Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN


Kita tahu bahwa istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin terkecil, yang dilaporkan dapat hidup
diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya
janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus
ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang
dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus
buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah
abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Frekuensi abortus sukar ditentukan karena
abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi, juga karena sebagian
abortus spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak
diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai haid terlambat. Diperkirakan frekuensi abortus
spontan berkisar 10-15%.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT


Dalam kesempatan kali ini kita akan berusaha menguak dan membahas secara menyeluruh
tentang Abortus serta manifestasi klinik yang akan didapatkan serta dikeluhkan pada seseorang
yang kita curigai mengalami abortus.
Kami berharap dengan adanya makalah ini akan lebih bermanfaat dan menambah
wawasan tentang abortus yang meliputi Pengertian, Etiologi, Patogenesis, Diagnosa,serta
bagaimana Prognosa dan Penatalaksanaannya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ABORTUS

2.1.1 PENGERTIAN ABORTUS

Pengguguran kandungan atau aborsi atau abortus menurut:


a) Medis
abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu
Bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari
pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram ( Obstetri Williams,
2006).
b) Kamus Besar Bahasa Indonesia
terjadi keguguran janin, melakukan abortus (dengan sengaja karena tidak menginginkan
bakal bayi yang dikandung itu).
c) Keguguran
pegeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (Rustam Muchtar,
1998).
d) Istilah abortus
dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar
kandungan mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya
janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka
abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500
gram atau kurang dari 20 minggu (Sarwono, 2005).

2.1.2 ETIOLOGI
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor
ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12 minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh
faktor maternal (Sayidun, 2001).
Faktor ovofetal :
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada 70% kasus,
ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada
40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada
20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat.
Faktor maternal :
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic
lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus
berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa,
inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan
kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.

Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu:


1. Faktor janin
Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada 50%-60%
kasus keguguran.
2. Faktor ibu:
a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti phospholipid syndrome.
c. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,toksoplasma , herpes,
klamidia.
d. Kelemahan otot leher rahim
e. Kelainan bentuk rahim.
3. Faktor Ayah
kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan abortus.

Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah:
1. Faktor genetik
Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya kromosom trisomi
dengan trisomi 16. Penyebab yang paling sering menimbulkan abortus spontan adalah
abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi pada trimester
pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik.
Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi (abnormalitas komposisi
kromosom) contohnya trisomi autosom yang menyebabkan lebih dari 50% abortus spontan.
Poliploidi menyebabkan sekitar 22% dari abortus spontan yang terjadi akibat kelainan
kromosom. Sekitar 3-5% pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah
satu dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal.
Identifikasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil
dari darah tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang di
Indonesiadan biayanya cukup tinggi.
2. Faktor anatomi
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15% wanita dengan
abortus spontan yang rekuren.
 Lesi anatomi kogenital
yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta). Duktus mullerian biasanya ditemukan
pada keguguran trimester kedua.
 Kelainan kogenital arteri uterine
yang membahayakan aliran darah endometrium.
 Kelainan yang didapat
misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis.
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus spontan yang
berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus yang didapatkan (acquired).
Malformasi kongenital termasuk fusi duktus Mulleri yang inkomplit yang dapat menyebabkan
uterus unikornus, bikornus atau uterus ganda.
Defek pada uterus yang acquired yang sering dihubungkan dengan kejadian abortus spontan
berulang termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini
dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi (USG), histerosalfingografi (HSG), histeroskopi
dan laparoskopi (prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan USG dan HSG. Dari
pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu mioma terutama jenis
submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu factor mekanik yang dapat mengganggu
implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi
lebih jauh mengenai keluhan dan harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung
dengan adanya ROB pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak
dilakukan operasi.
3. Faktor endokrin:
a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus.
b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak cukupnya produksi
progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium merupakan faktor
kontribusi pada keguguran.
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi
progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan insiden abortus
(Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat menaikkan insiden
abortus (Sutherland dan Pritchard, 1986). Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi
hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden
abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormone tersebut secara
teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam
peristiwa kematiannya.
4. Faktor infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus)
dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan abortus spontan berulang.
Organisme-organisme yang sering diduga sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma,
Mycoplasma, Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif
yang menyebabkan abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih
memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya diambil dari cairan
pada servikal dan endometrial.
5. Faktor imunologi
Terdapat antibody kardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah dibelakang ari-ari sehingga
mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran darah dari ari-ari tersebut. Faktor
imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang
antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipid. Adanya penanda ini
meskipun gejala klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang.
Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan
abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan
fragilitas kapiler.
6. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu, misalnya
penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus; sebaliknya pasien
penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa melahirkan.
Adanya penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit liver/ ginjal kronis) dapat
diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik. Penting juga diketahui bagaimana
perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi
dengan tepat dan adekuat. Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai
apakah ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang kemudian dapat
menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan prematur.
7. Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi predisposisi
abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan bahwa defisisensi salah
satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus yang penting.
8. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap teratogenik harus dicari
dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang berperan karena jika ada mungkin hal ini
merupakan salah satu yang berperan.
9. Faktor psikologis.
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan mental akan
tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang
belum matang secara emosional dan sangat penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-
usaha dokter untuk mendapat kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya,
sangat membantu. Pada penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus spontan
yang berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi penderita untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan abortus yang
berulang tersebut, sebelum penderita hamil guna mempersiapkan kehamilan yang berikutnya.

2.1.3 MEKANISME ABORTUS


Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat
adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat
perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses
abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus
dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun
sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8 – 14
minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu
dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum
uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding
cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak.
Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan
keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam
uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam
yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari
penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri
dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002).

2.1.4 KLASIFIKASI ABORTUS


Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu:
Menurut terjadinya dibedakan atas:
1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan
tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, sematamata disebabkan oleh faktor-faktor
alamiah.
2. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis, baik
dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi:
 Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan
indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
 Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-
sembunyi oleh tenaga tradisional.
Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :
1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasilkonsepsi masih dalam kavum uteri
dan dalam proses pengeluaran.
3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavumuteri dan masih
ada yang tertinggal.
4. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam
kandungan.
6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
7. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8. Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis (Prawirohardjo,2009).

2.2 ABORTUS SPONTAN

2.2.1 Pengertian
Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, maka
abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran
(miscarriage) (Cunningham, 2000).
Keguguran adalah setiap kehamilan yang berakhir secara spontan sebelum janin dapat bertahan.
Sebuah keguguran secara medis disebut sebagai aborsi spontan. WHO mendefenisikan tidak
dapat bertahan hidup sebagai embrio atau janin seberat 500 gram atau kurang, yang biasanya
sesuai dengan usia janin (usia kehamilan) dari 20 hingga 22 minggu atau kurang.

2.2.2 Gejala-Gejala Abortus Spontan


Adapun gejala-gejala dari abortus spontan sebagai berikut:
1. Pendarahan mungkin hanya bercak sedikit, atau bisa cukup parah. Dokter akan bertanya
tentang berapa banyak pendarahan yang terjadi-biasanya jumlah pembalut yang telah dipakai
selama pendarahan. Anda juga akan ditanya tentang gumpalan darah atau apakah Anda melihat
jaringan apapun.
2. Nyeri dan kram terjadi di perut bagian bawah. Mereka hanya satu sisi, kedua sisi, atau di
tengah. Rasa sakit juga dapat masuk ke punggung bawah, bokong, dan alat kelamin.
3. Anda mungkin tidak lagi memiliki tanda-tanda kehamilan seperti mual atau payudara
bengkak / nyeri jika Anda telah mengalami keguguran (Vicken Sepilian, 2007).

2.2.3 Diagnosis Abortus Spontan


1. Anamnesis
a. Adanya amenore pada masa reproduksi.
b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi.
c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan panggul. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah leher rahim sudah
mulai membesar.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan USG (Ultrasonografi). Hal ini membantu dokter untuk memeriksa
detak jantung janin dan menentukan apakah embrio berkembang normal.
b) Pemeriksaan darah. Jika mengalami keguguran, pengukuran hormon kehamilan,
HCG beta, kadang-kadang bisa berguna dalam menentukan apakah Anda telah benar-
benar melewati semua jaringan plasenta.
c) Pemeriksaan jaringan. Jika telah melewati jaringan, dapat dikirim ke laboratorium
untuk mengkonfirmasi bahwa keguguran telah terjadi - dan bahwa gejala tidak
berhubungan dengan penyebab lain dari perdarahan kehamilan (Vicken Sepilian,
2007).

Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi lima subkelompok, yaitu:


 Threatened Miscarriage (Abortus Iminens).
Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan, dan beberapa jam sampai
beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior
dan jelas bersifat ritmis; nyeti dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai
perasaan tertekan di panggul; atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul digaris tengah
suprapubis.
 Inevitable Miscarriage (Abortus Tidak Terhindarkan).
Abortus tidak terhindarkan (inevitable) ditandai oleh pecah ketuban yang nyata disertai
pembukaan serviks.
 Incomplete Miscarriage (Abortus tidak lengkap).
Pada abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasenta biasanya
keluar bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar secara terpisah. Apabila seluruh atau
sebagian plasenta tertahan di uterus,cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang
merupakan tanda utama abortus inkomplet.
 Missed Abortion.
Hal ini didefenisikan sebagai retensi produk konsepsi yang telah meninggal in utero
selama beberapa minggu. Setelah janin meninggal, mungkin terjadi perdarahan per
vaginam atau gejala lain yang mengisyaratkan abortus iminens, mungkin juga tidak.
Uterus tampaknya tidak mengalami perubahan ukuran, tetapi perubahan-perubahan pada
payudara biasanya kembali seperti semula.
 Recurrent Miscarriage (Abortus Berulang).
Keadaan ini didefinisikan menurut berbagai kriteria jumlah dan urutan, tetapi definisi
yang paling luas diterima adalah abortus spontan berturut-turut selama tiga kali atau lebih
(Cunningham, 2000).

2.2.4 Komplikasi Abortus Spontan

Komplikasi yang mungkin timbul (Budiyanto dkk, 1997) adalah:


a. Perdarahan
akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, diatesa hemoragik dan
lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah
tindakan.
b. Syok
akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat mengakibatkan kematian
yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan dilakukan
tanpa membawa hasil. Harus diingat kemungkinan adanya emboli cairan amnion,
sehingga pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti.
c. Emboli udara
dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal ini terjadi karena
pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk ke dalam uterus,
sedangkan pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka.
Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan dalam
jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera.
d. Inhibisi vagus
Hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa anestesi pada ibu dalam
keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau
suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
e. Keracunan obat/ zat abortivum,
termasuk karena anestesia. Antiseptik lokal seperti KmnO 4 pekat, AgNO3, K-Klorat,
Jodium dan Sublimat dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian
pula obat-obatan seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan
histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
f. Infeksi dan sepsis
Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi memerlukan waktu.
g. Lain-lain
seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan menggunakan pengaliran arus
listrik.

2.2.5 Prognosis Abortus Spontan


Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan sebelumnya (Manuaba,
1998).
1. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abotus yang rekuren mempunyai
prognosis yang baik sekitar >90 %.
2. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan
kehamilan sekitar 40-80 %.
3. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada
kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.

2.2.6 Penatalaksanaan Abortus Spontan


1. Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, berikan transfuse darah dan cairan yang
cukup.
2. Pemberian antibiotika yang cukup tepat yaitu suntikan penisilin 1 juta satuan tiap 6 jam,
suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam, atau antibiotika spektrum luas lainnya.
3. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila terjadi perdarahan
yang banyak, lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
4. Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita.

Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah tindakan
kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti
perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat
selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami kram demam
yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih berat.
Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga
terdekat pasien menandatangani surat persetujuan tindakan (Maureen, 2002).
Terdapat berbagai metode bedah dan medis untuk mengobati abortus spontan serta terminasi
yang dilakukan pada keadaan lain, dan hal ini diringkas sebagai berikut (Kenneth dkk, 2003):
o Dilatasi serviks diikuti oleh evakuasi uterus
o Kuretase
o Aspirasi vakum (kuretase isap)
o Dilatasi dan evakuasi (D&E)
o Dilatasi dan Curretase (D&C)
o Aspirasi haid
o Laparatomi
o Histerotomi
o Histerektomi

Teknik Medis
o Oksitosin intravena
o Cairan hiperosmotik intraamnion
o Salin 20%
o Urea 30%
o Prostaglandin E2, F2α, dan analognya
o Injeksi intraamnion
o Injeksi ekstraovular
o Insersi vagina
o Injeksi parenteral
o Ingesti oral
o Antiprogesteron─RU 486 (mifepriston) dan epostan
o Berbagai kombinasi dari di atas.

Dilatasi dan Kuretase


Aborsi bedah sebelum 14 minggu dilakukan mula-mula dengan membuka serviks, kemudian
mengeluarkan kehamilan dengan secara mekanis mengerok keluar isi uterus (kuretase tajam),
dengan aspirasi vakum (kuretase isap), atau keduanya. Setelah 16 minggu, dilakukan dilatasi dan
evakuasi (D&E). Tindakan ini berupa pembukaan seviks secara lebar diikuti oleh dekstruksi
mekanis dan evakuasi bagian janin. Setelah janin dikeluarkan secara lengkap maka digunakan
kuret vakum berlubang besar untuk mengeluarkan plasenta dan jaringan yangtersisa. Dilatasi dan
Curretase (D&C) serupa dengan D&E kecuali pada D&C, bahwa sebagian dari janin mula-mula
dikuretase melalui serviks yang telah membuka untuk mempermudah tindakan.

Dilator Higroskopik
Batang laminaria sering digunakan untuk membantu membuka serviks sebelum aborsi bedah.
Alat ini menarik air dari jaringan serviks sehingga serviks melunak dan membuka. Dilator
higroskopik sintetik juga dapat digunakan. Lamicel adalah suatu spons polimer alkohol polivinil
yang mengandung magnesium sulfat anhidrosa. Trauma akibat dilatasi mekanis dapat diperkecil
dengan menggunakan dilator higroskopik. Wanita yang sudah dipasangi dilator osmotik sebelum
suatu aborsi elektif, tetapi kemudian berubah pikiran umumnya tidak menderita morbiditas
infeksi setelah dilator dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Bagian Kebidanan dan Kandungan. Abortus


Hal 302-312. Jakarta : balai penerbitFK UI, 1999
2. Kapita Selekta. Jakarta : balai penerbit FK UI, 2001
3 Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Abortus hal 145-151. Jakarta : balai penerbit FK UI, 2002
4. Diktat UNAIR Ilmu Penyakit Kebidanan dan Kandungan:Abortus. Surabaya: balai penerbit FK
UNAIR, 2000
5. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Bagian Ilmu Kandungan. Abortus hal 246-249.
Jakarta:Balai penerbit FK UNAIR, 1999
MAKALAH ABORTUS

oleh

dr.Annisa Sofyana
Nip.19880224 201411 2 001

PUSKESMAS PALUPUH
DINAS KESEHATAN KABUPATEN AGAM

Anda mungkin juga menyukai