Anda di halaman 1dari 9

Refluks Gastro Esofageal pada Bayi

Rachael Christin Nathania

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Email : Rachaelchristin4@gmail.com

Abstrak

Gastroesophageal reflux (GER) adalah aliran balik isi lambung ke dalam esofagus dengan atau
tanpa regurgitasi dan muntah. Refluks Gastroesofagus (GER) merupakan suatu keadaan yang
fisiologis yang sering ditemukan pada bayi. GER dapat berkembang menjadi patologis apabila
ditemukan adanya komplikasi esofagitis. Gejala klinis yang sering ditimbulkan adalah adanya
regurgitasi. GER harus diberikan tatalaksana dengan baik, jika tidak diberikan tatalaksana
dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup dari anak dan komplikasi yang berat, seperti
gagal tumbuh, striktur esofagus, dan esophagus Barrets. Tatalaksana GER dapat diberikan secara
non-farmakologis dengan edukasi terhadap orang tua dan secara farmakologis.

Kata kunci: GER, regurgitasi, pH-metri

Abstract

Gastroesophageal reflux (GER) is a backflow of gastric contents into the esophagus with or
without regurgitation and vomiting. Gastroesophageal reflux (GER) is a physiological condition
that is common in infants. GER may develop into pathologic if there is any complication of
esophagitis. Clinical symptoms are often caused by the presence of regurgitation. GER should be
administered properly, if not administered properly, it will reduce the quality of life of the child
and severe complications, such as failure to grow, esophageal stricture, and Barrets esophagus.
GER management can be administered non-pharmacologically by parents and
pharmacologically.

Keywords: GER, regurgitation, pH-metri


Pendahuluan
Gastroesophageal refluks (GER) adalah aliran balik isi lambung ke dalam esofagus
(regurgitasi).1 GER merupakan keadaan yang fisiologis yang terjadi pada bayi. GER dapat
berubah menjadi patologis apabila disertai dengan adanya komplikasi. Seiring dengan
bertambahnya usia, regurgitasi pada bayi akan semakin menghilang karena semakin maturnya
esofagus.2 Tujuan dari makalah ini adalah supaya mahasiswa dapat lebih mengerti dan
memahami refluks gastroesofageal yang sering terjadi pada bayi. Sasarannya adalah mahasiswa
fakultas kedokteran. Harapannya supaya mahasiswa dapat lebih memahami etiologi,
epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, different diagnosis, dan penatalaksanaan dari GER.

Anamnesis
Menanyakan identitas pasien kemudian lakukan anamnesis. Anamnesis yang perlu ditanyakan
adalah keluhan utama, timbulnya sejak kapan, aktivitas sehabis makan/ minum susu, susu yang
telah diminum keluar secara proyektil (muntah) atau seperti mengalir, frekuensi keluarnya susu
sehabis minum dalam sehari, banyaknya susu yang dikeluarkan, jarak waktu minum susu dan
muntah, terjadinya sehabis minum saja atau secara intermiten (sering), warna, sering tersedak
saat minum susu atau tidak, ada penurunan berat badan atau tidak, riwayat pengobatan, riwayat
penyakit keluarga, riwayat alergi.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu dengan menilai status pertumbuhan bayi khususnya
terhadap usia dan berat terhadap panjang. Memeriksa daerah fontanella, apabila terdapat cekung
maka bayi mengalami dehidrasi. Inspeksi abdomen untuk melihat apakah terdapat distensi
abdomen atau tidak. Distensi abdomen menandakan adanya obstruksi penyebab muntah. Palpasi
dibagian epigastrium apakah adanya benjolan seperti buah zaitun untuk menandakan apakah
adanya stenosis pilorus hipertrofik atau tidak. Pada saat bayi menangis keluar air mata atau tidak
untuk melihat ada dehidrasi atau tidak.2,3
Pemeriksaan Penunjang

Pada bayi dengan gambaran GER khas dan tanpa adanya komplikasi tidak diperlukan
pemeriksaan labolatorium. Orang tua dapat diyakinkan dan bayi perlu dipantau secara klinis.
Pada bayi dengan muntah dan penyulit refluks, dapat dilakukan pemeriksaan pemantauan pH
esofagus. Pemeriksaan pH esofagus (pH metri) digunakan untuk mengukur jumlah paparan
asam lambung dalam esofagus, dan memperlihatkan keterkaitan dalam waktu antara gejala
(misalnya gangguan pernapasan atau heartburn) dan kejadian refluks. Pemeriksaan penunjang
pH metri dianggap sebagai baku emas. PH metri dapat melakukan pemantauan dalam waktu 24
jam. PH esofagus normal adalah sekitar 5-7. Jika pH esofagus didapatkan dibawah 4 maka hal
tersebut merupakan pertanda adanya episode GER. Pemeriksaannya menggunakan keteter yang
dilengkapi dengan elektroda pada ujungnya yang dihubungkan dengan pencatat di atas portable
Digritraper yang dapat merekam pH esofagus disekelilingnya. Keteter dimasukkan ke esofagus
melalui hidung sampai elektroda menempati sepertiga distal esophagus.2,3

Working Diagnosis

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang didapatkan adalah bayi usia 6 bulan tersebut terkena GER
(Gastroesophageal Reflux).

Gastroesophageal refluks (GER) adalah aliran balik isi lambung ke dalam esofagus dengan atau
tanpa regurgitasi dan muntah. Kejadian GER ini merupakan proses yang fisiologis yang dapat
terjadi beberapa kali per hari pada bayi sehat. Umumnya peristiwa ini terjadi <3 menit, terjadi
setelah periode makan.1 GER patologis jika muncul dengan intensitas dan frekuensi yang
berlebihan sehingga timbul gejala atau gangguan (GERD). Keadaan GER ini sering ditemukan
pada bayi dan merupakan salah satu keluhan yang sering disampaikan pada orang tua saat
kunjungan dengan dokter.2 Istilah regurgitasi digunakan sebagai manifestasi klinisnya. Refluks
gastroesofagus patologis jika terjadi komplikasi.

Etiologi

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang
dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal pemisahan ini
akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran anterograd yang terjadi pada saat
menelan, atau retrograde pada saat sendawa atau muntah. Pada keadaan GER, tonus LES tidak
ada atau rendah (<3mmHg) sehingga timbul aliran balik dari gaster ke esofagus atau regurgitasi.
Regurgitasi ini timbul karena LES pada bayi yang belum matur.4

Epidemiologi

Dilaporkan 50% bayi sehat berumur 0-3 bulan mengalami regurgitasi paling sedikit 1 kali setiap
harinya, meningkat menjadi 70% pada umur 6 bulan, dan selanjutnya menurun secara bertahap
hingga mencapai 5-10% pada umur 12 bulan. Lebih kurang 25% orang tua bayi tersebut
menganggap regurgitasi sebagai suatu masalah.2

Patofisiologi

Isi cairan sfingter esofagus bagian bawah (SEB) yang tersusun oleh otot polos merupakan barrier
antirefluks tepenting. Pada keadaan normal, SEB akan mengalami relaksasi sebagai respon
terhadap proses menelan sehingga makanan dan minuman nantinya akan masuk ke dalam
lambung. Peristaltik berikutnya nanti akan membatasi refluks akibat relaksasi tersebut sehingga
mencegah terjadinya kerusakan mukosa esofagus akibat kontak yang lama dengan asam, pepsin
atau asam empedu. 2

Relaksasi sementara SEB (transient LES relaxation=TLRS) yaitu relaksasi sfingter esofagus
yang tidak berhubungan dengan proses menelan merupakan mekanisme utama yang
menyebabkan kembalinya isi lambung ke dalam esofagus. Selain itu adanya gangguan
pengosongan dari isi lambung (delaved gastric emptying) adalah mekanisme lain yang dapat
menyebabkan distensi lambung, sehingga meningkatnya sekresi asam lambung , dan dapat
meningkatnya TLSR. Bagian dari esofagus yang berada di rongga abdomen berperan terhadap
frekuensi refluks. Pada neonatus, bagian tersebut hampir tidak berkembang sehingga
mempermudah masuknya isi lambung ke dalam esofagus akibat adanya perbedaan tekanan
negatif antara rongga abdomen dan toraks.2

Gejala Klinis

Gejala GER ditemukan secara insidentil pada anak normal. Sedangkan dalam keadaan patologis
gejala tersebut akan terlihat lebih berat. Regurgitasi merupakan gejala klinis yang paling sering
dtemui pada bayi. Gejala ini merupakan gejala awal GER pada bayi. Selain itu gejala lainnya
yaitu mengalami regurgitasi sebanyak 1-4 kali dan umumnya 1-2 sendok, refluks terjadi setelah
makan, keluarnya dengan cara mengalir tanpa adanya dorongan dari abdomen. Regurgitasi
umumnya jarang ditemukan diatas umur 1 tahun. Pada beberapa bayi dapat ditemukan keadaan
silent gastrophageal refluks diseases (GERD) yaitu bayi yang berdasarkan pemeriksaan pH-
metri memperlihatkan adanya GER tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis.1,2,5

GER patologis ditentukan oleh frekuensi dan intensitas yang terjadi dan gejala klinis yang
berhubungan dengan komplikasi. Gejala nyeri umumnya timbul karena terpapar oleh asam
berlebihan atau berlangsung lama. Bayi akan menjadi rewel, cengeng dan kadang sampai
menjerit. Pada esofagitis berat (kerusakan mukosa esofagus) dapat ditemukan darah pada isi
muntahan, nyeri atau gangguan menelan, dan darah pada tinja. Refluks gastroesofagus patologik
yang berlangsung terus menerus menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan, penurunan berat
badan, gangguan respirasi berulang (asma, bronkitis dan laringitis). Gangguan saluran napas
karena adanya pengaruh dari iritasi bahan refluks.2 Tidak ditemukannya kerusakan pada mukosa
esofagus belum tentu tidak ada GERD, karena kemungkinan lainnya adalah terkena NERD.2

Different Diagnosis

Disfagia

Disfagia merupakan kesulitan menelan atau gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung.
Disfagia karena kesulitan menelan disebut disfagia orofaringeal sedangkan disfagia akibat
gangguan pasase dinamakan disfagia esofageal. Disfagia orofaringeal dapat terjadi akibat
obstruktif (misalnya karena infeksi, limfadenopati atau keganasan) dan kelainan neuromuskular
(seperti penyakit parkinson, multiple sclerosis). Fase esofageal disebabkan oleh tumor esofagus
dan akalasia. Fase orofaringeal memiliki gejala sulit memulai proses menelan, regurgitasi ke
hidung, batuk saat menelan, makanan terkum,pul pada pipi. Pada fase esofageal mampu menelan
tetapi terasa mengganjal atau tidak turun kebawah dan selalu keluar setiap makan. Pemeriksaan
fisik adanya penurunan berat badan, limfadenopati dan menunjukkan adanya akalasia.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah esofagogastrokopi dan manometri
esofagus.6,7

GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)


Penyakit refluks gastroesofageal adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat dari refluks
kandungan lambung ke dalam esofagus, faring, laring dan saluran pernapasan. Penyebabnya
adalah karena ketidakseimbangan faktor defensif (LES, ketahanan epiteal esophagus) dan faktor
ofensif (asam lambung, dilatasi lambung, keterlambatan psengosongan lambung). Gejalanya
adalah adanya rasa nyeri di epigastrium, rasa terbakar (heartburn), muntah bukan hanya
makanan dan minuman yang baru dikonsumsi saja yang keluar, tetapi disertai asam, pepsin, dan
empedu yang bersifat korosif sehingga merusak epitel esofagus, disfagia (sulit menelan),
odinofagia (rasa sakit menelan), mual, rasa pahit dilidah, suara serak, laringitis, batuk dan
gangguan pernapasan, muntahan berwarna bening kekuningan dengan kadar asam dan kepahitan
tinggi. Pemeriksaan penunjang dengan endoskopi saluran cerrna bagian atas yang merupakan
baku emas. Ditemukannya lesi mukosa di esofagus distal.5

Stenosis Pilorus

Stenosis pilorus merupakan penyempitan pilorus yang dialami oleh bayi. karena adanya
hipertrofi dan hiperplasia yang menyeluruh pada lapisan otot sirkular dan longitudinal pilorus
yang menyebabkan saluran pilorus menebal. Keadaan ini menjadi penyebab obstruksi paling
sering pada bayi usia 2-8 bulan. Stenosis pilorus menyebabkan makanan dari lambung tidak
dapat masuk ke duodenum. Gejalanya yaitu adanya gejala muntah-muntah yang proyektil
(seperti menyembur karena dorongan kuat dalam perutnya) dari sejak 2-3 minggu lahir dan
secara intermiten atau sebentar-sebentar muntah, muntahan berwarna bening seperti asi pada saat
baru lahir dan bertambahnya usia warna muntahan menjadi kekuningan, dehidrasi, penurunan
berat badan, terdapat benjolan kecil dibagian atas perutnya akibat pembengkakan pilorus. Dan
merupakan penyakit keturunan. Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan pemeriksaan
radiologi foto polos abdomen dan ditemukan adanya distensi gaster dan stenosis yang melebar.
Penanganannya dapat dilakukan dengan pyloromyotomy tujuannya untuk melebarkan pilorus.6

Atresia Duodenum

Atresia duodenum diduga timbul dari kegagalan perkembangan usus selama masa kehamilan
minggu ke-4 dan ke-5. Gejala klinisnya yaitu adanya tanda obstruksi yaitu muntah yang
mengandung empedu tanpa perut kembung berwarna kehijauan, biasanya terjadi hari pertama
setelah lahir. Ikterik tampak pada sepertiga bayi, nyeri hilang timbul dan sembuh setelah muntah,
kelainan yang mungkin bisa diturunkan. Diagnosisnya adalah ditemukannya gambaran tanda
gelembung ganda pada foto rontgen polos abdomen. Gambaran ini karena lambung dan abdomen
terisi udara dan mengembang. Pemeriksaan lainnya juga bisa menggunakan ultrasonografi.5

Penatalaksanaan

Pada bayi yang tampak sehat dan tidak menunjukkan adanya komplikasi tidak diperlukan adanya
pengobatan. Beberapa penatalaksanaan non-medikamentosa pada bayi GER dapat diberikan
seperti memposisikan bayi posisi tegak setelah diberi asi atau susu formula, lalu menepuk
punggung bayi secara perlahan supaya bayi dapat bersendawa dan mengeluarkan angin yang ikut
masuk ketika menyusui, menambahkan thickening formula pada susu formula yaitu dengan
menambahkan 5 gram tepung beras ke dalam 100 mL susu formula. Cara ini dapat mempercepat
pengosongan lambung. Selain itu, pembatasan volume minuman atau makanan pada bayi juga
bisa dilakukan karena mengingat ukuran lambung bayi yang masih kecil, kepala tidak boleh
lebih rendah dari badan selama masa istirahat.1,2,5

Tatalaksana Farmakologis

Jika pada terapi diatas bayi tidak juga mengalami perubahan, maka perlu untuk diberikan obat
yaitu seperti:

Metoklopramid

Metoklopramid (o,15 mg/kg/dosis 4X sehari) dimana obat ini akan memacu pengosongan
lambung dan motilitas esofagus, serta mengurangi refluks tetapi memiliki efek samping
mengantuk, gelisah dan reaksi ekstrapiramidal pernah dilaporkan.2,5

Domperidon

Mempunyai efek antimuntah dan merupakan suatu antagonis reseptor D2, yang merangsang
motilitas lambung dan usus proksimal. Obat ini berpengaruh terhadap pengosongan lambung dan
menstimulasi kontraksi antarduodenum. Memiliki efek samping lebih kecil dibandingkan dengan
metoklopramid. Penelitian lain mendapatkan perbaikan refluks yang minimal setelah terapi 4
bulan pada sebagian besar bayi dan anak dengan GER.2,3

Cisapride
Cisapride meningkatkan sekresi air liur sehingga dapat melindungi esofagus melalui sistem
buffer yang terdapat didalam air liur dan dapat mengurangi keluhan dan mempercepat
penyembuhan serta dapat mempercepat pengosongan lambung. Cisapride merupakan obat utama
dan merupakan obat yang aman dan efektif untuk GER. Dosis maksimal yang diberikan adalah
0,8 mg/kgBB/hari dalam 3 atau 4 kali pemberian. Obat ini memperlihatkan onset kerja yang
lebih cepat dan menurunkan parameter refluks.2,3

Terapi bedah

Bayi yang mengalami komplikasi berat atau tidak berespon terhadap terapi farmakologi namun
selalu timbul setelah pengobatan dihentikan merupakan kandidat untuk tindakan bedah.
Tindakan bedah yang sering dilakukan adalah fundouplikasi. Bagian paling atas dari lambung
(daerah fundus) dibuat melingkari bagian bawah dari esophagus. Tonus otot lambung diharapkan
dapat membantu menguatkan penutupan bagian atas lambung. Tindakan ini dilakukan untuk
anak usia diatas 2 tahun.2

Komplikasi

Refluks gastroesofagus dapat berubah menjadi patologis apabila terjadi komplikasi. Esofagitis
merupakan komplikasi yang sering ditimbulkan akibat pajanan asam lambung pada dinding dari
esofagus secara berlebihan dengan durasi yang lama. Refluks gastroesofagus yang tidak
ditatalaksana dengan baik dapat menurunkan kualitas hidup dari anak dan menyebabkan
komplikasi yang berat seperti gagal tumbuh, striktur esophagus, dan esophagus Barrets.2

Kesimpulan

Gastroesophagel Reflux (GER) merupakan suatu keadaan fisiologis yang sering ditemukan pada
anak. GER ditandai dengan adanya regurgitasi. GER dapat berkembang menjadi patologis
apabila tidak ditangani dengan baik. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara non-farmakologis
dengan memberikan edukasi kepada orang tua. Apabila terapi tersebut tidak memberikan hasil
yang baik maka perlu diberikan terapi farmakologis.

Daftar Pustaka
1. Bernstein D, Shelov S. Ilmu kesehatan anak untuk mahasiswa kedokteran. Ed 3. Jakarta:
EGC; 2014.
2. Yusuf S. Pendekatan tatalaksana refluks gastroesofagus (RGE) pada anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 2008; 8(2): 115-121.
3. Kultursay N. Gastroesophageal reflux (GER) in preterms: current dilemmas and
unresolved problems in diagnosis and treatment. The Turkish Journal of Pediatrics. 2012;
54:561-569.
4. Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed 15. EGC.
6. Pandaleke JJC, Sengkey LS, Angliadi E. Rehabilitasi medic pada penderita disfagia.
Jurnal Biomedik. 2014; 6(3): 157-163.
7. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas
Kedokteran Ukrida; 2013.

Anda mungkin juga menyukai