Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan masyarakat perkotaan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya lingkungan, perilaku,
akses pelayanan kesehatan dan
kependudukan (Efendi & Makhfudi,2010). Gaya hidup masyarakat
perkotaan
saat ini, yang sering mengkonsumsi pola makan yang kurang sehat dan
kurangnya olahraga. Dapat mempengar
uhi kesehatan masyarakat perkotaan
itu sendiri. Keadaan ini memicu berbagai jenis penyakit yang diderita oleh
masyarakat perkotaan. Salah satunya adalah, pembengkakan pada leher
atau
biasa disebut struma nodusa atau gondok. Penyebab struma nodusa antara
lain terpaparnya oleh goitrogen, pencemaran lingkungan, gangguan
hormonal
dan riwayat radiasi pada area kepala dan leher.
Goiter pembesaran kelenjar tiroid atau gondok adalah, salah satu
cara mekanisme kompensasi tubuh terhadap kurangnya unsur yodium
dalam makanan dan minuman. Keadaan ini, dapat menghambat
pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Goiter endemik, sering
terdapat di daerah-daerah yang air minumya kurang mengandung yodium.

Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin terbesar


pada tubuh manusia. Kelenjar ini dapat ditemui dibagian depan leher,
sedikit dibawah laring. Kelenjar ini, berfungsi untuk mengatur kecepatan
tubuh membakar energi, membuat protein dan mengatur sensivitas tubuh
terhadap hormon lainnya. Kelenjar tiroid mensekresi tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3). Kedua hormon ini, sangat meningkatkan kecepatan
metabolisme tubuh. Kekurangan total sekresi tiroid, biasanya
menyebabkan penurunan metabolisme basal kira – kira 40 -50 persen
dibawah normal. Bila kelebihan sekresi tiroid sangat hebat, dapat
meningkatkan kecepatan metabolisme sampai setinggi 60 -100 persen
diatas normal (Guyton,2008). Karena pentingnya fungsi tiroid ini, kelainan
pada kelenjar tiroid akan berpengaruh besar pada proses fisiologis tubuh.
BAB 2

PEMBAHASAN

Konsep Dasar Penyakit

A. Definisi
Strauma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya
terjadi karena folikel folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah
bertahun-tahun folikel tumbuh semkin membesar dengan membentuk kista
dan kelenjar tersebut menjadi noduler (Smeltzer & Suzanne, 2012).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hypertiroidisme. (Hartini, 2010). Strauma nodusa adalah pembesaran pada
tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul (Tonacchera, Pirichhera &
Vitty, 2009), biasanya di anggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari
2x ukuran normal stuma nodusa non toksik merupakan struma nodusa
tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme (Hermes & Huysmans, 2009).

B. Etiologi
a. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung
iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon
tyroid
a) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti
substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).
b) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya :
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuan, puberitas,
menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress
lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta
kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya
aliran darah didaerah tersebut.

C. Tanda dan gejala


a. Gangguan menelan
b. Peningkatan metabolisme karena klien hiperaktif dengan
meningkatnya denyut nadi
c. Peningkatan simpatis (jantung menjadi berdebar-debar , gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar dan
kelelahan). Pada pemeriksaan status lokalis struma nodusa,
dibedakan dalam hal :
a) Jumlah nodul : satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel)
b) Konsistensi : lunak, kistik, keras atau sangat keras
c) Nyeri pada penekanan : Ada atau tidak ada
d) Perlekatan dengan sekitarnya : Ada atau tidak ada
e) Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tyroid : Ada
atau tidak ada

D. Patofisiologi
Yodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh
untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium
diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak
oleh kelenjar tyroid..
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi
molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang
terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan
molekul yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi
Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis,
sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan
metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan
melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH
oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar
tyroid.
E. Pathway

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih,
konsistensinya kenyal.
2. Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
3. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat
atau tidaknya nodul.
4. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsy aspirasi jarum
halus yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang
berpengalaman
5. Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
a. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang
rendah.
b. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang
berlebih.
c. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan
sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid
yang lain.

G. Komplikasi
1. Gangguan menelan atau bernafas.
2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit
jantung kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah
keseluruh tubuh).
3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang
sehingga tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.

H. Penatalaksanaan
1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi
penduduk di daerah endemik sedang dan berat.
2. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola
makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3. Penyuntikan lipidol.
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di
daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan
dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang
kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
4. Tindakan operasi (strumektomi).
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan
tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan
misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik,
indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
5. L-tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan
pemeriksaan sidik tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi
dianjutkan apabila tidak mengecil bahkan membesar dilakukan
biopsy atau operasi.
6. Biopsy aspirasi jarum halus.
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm

A. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi

2. Ketidakefektifan pola nafas b.d obstruksi trakheofaringeal

3. Nyeri akut b.d agens cidera biologis

4. Ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh

5. Ansietas b.d ancaman pada status terkini


B. Intervensi Keperawatan

Menurut Herdman & Shigemi (2015) focus intervensi pada pasien struma

nodusa non toksik yaitu :

1. Diagnosa : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.

Definisi : inspirasi dan/ atau ekspirasi tidak member ventilasi yang

adekuat

Tujuan : Kepatenan Jalan Nafas Kriteria hasil :

a. Pernafasan normal ( 16 – 24 x/menit )

b. Irama pernafasan vesiculer

c. Tidak menggunakan otot bantu nafas

d. Kemampuan dalam mengeluarkan secret

intervensi rasional
1. Observasi fungsi 1. Distress pernafasan dan perubahan
pernafasan, catat tanda – tanda vital dapat terjadi
frekuensi pernafasan, sebagai akibat stes fisiologi atau dapat
dipsnea dan perubahan juga menunjukan tanda – tanda syok
tanda – tanda vital sehubungan dengan hipoksia.
2. Observasi tanda tanda 2. Peningkatan frekuensi nafas dan
vital ( nadi dan takikardi merupakan indikasi adanya
pernafasan ) penurunan fungsi paru.
3. Berikan posisi yang 3. Meningkatkan inspirasi maksimal,
nyaman ( semi fowler ) meningkatkan ekspansi paru dan
ventilasi
4. Jelaskan pada pasien dan 4. Pengetahuan apa yang diharapkan
keluarga tentang etiologi dapat mengembangkan kepatuhan
/ faktor pencetus adanya untuk rencana terapeutik
sesak atau kolaps paru.
5. Kolaborasi dengan tim 5. Pemberian O2 dapat menurunkan
medis untuk pemberian beban pernafasan dan mencegah
O2 , obat dan terjadinya sianosis akibat hipoksia.
pemeriksaan radiologi ( Dengan foto thorak dapat
foto thorak ) dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang
Paru.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus

berlebihan

Definisi : ketidakmampuan membersihkan sekresi atau

obstruksi dari saluran nafas untuk membersihkan jalan nafas

Tujuan : Jalan napas efektif

Kriteria hasil :

a. Menunjukan batuk yang efektif.

b. Tidak ada lagi penumpukan secret di saluran pernapasan.

c. Pernafasan pasien normal ( 16 – 24 x/menit )

d. Pasien terlihat nyaman.

intervensi rasional
1. Kaji Kaji fungsi pernapasan 1. Penurunan bunyi nafas
pasien ( bunyi nafas, menunjukan etelektasis, ronkhi
kecepatan, irama, kedalaman, menjunjukan akumulasi secret
dan penggunaan otot bantu dan ketidakefektifan pengeluaran
nafas ) sekresi yang selanjutnya dapat
menimbulkan penggunaan otot
bantu nafas dan
peningkatan kerja
pernafasan
2. Jelaskan pasien tentang 2. Pengetahuan yang diharapkan akan
kegunaan batuk yang efektif membantu mengembangkan
dan mengapa terdapat kepatuhan pasien terhadap rencana
penumpukan secret di teraupetik.
saluran pernapasan.
3. Ajarkan pasien tentang 3. Batuk yang tidak terkontrol adalah
metode yang tepat melelahkan dan tidak efektif,
pengontrolan batuk. menyebabkan frustasi.
a. Napas dalam dan a. Memungkinkan ekspansi
perlahan saat duduk paru lebih luas.
setegak mungkin. b. Pernapasan diafragnma
b. Lakukan pernapasan menurunkan frekuensi
diafragma napas dan meningkatkan
c. Lakukan napas ke ventilasi alveolar.
dua, tahan dan c. Meningkatkan volume
batukkan dari dada udara paru mempermudah
dengan melakukan 2 pengeluaran sekresi secret.
batuk pendek dan
kuat.
4. Auskultasi paru sebelum dan 4. Pengkajian ini membantu
sesudah pasien batuk. mengevaluasi keefektifan upaya
batuk pasien.
5. Dorong atau berikan 5. Hiegene mulut yang baik
perawatan mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan
setelah batuk. dan mencegah bau mulut.
6. Kolaborasi dengan tim 6. Expextorant untuk memudahkan
kesehatan lain : mengeluarkan lender dan
a. Dengan mengevaluasi perbaikan pasien
dokter,radiolo atas pengembangan parunya.
gi, dan fisioterapi.
b. Pemberian
expectorant.
c. Pemberian
antibiotika.
d. Fisioterapi dada.
e. Konsul photo toraks

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ( trauma )

Tujuan : Nyeri berkurang/dapat diadaptasi.

Definisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang

muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensi atau yang

digambarkan sebagai kerusakan

Kriteria Hasil :

a. Pasien mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi, dan

tanda nyeri timbul )

b. Pasien mampu mengontrol nyeri

c. Melaporkan nyeri berkuran skala 1-2

d. Pasien merasakan nyaman setelah nyeri berkurang

e. TTV dalam batas notmal

TD : 100 – 130 /70 – 90 mmHg


Nadi : 60 – 100 x/menit

Respirasi : 12 – 20 x/menit

intervensi rasional
1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk melihat sejauh mana
secara kompherensif yang rencana intervensi yang
meliputi karakteristik, durasi, diperlukan dan sebagai bahan
frekuensi, kualitas. evaluasi keberhasilan.
2. Ajarkan pasien untuk 2. Ketika pasien nafas dalam
melakukan tehnik peredaran darah kaya akan
nonfarmakologi ( nafas dalam ) oksigen sehingga TTV pasien
normal dank lien merasa
nyaman
3. Anjurkan pasien untuk banyak 3. Istirahat yang cukup membuat
beristrahat. pasien lebih rileks dan bugar
sehingga pasien merasa nyaman
4. Ukur tanda tanda vital pasien 4. Mengetahui perkembangan
pasien sejauh mana nyeri
dirasakan
5. Kolaborasi pemberian analgetik. 5. Mengurangi nyeri dengan
bantuan farmakologi

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan keluarga untuk membawa

keperawatan selama 3x24 jam makanan favorit klien

keseimbangan nutrisi dapat 2. Tawarkan makanan yang ringan dan


dipenuhi dengan kriteria hasil: padat gizi

1. Status nutrisi (1004) 3. Monitor asupan makanan

a. (100402) asupan 4. Anjurkan klien untuk makan sedikit

makanan tapi sering

ditingkatkan dari

banyak

menyimpang dari

rentang normal (2)

ke sedikit

menyimpang dari

rentang normal (4)

2. Nafsu makan (1014)

a. (101406) intake

makanan

ditingkatkan dari

banyak terganggu

(2) ke tidak

terganggu (5)

3. Perawatan diri makan

(0303)

a. (030314)

menghabiskan

makanan
ditingkatkan dari

banyak terganggu

(2) ke sedikit

terganggu (4)

5. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji situasi yang memicu kecemasan
keperawatan selama 3x24 jam 2. Dorong keluarga untuk mendampingi
diharapkan masalah keperawatan klien dengan cara yang tepat
ansietas dapat teratasi dengan 3. Instruksikan pasien untuk menggunakan
kriteria hasil : tekhnik relaksasi
1. Pasien mampu beristirahat 4. Gunakan relaksasi sebagai strategi
2. Pasien tampak rileks tambahan dengan (penggunaan) obat-
3. Tidak menunjukkan obatan nyeri atau sejalan dengan terapi
ketegangan pada wajah lainnya dengan tepat
4. Tanda-tanda vital dalam
batas normal
Tekanan darah : 90-120/60-
80 mmHg
Nadi : 60-100x/menit
Nafas : 16-24x/menit

Anda mungkin juga menyukai