Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AGAMA

“PERKAWINAN DALAM PANDANGAN ISLAM”

Kelompok I
- Karina Suandra
- Mutiara Sekar
- Nursyaddiyah
- Vanny Ocktaria
- Tiara Larasati
- Chintya Putrima
M. Fadhli Abdullahy

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2011

1
KATA PENGANTAR

puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang mengupas tentang
perkawinan menurut islam. makalah ini disusun oleh kami dengan mengutip dari berbagai
media baik melalui media cetak seperti buku-buku panduan maupun internet.

Dengan disusunnya makalah ini dapat memberikan banyak mamfaat baik para pembaca
dan khususnya bagi penulis sendiri,dalam segi penambahan wawasan mengenai akhlak dari
berbagai pakarnya sehingga pembaca nantinya dapat menyimpulkan sendiri sasaran akhlak
terhadap guru dan akhlak terhadap lingkungan.

Oleh karena itu kami menyusun makalah ini dengan semaksimal mungkin untuk
memperoleh manfaat yang baik bagi pengetahuan untuk masa yang akan dating.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun.

Pada kesempatan ini juga kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Ibu dosen
pembimbing agama Islam, juga kepada seluruh pihak yang terkait.

Padang, April 2012

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................ 2

Daftar Isi ........................................................................................................................... 3

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 4


1.2 Identifikasi Masalah ..................................................................................................... 5
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 5
1.4 Manfaat ........................................................................................................................ 5

BAB II Pembahasan

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 14

3.1 Saran……………………………………………………………………………….14

Daftar Pustaka ................................................................................................................. 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di era globalisasi ini banyak umat manusia yang tidak mengetahui secara mendalam

bagaimana cara memilih pasangan hidup yang baik. Dalam BAB berikutnya akan

dijelaskan tentang perkawinan.

Untuk meningkatkan pemahaman terhadap tata cara pemilihan pasangan yang baik

dan benar, maka penulis membuat makalah yang menjelaskan beberapa kriteria dari

suami ataupun istri yang baik dijadikan pasangan hidup. Hal ini bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan dalam memilih pasangan hidup kita. Sehingga dapat

dijadikan pengetahuan yang bermanfaat.

Dengan memilih pasangan yang baik dan benar akan dapat membuat sutu

keluarga yang bahagia nantinya. Dan dapat menghindari dari perselingkuhan serta

masalah dalam rumah tangga lainnya. Maka dengan ini penulis berminat untuk

membahas lebih lanjut mengenai memilih pasangan hidup dengan baik dan benar.

4
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

 Bagaimana memilih pasangan hidup sesuai petunjuk Rasul ?


 Mengapa menghindarkan perkawinan beda agama ?
 Bagaimana pelaksanaan Walimah yang Islami ?

1.3 TUJUAN

 Untuk mengetahui bagaimana kriteria pasangan hidup yang baik


 Untuk menghindarkan perkawinan yang beda Agama
 Untuk mendalami bagaimana Walimah yang Islami
 Agar tidak salah memilih pasangan hidup nantinya

1.4 MANFAAT

 Agar mendapatkan pasanga yang sesuai dengan Islam dan diri kita
 Agar kita bahagia menjalani kehidupan berumahtangga
 Tidak terjadi masalah dalam berumahtangga
 Menjauhi dari perceraian yang sering terjadi di masyarakat

5
BAB II

PEMBAHASAN

Dalam memilih pasangan hidup, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- telah


menyampaikan petunjuk yang mudah namun sangat jarang dijadikan rujukan di zaman
sekarang :
“Jika datang seorang lelaki yang melamar anak gadismu, yang engkau ridhoi agama
dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah (musibah) dan
kerusakan yang merata dimuka bumi “
HR.At-Tirmidziy dalam Kitab An-Nikah(1084 & 1085).
yang terpenting adalah ketaatan sang calon suami/istri kita kepada Allah dan Rasul-Nya,
bukan kekayaan dan kemewahan. Sebuah rumah yang berhiaskan ketaqwaan dan
kesholehan dari sepasang suami istri adalah modal surgawi, yang akan melahirkan
kebahagian, kedamaian, kemuliaan, dan ketentraman.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- juga telah menyerukan :
“Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian yang telah mampu, maka
menikahlah, karena demikian (nikah) itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga
kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah, karena puasa akan
menjadi perisai baginya”. Dalam masalah Perkara pemberian mahar tidak boleh berlebih-
lebihan,
Pernikahan memang memerlukan materi, namun itu bukanlah segala-galanya, karena
agungnya pernikahan tidak bisa dibandingkan dengan materi. Janganlah hanya karena
materi, menjadi penghalang bagi saudara kita untuk meraih kebaikan dengan menikah.
Yang jelas ia adalah seorang calon suami yang taat beragama, dan mampu menghidupi
keluarganyanya kelak. Sebab pernikahan bertujuan menyelamatkan manusia dari
perilaku yang keji (zina), dan mengembangkan keturunan yang menegakkan tauhid di
atas muka bumi ini.

6
1. Memilih Pasangan Hidup sesuai Petunjuk Rasul

Menikah mengandung tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, memilih pasangan
hidup juga merupakan hal yang harus benar-benar diperhatikan. Rasulullah SAW
telah memberikan teladan dan petunjuk tentang cara memilih pasangan hidup
yang tepat dan islami. Insya Allah tips-tips berikut ini akan dapat bermanfaat.
A. Beberapa kriteria memilih calon istri
1. Beragama islam (muslimah). Ini adalah syarat yang utama dan pertama.
2. Memiliki akhlak yang baik. Wanita yang berakhlak baik insya Allah akan mampu
menjadi ibu dan istri yang baik.
3. Memiliki dasar pendidikan Islam yang baik. Wanita yang memiliki dasar pendidikan
Islam yang baik akan selalu berusaha untuk menjadi wanita sholihah yang akan selalu
dijaga oleh Allah SWT. Wanita sholihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
4. Memiliki sifat penyayang. Wanita yang penuh rasa cinta akan memiliki banyak sifat
kebaikan.
5. Sehat secara fisik. Wanita yang sehat akan mampu memikul beban rumah tangga dan
menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu yang baik.
6. Dianjurkan memiliki kemampuan melahirkan anak. Anak adalah generasi penerus
yang penting bagi masa depan umat. Oleh karena itulah, Rasulullah SAW
menganjurkan agar memilih wanita yang mampu melahirkan banyak anak.
7. Sebaiknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum
pernah menikah. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara keluarga yang baru
terbentuk dari permasalahan lain.
B. Beberapa kriteria memilih calon suami
1. Beragama Islam (muslim). Suami adalah pembimbing istri dan keluarga untuk dapat
selamat di dunia dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak diharuskan.
2. Memiliki akhlak yang baik. Laki-laki yang berakhlak baik akan mampu membimbing
keluarganya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
3. Sholih dan taat beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga, sehingga
tindak tanduknya akan ‘menular’ pada istri dan anak-anaknya.
4. Memiliki ilmu agama Islam yang baik. Seorang suami yang memiliki ilmu Islam yang
baik akan menyadari tanggung jawabnya pada keluarga, mengetahui cara

7
memperlakukan istri, mendidik anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin
kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara halal dan baik.
Sebagai catatan tambahan, dianjurkan memilih calon pasangan hidup yang jauh dari
silsilah kekerabatan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keturunan dari penyakit-
penyakit menular atau cacat bawaan kekerabatannya. Selain itu juga dapat
memperluas pertalian kekeluargaan dan ukhuwah islamiyah.

2. Menghindari Perkawinan beda Agama

Dalam pandangan Islam, kehidupan keluarga akan terwujud secara sempurna jika
suami-istri berpegang pada ajaran yang sama. Keduanya beragama dan teguh
melaksanakan ajaran Islam. Jika keduanya berbeda akan timbul berbagai kesulitan di
lingkungan keluarga, dalam pelaksanaan ibadat, pendidikan anak, pengaturan
makanan, pembinaan tradisi keagamaan dan lain-lain.
Islam dengan tegas melarang wanita Islam kawin dengan pria non-Muslim, baik
musyrik maupun Ahlul Kitab. Dan pria Muslim secara pasti dilarang nikah dengan
wanita musyrik. Kedua bentuk perkawinan tersebut mutlak diharamkan.
Yang menjadi persoalan dari zaman sahabat sampai abad modern ini adalah
perkawinan antara pria Muslim dengan wanita Kitabiyah. Berdasar dzahir ayat 221
surat Al-Baqarah. Menurut pandangan ulama pada umumnya, pernikahan pria Muslim
dengan Kitabiyah dibolehkan. Sebagian ulama mengharamkan atas dasar sikap
musyrik Kitabiyah. Dan banyak sekali ulama yang melarangnya karena fitnah atau
mafsadah dari bentuk perkawinan tersebut mudah sekali timbul.
Perkawinan Beda Agama dalam Tinjauan Hukum Islam
Masjfuk Zuhdi dalam bukunya Masail Fiqhiah berpendapat yang dimaksud dengan
“perkawinan antar orang yang berlainan agama” disini ialah perkawinan orang Islam
(pria/wanita) dengan orang bukan Islam (pria/wanita). Mengenai masalah ini, Islam
membedakan hukumnya sebagai berikut :
1. Perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita musyrik.
2. Perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita Ahlul Kitab.
3. Perkawinan antara seorang wanita Muslimah dengan pria non Muslim.
Masjfuk menegaskan bahwa Islam melarang perkawinan antara seorang pria

8
Muslim dengan wanita musyrik. Berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah
ayat 221:
2 : ‫ (البقرة‬... ‫ى يُؤْ ِم َّن َوأل َ َمةٌ ُمؤْ ِمنَةٌ َخي ٌْر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَ ْو أَ ْع َجبَتْ ُك ْم‬ ِ َ ‫ َوالَ ت َ ْن ِك ُح ْوا اْل ُم ْش ِركا‬21)
َّ ‫ت َحت‬
“Janganlah kamu mengawini wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang beriman lebih baik daripada wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu”.
Namun dikalangan ulama timbul beberapa pendapat tentang siapa musyrikah
(wanita musyrik) yang haram dikawini itu?. Menurut Ibnu Jarir Al-Thabari, seorang
ahli tafsir, bahwa musyrikah yang dilarang untuk dikawini itu ialah musyrikah dari
bangsa Arab saja, karena bangsa Arab pada waktu turunnya Al-Quran memang tidak
mengenal kitab suci dan menyembah berhala. Maka menurut pendapat ini seorang
Muslim boleh kawin dengan wanita musyrik dari bangsa non-Arab, seperti Cina, India
dan Jepang, yang diduga dahulu mempunyai kitab suci atau serupa kitab suci.
Muhammad Abduh juga sependapat dengan ini.
Tetapi kebanyakan ulama berpendapat, bahwa semua musyrikah, baik itu dari
bangsa Arab ataupun bangsa non-Arab, selain Ahlul Kitab, yakni (Yahudi dan
Nashrani) tidak boleh dikawini. Menurut pendapat ini bahwa wanita yang bukan Islam
dan bukan pula Yahudi/Nashrani tidak boleh dikawini oleh pria Muslim, apapun
agama ataupun kepercayaannya, seperti Budha, Hindu, Konghucu, Majusi/Zoroaster,
karena pemeluk agama selain Islam, Kristen dan Yahudi itu termasuk kategori
“musyrikah”.
Maka Masjfuk mengatakan, bahwa hikmah dilarangnya perkawinan antara
orang Islam (pria/wanita) dengan orang yang bukan Islam (pria/wanita, selain Ahlul
Kitab), ialah bahwa antara orang Islam dengan orang kafir selain Kristen dan Yahudi
itu terdapat way of life dan filsafat hidup yang sangat berbeda. Sebab orang Islam
percaya sepenuhnya kepada Allah sebagai pencipta alam semesta, percaya kepada
para Nabi, kitab suci, malaikat dan percaya pula pada hari kiamat. Sedangkan orang
musyrik/kafir pada umumnya tidak percaya pada semuanya itu. Kepercayaan mereka
penuh dengan khurafat dan irasional. Bahkan mereka selalu mengajak orang-orang
yang telah beragama/beriman untuk meninggalkan agamanya dan kemudian diajak
mengikuti “kepercayaan/ideologi” mereka.

9
Menurut Masjfuk, kebanyakan ulama berpendapat, bahwa seorang pria
Muslim boleh kawin dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi dan Kristen), ini
berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 5:
َ َ ‫صنَاتُ ِمنَ الَّ ِذيْنَ أ ُ ْوت ُ ْوا اْل ِكتا‬
... )5 : ‫ (المائدة‬...‫ب ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم‬ َ ْ‫ت َواْل ُمح‬
ِ ‫صنَاتُ ِمنَ اْل ُمؤْ ِمنَا‬
َ ْ‫َواْل ُمح‬
“Dan dihalalkan mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara
wanita-wanita yang beriman dan wanita-wantia yang menjaga kehormatan
diantara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu”.
Masjfuk menambahkan, bahwa Rasyid Ridha sependapat dengan Jumhur
yang membedakan musyrikin/musyrikah disatu pihak dengan Ahlul Kitab (Kristen
dan Yahudi) dipihak lain, sesuai dengan pengelompokan yang dibuat oleh Al-
Quran, sekalipun pada hakikatnya Ahlul Kitab itu sudah melakukan “syirik”
menurut pandangan tauhid Islam. Kaena itu perkawinan antara seorang pria
Muslim dengan wanita Kristen/Yahudi diperbolehkan agama, berdasarkan surat
Al-Maidah ayat 5, sunnah dan ijma’.
Menurut pandangan Masjfuk, hikmah diperbolehkannya perkawinan pria
Muslim dengan wanita Ahlul Kitab ialah karena pada hakekatnya agama Yahudi
dan Kristen itu satu rumpun dengan agama Islam, sebab sama-sama agama wahyu
(revealed religion). Maka jika wanita Ahlul Kitab kawin dengan Muslim yang
baik, yang taat pada ajaran-ajaran agamanya, dapat diharapkan atas kesadaran dan
kemauan sendiri masuk Islam karena ia dapat menyaksikan dan merasakan
kebaikan dan kesempurnaan ajaran Islam, setelah ia hidup ditengah-tengah
keluarga Islam.
Yang terakhir Masjfuk mengatakan, bahwa ulama telah sepakat, bahwa
Islam melarang perkawinan seorang wanita Muslimah dengan pria non Muslim,
baik calon suaminya itu termasuk pemeluk agama yang mempunyai kitab suci
seperti Kristen dan Yahudi (revealed religion) ataupun pemeluk agama yang
mempunyai kitab serupa kitab suci, seperti Budhisme, Hinduisme, maupun
pemeluk agama atau kepercayaan yang tidak punya kitab suci dan juga kitab yang
serupa kitab suci, termasuk Animisme, Ateisme dan Politeisme.
Adapun dalil yang menjadi dasar hukum untuk larangan kawin antara wanita
Muslimah dengan pria non-Muslim ialah:

10
a. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 221:
)221 : ‫ (البقرة‬... ‫ى يُؤْ ِمنُ ْوا َولَعَ ْبد ٌ ُمؤْ ِم ٌن َخي ٌْر ِم ْن ُم ْش ِركٍ َو َل ْو أَ ْع َجبَ ُك ْم‬
َّ ‫َوالَ ت ُ ْن ِك ُح ْوا اْل ُم ْش ِر ِكيْنَ َحت‬
“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita
yang mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman lebih
baik daripada orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu”.
b. Ijma para ulama tentang larangan perkawinan antara wanita Muslimah dengan
pria non-Muslim.
Menurut Masjfuk, hikmah dari larangan ini adalah karena dikhawatirkan
wanita Islam itu kehilangan kebebasan beragama dan menjalankan ajaran-ajaran
agama suaminya, kemudian terseret kepada agama suaminya (non-Muslim).
Demikian pula anak-anak yang lahir dari perkawinannya dikhawatirkan pula
mereka akan mengikuti agama bapaknya, karena bapak sebagai kepala keluarga,
terhadap anak-anak melebihi ibunya.
Dalam hal ini Masjfuk menambahkan, fakta-fakta sejarah menunjukkan
bahwa tiada sesuatu agama dan sesuatu ideologi di muka bumi ini yang
memberikan kebebasan beragama, dan bersikap toleran terhadap
agama/kepercayaan lain, seperta agama Islam. Sebagaimana firman Allah dalam
surat Al-Baqarah ayat 120 :
“Orang Yahudi dan Kristen tidak akan senang kepada kamu, hingga kamu
mengikuti agama mereka”.
Dan Allah berfirman surat An Nisa ayat 141 yang artinya :
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
melenyapkan orang-orang yang beriman”.
Firman tersebut mengingatkan kepada umat Islam hendaknya selalu berhati-
hati dan waspada terhadap tipu muslihat orang-orang kafir termasuk Yahudi dan
Kristen, yang selalu berusaha melenyapkan Islam dan umat Islam dengan berbagai
cara, dan hendaklah umat Islam tidak memberi jalan/kesempatan pada meraka
untuk mencapai maksudnya, misalnya dengan jalan perkawinan muslimah dengan
pria non Muslim.

11
3. Pelaksanaan Walimah yang Islam
Walimah adalah perayaan pesta yang diadakan dalam kesempatan pernikahan.
Dikarenakan pernikahan menurut Islam adalah sebuah kontrak yang serius dan juga
momen yang sangat membahagiakan dalam kehidupan seseorang maka dianjurkan
untuk mengadakan sebuah pesta perayaan pernikahan dan membagi kebahagiaan itu
dengan orang lain seperti dengan para kerabat, teman-teman ataupun bagi mereka yang
kurang mampu. Dan pesta perayaan pernikahan itu juga sebagai rasa syukur kepada
Allah SWT atas segala nikmat yang telah Dia berikan kepada kita. Disamping itu
walimah juga memiliki fungsi lainnya yaitu mengumumkan kepada khalayak ramai
tentang pernikahan itu sendiri. Tidak ada cara lain yang lebih baik melainkan melalui
pesta pernikahan yang bisa dinikmati oleh orang banyak.

Nabi Muhammad SAW memberikan contoh pelaksanaan perayaan walimah


pernikahan. Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengadakan perayaan pernikahan
yang cukup mewah ketika pernikahannya dengan Zaynab dengan mengorbankan seekor
kambing. Dalam kesempatan lain Rasulullah menekankan pentingnya walimah nikah.
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman Ibnu Auf. Lalu beliau bersabda:
"Apa ini?". Ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang
perempuan dengan maskawin senilai satu biji emas. Beliau bersabda: "Semoga Allah
memberkahimu, selenggarakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing."
(Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim).

Anas berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah berdiam selama tiga malam
di daerah antara Khaibar dan Madinah untuk bermalam bersama Shafiyyah (istri baru).
Lalu aku mengundang kaum muslimin menghadiri walimahnya. Dalam walimah itu tak
ada roti dan daging. Yang ada ialah beliau menyuruh membentangkan tikar kulit. Lalu
ia dibentangkan dan di atasnya diletakkan buah kurma, susu kering, dan samin.
(Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari).

Semua ulama sepakat tentang pentingnya pesta perayaan nikah, meskipun mereka
berbeda pendapat tentang hukumnya: beberapa ulama berpendapat hukum untuk
mengadakan walimah pernikahan adalah wajib sementara itu umumnya para ulama

12
berpendapat hukumnya adalah Sunah yang sangat dianjurkan.

Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar dalam pelaksanaan walimah nikah tidak
hanya mengundang mereka yang kaya saja; beliau bersabda: "Seburuk-buruk makanan
ialah makanan walimah di mana yang diundang hanyalah orang-orang kaya saja
sementara orang-orang yang miskin tidak diundang. Dan barang siapa yang tidak
memenuhi undangan, maka berarti ia telah berbuat durhaka kepada Allah dan Rasul-
Nya." (Shahih Muslim No.2585).

Lebih jauh lagi dalam hadits diatas Rasulullah SAW mengajarkan kita bahwa sudah
menjadi kewajiban seorang Muslim untuk menjawab undangan walimah dan bahkan
Rasulullah SAW menjadikannya satu dari enam kewajiban sesama Muslim. Oleh
karena Rasulullah SAW menekankan untuk menghadiri undangan walimah maka para
ulama berpendapat bahwa seseorang boleh tidak untuk menghadiri walimah hanya
dengan alasan-alasan yang diperbolehkan menurut syariat Islam. Salah satu alasan yang
diperbolehkan itu adalah adanya musik yang tidak Islami ketika berkumpul di saat
walimah atau seseorang masih harus menyelesaikan pekerjaan lainnya yang
berhubungan dengan agama yang jauh lebih penting.

Sekarang untuk pertanyaan bagaimana sebaiknya melaksanakan walimah itu apakah


sesudah atau sebelum melakukan 'malam pertama' atau hubungan suami-isteri. Jika
seseorang melihat lebih jernih sumber-sumber yang ada maka tidak ada keterangan
tentang hal ini. Dengan kata lain tidak ada aturan tentang hal ini yang dapat diterapkan.
Semuanya diserahkan kepada mereka yang akan melaksanakan. Kita tidak dapat
melarang sesuatu yang tidak ada hukumnya dari Allah SWT. Apakah walimah
pernikahan itu dilaksanakan sebelum atau sesudah malam pertama (melakukan
percampuran/hubungan suami isteri) akan sama saja karena Sunahnya sama-sama dapat
terpenuhi.
Masalah terakhir yang berkaitan dengan pertanyaan diatas adalah siapakah yang harus
bertanggungjawab atas pelaksanaan walimah. Sudah jelas berdasarkan hadits diatas
bahwa kewajiban utamanya untuk mengadakan walimah ada di pihak laki-laki. Namun
jika suami-isteri atau orangtua/wali sepakat untuk membagi beban biaya pengadaan
walimah sesuai dengan adat istiadat yang berlaku di daerah mereka maka hal itu tidak
bertentangan dengan syariat Islam.
13
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari pembahasan yang penulis jelaskan pada BAB sebelumnya dapat


disimpulkan perkawinan adalah sesuatu yang tidak bisa dipermainkan, sebab dari hasil
pernikahan itu akan lahir sebuah keluarga sebagai lembaga terkecil dalam masyarakat
yang akan menentukan nasib suatu bangsa. Ada beberapa pertimbangan memilih
pasangan hidup sesuai petunjuk Rasul.

3.1 SARAN

Hendaknya kita lebih mempelajari lebih dalam mengenai memlilih pasangan


hidup yang baik dan benar. Dan upayakan menghindarkan perkawinan beda agama
serta dapat kita memahami pelaksanaan Walimah yang islami.

14
DAFTAR PUSTAKA

 Buku ajar Materi Agama Islam Semester IV oleh Ulfatmi dan Jem khairil
 http://www.dhuha.net/id/content/islam/counseling/konsep-walimah-perayaan-
nikah-dalam-islam
 http://cara-muhammad.com/tips/tips-memilih-pasangan-hidup/

15

Anda mungkin juga menyukai