Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Artropod Borne Virus (Arboviruses) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4
jenis serotype, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang
bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat
kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotype lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotype virus dengue
dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus
dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan
bahwa keempat serotype ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-
3 merupakan serotype yang dominan dan diamsusikan banyak yang menunjukkan
manifestasi klinis yang berat.8
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN DAN PRIMARY SURVEY


Nama : Tn. JB

Umur : 21 tahun 11 Bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Mahasiswa

No. RM : 306754

Diperiksa pada tanggal 5 Juni 2018, Pasien umum

Primary Survey

1. Airway
 Tidak ada hambatan jalan nafas
 Pasien tidak menggunakan otot bantu pernafasan
 Pasien tidak terlihat cyanosis
2. Breathing
 Pasien terlihat bernafas dengan kecepatan normal
3. Circulation
 Tekanan darah pasien 120/70 mmHg
 Temperatur pasien 37,8
4. Disability
 GCS 15 ( E4 M6 V5)
5. Exposure
 Pasien menggunakan pakaian seminimal mungkin dan tidak ketat
II. ANAMNESIS UMUM

Keluhan Utama : Demam


Anamnesis adalah autoanamnesis terhadap pasien

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke RSAU dr. M Salamun dibawa oleh temannya dengan


keluhan demam sejak 1 hari yang lalu. Demam tinggi timbul mendadak. Demam
tidak ada penurunan dalam 24 jam terakhir walau sudah meminum obat penurun
panas. Keluhan demam disertai dengan sakit kepala, badan terasa linu dan terasa
lemas. Pasien tidak ada merasa keringat dingin , menggigil, mual, muntah, pasien
merasakan nafsu makan menurun. Keluhan mimisan dan gusi berdarah disangkal.
BAK dan BAB dalam batas normal.

Riwayat anggota keluarga di rumah dan tetangga dekat rumah yang mengalami
keluhan yang sama disangkal. Pasien merupakan mahasiswa yang berasal dari Toraja,
Sulawesi Selatan yang baru saja tiba dan akan melaksanakan praktek di RSAU dr. M.
Salamun.
 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Malaria (-)
- Hipertensi (-)
- Dm (-)
- Penyakit jantung (-)
- Penyakit paru (-)
- Penyakit ginjal (-)
- Alergi (-)
 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
- Keluhan serupa pada keluarga dan teman disangkal
- Hipertensi (-)
- Dm (-)
- Penyakit jantung (-)
- Penyakit paru (-)
- Penyakit ginjal (-)
- Alergi (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-tanda vital:

Tekanan darah : 120/70 Pernafasan : 16x Permenit

Nadi : 96x permenit Suhu : 37,8o C

GCS : 15 Compos Mentis

Status Generalis

Kepala

 Bentuk : normochepali
 Deformitas : tidak terdapat deformitas
Mata

 Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris


 Konjungtiva : tidak anemis
 Sklera : tidak ikterik
 Pupil : bulat, isokor +/+, diameter 3 mm

Leher

 Bendungan vena : tidak terdapat bendungan vena


 Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris
 Trakea : di tengah
Kelenjar Getah Bening

 Tidak teraba pembesaran KGB


Thorax

 Pulmo
o Inspeksi : simetris tidak ada hemithorax yang tertinggal
o Palpasi : gerak simetris pada kedua hemithorax vocal fremitus +/+ suara kuat
o Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
 Jantung
o Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
o Palpasi : teraba pulsasi ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis
sinistra
o Perkusi : batas jantung kanan pada intercostal V parasternal kanan,
jantung kiri pada intercostal V midclavicula kiri, pinggang jantung pada intercosta III
parasternal kiri
o Auskultasi : BJ I - II reguler, murmur(-), gallop(-)
Abdomen

 Inspeksi : normal, efloresensi (-)


 Auskultasi : bising usus 4-5x/ menit, normal
 Palpasi : supel, massa (-)
 Perkusi : timpani , CVA (-), shifting dullness (-)
Ekstremitas

 Tidak tampak deformitas


 Akral hangat pada keempat ekstremitas
 Edema (-), CRT < 2”
 Sianosis (-)
 Turgor baik
Rumple Leed test (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium darah


PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
Hemoglobin 15.8 12.00-16.00 g/dl
Leukosit 8200 4000-10000 ribu/ul
Hematokrit 45 37 – 47 vol %
Trombosit 97.000 150-400 ribu/ul

V. DIAGNOSA KERJA

Dengue Hemorragic Fever grade I


VI. TATALAKSANA

 IVFD RL 500 cc/ 6 jam ( 20 tpm )


 Paracetamol 3 x 500 mg
 Imunos 1x1 tablet
VII. PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad functionam : Bonam
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

I. PEMBAHASAN DIAGNOSIS

Pada pasien ini diagnosis Demam Hemoragik Fever derajat 1 ditegakkan


berdasarkan atas :
Anamnesa :
o Demam mendadak sejak 1 hari SMRS saat pemeriksaan pasien demam hari
kedua
o Badan terasa lemas
o Sakit kepala
o Nyeri otot dan sendi
Pemeriksaan fisik :
o Tekanan Darah : 120 / 70 mmHg
o Nadi : 96 x/menit
o Suhu : 37.8oC
o Pernapasan : 16 x/menit
o Rumple Leed test (+)

Hasil Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN


RUJUKAN
Hemoglobin 15.8 12.00-16.00 g/dl
Leukosit 8200 4000-10000 /ul
Hematokrit 45 37 – 47 vol %
Trombosit 97.000 150.000-400.000 /ul

- Dari data di atas diagnosa DHF derajat 1 dapat ditegakkan sesuai dengan
kriteria WHO (tahun 2009).
- Pasien ini harusnya dilakukan pemeriksaaan serologis virus dengue sebagai
bukti diagnosa pasti adanya infeksi virus dengue dan dapat membedakan apakah ini
infeksi primer atau sekunder.

- Dari pemeriksaan laboratoris menunjukkan adanya trombositopenia <


150.000/ul

Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan


kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal di
bawah ini terpenuhi:1,

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
 Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, dan
hiponatremia.

Perjalanan Penyakit

Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan
recovery (penyembuhan) (gambar-1).5
Gambar-1. Perjalanan Penyakit DBD.5

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:1,9

• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


perdarahan adalah uji torniquet.
• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahan lain.
• Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut
kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
• Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan
melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya warning
signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta apakah pasien memerlukan
rawat.5

Dari hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium diatas sangat mungkin pasien ini
menderita DHF derajat 1.
II. PEMBAHASAN TATALAKSANA

Pada terapi diberikan :

1. IVFD RL

Resusitasi awal cairan diberikan infus kristaloid 20 tetes/menit

2. Paracetamol 3 x 500 mg

Dosis paracetamol 10 – 15 ml/KgBB. Diberikan bila panas.

Prinsip terapi utama adalah terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi


merupakan hal terpenting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama
melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan
melalui jalur intravena.1,4
Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien
dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan di
rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau
urgensi (kelompok C).5

Kelompok-A5

Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk
minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan
tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.

Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hingga
melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah dirawat
dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs
muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:

 Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain
yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat
demam.
 Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.
Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.
 Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan
keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda
perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit
(kelompok-B).

Kelompok-B5

Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis.
Kriteria rawat pasien DBD adalah:5

1. Adanya warning signs


2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,
hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak
syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia
hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa
transpor memadai.
Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

 Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti


normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi
3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang
sesuai respon klinis.
 Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,
lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital
memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–10 ml/kg/jam
selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan
infus berkala.
 Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5
ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran
plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output
dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun.
 Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.
Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam
hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah
pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai
indikasi.
Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

 Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau
RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau
overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk
memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam.
 Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output
(volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit.
Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

Kelompok-C5

Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami


DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan
dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume
ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok
hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi
cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardia berkurang,
tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan hangat, dan CRT <2
detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran membaik, urin output >0,5
ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).

III. PEMBAHASAN PROGNOSIS


Prognosa “bonam” ditetapkan berdasarkan sebagai berikut :

1. Karena pasien segera di bawa ke RS dan segera didiagnosa.


2. Pasien masuk dengan DHF tanpa perdarahan spontan serta klinis dan
laboratorium yang menunjukan bahwa kondisi pasien masih dalam
keadaansakit ringan.
3. RS dapat menatalaksana dengan baik untuk segera diketahui jika terjadi
perburukan perjalanan penyakit.
Pasien secara klinis dan laboratorium menunjukan bahwa kondisi pasien masih
dalam kondsi baik , sehingga prognosis pasien tersebut adalah bonam
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam:


Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5.
Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9.
2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2004.
3. Situation update of dengue in the SEA Region, 2007 diunduh dari
www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_dengue-SEAR-2008.pdf
4. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah
Dengue. Medicines 2009:22;1.
5. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. World
Health Organization, 2009. Diunduh dari
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf
6. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd
edition. Geneva : World Health Organization. 1997. Diunduh dari
http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication/en/print.
html
7. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small
Hospitals. 1999. diunduh dari
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf
8. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses. In: Braunwald, et al.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw Hill
Companies, 2008.

Anda mungkin juga menyukai