Politik Islam
Politik Islam
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan Konsep Politik dalam Islam
2. Prinsip-prinsip Dasar Politik Islam
3. Demokrasi dan HAM dalam Islam
4. Konsep Masyarakat Madani
5. Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan di Indonesia
C. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk lebih mengenal politik islam, baik dalam segi
pengertian, prinsip-prinsip politik dan bagaimana kontribusi umat islam dalam perpolitikan di
Indonesia.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sistim politik adalah suatu bagian yang pasti ada di setiap Negara dimana system
politik itu sendiri berfungsi sebagai pengatur dan membuat peraturan untuk dipatuhi oleh
seluruh warga negaranya.
Ada beberap system politik yang kita kenal yakni system politik komunis dan system
politik liberal. Sistem politik Negara liberal (demokrasi liberal) adalah Negara yang
menggunakan system pemerintahan dimana pemerintahan tersebut mementingkan
kepentingan individunya. Sedangkan sisten politik negara komunis ialah Negara yang system
pemerintahannya dimana setiap individu tunduk kepada peraturan pemerintahan atau suatu
Negara yang didiaminya.
Kata politik pada mulanya berasal dari bahasa Yunani atau Latin, Politucos dan
Politicus, yang berarti Relating to Citizen. Kedua kta ini berasal dari kata polis, yang berarti
kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik diartikan sebagia “segala urusan dan
tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan Negara atau terhadap
Negara lain. Sedangkan kata Islam sebagai agama yang diajarkan oleh nabi Muhammad
SAW, berpedoma kepada kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah
SWT. Dengan demikian, politik islam adalah suatu peraturan tentang pemerintahan yang
berdasarkan nilai-nilai islam.
Dalam kamus-kamus bahasa arab modern, kta politik diterjemahkan dengan kata
siyasah. Kata ini terambil dasar asal kata ”sasa-yasusu” , yang berarti mengemudikan
mengendalikan, mengatur dan sebaginya. Politik secara umum diartikan dengan ilmu
memerintah dan mengatur Negara, seni memerintah dan mengatur masyarakat. Dengan kata
lain cara atau taktik untuk mencapai satu tujuan. Secara lebih khusus poliyik diartikan
sebagai kemahiran dalam rangka menghimpun, meningkatkan kwalitas dan kwantitas,
mengawasi dan mengendalikan dan menggunanakan kekuatan unntuk mencapai tujuan
kekuasaan dalam Negara dan institusi lainnya.
Sehubungan dengan pengertian diatas dapat dipahami bahwa politik secara umum
berhubungan dengan berbagai cara dalam pencapaian tujuan hidup manusia. Sedangkan
politik secara khusus penekanannya kepada pemerintaan dan kekuasaan. Hal ini sesuai
2
dengan yang didefinisikan oleh M. Quraish Shihab, bahwa politik adalah segala urusan dan
tindakan berupa kebijakan dan siasat mengenai pemerintahan Negara dan terhadap Negara
lain dengan tujuan kemaslahatan bersama.
Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan kata yang terbentuk dari akar kata sasa-yasusu,
namun ini bukan berarti bahwa Al-Qur’an tidak menguraikan tentang masalah sosial politik.
Banyak ulama ahli Al-Qur’an yang menyusun karya ilmia dalm bidang politik dengan
menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai rujukan, bahkan Ibnu Taimiyah (1263-
1328) menamai salah satu karya ilmiahnya dengan al-Siyasah-sais-siyasah, yang berarti
mengemudi, mengendalikan, pengendali dan cara pengendalian.
Kata siyasah diartikan sebagia politik, dan juga diartikan sebagai terbaca, sama
dengan kata hikmat. Disisi lain, terdapat persamaan makna antara kata hikmah dengan
politik. Sementara ulama mengartikan hikmah sebagai kebijaksanaan, atau kemampuan
menangani sebuah masalah, sehingga mendatangkan manfaat dan menghilangkan mudharat.
Dengan demikian, Politik Islam adalah sebuah konsepsi yang berisikan antara lain ; siapa
pelaksana kekuasaan tersebut, apa dasar, dan bagaimana cara untuk menentukan kepada siapa
kewenangan melaksanakan kekuasaan itu diberikan, kepada siapa pelaksana kewenangan itu
bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawab berdasarkan nilai agama islam
(yang sesuai dengan sumber ajaran agama Islam, yaitu Al-Qur’an, hadist dan Ijtihad).
Namun walaupun dalam islam terdapat kebebasan dan peluang untuk berpolitik secara
lebih luas dalam kekuasaan harus tunduk kepada hukum dan aturan Allah, artinya Allah
adalah penguasa terhadap segala sesuatu di alam semesta ini. Hal ini terdapat dalam Q.S Al-
Maa’idah 18 ;
Artinya:
“…Dan kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi, serta apa yang terdapat di antara
keduanya…”
Dalam islam,politik didasarkan atas tiga prinsip, yaitu tauhid, risallah dan khalifah.
Tauhid berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kekuasaan tertinggi. Oleh karena itu
manusia sebagai pengemban amanah dari pemilik kedaulatan tertinggi itu yaitu Allah SWT,
sehingga semua tindak-tanduk politik yang dilakukan setiap muslim terkait erat dengan
keyakinannya kepada Allah SWT.
3
berkewajiban menjadikannya sebagai pegangan hidup. Dalam menjalankan pemerintahan,
risallah berfungsi sebagai “sumber norma dan nilai”. Dalam artian risallah adalah sumber
norma dan nilai dalam melaksanakan perpolitikan.
Khalifah berarti “pemimpin” atau “wakil Allah” di bumi. Oleh karena itu khalifah di
tuntut untuk melaksanakan tugas kekhalifahannya dengan baik dan maksimal sesuai dengan
aturan-aturan yang ditetapkan Allah.
a) Politik merupakan suatu alat atau suatu sarana untuk mencapai suatu tujuan, bukan
dijadikan sebagai tujuan ahkir atau satu-satunya.
b) Politik islam berhubungan dengan kemaslahatan umat.
c) Kekuasaan mutlak adalah milik Allah.
d) Manusia diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur alam ini secara baik.
e) Pengangkatan pemimpin berdasarkan atas prinsip musyawarah.
f) Ketaatan kepada pemimpin ialah wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan
Rasul.
g) Islam tidak menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan Negara.
4
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Jadi pada ayat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa syarat
kepemimpinan dalam islam, antara lain :
Al-Qur’an mengaskan bahwa kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, jangan sekali-
kali diragukan, sebagaimana disebutkan dalamQ.S Al-Baqhorah ayat 147 :
Artinya :
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk
orang-orang yang ragu.
Ditegaskan pula dalam Q.S Ali-Imran ayat 60, bahwa kebenaran itu datangnya dari
Allah SWT, jangan engkau termasuk orang yang meragukannya sebagaimana firman-Nya
berikut :
Artinya :
(Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu,
karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
5
Sebagai umat islam tentu saja kita mengambil prinsip-prinsip dasar berdasarkan Al-
Qur’an dan Al-Hadist sebagai referensi dan rujukan dalam berbagai hal termasuk dalam
urusan politik.
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama islam mengandung ajaran
tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan diimplikasikan dalam pengembanngan
politik islam. Nilai-nilai dasar tersebut adalah :
Artinya :
Artinya:
6
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.
Al-Qur’an terutama adalah landasan agama, bukan sebuah kitab hokum. Tentu saja
Al-Qur’an menyediakan landasan, prinsip-prinsip dalam pencapaian keadilan dan
kesejahteraan serta penetapan hukum, yang harus diikuti oleh umat Islam.
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.
Ketaatan kepada ulil amri tidaklah berdiri sendiri tetapi berkaitan dan bersyarat
dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul, dalam arti bila perintahnya bertentangan dengan
ajaran agama Allah dan Rasul-Nya, maka tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka.
7
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S An-Nahl ayat 91 :
Artinya :
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.
8
Dengan demikian tidak akan terjadi kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin
terhadap masyarakat yang dipimpinnya. Oleh karena itu, “Perwakilan rakyat dalam sebuah
negara islam tercermin terutama dalam musyawarah (syura).
Disamping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi,
yakni konsensus atau ijma’. Konsensus sangat menentukan dalam perkembangan hukum
islam dan memberikan sumbangan yang sangat besar dalam tafsir hukum. Namun hampir
sepanjang ajaran islam consensus sebagai salah satu sumber hukum cenderung dibatasi pada
para candikiawan, sedangkan rakyat kebanyakan mempunyai makna yang kurang begitu
penting dalam kehidupan umat islam.
Selain syura dan ijma’, ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi
islam, yakni ijtihad. Musyawarah, konsensus, dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang
sangat penting dalam artikulasi demokrasi islam dalam rangka keEsaan Tuhan dan
kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya.
Manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugrahi dengan
hak dasar yang disebut hak asasi, tanpa ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya.
Dengan hak asasi tersebut manusia dapat mengembangkan diri pribadi dan peranan bagi
kesejahteraan hidup manusia. Hak Asasi manusia (HAM) sebagai suatu hak dasar yang
melekat pada tiap diri manusia.
Ada beberapa perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut
pandang Barat dan Islam. Hak asasi manusia menurut pandangan barat semata-mata bersifat
antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat pada manusia. Dengan demikian manusia
sangat dipentingkan. Sebaliknya, hak asasi manusia dilihat dari sudut pandang islam bersifat
teosentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada tuhan. Dengan demikian tuhan sangat
dipentingkan.
Pemikiran barat menempatkan posisi manusia bahwa manusialah yang menjadi tolak
ukur segala sesuatu, maka dalam islam melalui firman-Nya, Allah lah yang menjadi tolak
ukur segala sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah yang mengabdi kepada-Nya.
Makna teosentris bagi umat islam adalah manusia pertama-tama harus meyakini
ajaran pokok islam yang dirumuskan dalam dua kalimat syahadat yaitu pengakuan bahwa
Tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad Adalah Utusan-Nya.
Dalam uraian tersebut, sepintas tampak bahwa manusia dalam islam tidak memiliki
hak apapun. Dalam konsep islam manusia hanya memiliki tugas-tugas kepada Allah karna ia
harus mematuhi hukum-Nya. Namun dalam tugas inilah sebenarnya terdapat semua hak dan
kemerdekaannya. Menurut islam, manusia mengakui hak-hak yang dimiliki manusia lain,
karna hal tersebut merupakan hal yang diembankan oleh hukum agama untuk mematuhi
Allah. Oleh karena itu, hak asasi manusia dalam islam tidak hanya menekankan pada hak
asasi manusia saja, melainkan didasari untuk mengabdi kepada Allah sebagai penciptanya.
9
Kewajiban yang diberikan kepada umat manusia dapat dikategorikan atas dua, yaitu
huququllah dan huququl ‘ibad. Huququllah (hak-hak Allah) adalah kewajiban-kewajiban
manusia terhadap Allah yang diwujudkan dalam berbagai ritual ibadah, sedangkan huququl
‘ibad (hak-hak manusia) merupakan kewajiban-kewajiban terhadap sesamanya dan terhadap
mahkluk Allah lainnya.
“…(negerimu), ialah negeri yang baik dan (Tuhanmu adalah tuhan yang maha
pengampun.”
a) Bertuhan
b) Damai
c) Tolong-menolong
d) Toleransi
e) Keseimbangan antar hak dan kewajiban sosial
f) Berperadaban tinggi
g) Berahklak tinggi.
Dalam kontek masyarakat Indonesia, dimana umat islam adalah mayoritas, peranan
umat islam dalam mewujudkan madani sangat menentukan. Kondisi masyarakat sangat
bergantung pada kontribusi yang diberikan umat islam. Peranan umat islam itu dapat
direalisasikan melalui jalur hukum, sosial politik, dan ekonomi. System hukum, sosial politik
dan ekonomi memberikan ruang untuk menyalurkan aspirasi secara kontrukstif bagi
kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Permasalahan pokok yang masih menjadi kendala saat ini adalah kemampuan dan
konsistensi umat islam Indonesia terhadap karakter dasarnya untuk mengimplementasikan
ajaran islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui jalur-jalurnya.
Sikap amar ma’ruf dan nahi mungkar sangat lemah, hal tesebut dapat dilihat dalam
fenomena-fenomena sosial yang bertentangan dengan ajaran islam, seperti angka kriminalitas
yang tinggi, korupsi yang terjadi disemua sector, kurangnya rasa aman, dan lain sebagainya.
10
Bila umat islam benar-benar mencerminkan sikap hidup yang islami pasti bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang sejahtera.
Islam sebagai sebuah agama yang mencakup berbagai persoalan termasuk spiritual dan
politik, telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap kehidupan politik di
Indonesia. Pertama ditandai dengan munculnya partai-partai yang berasaskan islam serta
partai nasioanal yang berbasis umat Islam. Kedua ditandai dengan sikap proaktifnya tokoh-
tokoh islam dan umat islam terhadap keutuhan Negara, Negara kesatuan repoblik Indonesia
sejak proses kemerdekaan, massa pembangunan hingga massa reformasi. Islam telah banyak
menyumbang untuk Indonesia. Demikian kata Kuntowijoyo (seorang candikiawan muslim).
Islam membentuk “civic culture” (budaya Negara), “national solidarity”, ideology jihad, dan
control sosial. Sumbangan besar islam berujung pada keutuhan Negara dan terwujudnya
Negara persatuan Negara repoblik Indonesia.
Peranan para pemimpin islam dan para ulama sangat berpengaruh dalam memberikan
kontribusi terhadap perkembangan politik di NKRI tersebut, secara umum dapat disimpulkan
sebagai berikut :
Namun demikian, menurut Harun Nasution, dibalik pengaruh positif itu terdapat pula
pengaruh negative yang ditimbulkan, yaitu :
11
2. Timbulnya pemberontakan-pemberontakan yang bersifat islam di Indonesia
3. Retaknya kesatuan indonesia
Dalam bidang politik dan perjuangan, umat islam selalu dapat dilihat sejak islamisasi,
yakni bahwa umat islam telah memegang kekuasaan. Sultan atau raja mengadakan konsultasi
dengan para ulama dan di setiap kebijakan, seperti pada Raden Fatah, konsultan demak yang
selalu menghargai setiap petunjuk wali songo. Pada sisis lain dapat dilihat bahwa semenjak
abad ke-16 dan abad ke-20, umat islam menjadi pelopor menghadapi berbagai kekuasaan
barat dengan mengadakan perlawanan terhadap penjajahan, misalnya pada:
Sultan Agung (Mataram) menyerbu Batavia pada tahun 1627 dan 1629, Sulatan
Ageng Tirtayasa dengan dukungan Syekh Yusuf (Makasar) melawan penetrasi VOC ke
Banten tahun 1680 , kesultanan Aceh melawan Agresi Hindia Belanda tahun 1873, yang
merupakan awal dari perjuangan rakyat aceh yang terus menerus terhadap Belanda.
4. Fase Penindasan
Para petani dibawah bimbingan para ulama, melakukan pemberontakan yang dikenal
dengan “Geger Cilegon” tahun 1886, pemberontakan yang dipelopori oleh petani,baik di
Jawa, Sumatera, dan daerah-daerah lainnya, peran ulama selalu muncul.
Beberpa contoh tentang perjuangan umat islam dalam konteks bernegara di atas
menunjukan bahwa islam mampu memberikan kontribusi yang berarti dalam perjalanan
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Ini adalah bukti kesuksesan islam dengan berbagai
ajarannya yang mampu merespon berbagai bentuk persoalan kehidupan manusia untuk
menjadi masyarakat dan individu yang memiliki peradaban mulia dan terhormat.
12
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen PAI UNP 2014, Pendidikan Agama Islam untuk Pergurusan Tinggi umum,
Padang : UNP Press.
Nasrul H.S,dkk , Pendidikan Agama Islam Bernuansa Soft Skill untuk Perguruan Tinggi,
Padang : UNP Press, 2011.
13