilkan nitrogen sehingga akumulasinya kan
menyebbakankeseimbangan nitrogen negative , kehilangan berat badan , penurnan
massaotot, dan kelemahan akibat katabolisme jarinagn. Kehilangan masa
otottertutama pada hati,jantung,paru-paru, saluran pencernaan, dan imunitas.
b. Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal initerjadi
karena immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang menyebabkanhiperkalsemia.
c. Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi system
metabolik dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap
metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah perubahan metabolisme protein.
Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang imobilisasi sehingga
menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme. Keadaan tidak beraktifitas dan
imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresinitrogen urin sehingga terjadi
hipoproteinemia.
d. Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus. Konstipasi
sebagai gejala umum , diare karena feces yang cair melewati bagian tejpit dan
menyebabkan masalah serius berupa obstruksi usus mekanik bila tidak ditangani
karena adanya distensi dan peningkatan intraluminal yang akan semakin parah bila
terjadi dehidrasi, terhentinya basorbsi, gannguan cairan dan elektrolit.
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein
serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya
perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema,
sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan
protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas metabolisme,
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena
imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan
gangguan proses eliminasi.
5. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah
otot.
6. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi
ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
a. Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas, dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
b. Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal,
misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
8. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
9. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
10. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan
tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang
terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau
tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang
didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive,
yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang, dll.
J. Pencegahan
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan dan
episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan
aktivitas tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal.
Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-
masalah yang dapat timbul akibat imobilitas atau ketidakaktifan :
a. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur.
Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-
teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya hidup tertentu (misalnya
merokok dan kebiasaan diet yang buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya
transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.
b. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami
peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien
untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif
dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek latihan.
Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang factor-
faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan
meningkatkan pengalaman :
1) Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan setelah
aktivitas diberikan)
2) Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan khusus)
3) Kesulitan yang dirasakan
4) Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakan
5) Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan
berhasil)
c. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien,
instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk
mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya
dengan memilih aktivitas yang tepat.
2. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau
dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu
pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap
imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi
dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawatan dihubungkan dengan pencegahan
sekunder adalah gangguan mobilitas fisik
Selain itu, upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara
lain:
a. Perbaikan status gizi
b. Memperbaiki kemampuan monilisasi
c. Melaksanakan latihan pasif dan aktif
d. Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady aligmen (Struktur
tubuh).
e. Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilisasi untuk menghindari
terjadinya dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh.
K. Pengkajian Keperawatan
1. Aspek biologis
a. Usia.
b. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan
kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh
yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
c. Riwayat keperawatan.
d. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas,
jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
e. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak
imobilisasi terhadap sistem tubuh.
2. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis
klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang
digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
3. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak
yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya,
misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor
maupun sosial dan lain-lain
4. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut
klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien
menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
5. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah
penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan
kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau
perubahan dan keefektifan intervensi.
6. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan
tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang
dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi
eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat
menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut
jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam
mengikuti perintah dan sinkop.
7. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung.
Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
8. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur
dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3
menit setelah tekanan dihilangkan
9. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa
berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih
yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan
untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
10. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian
bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia,
mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
11. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah,
kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat,
tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan
mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan
koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai.
Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan
mobilitas.
RENCANA KEPERAWATAN
NO DX.
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX KEPERAWATAN
4 Defisit Setelah dilakukan asuhan 1. Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut,
perawatan diri keperawatan selama... x24 jm penil/vulva, rambut, kulit
berhubungan Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut,
dengan Kerusak Klien mampu : perineal, anus
an 1. Melakukan ADL mandiri : Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian
neurovaskuler mandi, hygiene mulut lotion, perawatan kuku, rambut, gigi dan mulut,
,kuku, penis/vulva, perineal dan anus, sesuai kondisi
rambut, berpakaian, Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan
toileting, makan-minum, oral hygiene sesudah makan dan bila perlu
ambulasi Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bila ada
2. Mandi sendiri atau dengan lesi, iritasi, kekeringan mukosa mulut, dan
bantuan tanpa kecemasan gangguan integritas kulit.
3. Terbebas dari bau badan
dan mempertahankan kulit 2. Bantuan perawatan diri : berpakaian
utuh Kaji dan dukung kemampuan klien untuk
4. Mempertahankan berpakaian sendiri
kebersihan area perineal Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan
dan anus pakaikan pada ektremitas yang sakit/ terbatas
5. Berpakaian dan terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang longgar
melepaskan pakaian Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum
sendiri melakukan aktivitas berpakaian sesuai indikasi
6. Melakukan keramas,
bersisir, bercukur, 3. Bantuan perawatan diri : Makan-minum
membersihkan kuku, Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah
berdandan dan menelan makanan
7. Makan dan minum Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan klien
sendiri, meminta bantuan Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu
bila perlu klien saat makan
8. Mengosongkan kandung
kemih dan bowel 4. Bantuan Perawatan Diri: Toileting
Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik
(inkontinensia), kognitif (menahan untuk
toileting), fisik (kelemahan fungsi/ aktivitas)
Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia
pegangan dinding/ bel), nyaman dan jaga privasi
selama toileting
Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang
mudah dijangkau
Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan
toileting secara teratur
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan
kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
LEMBAR PENGESAHAN
Disahkan Pada :
Hari/Tanggal :
Oleh :
Mahasiswa