Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

MALUNION FRAKTUR HUMERUS


DEXTRA 1/3 DISTAL

Oleh:

Putu Frydalyasa Yudhi A.


NPM. 16710165

Dokter Pembimbing:

dr. Muhammad Andrie Wibowo, Sp.OT

SMF ILMU BEDAH


BAGIAN BEDAH TULANG (ORTHOPEDI)
RSUD dr. MOH. SALEH KOTA PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
SMF ILMU BEDAH
BAGIAN BEDAH TULANG (ORTHOPEDI)
JUDUL
MALUNION FRAKTUR HUMERUS DEXTRA 1/3 DISTAL

Telah disetujukan dan disahkan pada:


Hari :
Tanggal :

Mengetahui
Dokter Pembimbing

dr. Muhammad Andrie Wibowo, Sp.OT

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berbagai
kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan untuk menyelesaikan laporan
kasus dengan judul “Malunion Fraktur Humerus Dextra 1/3 Distal.” Laporan kasus
ini penulis susun sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Bedah
Bagian Bedah Tulang (Orthopedi) RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, tentu tak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.
Muhammad Andrie Wibowo, Sp.OT selaku pembimbing SMF Ilmu Bedah Bagian
Bedah Tulang (Orthopedi) RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus
ini sehingga masih jauh dari kata sempurna, walaupun demikian penulis berharap
laporan kasus ini bermanfaat bagi para pembacanya khususnya rekan rekan sejawat
dokter muda yang sedang menjalani stase di SMF Ilmu Bedah Bagian Bedah Tulang
(Orthopedi) RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo. Oleh sebab itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan agar kedepannya laporan kasus ini bisa lebih sempurna.
Penulis memohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat beberapa kesalahan
dalam laporan kasus ini. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih.
Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua.

Probolinggo, 28 Januari 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. ii


Lembar Pengesahan ........................................................................................ iiI
Kata Pengantar ................................................................................................ iii
Daftar Isi .......................................................................................................... iv
Bab I Pendahuluan ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Laporan Kasus ............................................................................... 2
Bab II Tinjauan Pustaka .................................................................................. 9
A. Definisi ........................................................................................... 9
B. Anatomi dan Fisiologi ................................................................... 9
C. Etiologi ........................................................................................... 17
D. Patofisiologi ................................................................................... 18
E. Klasifikasi ..................................................................................... 20
F. Gambaran Klinis ............................................................................ 20
G. Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 21
H. Penatalaksanaan ............................................................................. 22
I. Komplikasi ..................................................................................... 23
Daftar Pustaka ................................................................................................. 27

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga

yang melebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis

fraktur (transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi (diafise,

metafise, epifise) dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang

mengelilingi (terbuka atau compound dan tertutup) (Rasjad C.,2007).

Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi.

Insiden terjadinya fraktur shaft humerus adalah 1-4% dari semua kejadian

fraktur. Fraktur shaft humerus dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tengah

dan distal humerus (Rasjad C.,2007).

Fraktur korpus humeri dapat terjadi semua usia. Pada bayi, humerus

sering mengalami fraktur pada waktu persalinan sulit, atau cedera non-

accidental. Fraktur ini dapat menyembuh dengan cepat dengan pembentukan

kalus massif dan tidak perlu perawatan. Pada orang dewasa, fraktur pada

humerus tidak umum terjadi. Terdapat beberapa jenis fraktur, tetapi dapat

dirawat dengan cara yang sama. Jika perawatan dilakukan dengan baik, maka

tidak akan menimbulkan masalah (King Maurice, 1987).

1
LAPORAN KASUS

I. Keterangan Umum

Nama : Sdr. Sendi Sugiarto

Usia : 21 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Alamat : Kebon Sengon RT 14/6 Sukapura

Tgl masuk : 25 Januari 2017

II. Anamnesis

a. Keluhan Utama : Nyeri pada lengan kanan

b. Anamnesis Khusus :

Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moh. Saleh dengan keluhan nyeri

pada lengan bawah kanan hingga siku sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri terasa

jika sedang beraktifitas. Nyeri tidak menjalar.

Pada 1 bulan yang lalu pasien terserempet truk. Pada waktu

kejadian, pasien menggunakan sepeda motor dengan kecepatan tidak terlalu

ngebut menurut beliau sekitar 60-80 km.jam. Pasien mengendarai sepeda

motor sendirian. Pasien menggunakan helm. Pasien terserempet truk dari

arah sebelah kiri ketika pasien henda menyusul. Bagian kepala dan tangan

tersentuh oleh truk, lalu pasien terjatuh ke arah kanan. Bagian yang

terdahulu menyentuh aspal adalah tangan kanannya dan beliau menompang

berat badannya menggunakan siku kanannya. Pada waktu kecelakaan pasien

sadarkan diri, tidak ada keluar darah dari telinga, mulut, hidung. Tidak ada

2
mual dan muntah. Hanya terasa bengkak, tampak dislokasi pada siku kanan

pasien, nyeri pada lengan kanannya dan pergelangan tangan kirinya.

Selama 1 bulan ini, pasien tidak ada melakukan operasi sebelumnya

untuk memperbaiki posisi sikunya tersebut. Pasien mengatakan sejak SD

sudah sering terjatuh, kira-kira sudah 6x terjatuh dan saat terjatuh selalu

menopang badannya pada lengan kanannya.

c. Riwayat Penyakit Terdahulu

Hipertensi, Asma, Diabetes Mellitus : disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa.

e. Riwayat Alergi dan Obat-obatan

Tidak ada riwayat alergi makanan dan obat-obatan.

f. Riwayat Kebiasaan dan Sosial

Merokok dan minum minuman beralkohol : disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

GCS : 4 (mata)-5(verbal)-6(motoric)-total 15

A. Primary Survey:

 Jalan Nafas (A)

- Paten

 Pernafasan (B)

- Gerakan dada simetris, pernafasan normal

 Sirkulasi (C)

3
- Nadi radialis 69 kali per menit, nadi regular, amplitudo kuat,

capillary refill time.

B. Tanda Vital :

T : 131/72 mmHg

N : 69 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 360C

C. Status Generalis

Kepala : Normocephali

Mata : Pupil bulat isokor +/+, Konjungtiva tidak anemins,

Sklera tidak ikterik

Hidung : Septum deviasi (-)

Leher : Jejas (-), JVP dalam batas normal, KGB tidak ada

pembesaran

Thorax :

- Paru : Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris, jejas (-)

Palpasi : vocal fremitus +/+

Perkusi : Sonor dextra = sinistra

Auskultasi : Vesikuler dextra = sinistra

- Jantung : Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris, jejas (-)

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : S1 dan S2 reguler, tunggal, tidak

ada murmur.

4
Abdomen : Inspeksi : Jejas (-), datar, distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Defans muskuler (-), nyeri tekan (-),

hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Pelvis : Jejas (-)

Extremitas Atas : sesuai status lokalis

Extremitas bawah : oedem -/-, akral hangat, CRT < 2 detik

A. Status Lokalis

Regio Humerus Dextra:

 Look : Luka (-), pus (-), darah (-), bengkak (+), eritem (-),

deformitas (+)

 Feel : Suhu sama dengan daerah sekitarnya, nyeri tekan (-),

sensabilitas (+), krepitasi (-), capillary refill (<2

detik), pulsasi arteri (+)

 Move : Gerakan terbatas karena nyeri, gerakan aduksi tidak

terbatas, gerakan abduksi terbatas, gerakan fleksi

tidak terbatas, ekstensi terbatas.

IV. Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen x-ray foto elbow joint dextra, dua posisi AP/Lateral Dextra tampak

2 posisi.

5
Gambar 1.1 Foto Rontgen Elbow Joint Dextra posisi AP/Lateral

Kesan: Malunion Fraktur Humerus Dextra 1/3 Distal

 Laboratorium, tanggal 25-1-2017

a. HBsAg : Negatif

b. HIV Test : Non Reaktif

c. Darah Lengkap :

1) Diff Count : 1/0/73/19/7

2) Eritrosit : 5.4 jt/cmm

3) Hemoglobin : 17.0 g/dl

d. LED :

1) Lekosit : 8.970 /mm3

2) Hematokrit : 50%

3) Trombosit : 253.000/mm3

e. Faal Hemostasis

1) APTT : 26.4 detik

2) PPT : 12.0 detik

f. Fungsi Hati (LFT)

1) Alkali Fosfatase : 115 U/I

2) Bilirubin direct : 0.38 mg/dl

6
3) Bilirubin total : 0.80 mg/dl

4) SGOT : 29 U/I

5) SGPT : 59 U/I

g. Fungsi Ginjal (RFT)

BUN : 12.6 mg/dl

Creatinin : 1.1 mg/dl

UA : 6.1

V. Resume

 Anamnesa

- Nyeri pada humerus dextra

- Bengkak pada humerus dextra

 Pemeriksaan Fisik

- Pada inspeksi terdapat bengkak, deformitas

- Gerakan terbatas karena nyeri

- Gerakan aduksi tidak terbatas, abduksi terbatas, fleksi tidak terbatas,

ekstensi terbatas

VI. Diagnosa

Malunion Fraktur Humerus Dextra 1/3 Distal

VII. Penatalaksanaan

a. Konservatif

IVFD RL 20 tpm

Inj. Ketorolac iv 30 mg

Inj. Glibotik iv 500 mg

b. Operatif :

7
Konsul dokter Spesialis Bedah Orthopedi: Pro Rekonstruksi Elbow /
ORIF
Konsul dokter Spesialis Anaesthesi: Pro Rekonstruksi Elbow
VIII. Prognosis

Quo ad vitam : Ad bonam

Quo ad fungsional : Ad bonam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Fraktur atau patah tulang adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur

tulang. Fraktur adalah terputusnya yaitu diskontinuitas jaringan tulang atau

tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa (Apley, 1995).

Pembagian patah tulang ada 2 yaitu trauma yang menyebabkan patah

tulang dapat berupa trauma langsung misalnya benturan keras dan trauma yang

tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada tangan (De Jong, 2010).

1. Fraktur tertutup

Fraktur tertutup yaitu fragmen tulang dari luar tidak nampak, tidak

menembus kulit.

2. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka yaitu fragmen tulang nampak dari luar atau menembus kulit.

Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang

humerus yang terbagi atas (Rasjad C.,2007).

1. Fraktur Collum Humerus

2. Fraktur Batang Humerus

3. Fraktur Suprakondiler Humerus

4. Fraktur Interkondiler Humerus

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Tulang Humerus

Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk

tulang panjang dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan

9
scapula di proksimal dan dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi

menjadi 3 bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri

(Santoso et al.,2002).

Humerus merupakan tulang panjang. Bagian yang mempunyai

hubungan dengan bahu membentuk kepala sendi disebut caput humeri.

Caput humeri dan cavitas glenoidalis scapula bersatu membentuk articulatio

glenohumeralis. Pada caput humeri terdapat tonjolan yang disebut

tuberculum mayus dan tuberculum minus, disebelah bawah caput humeri

terdapat lekukan yang disebut columna humeri. Pada bagian yang

berhubungan dengan bawah terdapat epicondylus lateralis humeri dan

epicondylus medialis humeri. Disamping itu juga mempunyai lekukan yaitu

fossa coronoid (bagian depan) dan fossa olecrani (bagian belakang) (Pearce,

C.E 2009).

Gambar 2.1 Anatomi Tulang Humerus

10
Gambar 2.2 Pembagian Tulang Humerus

Proksimal humeri

Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat

dan dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus

yang berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian

scapula. Arah caput humeri serong mediosuperior dan sedikit posterior.

Caput humeri dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh collum

anatomicum (Santoso et al.,2002).

Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan

tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan

diri ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah

ke anterior dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara

kedua tuberculum serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis

yang dilapisi tulang rawan dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis

(Santoso et al.,2002).

11
Shaft humeri

Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga.

Permukaan shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis,

facies anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan facies anterior

medialis dengan facies posterior membentuk margo medialis. Margo

medialis ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista

supracondilaris medialis. Pertemuan facies anterior lateralis dengan facies

posterior membentuk margo lateralis. Margo lateralis ini juga ke arah distal

makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis (Santoso

et al.,2002).

Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan

tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies

posterior humeri didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang

berjalan superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat

margo medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang

mengarah ke distal (Santoso et al.,2002).

Distal humeri

Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft

humeri. Margo medialis yang melanjutkan diri sebagai crista

supracondilaris medialis berakhir sebagai epicondilus medialis. Demikian

pula margo lateralis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris

lateralis berakhir sebagai epicondilus lateralis. Epicondilus medialis lebih

menonjol dibandingkan epicondilus lateralis serta di permukaan posterior

epicondilus medialis didapatkan sulcus nervi ulnaris (Santoso et al.,2002).

12
Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang

rawan untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini

mempunyai sumbu yang sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft

humeri. Struktur ini disebut trochlea humeri di medial dan capitulum humeri

di lateral. Trochlea humeri dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari

permukaan anterior sampai permukaan posterior dan berartikulasi dengan

ulna. Di proksimal trochlea baik di permukaan anterior maupun di

permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga tulang menjadi sangat

tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di permukaan

posterior disebut fossa olecrani (Santoso et al.,2002).

Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi

tulang rawan setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior.

Capitulum humeri berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior

capitulum humeri didapatkan fossa radialis (Santoso et al.,2002).

Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus

meliputi mm. biceps brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii.

Selain itu humerus juga sebagai tempat insersi mm. latissimus dorsi,

deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan

tendon insersio mm. supraspinatus dan infraspinatus (Santoso et al.,2002).

13
Gambar 2.3 Anatomi Tulang Humerus Tampak Depan, Tampak Belakang, Regio

Elbow Anterior dan Elbow Posterior

2. Persendian pada Sendi Siku


Sendi siku merupakan sendi yang majemuk karena terdapat dua

sendi dalam satu kapsul. Sendi ini dibentuk oleh tiga tulang yaitu tulang

humerus, radius, dan ulna yang saling berhubungan membentuk sendi siku.

Bagian-bagian tulang pembentuk sendi tersebut adalah distal humerus,

proksimal radius, dan proksimal ulna. Pada dasarnya sendi siku terdiri atas

beberapa sendi yaitu radioulnar joint, humeroradial joint, humeroulnar joint.

Sendi siku berbentuk sendi engsel yang terdiri dari bagian permukaan

cembung. Sendi siku ini juga memiliki bentuk sendi pasak (pivot) atau sendi

trochoidea terdiri dari sendi pasak dan sendi putar. Sendi-sendi tersebut

mempunyai satu sumbu dan satu drajat kebebasan, dan kedua sendi itu

mempunyai permukaan silindris cembumg dan cekung yang sesuai. Sumbu

sendi berjalan melalui permukaan silindris dan diperbesar oleh ligamentum

14
annularis seperti halnya pada articulatio radioulnar proksimal (Paulsen F. &

J. Waschke, 2013).

Gambar 2.4 Gambaran Radiologi Anatomi Elbow Joint

3. Ligamen pada Sendi Siku

Sendi siku itu sangat stabil. Sendi siku diperkuat oleh ligamen-ligamen

collateralle medial dan lateral. Ligamen annulare radii menstabilkan

terutama kepala radius (Paulsen F. & J. Waschke, 2013).

a) Ligamentum collateralle laterale

Ligamentum ini merupakan ligamen yang kuat dan terletak pada tepi

radial. Ligamen tersebut merupakan bundle yang kuat melekat pada

epicondylus lateralis humeri dan berjalan kearah distal, sebagian

melekat pada ulna dan sebagian lagi melekat pada ligamen annulare.

b) Ligamentum collateralle medial

Ligamen ini berbentuk segitiga datar yang kuat. Ligamen ini terdiri dari

tiga bagian yaitu (Paulsen F. & J. Waschke, 2013):

15
(1) Pars anterior melekat pada epicondylus medialis humeri ke

processus coronoideus humeri,

(2) Pars posterior melekat pada epicondylus melekat pada epicondylus

humeri ke olekranon,

(3) Pars tranversal yang menghubungkan kedua bagian ini,

membentang dari prosessus coronoidues.

c) Ligamentum annulare radii

Bentuknya seperti cincin melekat pada ventral dan dorsal incissura

radius ulnae, melingkari capitulum radii. Ligamen ini berfungsi untuk

menjaga tetap kontaknya capitulum radii dengan incisura radius ulnae.

Serabut bagian atas berhubungan dengan ligament pada articulatio

cubiti sedangkan serabut bagian bawah berhubungan dengan colum

radii (Paulsen F. & J. Waschke, 2013).

4. Biomekanik (Gerakan Humerus)

Posisi awal berdiri tegak dengan lengan di samping tubuh.

(1) Fleksi dan ekstensi

Fleksi adalah gerakan lengan atas dalam bidang sagital ke depan dari

0o ke 180o. Gerak ekstensi adalah gerak dari lengan dalam bidang

sagital ke belakang dari 0o ke kira-kira 60o.Otot-otot yang terlibat yaitu

deltoid anterior, pektoralis mayor, teres minor, teres mayor, serratus

anterior, infraspinatus, latissimus dorsi.

(2) Abduksi dan adduksi

Gerak abduksi adalah gerak dari lengan menjauhi tubuh dalam bidang

frontal dari 0 ke 180o Gerak adduksi adalah gerak kebalikan dari

16
abduksi yaitu gerak lengan menuju garis tengah tubuh.Otot- otot yang

terlibat ialah trapezius upper, trapezius lower dan seratus anterior.

(3) Eksorotasi dan endorotasi

Bila lengan bawah digerakkan ke dalam tubuh disebut eksorotasi, bila

lengan bawah digerakkan keluar tubuh disebut endorotasi.Luas

geraknya 90o.

C. ETIOLOGI

Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan

berikut:

1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.

2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki

terlalu jauh.

3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur

patologis.

Penyebab Fraktur adalah :

1. Kekerasan langsung: kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada

titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka

dengan garis patah melintang atau miring.

2. Kekerasan tidak langsung: kekerasan tidak langsung menyebabkan patah

tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah

biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor

kekerasan.

17
3. Kekerasan akibat tarikan otot: patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang

terjadi. Kekuatan dapat berupa twisting, bending dan penekanan, kombinasi

dari ketiganya, dan penarikan.

Kebanyakan fraktur shaft humerus terjadi akibat trauma langsung,

meskipun fraktur spiral sepertiga tengah dari shaft kadang-kadang dihasilkan

dari aktifitas otot-otot yang kuat seperti melempar bola. Pada fraktur humerus

kontraksi otot, seperti otot-otot rotator cuff, deltoideus, pectoralis mayor, teres

mayor, latissimus dorsi, biceps, korakobrakialis dan triceps akan mempengaruhi

posisi fragmen patahan tulang yang mengakibatkan fraktur mengalami angulasi

maupun rotasi. Di bagian posterior tengah melintas nervus Radialis langsung

melingkari periostum diafisis humerus dari proksimal ke distal sehingga mudah

terganggu akibat patah tulang humerus bagian tengah (Kenneth J.,2002).

Faktor utama penyebab dari keterbatasan gerak dari sendi siku ini

karena kesalahan atau tidak sempurnanya dalam proses reposisi dan

immobilisasi, kurangnya aktifitas pada sendi siku yang disebabkan karena

nyeri, sendi siku yang immobile akan menyebabkan statis pada vena dan spasme

sehingga menyebabkan kekurangan oksigen yang dapat menimbulkan reaksi

timbulya oedema, eksudasi, dan akhirnya menyebabkan kekakuan sendi

sehingga menyebabkan keterbatasan gerak (Kenneth J.,2002).

D. PATOFISIOLOGI

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar

dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang

mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi

18
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan

jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena

kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang

mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai

denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.

Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang

nantinya (Kenneth J.,2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang (Kenneth

J.,2002):

1. Faktor intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan

untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,

kelelahan (fatigue fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang.

2. Faktor ektrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung

terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

Jenis fraktur berdasarkan kekuatan yang mengenainya (Kenneth

J.,2002):

 Kompresif: fraktur proksimal dan distal humerus.

 Bending: fraktur transversa shaft humerus.

 Torsional: fraktur spiral shaft humerus.

 Torsional dan bending: fraktur oblik, kadang diikuti dengan fragmen

”butterfly”.

19
E. KLASIFIKASI

Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi (Holmes

E.J and Misra R.R., 2004):

1. Fraktur sepertiga proksimal humerus

Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m. pectoralis

mayor diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas insersi

pectoralis mayor menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi

rotator cuff serta distal fragmen bergeser ke arah medial. Fraktur antara

insersi m. pectoralis mayor dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada akhir

distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral dan proksimal dari

distal fragmen.

2. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus

Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga tengah korpus

humerus, pergeseran ke medial dari fragmen distal dan abduksi dari fragmen

proksimal akan terjadi.

F. GAMBARAN KLINIS

1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen

tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.

2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas.

Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas

normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal

otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.

20
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah

tempat fraktur.

4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba

adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen

satu dengan lainnya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah

beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan

arteri brakialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi

pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari tangan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin,

hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)

meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa

penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah (Apley, 1995).

2. Radiologi

Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur

(transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca

jelas). Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan. Sendi bahu dan

siku harus terlihat dalam foto. Radiografi humerus kontralateral dapat

membantu pada perencanaan preoperative. Kemungkinan fraktur patologis

harus diingat. CT-scan, bone-scan dan MRI jarang diindikasikan, kecuali

21
pada kasus dengan kemungkinan fraktur patologis. Venogram/anterogram

menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur

fraktur yang lebih kompleks (Kenneth J.,2002).

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan menurut Muttaqin (2008) ada 2 yaitu:

1. Penatalaksanaan konservatif

a) Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih

lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas

atau tongkat pada anggota gerak bawah.

b) Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai

eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan Gips

atau dengan macam-macam bidai dari plastik atau metal.

c) Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi

eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan

manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.

d) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini

mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap dan

imobilisasi.

2. Penatalaksanaan pembedahan

Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi terbuka

dengan Fiksasi Internal akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan

pembedahan untuk memasukan paku, sekrup atau pen kedalam tempat

fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang pada fraktur secara

22
bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada

tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.

Indikasi ORIF (Open Reduksi Fiksasi Internal) meliputi:

1. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan

metode terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan.

2. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur intra-

artikular disertai pergeseran.

3. Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada

struktur otot tendon.

Kontraindikasi ORIF (Open Reduksi Fiksasi Internal) meliputi:

1. Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implant

2. Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk

3. Terdapat infeksi

4. Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat

rekonstruksi.

(Barbara J. Gruendemann dan Billie Fernsebner, 2005)

I. KOMPLIKASI

1. Komplikasi Awal

a. Cedera vaskuler

Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan

arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan

tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan

eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok (grafting) vaskuler.

Pada keadan ini internal fixation dianjurkan (Kenneth J, 2002).

23
b. Cedera saraf

Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor

metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama

fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada

cedera yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak

diperlukan operasi segera (Kenneth J, 2002).

Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur

digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga mempertahankan

(preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-

tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus dieksplorasi. Pada lesi

komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan, tetapi fungsi dapat

kembali dengan baik dengan pemindahan tendon (Kenneth J, 2002).

Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat

setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa saraf

sudah mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi (Kenneth J,

2002).

c. Infeksi

Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.

Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan

berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.

Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan

lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik

harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.

24
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika

intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail

tidak perlu dilepas

2. Komplikasi Lanjut

a. Delayed Union, Malunion and Non-Union

Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan

untuk menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan

(penggunaan hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik yang

sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-

tanda pembentukkan kalus (callus) cukup baik dengan penanganan tanpa

operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu tetap bergerak.

Tingkat non-union dengan pengobatan konservatif pada fraktur energi

rendah kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur

terbuka lebih cenderung mengalami baik delayed union dan non-union

(Kenneth J, 2002).

Saat fraktur sudah mulai sembuh sesuai waktunya, tetapi masih

terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi,

kependekan, atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius

dan ulna (Kenneth J, 2002).

Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika

fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah

10% (Kenneth J, 2002).

b. Joint stiffness

25
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan

aktivitas lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu

nyeri disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa

minggu (Apley, 1995).

Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada

anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu

difikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage sederhana pada lengan

hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang lebih tua

memerlukan plaster splint pendek (Apley, 1995).

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya
Medika: Jakarta.
2. Barbara J. Gruendemann and Billie Fernsebner. 2005. Buku Ajar: Keperawatan
Perioperatif; (Comprehensive Perioperative Nursing); Volume 1
Prinsip. Jakarta: EGC hal 287-289.
3. De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor: Sjamsuhidajat. Jakarta: EGC.
4. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-Z of
Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p
110-111.
5. Kenneth J. 2002. Fractures of The Shaft of The Humerus In Chapter 43:
Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters
Klunser Company: New York.
6. King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus in: Primary Surgery
Volume Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235.
7. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskulukeletal. Jakarta: EGC.
8. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi
Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah: Brahm U. Penerbit.
Jakarta: EGC.
9. Pearce, C, Evelyn, 2009. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis, Jakarta:
Gramedia.
10. Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta.
Hal 380-395.
11. Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I,
Penerbit Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga; Surabaya.

27
28

Anda mungkin juga menyukai