Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

GANGGUAN MENSTRUASI

Disusun Oleh :

SEPTI NURHIDAYATI J510700020

Pembimbing :
dr. Heryuristianto, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK

OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD KARANGANYAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH


SURAKARTA

2017
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

GANGGUAN MENSTRUASI

Diajukan oleh :
Septi Nurhidayati J500110006

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari , Agustus 2017

Pembimbing:
dr. Heryuristianto, Sp. OG ( )

Dipresentasikan dihadapan:
dr. Heryuristianto, Sp. OG ( )
11

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menstruasi sebagai proses alamiah yang akan terjadi pada setiap remaja, dimana
terjadinya proses pengeluaran darah yang menandakan bahwa organ kandungan telah
berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge
fisiologik darah dan jaringan mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil
dibawah kendali hormonal dan berulang tanpa adanya kehamilan selama periode
reproduktif (Dorland, 2000). Menstruasi biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh
hari dan rata-rata darah yang keluar saat menstruasi adalah 35-50 ml tanpa bekuan darah
(Wiknjosastro, 2012).

Siklus menstruasi bervariasi pada tiap wanita dan hampir 90% wanita memiliki
siklus 25-35 hari dan hanya 10% yang memiliki siklus 28 hari. Perhitungan dalam satu
siklus adalah pendarahan dimulai dari hari pertama yang kemudian dihitung sampai
dengan hari terakhir yaitu satu hari sebelum perdarahan menstruasi bulan berikutnya
dimulai. Pada beberapa wanita memiliki siklus yang tidak teratur dan hal ini bisa
menjadi indikasi adanya masalah kesuburan panjang siklus menstruasi dihitung dari hari
pertama periode menstruasi (Saryono, 2009). Gangguan menstruasi sering merupakan
sumber kecemasan bagi wanita. Gangguan menstruasi yang umum terjadi adalah
amenorrhea, perdarahan uterus abnormal, dismenore, dan sindrom premenstrual (Owen,
2005).
Cakir et al. (2007) dalam penelitiaannya menemukan bahwa dismenore merupakan
gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar (89,5%), diikuti ketidakteraturan
menstruasi (31,2%), serta pemanjangan durasi menstruasi (5,3%). Bieniasz et al. (2006)
mendapatkan prevalensi amenorea primer sebanyak 5,3%, amenorea skunder 18,4%,
oligomenorea 50%, polimenorea 10,5%, dan gangguan campuran sebanyak 15,8%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anamika et al. (2008) terhadap mahasiswa
didapatkan bahwa sindrom pramenstruasi dan dismenorea merupakan keluhan yang
dirasakan paling mengganggu. Efek gangguan menstruasi yang dilaporkan antara lain
waktu istirahat memanjang dan menurunnya kemampuan belajar.
Penyebab gangguan menstruasi dapat karena kelainan biologik (organik atau
disfungsional) atau dapat pula karena psikologik seperti keadaaan-keadaan stress dan
gangguan emosi atau gabungan biologik dan psikologik. Faktor- faktor yang berperan
yaitu (1) faktor psikologis, seperti tekanan hidup, stres, kecemasan, kelelahan fisik
maupun psikis. (2) Gangguan yang bersifat hormonal yaitu ketidakseimbangan hormon
estrogen maupun hormon progesteron dan prostaglandin. (3) Hormon prolaktin berlebih,
meningkatnya hormon prolaktin secara otomatis akan menurunkan hormon estrogen dan
progesteron. (4) Kenaikan atau berkurangnya berat badan secara signifikan. (5) Status
gizi (underweight jika IMT <17,0 dan obesitas jika IMT > 27,0) akan mempengaruhi
kerja berupa peningkatan, keseimbangan, ataupun penurunan hormon. (6) Kelainan
organik seperti radang, tumor, trauma dan sebagainya (Sarwono, 2008; Wiknjosastro,
2005).
Pada wanita yang kekurangan gizi kadar hormon steroid mengalami perubahan.
Kolesterol sebagai prekusor steroid disimpan dalam jumlah yang banyak di sel-sel teka.
Pematangan folikel yang mengakibatkan meningkatnya biosintesa steroid dalam folikel
diatur oleh hormon gonadotropin. Kadar gonadotropin dalam serum dan urin akan
menurun. Penurunan pola sekresinya dan kejadian tersebut berhubungan dengan
gangguan fungsi hipotalamus. Apabila kadar gonadotropin menurun maka sekresi FSH
serta hormon estrogen dan progesteron juga mengalami penurunan, sehingga tidak
menghasilkan sel telur yang matang yang akan berdampak pada gangguan siklus
menstruasi yang terlalu lama (Paath, 2005; Manuaba, 2009).

Penyebab lain gangguan menstruasi adalah stres. Stres yang terjadi karena situasi
lingkungan misalnya bahaya, ancaman, atau tantangan dengan melakukan suatu
perubahan fisiologis, emosi, kognitif dan behavioral (Taylor, 2009).

Stres merupakan suatu keadaan yang mengganggu homeostasis. Status reproduktif


merupakan cerminan keadaan psikologis seseorang. Apabila terjadi peningkatan
paparan stres, fungsi reproduksi secara otomatis akan mengalami penurunan untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Sistem stres diatur oleh Hypothalamic-Pituitary-
Adrenal (HPA) axis dan sistem autonomik. Mediator utama sistem stres antara lain
Corticotropin-releasing-hormone (CRH), glucocorticoids, dan beta-endhorphin. CRH
memiliki reseptor di berbagai jaringan seperti ovarium, endothelium, hipotalamus, dan
jaringan inflammatory. Peningkatan produksi CRH dan kortisol menyebabkan
pembatasan sekresi Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dan secara konsekuen
turut menurunkan ovulasi. Penurunan ovulasi ini akan memengaruhi lama proliferasi
dan sekresi sehingga berpengaruh pada lama siklus menstruasi (Nephomnaschy, 2004).
13

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan menstruasi ?


2. Bagaimanakah penanganan gangguan menstruasi ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana proses gangguan menstruasi


2. Untuk mengetahui macam-macam gangguan menstruasi
3. Untuk mengetahui bagaimana penanganan ganggguan menstruasi

1.4. Manfaat

Manfaat penulisan ini adalah untuk mempelajari kasus gangguan menstruasi


yang berlandaskan teori.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MENSTRUASI

2.1.1 Pengertian

Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus

yang disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2005).

Sementara menurut Prawirohardjo (2011:161) pendarahan haid merupakan hasil

interaksi kompleks yang melibatkan sistem hormon dengan organ tubuh, yaitu

hipotalamus, hipofise, ovarium, dan uterus serta faktor lain di luar organ reproduksi.

Pada awal masa pubertas, kadar hormone luteinizing hormone (LH) dan

follicle-stimulating hormone (FSH) akan meningkat, sehingga merangsang

pembentukan hormon seksual. Pada remaja putri, peningkatan kadar hormon

tersebut menyebabkan pematangan payudara, ovarium, rahim, dan vagina serta

dimulainya siklus menstruasi. Di samping itu juga timbulnya ciri-ciri seksual

sekunder, misalnya tumbuh rambut kemaluan dan rambut ketiak. Usia pubertas

dipengaruhi oleh faktor kesehatan dan gizi, juga faktor sosialekonomi dan

keturunan. Menstruasi merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan

seorang perempuan, yang dimulai dari menarche (menstruasi pertama) sampai

terjadinya menopause.

A. Regulasi Hormonal Pada Siklus Reproduksi Wanita

Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) disekresi oleh hipotalamus

dan berfungsi mengkontrol siklus ovari dan uterus. GnRH menstimulasi pelepasan

follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dari pituitari

anterior. Pertumbuhan folikel diinisiasi oleh FSH manakala perkembangan lanjut

folikel distimulasi oleh LH. Kedua-dua hormone FSH dan LH menstimulasi folikel
15

ovari untuk mensekresi estrogen. Androgen dihasilkan dari sel theca pada folikel

yang berkembang, distimulasi oleh LH. Di bawah pengaruh FSH, androgen

digunakan oleh sel granulosa pada folikel dan dikonversikan menjadi estrogen.

Dipertengahan siklus, terjadi ovulasi yang dipicu oleh LH dan seterusnya

menyebabkan adanya pembentukan korpus luteum. LH menstimulasi korpus

luteum untuk mensekresi estrogen, progesteron, relaksin dan inhibin (Tortora &

Derrickson, 2009).

Estrogen yang disekresi oleh folikel ovari mempunyai beberapa peran

penting yaitu memicu dan mempertahankan perkembangan struktur reproduktif

wanita, karakteristik seks sekunder dan payudara. Karakteristik seks sekunder

termasuklah distribusi tisu adiposa pada payudara, abdomen, mons pubis dan

pinggul, kenyaringan suara, pelebaran pinggul dan pertumbuhan rambut di kepala

dan tubuh.

Estrogen juga meningkatkan anabolisme protein. Selain itu juga,

estrogen dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Ini dapat dilihat pada

wanita yang berusia di bawah 50 tahun adalah kurang berisiko mendapat penyakit

arteri koroner dibandingkan dengan laki-laki yang sama usia. Kadar estrogen yang

moderat juga dapat menginhibisi pelepasan GnRH dari hipotalamus dan sekresi LH

dan FSH dari pituitari anterior ( Sherwood, 2007).

Progesteron disekresi terutama dari sel-sel di korpus luteum. Pada

progesteron dan esterogen membantu persediaan dan pertahanan untuk

endometrium dalam implantasi ovum yang telah disenyawakan. Persediaan kelenjar

mamae untuk mensekresi air susu juga dibantu oleh kedua hormon ini. Kadar

progesteron yang tinggi juga akan menginhibisi sekresi GnRH dan LH.
Pada Korpus luteum menghasilkan relaksin dalam jumlah yang sedikit

saat setiap siklus bulanan. Relaksin akan menginhibisi kontraksi miometrium dan

menghasilkan efek relaksasi pada uterus. Inhibin pula disekresi oleh sel granulosa

dari folikel yang berkembang selepas ovulasi.Inhibin menginhibisi sekresi FSH dan

LH (Tortora&Derrickson,2009).

2.1.2 Siklus Menstruasi Normal

Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi

yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya perdarahan

dinamakan hari pertama siklus. Umumnya, jarak siklus menstruasi berkisar dari

15-45 hari dengan rata-rata 28 hari. Lamanya berbeda-beda antara 2-8 hari, dengan

rata-rata 4-6 hari (Price & Wilson, 2006:1281). Panjang daur menstruasi dapat

bervariasi pada satu wanita selama saat-saat yang berbeda dalam hidupnya, dan

bahkan dari bulan ke bulan tergantung pada berbagai hal, termasuk kesehatan fisik,

emosi, dan nutrisi wanita tersebut (Wiknjosastro, 2005). Darah menstruasi biasanya

tidak membeku. Jumlah kehilangan darah tiap siklus berkisar 60-80 ml. Kira-kira

tiga per empat darah ini hilang dalam dua hari pertama. Wanita berusia <35 tahun

cenderung kehilangan lebih banyak darah dibanding mereka yang berusia >35 tahun

(Benson, 2009).

Price & Wilson (2006:1281) membagi siklus menstruasi menjadi dua yaitu

siklus ovarium dan endometrium dimana kedua siklus tersebut saling

mempengaruhi.

a. Siklus Ovarium

1) Fase Folikular

Siklus diawali hari pertama menstruasi, atau terlepasnya endometrium.

FSH merangsang pertumbuhan beberapa folikel primordial dalam ovarium.

Umumnya hanya satu terus berkembang dan menjadi folikel deGraaf dan yang
17

lainnya berdegenerasi. Folikel terdiri dari sebuah ovum dan dua lapisan sel yang

mengelilinginya. Lapisan dalam yaitu sel-sel granulosa mensintesis progesteron

yang disekresi ke dalam cairan folikular selama paruh pertama siklus menstruasi,

dan bekerja sebagai prekusor dalam sintesis estrogen oleh lapisan sel teka interna

yang mengelilinginya.

Estrogen disintesis dalam sel-sel lutein pada teka interna. Jalur biosintesis

estrogen berlangsung dari progesteron dan pregnenolon melalui 17-hidroksilasi

turunan dari androstenedion, testosteron dan estradiol. Kandungan enzim

aromatisasi yang tinggi pada sel-sel ini mempercepat perubahan androgen

menjadi estrogen. Folikel, oosit primer mulai menjalani proses pematangannya.

Pada waktu yang sama, folikel yang sedang berkembang menyekresi estrogen

lebih banyak ke dalam sistem ini. Kadar estrogen yang meningkat menyebabkan

pelepasan LHRH melalui mekanisme umpan balik positif.

2) Fase Luteal

LH merangsang ovulasi dari oosit yang matang. Tepat sebelum ovulasi,

oosit primer selesai menjalani pembelahan meiosis pertamanya. Kadar estrogen

yang tinggi kini menghambat produksi FSH. Kemudian kadar estrogen mulai

menurun. Setelah oosit terlepas dari folikel deGraaf, lapisan granulosa menjadi

banyak mengandung pembuluh darah dan sangat terluteinisasi, berubah menjadi

korpus luteum yang berwarna kuning pada ovarium. Korpus luteum terus

mensekresi sejumlah kecil estrogen dan progesteron yang semakin lama semakin

meningkat.
b. Siklus Endometrium

1) Fase Proliferasi

Segera setelah menstruasi, endometrium dalam keadaan tipis dan dalam

stadium istirahat. Stadium ini berlangsung kira-kira selama 5 hari. Kadar

estrogen yang meningkat dari folikel yang berkembang akan merangsang stroma

endometrium untuk mulai tumbuh dan menebal, kelenjar-kelenjar menjadi

hipertropi dan berproliferasi, dan pembuluh darah menjadi banyak sekali.

Kelenjar-kelenjar dan stroma berkembang sama cepatnya. Kelenjar makin

bertambah panjang tetapi tetap lurus dan berbentuk tubulus. Epitel kelenjar

berbentuk toraks dengan sitoplasma eosinofilik yang seragam dengan inti di

tengah. Stroma cukup padat pada lapisan basal tetapi makin ke permukaan

semakin longgar. Pembuluh darah akan mulai berbentuk spiral dan lebih kecil.

Lamanya fase proliferasi sangat berbeda-beda pada setiap orang dan berakhir

pada saat terjadinya ovulasi.

2) Fase Sekresi

Setelah ovulasi, dibawah pengaruh progesteron yang meningkat dan terus

diproduksinya estrogen oleh korpus luteum, endometrium menebal dan menjadi

seperti beludru. Kelenjar menjadi lebih besar dan berkelok-kelok, dan epitel

kelenjar menjadi berlipat-lipat, sehingga memberikan seperti gambaran “gigi

gergaji”. Inti sel bergerak ke bawah, dan permukaan epitel tampak kusut. Stroma

menjadi edematosa. Terjadi pula infiltrasi leukosit yang banyak dan pembuluh

darah menjadi makin berbentuk spiral dan melebar. Lamanya fase sekresi pada

setiap perempuan 14±2 hari.

3) Fase Menstruasi

Korpus luteum berfungsi sampai kira-kira hari ke-23 atau 24 pada siklus

28 hari dan kemudian mulai beregresi. Akibatnya terjadi penurunan progesteron

dan estrogen yang tajam sehingga menghilangkan perangsangan pada


19

endometrium. Perubahan iskemik terjadi pada arteriola dan diikuti dengan

menstruasi.

Gambar 1. Siklus menstruasi

2.1.3 Gangguan Menstruasi

Gangguan menstruasi adalah masalah yang umum terjadi pada masa remaja.

Gangguan ini dapat menyebabkan rasa cemas yang signifikan pada pasien maupun

keluarganya. Faktor fisik dan psikologis berperan pada masalah ini (Chandran,

2008). Klasifikasi gangguan menstruasi menurut Prawirohardjo (2011:161)

adalah sebagai berikut :

1. Polimenore atau Epinore

Pada polimenore siklus menstruasi lebih pendek dari biasanya yaitu terjadi

dengan interval kurang dari 21 hari (Jones, 2002). Perdarahan kurang lebih

sama atau lebih banyak dari biasa. Polimenore dapat disebabkan oleh

gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atau menjadi

pendeknya masa luteal. Sebab lain adalah kongesti ovarium karena

peradangan, endometriosis ( Simanjuntak, 2009).


2. Oligomenore

Siklus menstruasi lebih panjang dari normal yaitu lebih dari 35 hari (Jones,

2002). Perdarahan pada oligomenore biasanya berkurang. Pada kebanyakan

kasus oligomenore kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup

baik. Siklus menstruasi biasanya ovulatoar dengan masa proliferasi lebih

panjang dari biasanya (Simanjuntak, 2009).

3. Amenore

Amenore adalah keadaan tidak adanya menstruasi sedikitnya tiga bulan

berturut-turut. Amenore primer terjadi apabila seorang wanita berumur 18

tahun ke atas tidak pernah mendapatkan menstruasi, sedangkan pada amenore

sekunder penderita pernah mendapatkan menstruasi tetapi kemudian tidak

dapat lagi (Simanjuntak, 2009). Amenore primer (dialami oleh 5 persen

wanita amenore) mungkin disebabkan oleh defek genetik seperti disgenensis

gonad, yang biasanya ciri-ciri seksual sekunder tidak berkembang. Kondisi

ini dapat disebabkan oleh kelainan duktus Muller, seperti tidak ada uterus,

agenesis vagina, septum vagina transversal, atau himen imperforata. Pada tiga

penyebab terakhir, menstruasi dapat terjadi tetapi discharge menstruasi tidak

dapat keluar dari traktus genitalis. Keadaan ini disebut kriptomenore, bukan

amenore. Penyebab yang paling umum pada amenore sekunder adalah

kehamilan (Jones, 2002).

b Gangguan Jumlah Darah Menstruasi dan Lamanya Perdarahan

1. Hipomenore

Perdarahan haid yang lebih pendek dan atau kurang dari biasa dengan

discharge menstruasi sedikit atau ringan (Jones, 2002). Hipomenore


21

disebabkan oleh karena kesuburan endometrium kurang akibat dari kurang

gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal. Adanya hipomenore

tidak mengganggu fertilitas (Simanjuntak, 2009).

2. Hipermenore atau Menoragia

Perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal

(lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus,

misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas

dari biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium,

gangguan pelepasan endometrium pada waktu haid, dan sebagainya. Pada

gangguan pelepasan endometrium biasanya terdapat juga gangguan dalam

pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan pelepasannya pada waktu

haid ( Simanjuntak, 2009). Menoragia mungkin terjadi disertai dengan suatu

kondisi organik uterus, atau mungkin terjadi tanpa ada kelainan yang nyata

pada uterus. Hal ini disebut perdarahan uterus disfungsional, dengan kata

lain disebabkan oleh perubahan endokrin atau pengaturan endometrium

lokal pada menstruasi (Jones, 2002).

Ada pula gangguan menstruasi yang berhubungan dengan adanya gangguan

pada siklus dan jumlah darah menstruasi yaitu metroragia. Pada keadaan ini,

terdapat gangguan siklus menstruasi dan sering berlangsung lama,

perdarahan terjadi dengan interval yang tidak teratur, dan jumlah darah

menstruasi sangat bervariasi. Pola menstruasi seperti ini disebut metroragia.

Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kondisi patologik di dalam uterus

atau organ genitalia interna. Perlu bagi dokter untuk mengadakan investigasi

lebih lanjut. Investigasi meliputi histeroskopi dan biopsi endometrium atau

kuretase diagnostik (Jones, 2002).


3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi

Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan siklus menstruasi pada wanita

usia reproduktif menjadi ireguler termasuk kehamilan, penyakit endokrin dan juga

kondisi medik. Semua faktor ini berhubungan dengan pengaturan fungsi endokrin

hipotalamik-pituitari. Paling sering adalah Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)

yang menyebabkan perpanjangan interval antara dua siklus menstruasi terutama

pada pasien dengan gejala peningkatan endrogen (American Academy of

Pediatrics, 2006).

Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi siklus

menstruasi adalah gangguan pada sentral Gonadotropin-releasing Hormone

(GnRH), penurunan berat badan yang nyata, aktivitas yang berlebihan, perubahan

pada pemakanan dan waktu tidur, dan tingkat stres yang berlebihan. Gangguan

pada siklus menstruasi juga dapat terjadi pada penyakit kronik seperti Diabetes

Mellitus yang tidak terkontrol, kondisi genetik atau kongenital seperti Turner

Syndrome dan disgenesis gonadal (American Academy of Pediatrics, 2006).

Berdasarkan penelitian yang lain pula menyatakan bahawa perubahan siklus

menstruasi berhubungan dengan ketidakseimbangan fisik atau hormonal. Berat

badan yang rendah bisa menyebabkan interval antara dua siklus menstruasi

menjadi lebih lama. Berat badan yang berlebihan pula bisa menyebabkan

perdarahan abnormal. Perubahan yang tiba-tiba pada aktivitas atau berat badan

juga bisa menyebabkan perubahan pada siklus menstruasi yang sementara.

Gangguan emosi atau stress dan keadaan fisik yang tidak sehat secara optimal juga

merupakan penyebab tersering iregularitas siklus menstruasi walaupun perubahan

siklus menstruasi yang dialami tidak hanya pada saat wanita mengalami stres.

Obat-obatan dan pengubatan alternatif seperti obat herbal juga dapat

menyebabkan perubahan pada interaksi dan transmisi hormon pada tubuh

sehingga dapat menganggu siklus menstruasi (McKinley Health Centre, 2008).


23

Dari penelitian yang mengatakan bahwa stres sangat berperan dalam regulasi

hormonal di mana akan turut berpengaruh pada menstruasi. Penelitian ini turut

memberi contoh efek dari stres terhadap sistem reproduksi wanita dikenal sebagai

amenorhea yang diinduksi oleh stres atau amenorhe hipotalamus fungsional.

Selain itu, didapatkan prevalensi amenorhea sekunder pada wanita muda adalah

sekitar 2% dan presentase ini meningkat pada stres yang kronik. Pada stres yang

melampau, kemungkinan akan menginhibisi sistem reproduksi wanita secara

komplit (Chrousos et al, 1998).

2.2 DISMENORE

2.2.1 Pengertian

Dismenore adalah nyeri kram atau tegang di daerah perut, mulai terjadi pada

24 jam sebelum terjadinya pendarahan menstruasi dan dapat bertahan 24-36 jam

meskipun beratnya hanya berlangsung 24 jam pertama. Kram tersebut terutama

dirasakan di daerah perut bagian bawah dan dapat menjalar ke punggung atau

permukaan dalam paha, yang terkadang menyebabkan penderita tidak berdaya

dalam menahan nyerinya tersebut (Hendrik, 2006).

2.2.2 Penyebab dan Faktor Resiko

Menurut Widjajanto (2005) penyebab dismenore primer belum jelas hingga

saat ini. Dahulu disebutkan faktor keturunan, psikis, dan lingkungan dapat

mempengaruhi hal ini. Namun penelitian terakhir menunjukkan adanya pengaruh

zat kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin. Dimana telah dibuktikan bahwa

prostaglandin berperan dalam mengatur berbagai proses dalam tubuh termasuk

aktivitas usus, perubahan diameter pembuluh darah, dan kontraksi uterus. Para ahli

berpendapat, bila pada keadaan tertentu, dimana kadar prostaglandin berlebihan,

maka kontraksi uterus akan bertambah. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya

nyeri yang disebut dismenore. Jadi prostaglandin yang berlebih dapat menimbulkan
gejala nyeri kepala, pusing, rasa panas, dan dingin pada muka, diare serta mual yang

mengiringi nyeri pada waktu haid.

Menurut Rahimian (2006) faktor resiko terjadinya dismenore primer

adalah:

a. Menarche dini

Menarche pada usia lebih awal yaitu sebelum umur 12 tahun menyebabkan alat-alat

reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami perubahan-

perubahan sehingga timbul nyeri ketika menstruasi.

b. Belum pernah hamil dan melahirkan

Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan dengan saraf

yang menyebabkan adrenalin mengalami penurunan, serta menyebabkan leher

rahim melebar sehingga sensasi nyeri haid berkurang bahkan hilang.

c. Lama menstruasi lebih dari normal (lebih dari 7 hari)

Lama menstruasi lebih dari normal yaitu lebih dari 7 hari dapat menimbulkan

adanya kontraksi uterus yang terjadi lebih lama mengakibatkan uterus lebih sering

berkontraksi, dan semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi

prostaglandin yang berlebihan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan kontraksi uterus

yang terus menerus menyebabkan suplai darah ke uterus terhenti dan terjadi

dismenore.
25

d. Umur

Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi maka leher rahim

bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian dismenore jarang ditemukan.

e. Mengkonsumsi alkohol

Alkohol merupakan racun bagi tubuh kita, dan hati bertanggungjawab terhadap

penghancur estrogen untuk disekresi oleh tubuh. Fungsi hati terganggu karena

adanya konsumsi alkohol yang terus menerus, maka estrogen tidak bisa disekresi

dari tubuh, akibatnya estrogen dalam tubuh meningkat dan dapat menimbulkan

gangguan pada pelvis.

f. Perokok

Merokok dapat meningkatkan lamanya menstruasi dan meningkatkan lamanya

dismenore.

g. Tidak pernah berolahraga

Kejadian dismenore akan meningkat dengan kurangnya aktifitas selama

menstruasi dan kurangnya olah raga, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah

dan oksigen menurun. Dampak pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi

oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri.

h. Stres

Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul dan otot-otot

punggung bawah sehingga menyebabkan dismenore.


26

2.2.3 Klasifikasi

Menurut Prawirohardjo (2011:182) dismenore dapat dikelompokkan

menjadi dua yaitu :

a. Dismenore Primer

Dismenore primer adalah nyeri haid tanpa ditemukan keadaan patologi pada

panggul. Dismenore primer berhubungan dengan siklus ovulasi dan disebabkan

oleh kontraksi miometrium sehingga terjadi iskemia akibat adanya prostaglandin

yang diproduksi oleh endometrium pada fase sekresi.

Molekul yang berperan pada dismenore adalah prostaglandin F2α, yang

selalu menstimulasi kontraksi uterus, sedangkan prostaglandin E menghambat

kontraksi uterus. Terdapat peningkatan kadar prostaglandin di endometrium saat

perubahan dari fase proliferasi ke fase sekresi. Perempuan dengan dismenore

primer didapatkan kadar prostaglandin lebih tinggi dibandingkan perempuan tanpa

dismenore. Peningkatan kadar prostaglandin tertinggi saat haid terjadi pada 48 jam

pertama. Hal ini sejalan dengan awal muncul dan besarnya intensitas keluhan nyeri

haid. Keluhan mual, muntah, nyeri kepala, atau diare sering menyertai dismenore

yang diduga karena masuknya prostaglandin ke sirkulasi sistemik.

b. Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan berbagai

keadaan patologis di organ genitalia, misalnya endometriosis, adenomiosis, mioma

uteri, stenosis serviks, penyakit radang panggul, perlekatan panggul, atau irritable

bowel syndrome.
27

2.2.4 Patofisiologi

Dismenore terjadi pada saat fase pramenstruasi (sekresi). Pada fase ini

terjadi peningkatan hormon prolaktin dan hormon estrogen. Sesuai dengan sifatnya,

prolaktin dapat meningkatkan kontraksi uterus. Hormon yang juga terlibat dalam

dismenore adalah hormon prostaglandin. Prostaglandin sangat terkait dengan

infertilitas pada wanita, dismenore, hipertensi, preeklamsi-eklamsi, dan syok

anafilaktik. Pada fase menstruasi prostaglandin meningkatkan respon miometrial

yang menstimulasi hormon oksitosin. Dan hormon oksitosin ini juga mempunyai

sifat meningkatkan kontraksi uterus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dismenore

sebagian besar akibat kontraksi uterus (Manuaba, 2006).

2.2.5 Gejala

Menurut Kasdu (2005), gejala dismenore yang sering muncul adalah:

a. Rasa sakit yang dimulai pada hari pertama menstruasi.

b. Terasa lebih baik setelah pendarahan menstruasi mulai.

c. Terkadang nyerinya hilang setelah satu atau dua hari, namun ada juga wanita

yang masih merasakan nyeri perut meskipun sudah dua hari haid.

d. Nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah

dan tungkai.

e. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang

terus menerus.

f. Terkadang disertai rasa mual, muntah, pusing atau pening.


28

2.2.6 Derajat Dismenore

Karakteristik gejala dismenore berdasarkan derajat nyerinya menurut

Manuaba (2001) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Dismenore ringan

Dismenore ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu menstruasi yang

berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh hanya dengan cukup

istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar

tetapi tetap berlokasi di daerah perut bawah.

b. Dismenore sedang

Dismenore yang bersifat sedang jika perempuan tersebut merasakan nyeri saat

menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di bagian perut bawah,

memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah

mengkonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang mengganggu aktivitas hidup

sehari-hari.

c. Dismenore berat

Dismenore berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah pada saat

menstruasi dan menyebar ke pinggang atau bagian tubuh lain juga disertai pusing,

sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dismenore berat memerlukan istirahat

sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau

lebih, dan memerlukan pengobatan dismenore.


29

2.2.7 Diagnosis

Pada kebanyakan pasien dengan nyeri menstruasi, terapi empiris diberikan

dengan presumpsi diagnosis dismenore primer, berdasarkan riwayat adanya nyeri

pelvik anterior bagian bawah yang dimulai pada masa remaja dan berhubungan

secara spesifik dengan periode menstruasi. Riwayat yang inkonsisten dan atau

adanya penemuan massa di pelvik pada pemeriksaan fisik, keluarnya cairan vagina

yang abnormal, atau kaku pelvik yang tidak terbatas pada periode menstruasi

mengarahkan diagnosis kepada dismenore sekunder (French, 2005). Dismenore

sekunder dipikirkan bila pada anamnesis dan pemeriksaan curiga ada patologi

panggul atau kelainan bawaan atau tidak respon dengan obat. Pemeriksaan lanjutan

yang dapat dilakukan seperti USG, infus salin sonografi atau laparoskopi dapat

dipertimbangkan bila curiga adanya endometriosis

(Prawirohardjo, 2011:182).

2.2.8 Penatalaksanaan

Upaya penanganan dismenore menurut Prawirohardjo (2011:183) yaitu:

a. Obat antiinflamasi nonsteroid/NSAID

NSAID adalah terapi awal yang sering digunakan untuk dismenore. NSAID

mempunyai efek analgetika yang secara langsung menghambat sintesis

prostaglandin dan menekan jumlah darah haid yang keluar. Seperti diketahui

sintesis prostaglandin diatur oleh dua isoform siklooksigenase (COX) yang


30

berbeda, yaitu COX-1 dan COX-2. Sebagian besar NSAID bekerja menghambat

COX-2. Studi buta ganda membandingkan penggunaan melosikam dengan

mefenamat memberikan hasil yang sama untuk mengatasi keluhan dismenore.

b. Pil kontrasepsi kombinasi

Bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan pertumbuhan jaringan

endometrium sehingga mengurangi jumlah darah haid dan sekresi prostaglandin

serta kram uterus. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi sangat efektif untuk

mengatasi dismenore dan sekaligus akan membuat siklus haid menjadi teratur.

Progestin dapat juga dipakai untuk pengobatan dismenore, misalnya medroksi

progesteron asetat (MPA) 5 mg atau didrogesteron 2x10 mg mulai haid hari ke-5

sampai 25. Bila penggunaan obat tersebut gagal mengatasi nyeri haid sebaiknya

dipertimbangkan untuk mencari penyebab amenore sekunder.

Terdapat juga penanganan nonfarmakologi menurut Laila (2011) yaitu:

kompres hangat di dearah yang sakit atau kram, istirahat, olahraga, minum air putih,

pemijatan, yoga, teknik relaksasi, dan dengan akupuntur atau akupresure.

2.2.9 Dampak Dismenore

Dismenore pada remaja harus ditangani meskipun hanya dengan

pengobatan sendiri atau non farmakologi untuk menghindari hal-hal yang lebih

berat. Dismenore tidak hanya menyebabkan gangguan aktivitas tetapi juga memberi

dampak dari segi fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi terhadap wanita di seluruh

dunia misalnya cepat letih, dan sering marah. Dampak psikologisnya dapat berupa
31

konflik emosional, ketegangan, dan kegelisahan, hal tersebut dapat menimbulkan

perasaan yang tidak nyaman dan asing, yang nantinya akan mempengaruhi

kecakapan dan keterampilannya. Kecakapan dan keterampilan yang dimaksud

berarti luas, baik kecakapan personal (personal skill) yang mencakup: kecakapan

mengenali diri sendiri (self awareness) dan kecakapan berpikir rasional (thinking

skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik (academic skill),

maupun kecakapan vokasional (vocational skill) (Trisianah, 2011).

Dismenore dapat menimbulkan dampak bagi kegiatan atau aktivitas para

wanita khususnya remaja. Menurut Prawirohardjo (2005) dismenore membuat

wanita tidak bisa beraktivitas secara normal dan memerlukan resep obat. Keadaan

tersebut menyebabkan menurunnya kualitas hidup wanita.


32

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan menstruasi adalah masalah yang umum terjadi pada masa

remaja. Gangguan ini dapat menyebabkan rasa cemas yang signifikan pada

pasien maupun keluarganya. Faktor fisik dan psikologis berperan pada

masalah ini (Chandran, 2008).

Klasifikasi gangguan haid adalah berdasarkan :Jumlah perdarahan,

Lamanya perdarahan, Perdarahan di sela-sela haid, Nyeri yang berhubungan

dengan siklus haid, dan Lamanya siklus haid.


33

DAFTAR PUSTAKA

Bare, B.G. & Smeltzer, S.C. 2002. Buku Keperawatan Medical Bedah Brunner and
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.

Corwin, E.J. 2003. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Fitria, A. 2007. Panduan Lengkap Kesehatan Wanita. Yogyakarta : Gala Ilmu


Semesta.

Hidayat, A.A. 2007. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6. Jakarta : EGC.

Manuaba, I.B.G.2004. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Arcan.


Misaroh, S. & Proverawati, A. 2009. Menarche.yogyakarta : Nuha
Medika.

Perry, G.A & Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep,
Proses danPraktik, edisi 4, volume 2. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo. 2006. Ilmu Kandungan. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : EGC.

Ramaiah, S. 2006. Mengatasi Gangguan Menstruasi. Yogyakarta : Diglosia


Medika.

Wiknjosastro. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka


Cipta.

Anurogo, D. 2002. Segala Sesuatu Tentang Nyeri Haid. Retrieved January 3 , 2009,
from http://www.kabarindonesia.com.

Dawkins, R. 2006. Gangguan Kasehatan Pada Setiap Periode Kehidupan Wanita,


majalah Smart Living. Edisi 3 : 10-14.

Edmuson, L. D. 2006. Dysmenorrea. Retrieved January


3, from http://www.emedicine.com.
34

Hurlock, E. B. 2005. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan Edisi 5. Jakarta : Erlangga.
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta :
Sagung Seto.

Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : meddya Medika.

Qinntun. 2008. Konsep Dismenorhea. Retreivet January 3,


2009, from http://www.artikelkesehatan.com.

Varney, H. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC.


Anonim. 2006. Herbal Alami Atasi Nyeri Haid. Retrivet January 5, 2006, from
http://www.infosehat.com.htm.
Arif Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Anda mungkin juga menyukai