Anda di halaman 1dari 39

 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TOTAL HIP


REPLACEMENT

disusun untuk memenuhi tugas program pendidikan ners stase KMB


di Poli Orthopedi RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:
Ririn Halimatus Sa’diah, S.Kep 
NIM 092311101048

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 1/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TOTAL HIP
REPLACEMENT
Oleh RIRIN HALIMATUS SA’DIAH, S.Kep 
I.  KONSEP PENYAKIT

a.  Anatomi Fisiologi

Gambar 1. Kerangka manusia


Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon dan
 bursa. Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan

dan otot menyusun kurang lebih 50%. Tulang adalah jaringan yang kuat dan
tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Tulang tersusun oleh jaringan tulang
kanselus (trabekular atau spongius) atau kortikal (kompak) selain itu juga tersusun
atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Ada 206 tulang dalam tubuh
manusia yang terbagi menjadi empat kategori, yaitu tulang pipih, tulang tak
teratur, tulang pendek dan tulang panjang misalnya femur. Skelet atau kerangka
adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak, terutama

dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 2/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

 pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan
kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Tulang membentuk rangka
 penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang
menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa
terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan
darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-
garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan
tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson,
2006).
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan
dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament,
 bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price
dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga
 jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun
tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang
dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang
aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mengsekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali yang berperan peran dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah. Kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
 pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis
kanker ke tulang. Osteosit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas
adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis
tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan
matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan
fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 3/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

  Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
1)  Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan
memberi bentuk tubuh.
2)  Proteksi Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya
otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat
 pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae
(iga).
3)  Ambulasi dan Mobilisasi Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya
 pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system
 pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut
; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot yang
melekat padanya.
4)  Deposit Mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen-
elemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh 5.
Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum
merah tulang tertentu.
Tulang panggul atau hip bone merupakan tulang yang dibentuk oleh
 penyatuan tiga ruas tulang yang berbeda yaitu ilium, iskium, dan pubis. Tulang
 panggul berfungsi sebagai penyambung antara tubuh bagian atas dan tubuh bagian
 bawah (Gibson, 2003).

Gambar 2. Bagian-bagian pelvis 


Sambungan tulang pinggul (hip joint ) adalah sambungan tulang yang
terletak diantara pinggul dan pangkal tulang paha atas.  Hip joint  pada manusia

terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: femur, femoral head, dan rounded socket. Di

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 4/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

dalam hip joint yang normal terdapat suatu jaringan lembut dan tipis yang disebut
dengan selaput synovial .

Gambar 2. Hip Joint normal


Selaput ini membuat cairan yang melumasi dan hampir menghilangkan
efek gesekan di dalam hip joint . Permukaan tulang juga mempunyai suatu lapisan
tulang rawan (articular cartilage) yang merupakan bantalan lembut dan
memungkinkan tulang untuk bergerak bebas dengan mudah. Lapisan ini
mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi gesekan di dalam hip joint .
Akibat gesekan dan gerak yang hampir terjadi setiap hari, maka articular
cartilage akan semakin melemah dan bisa menyebabkan arthritis. Selain
menimbulkan rasa sakit, juga menyebabkan gerakan hip joint menjadi tidak
lancar, kadang-kadang berbunyi, dan bahkan dapat menimbulkan pergeseran dari
 posisi normalnya. Selanjutnya, hip joint  perlu diganti dengan tulang pinggul
 buatan (artificial hip joint).

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 5/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

Gambar 3. Pembuluh darah pada daerah panggul

Gambar 4 . Perbandingan hip join normal dan hip artritis


Pada hip joint yang telah terindikasi arthritis, terlihat bahwa articular
cartilage  pada  femoral head telah berkurang. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya radang sendi sehingga akan menimbulkan rasa sakit atau
mengakibatkan pergerakan dari hip joint menjadi tidak lancar.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 6/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

 b.  Definisi

Gambar 5. Total hip replacement 


Total hip replacement   adalah penggantian panggul yang rusak berat
dengan sendi buatan (Smeltzer & Bare, 2002). Sendi buatan ini terdiri dari 3
 bagian yaitu mangkuk (acetabular), caput dan batang (stem) (Sulaiman, 2011).
Bagian luar acetabular terbuat dari logam sementara bagian luar terbuat dari
 plastik.  Total hip replacement   adalah penggantian sendi panggul melalui
 pembedahan (kepala dan mangkuk) dengan sendi panggul prostetik (Engram,

1999). Total hip replacement  merupakan penggantian kaput femur dan astebulum,


keduanya disemen ke dalam tulang. Total hip replacement   adalah penggantian
sendi total dengan prostesis untuk memberikan stabilitas dan gerakan yang
dilakukan pada penderita penyakit atau trauma sendi (Tucker, 1998). Total hip
replacement   atau artroplasti hip adalah penggantian sendi pinggul dengan
 prostesis dan merupakan salah satu tindakan operasi rekonstruksi yang paling
umum dilakukan (Huo et al 2008).

Berdasarkan berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa total hip


replacement atau artroplasti hip adalah penggantian panggul yang rusak berat
dengan sendi buatan untuk memberikan stabilitas dan gerakan yang dilakukan
 pada penderita penyakit atau trauma sendi.
Pasien yang dilakukan THR umumny berusia lebih dari 60 tahun dengan
nyeri ynag tak tertahankan atau kerusakan sendi pinggul yang ireversibel. Pasien
muda dengan kerusakan panggul berat yang sangat nyeri dapat menjalani
 penggantian total panggul (Smeltzer & Brunner, 2002).

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 7/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

Gambar 5. Bagian-bagian total hip replacement 

c.  Indikasi
Pasien dengan nyeri sendi dan disabilitas berat merupakan calon untuk
 penggantian sendi. PPT diindikasikan bila penyakit panggul mengakibatkan nyeri
 berat dan kronis, gerakan terbatas, kehilangan stabilitas, dan deformitas. Indikasi
 penyebab pada kebanyakan total hip replacement   adalah nyeri berat dan kronis
 pada istirahat dan ambulasi, yang tidak hilang dengan analgesik dan obat anti
inflamasi. Keadaan yang mengakibatkan degenerasi sendi meliputi :
 
1. Arthritis rheumatoid
2.  Osteoarthritis (penyakit sendi degeneratif)
3.  Trauma
4.  Deformitas kongenital
Penggantian sendi dapat pula dilakukan pada keadaan dimana terjadi
terputusnya asupan darah dan nekrosis avaskuler yang diakibatkannya. Indikasi
lain yang dapat memungkinkan PPT adalah fraktur kolum femoralis, kegagalan
 pembedahan rekonstruksi sebelumnya (kerusakan prostesis, osteotomi,
 penggantian kaput femoralis) dan masalah karena penyakit panggul kongenital.
Total hip replacement   dapat dilakukan pada kedua panggul pada saat yang
 bersamaan, atau pembedahan dapat dilakukan pada satu panggul yang lain setelah
 panggul yang pertama sembuh. PPT dilakukan melalui insisi lateral di atas
 panggul yang sakit. Kegagalan awal pada PPT ada hubungannya dengan aktivitas
yang sangat tinggi dan patologi sendi preoperatif (Smeltzer dan Brenda, 2002).

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 8/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

d.  Komponen Tulang Pinggul Buatan

Gambar 7. Komponen Hip joint prosthesis


Komponen sambungan tulang pinggul buatan terdiri dari sistem
acetabular dan  femoral . Dalam sistem acetabular terdiri dari komponen
acetabular shell dan acetabular liner , sedangkan pada sistem femoral terdiri dari
komponen femoral   head dan femoral stem. Acetabular sebagai metal cup  bagian

 permukaan luar mirip jaring-jaring) fungsinya adalah merangsang tulang agar


tumbuh dan merekat pada acetabular tanam baut kedalam tulang pelvis secara
 permanen.
 Acetabular direkatkan/diikat menempel pada implant  pengganti bonggol
tulang femur yang telah dinyatakan secara medis tidak berfungsi lagi (rusak) oleh
karena suatu sebab, baik karena penyakit atau sebab lainnya.

Gambar 8. Acetabular Cup

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 9/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

Keterangan:
a.   Acetabular shell
b.   Acetabular sleeve(Bearing)
c.   Femoral Head (Bearing)
 Femoral Stem adalah komponen stem untuk total hip replacemnet  
digunakan untuk menggantikan kepala femur yang rusak dan telah dipotong /dibuang.
Fungsi  Femoral Stem memberikan dudukan pada femoral head yang menggantikan
fungsi kerja kepala femur yang telah hilang melalui proses operasi medis. 
Spesifikasi teknik : Alat ini terdiri atas femoral stem bagian atas tengah dan
 bawah. Tiga komponen pada  femoral stem ini dapat diatur sedemikian rupa
hingga dimungkinkan dapat mempermudah dokter selama proses operasi, karena
ruang gerak dalam rongga hip joint pemasangan selama operasi akan lebih leluasa
dibandingkan dengan komponen stem yang utuh, yaitu yang terdiri atas  femoral
head dan stem yang menyatu dalam satu komponen utuh.

Gambar 9. Femoral Stem


e.  Klasifikasi Hip Replacement
Hingga saat ini para ilmuwan dan ahli bedah telah berusaha keras untuk
mendapatkan desain dan  fixation terbaik antara  femur dan artificial hip joint .
Sampai sekarang, ada dua metode yang digunakan untuk memasang artificial hip
 joint , metode ini adalah cemented (dengan semen tulang) dan cementless(tanpa
semen tulang) total hip replacement (THR).

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 10/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

1)  Cemented Total Hip Replacement  


Pada metode pemasangan ini, semen tulang digunakan untuk   merekatkan
artificial hip joint ke dalam tulang  femur . Semen tulang tidak berfungsi
seperti lem, melainkan sebagai material pengisi. Hingga saat ini material dari
semen tulang yang banyak digunakan adalah  polymethylmethacrylate
(PMMA), dimana diperkenalkan oleh Sir John Chanrley pada awal tahun
1960.

Gambar 10. Cement THR


2)  Cementless Total Hip Replacement
Cementless THR, juga disebut dengan uncemented THR diperkenalkan pada
awal 1980. Metode THR ini berkembang karena pada cemented THR memiliki
kekurangan. Pertama, pengisian semen tulang kedalam tulang femur selama
operasi dapat menyebabkan gangguan pada sirkulasi dan dapat menghalangi
aliran darah. Kedua, semen tulang membutuhkan rata-rata 10 menit untuk
mengeraas. Dalam waktu ini, ada kemungkinan artificial hip joint  berubah
 posisi. Ketiga, semen tulang bisa retak dan menyebabkan pergeseran dari implan.
Untuk cementless artificial hip joint , permukaan dari sistem artificial hip joint
dibuat kasar. Hal ini untuk menghasilkan gesekan yang baik antara artificial hp
 joint dan kortikal sehingga lebih dapat terpasang dengan stabil. Pada metode ini
 juga terdapat kekurangan. Pertama, ketika artificial hip joint terpasang pada
tulang, substansi tulang akan terdorong sampai sistem sirkulasi darah dan
menghalangi sirkulasi darah.  Femur dapat patah selama operasi karena beban
yang besar.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 11/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

 
Gambar 11. Cementless THR
3)   Hybrid Total Hip Replacement
Pada metode ini, menggabungkan antara metode cementeless dan
cemented THR. Kombinasi ini menghasilkan cementless acetabular cup
dengan  femoral stem dipasang dengan menggunakan semen. Metode
dapatmengurangi kerusakan atau kegagalan stem dari 30-40% sampai 3-4%

f.  Material untuk aplikasi ortopedi


Pengaplikasian biomaterial pada penggunaan implan yang disebut dengan
osseointegration (osteosintesis) dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu metal,
 polimer, keramik dan komposit.
1)  Metal
Metal memiliki cakupan yang luas dalam aplikasiannya, diantaranya  fixasi
 patah tulang, penggantian tulang, external spints, braces dan traction
apparatus. Modulus elastis dan titik luluh digabungkan dengan keuletan
metal membuat material jenis ini cocok untuk menopang beban tanpa
mengakibatkan deformasi. Tiga material yang biasa digunakan adalah
Titanium, Stainless Steel dan  Paduan Cobalt-Chromium. Titanium dan
 paduan Titanium memiliki kelebihan yaitu modulus elastisitas rendah dan
resistansi korosi tinggi, selain itu juga adanya lapisan oksida pada titanium
memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengintegrasian metal ini

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 12/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

 pada jaringan tulang. Keuntungan dan kerugian beberapa macam material


implant prosthesis dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Perbandingan beberapa material implant prostesis 

Penggunaan metal sebagai implan ada beberapa unsur yang sangat

dihindari penggunaannya apabila kadarnya melebihi ambang batas


dikarenakan unsur tersebut beracun terhadap tubuh. Adapun unsur-unsur
tersebut adalah:
Tabel 2. Batas toxity CCR50

 Nilai CCR50 ini didefinisikan sebagai kosentrasi dari substrat sel hidup

yang mengalami reduksi hingga 50% ketika diuji dengan unsur unsur diatas.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 13/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

2)   Polimer
 Polimer adalah rangkaian panjang dari material dengan berat molekul tinggi
yang terdiri dari pengulangan unit monomer.  Polimer memiliki sifat fisik
yang mendekati jaringan halus, oleh karena itu polimer banyak digunakan
untuk menggantikan kulit, tendon, tulang rawan, pembuluh darah dll. Polimer
mengalami degradasi pada lingkungan tubuh dikarenakan faktor biokimia dan
mekanik. Hal ini menyebabkan adanya serangan ion, pembentukan ion
hidroksil dan terlarutnya oksigen sehingga terjadi iritasi pada jaringan dan
menurunnya properti mekanik.
3)  Keramik
Keramik adalah senyawa inorganik yang dalam biomaterial diklasifikasikan
menjadi 5 kategori berdasarkan karakter makroskopis  permukaan ataupun
stabilitas kimia pada lingkungan tubuh yaitu: karbon, alumina, zirconia,
keramik gelas dan kalsium fosfat . Keterbatasan dari keramik adalah kekuatan
tarik dan ketangguhan akan patah yang rendah sehingga aplikasinya terbatas.
Hasil dari tes ex-vivo mengindikasikan bahwa keramik gagal berikatan karena
lemahnya jaringan yang terbantuk pada sistem.

g.  Komplikasi
Komplikasi penggantian panggul total termasuk yang diakibatkan oleh
imobilitas, osifikasi heterotropik dan nekrosis avaskuler. Metoda memperbaiki
fiksasi semen, prostesis tumbuhke dalam, dan graft tulang ditujukan untuk
mengurangi kemungkinan longgarnya prostesis.
1)  Dislokasi Prostesis Panggul. 
Dislokasi dapat terjadi karena pengubahan posisi yang melebihi prostesis.
Dislokasi prostesis harus segera diketahui dan direduksi secepatnya sehingga
tidak sampai terjadi kerusakan peredaran darah dan saraf. Indikasi dislokasi
adalah pemendekan tungkai, ketidakmampuan menggerakkannya,
ketidaksegarisan, rotasi abnormal, dan ketidaknyamanan bertambah. Pasien
diajari untuk mengubah posisi perlindungan: Tetap abduksi, menghindari

rotasi interna dan eksterna, hiperekstensi, dan fleksi tajam. Pasien harus

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 14/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

menggunakan bantal di antara kedua tungkai bila berbaring dalam posisi


telentang atau berbaring miring dan ketika membalik. Pasien diinstruksikan
untuk tidak tidur dengan pinggul yang dioperasi di bawah, sampai
diperbolehkan oleh ahli bedah. Pasien sangat tidak boleh menyilangkan
tungkai. Fleksi tajam harus dihindari. Bila prostesis mengalami dislokasi, ahli
 bedah harus diberitahu agar panggul dapat direduksi dan distabilisasi. Ketika
otot dan kapsul sendi mulai sembuh, kemungkinan dislokasi akan menurun.
Stres terhadap sendi panggul yang baru harus sangat minimal selama 3
samapi 6 bulan pertama.

Gambar 12. Hip post op THR


 
2) Drainase Luka. 
Cairan dan darah yang terkumpul di tempat pembedahan biasanya dapat
dikeluarkan dengan alat penghisap portabel. Penghisapan ini akan mencegah
 penumpukan cairan, yang dapat mengaakibatkan ketidaknyamanan dan dapat
menjadi tempat infeksi. Haluaran cairan 200 sampai 500 ml pada 24 jam
 pertama biasa terjadi; pada 24 jam setelah operasi, total jumlah dalam 8 jam
 biasanya berkurang sampai 30 ml atau kurang, dan alat penghisap bisa
dilepas. Volume cairan lebih dari yang diharapkan harus segera dilaporkan

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 15/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

 pada dokter. Bila diperkirakan akan terjadi kehilangan darah yang banyak
 pada bedah penggantian sendi panggul total, maka dapat dilakukkan
autotransfusi (mis. Darah yang keluar disaaring dan diinfuskan kembali ke
 pasien pada periode segera setelah operasi) untuk mengurangi transfusi darah
homolog.
3)  Trombosis Vena Profunda. 
Risiko terjadinya tromboembolisme biasanya sangat tinggi setelah
 pembedahan rekonstruksi panggul. Perawat harus melakukan upaya
 pencegahan dan memantau pasien secara ketat untuk kemungkinan adanya
trombosis vena profunda dan emboli paru. Upaya untuk memperbaiki
 peredaran darah dan mengurangi statis vena merupakan prioritas bagi pasien
yang menjalani rekonstruksi pinggul. Heparin dosis rendah atau enoksaparin,
suatu heparin dengan berat molekul rendah yang tidak memerlukan
 pemantauan waktu pembekuan rutin, dapat diberikan sebagai profilaksis
untuk trombosis vena profunda setelah bedah penggantian pinggul.
4)  Infeksi. 
Infeksi merupakan komplikasi serius setelah penggantian panggul total
karena bila terdapat infeksi dalam, maka implan harus diangkat. Pasien yang
menderita diabetes, lansia, kegemukan, atau nutrisi buruk, yang menderita
artritis reumatoid,atau yang menderita infekssi lain (mis. Infeksi saluran
kemih, abses gigi) atau mengalami hematoma yang besar mempunyai risiko
tinggi mengalami infeksi. Karena infeksi sendi total merupakan bencana
 besar, maka harus diupayakan segala usaha untuk meminimalkan
kejadiannya. Potensial sumber infeksi harus benar-benar dihindari. Harus
diberikan antibiotik profilaksis. Bila menggunakan kateter indwelling atau
menggunakan alat penghisap portabel, harus dilepas sesegera mungkin untuk
menghindari infeksi. Antibiotik profilaksis dapat diberikan bila pasien
memerlukan instrumentasi bedah selanjutkan, seperti pencabutan gigi atau
 pemeriksaan sistoskopi.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 16/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

h.  Kegagalan pada Sambungan Tulang Pinggul Buatan


Dari perancangan desain sambungan tulang pinggul buatan direncanakan
 bahwa desain ini akan dapat bertahan rata-rata selama 20 tahun. Tetapi tidak
sedikit dari pasien yang dalam beberapa tahun penggunaan sudah merasakan hal
yang tidak normal pada sambungan tulang pinggul buatan ini. Berbagai aspek
yang dapat mempengaruhi lamanya umur pemakaian sambungan tulang pinggul
 buatan. Kegagalan yang sering terjadi disebabkan oleh dua aspek yaitu aspek
medis dan aspek tribologi. Aspek medis yang banyak menyebabkan kegagalan
sistem sambungan tulang pinggul buatan antara lain:

1)  Alergi
Daya tahan dan kekebalan tubuh manusia berbeda-beda. Dalam pemasangan
sambungan tulang pinggul buatan harus juga diperhatikan efek dari material
 penyusun terhadap tubuh pasien.
2)  Infeksi
Dalam penanaman sambungan tulanng pinggul sangatlah penting menjaga
kehigienisan baik pada alat yang digunakan maupun sambungan tulang
 pinggul buatan itu sendiri. Infeksi karena kuman maupun bakteri akan
mempercepat kegagalan penanaman sambungan tulang pinggul buatan.
3)  Kesalahan pemasangan
Penanaman sambungan tulang pinggul buatan dibutuhkan ketelitian
 pemasangan yang sangat ekstra. Kesalahan posisi pemasangan akan semakin
membuat keausan yang lebih cepat atau mengurangi kestabilan sistem.
Sedangkan aspek tribologi yang ada antara lain:
1)  Wear
Wear resistance yang tinggi akan lebih baik digunakan daripada wear
resistance yang rendah. Wear akan mempercepat keausan dari head maupun
cup. Keausan ini akan menyebabkan ketidakstabilan sistem yang
memungkinkan terlepasnya head dari cup. Wear sangat dipengaruhi oleh
desain geometri maupun materialnya.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 17/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

2)   Load
 Load atau pembebanan dari tubuh akan mempengaruhi kekuatan system
artificial hip joint .  Femoral stem akan patah atau berubah bentuk jika
 pembebanan yang diberikan melebihi  yield strength dari material  femoral
 stem. Von Mises yang terukur dari hasil analisa akan menunjukkan distribusi
tegangan dari femoral stem.
3)   Friction
 Friction yang tinggi akan menyebabkan cepatnya keausan pada ball bearing.
Seperti halnya wear ,  friction yang tinggi juga menyebabkan ketidakstabilan
sistem. Desain geometri dan material sangat berpengaruh terhadap  friction.
 Radial clearance antara head dan cup akan menentukan maksimal atau
tidaknya lubrikasi yang bekerja untuk mengurangi friksi ini.
4)  Tekanan kontak
Tekanan kontak akan sangat berpengaruh pada lama tidaknya umur dari
sambungan tulang pinggul buatan. Distribusi tekanan kontak yang
terkonsentrasi akan mempercepat keausan dari permukaan kontak.
Perancangan desain dan material menentukan besar kecilnya tekanan kontak
maksimum dan distribusi tekanan kontaknya. 
i.  Perawatan Pre Operasi
Perawatan yang perlu dilakukan selama pre operasi adalah:
1)  Menilai pengetahuan pasien dan pemahaman tentang prosedur operasi.
Memberikan penjelasan lebih lanjut dan klarifikasi yang diperlukan.
Pentingnya pasien memiliki pemahaman yang jelas tentang prosedur
 pembedahan dan hasil yang diharapkan.
2)  Pengetahuan mengurangi kecemasan dan meningkatkan
kemampuan pasien untuk membantu dengan prosedur perawatan pasca-
operasi.
3)  Mendapatkan riwayat perawatan dan penilaian fisik, termasuk rentang
gerak sendi yang terkena. Informasi ini tidak hanya memungkinkan
 perawat untuk memberikan perawatan sesuai dengan kebutuhan individu

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 18/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

tetapi juga berfungsi sebagai dasar untuk perbandingan penilaian pasca


operasi.
4)  Menjelaskan pembatasan aktivitas pasca operasi. Mengajarkan
cara menggunakan tali overhead untuk mengubah posisi. Pasien yang
 belajar dan praktek teknik bergerak sebelum operasi
dapat menggunakannya secara lebih efektif pada periode pasca operasi.
5)  Memberikan atau memperkuat pengajaran latihan pasca operasi tertentu
untuk sendi yang operasi akan dilakukan. Latihan diresepkan pasca operasi
untuk :
-  memperkuat otot menyediakan stabilitas bersama dan dukungan
-  mencegah atrofi otot dan kontraktur sendi
-  mencegah stasis vena dan kemungkinan tromboemboli.
6)  Ajarkan prosedur kebersihan pernapasan seperti penggunaan insentif
spirometri, batuk, dan pernapasan dalam. Memadai pernapasan
kebersihan sangat penting untuk semua pasien menjalani penggantian
sendi
untuk mencegah komplikasi pernafasan berhubungan dengan
tidak bergerak dan efek dari anestesi. Selain itu, banyak pasien
menjalani penggantian sendi total tua dan mungkin memiliki
mengurangi clearance mukosiliar.
7)  Diskusikan tindakan pengendalian nyeri pasca operasi, termasuk
 penggunaan
 pasien-dikendalikan analgesia (PCA) atau infus epidural yang sesuai.
Hal ini penting bagi pasien untuk memahami tujuan
dan penggunaan langkah pengendalian nyeri pasca operasi untuk
memungkinkan awal mobilitas dan mengurangi komplikasi yang terkait
dengan imobilitas.
8)  Ajari atau menyediakan resep persiapan kulit pra operasi
seperti mandi, shampo, dan menggosok kulit dengan larutan antibakteri.
Langkah-langkah ini membantu mengurangi bakteri transien yang dapat

diperkenalkan ke dalam situs bedah.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 19/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

9)  Administer intravena antibiotik seperti yang diperintahkan. Antibiotik


terapi dimulai sebelum atau selama operasi dan dilanjutkan pasca operasi
untuk mengurangi risiko infeksi.

 j.  Perawatan Pasca Operasi


1)  Periksa tanda vital, termasuk suhu dan tingkat kesadaran, setiap 4 jam atau
lebih sering seperti yang dibutuhkan. Laporan perubahan signifikan ke
dokter. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang status
kardiovaskular pasien dan dapat memberikan indikasi awal komplikasi
seperti perdarahan yang berlebihan, defisit volume cairan, dan infeksi.
2)  Melakukan pemeriksaan neurovaskular pada anggota tubuh yang dioperasi
 per jam untuk 12-24 jam pertama, maka setiap 2-4 jam. Segera
melaporkan temuan abnormal ke dokter. Operasi dapat mengganggu suplai
darah atau persarafan pada bagian ekstremitas. Jika demikian, intervensi
cepat adalah penting untuk menjaga fungsi ekstremitas tersebut.
3)  Monitor perdarahan insisional dengan mengosongkan dan merekam hisap
drainase setiap 4 jam dan menilai dressing sering. kehilangan darah yang
signifikan dapat terjadi dengan penggantian sendi total, terutama
 penggantian panggul total.
4)  Menjaga asupan infus dan akurat dan output catatan selama periode pasca
operasi awal.
5)  Mempertahankan istirahat dan posisi yang ditentukan dari ekstremitas
yang terkena menggunakan sling, belat penculikan, brace, immobilizer,
atau perangkat lain yang ditentukan.
6)  Bantu pasien pergeseran posisi setidaknya setiap 2 jam sementara di
tempat tidur beristirahat. Pergeseran posisi membantu mencegah luka
tekanan dan lainnya komplikasi imobilitas.
7)  Mengingatkan pasien untuk menggunakan spirometer insentif, batuk, dan
 bernapas dalam setidaknya setiap 2 jam. Langkah-langkah ini penting
untuk mencegah komplikasi pernafasan seperti pneumonia.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 20/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

8)  Menilai tingkat kenyamanan pasien sering. Memelihara PCA, infus


epidural, atau analgesia yang diresepkan lainnya untuk meningkatkan
kenyamanan. manajemen nyeri yang memadai meningkatkan
 penyembuhan dan mobilitas.
9)  Memulai terapi fisik dan latihan seperti yang ditentukan untuk bersama
spesifik diganti, seperti paha depan pengaturan, menaikkan kaki, dan pasif
dan aktif berbagai-latihan-gerak. Latihan ini membantu mencegah atrofi
otot dan tromboemboli dan memperkuat otot-otot ekstremitas yang terkena
sehingga dapat mendukung sendi prostetik.
10) Gunakan perangkat kompresi berurutan atau stocking antiembolism seperti
yang ditentukan. Ini membantu mencegah tromboemboli dan pulmonary
embolus untuk pasien yang harus tetap bergerak setelah operasi.
11) Menilai pasien dengan total penggantian pinggul tanda-tanda prosthesis
dislokasi, termasuk rasa sakit di pinggul terpengaruh atau shortening dan
internal rotasi kaki yang terkena.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 21/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

k.  Ambulasi 
Ambulasi merupakan latihan yang dilakukan dengan hati-hati tanpa
tergesa-gesa untuk memperbaiki sirkulasi dan mencegah flebotrombosis
(Hinchliff, 1999). Ambulasi adalah latihan aerobik yang paling berat dimana
 pasien yang dirawat di rumah sakit dapat berpartisipasi kecuali
dikontraindikasikan oleh kondisi pasien. Hal ini harus menjadi bagian dalam
 perencanaan latihan untuk semua pasien (Berger & Williams, 1992).
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien
 pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat
tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper,
2002). Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan pasca
operasi karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama
sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk mulai berjalan
(Kozier, 1987).
1)  Manfaat Ambulasi Dini
Pelaksanaan ambulasi dini pada pasien akan memberikan efek positif
terhadap sistem tubuh. Menurut Asmadi (2008) manfaat ambulasi adalah:
mencegah dampak immobilisasi pasca operasi meliputi: sistem integumen;
kerusakan integritas kulit seperti abrasi, sirkulasi darah yang lambat yang
menyebabkan terjadinya atrofi otot dan perubahan turgor kulit, sistem
kardiovaskuler; penurunan kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung,
hipotensi ortostatik, phlebotrombosis, sistem respirasi; penurunan kapasitas vital,
 penurunan ventilasi volunter maksimal, penurunan ventilasi/ perfusi setempat,
mekanisme batuk yang menurun, sistem pencernaan; anoreksia, konstipasi,
 penurunan metabolisme, sistem perkemihan; menyebabkan perubahan pada
eleminasi urine, infeksi saluran kemih, hiperkalsiuria, sistem muskuloskeletal;
 penurunan massa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot, sistem neurosensoris;
kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan saraf pada bagian distal, nyeri yang
hebat, depresi, perubahan tingkah laku, perubahan siklus tidur, perubahan
kemampuan pemecahan masalah.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 22/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

2)  Alat yang Digunakan Untuk Ambulasi


Banyak alat yang tersedia untuk membantu ketidakmampuan pasien
melaksanakan ambulasi. Jenis dari alat dipilih dan lamanya waktu untuk
menggunakan alat tersebut tergantung pada ketidakmampuannya. Terlebih dahulu
terapis harus menentukannya apakah kekuatan otot pasien cukup dan
mengkoordinasikannya dengan program ambulasi (Gartland, 1987).
Alat bantu yang digunakan untuk ambulasi adalah:
a)  kruk; dapat digunakan sementara ataupun permanen, terbuat dari logam dan
kayu, misalnya Conventional, Adjustable dan Lofstrand . Kruk biasanya
digunakan pada pasien fraktur hip dan ekstremitas bawah
 b)  Canes (tongkat) adalah alat yang ringan, mudah dipindahkan, setinggi
 pinggang, terbuat dari kayu atau logam, digunakan pada pasien yang
mengalami kelemahan pada satu kaki, terdiri dari dua tipe yaitu:  single
 straight-legged dan quad cane 
c)  walker adalah suatu alat yang sangat ringan, mudah dipindahkan, setinggi
 pinggang, terbuat dari pipa logam, dan mempunyai empat penyangga yang
kokoh (Gartland, 1987; Potter & Perry, 2006; Wahyuningsih, 2005).

3)  Pelaksanaan Ambulasi Pasien Pasca Operasi Ekstremitas Bawah


Pembebanan berat badan (weight-bearing ) pada kaki ditentukan oleh
dokter bedah. Weight bearing adalah jumlah dari beban seorang pasien yang
dipasang pada kaki yang dibedah. Tingkatan weight bearing dibedakan menjadi
lima yaitu:
a)   Non Weight Bearing (NWB): kaki tidak boleh menyentuh lantai.
 Non weight bearing adalah 0 % dari beban tubuh, dilakukan selama 3 minggu
 pasca operasi
 b)  Touch Down Weight Bearing (TDWB): berat dari kaki pada lantai saat
melangkah tidak lebih dari 5 % beban tubuh
c)   Partial Weight Bearing (PWB): berat dapat berangsur ditingkatkan dari 30-50
% beban tubuh, dilakukan 3-6 minggu pasca operasi

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 23/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

d)  Weight Bearing as Tolerated (WBAT): tingkatannya dari 50-100 % beban


tubuh. Pasien dapat meningkatkan beban jika merasa sanggup melakukannya
e)   Full Weight Bearing (FWB): kaki dapat membawa 100 % beban tubuh setiap
melangkah, dilakukan 8-9 bulan pasca operasi (Pierson, 2002).
Ada tiga jenis weight bearing ambulasi berdasarkan lewis et al, 1998 yaitu
1.   Non weight bearing: tidak menggunakan alat bantu jalan sama sekali, tungkai
tidak diberi beban. Dilakukan selama 3 minggu setelah operasi
2.  Partial Weight bearing menggunakan alat bantu jalan pada sebagian aktivitas.
Tungkai diberi beban hanya dari beban tungkai itu sendiri dilakukan mulai
dari 3-6 minggu setelah kallus terbentuk
3.  Full Weight bearing. Berjalan menggunakan beban penuh dari tubuh
dilakukan setelah 3 bulan paska operasi dimana tulang telah terjadi
konsolidasi

l.  Langkah-langkah ambulasi pada pasien Post Operasi THR


1)  Ambulasi pada pasien post operasi THR hari ke nol
a)  Ambulasi pada pasien post operasi hari ke nol adalah dengan latihan
nafas dalam dan batu efektif
 b)  Ankle pumping sebanyak 50 kali

Gambar 13. Ankle pumping

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 24/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

c)  Buttock Contractions dilakukan 5 kali sampai 10 kali selama 3-4 hari

Gambar 14. Buttock Contractions


d)  Static Quadriceps Strengthening

Gambar 15. Static Quadriceps Strengthening

2)  Ambulasi lanjutan

Gambar 16. Hip and Knee Bending

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 25/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

 
Gambar 17. Isometric Hamstrings

Gambar 18. Quadriceps Strengthening Over a Roll

Gambar 19. Hip abduction

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 26/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

 
Gambar 20. Abdominal Activation

Gambar 21. Standing Hip Bending

Gambar 22. Standing Hip Abduction

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 27/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

 
Gambar 23. Hamstring Curls

Gambar 24. Standing Hip Extension

m.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini 


Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi pada pasien
 pasca operasi adalah:
1)  Kesehatan umum
Penyakit, kelemahan, infeksi, penurunan aktifitas, kurangnya latihan fisik,
dan lelah kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi
muskuloskeletal (Kozier, 1987).

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 28/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

2)  Tingkat kesadaran


Pasien dengan kondisi disorientasi, bingung atau mengalami perubahan
tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
3)   Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot, penurunan
 jaringan subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan
danelektrolit. Pasien juga akan mengalami defisiensi protein,
keseimbangan nitrogen negatif, dan tidak adekuat asupan vitamin C
(Potter & Perry, 2006).
4)  Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan, dan pengahargaan pada diri
sendiri akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur ambulasi
(Kozier, 1987).
5)  Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan atau
keterampilan yang diperoleh melalui proses belajar. Pendidikan
menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan pada
keterampilan yang lebih baik dalam menggunakan dan mengevaluasi
informasi (Goldman, 2002). Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan
seseorang untuk mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran
kesehatan dan merubah perilaku yang tidak baik bagi mereka (WimGroot,
2005). Jadi tingkat pendidikan mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini
 pada pasien pasca operasi ekstremitas bawah.
6)  Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Hasil penelitian
mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan
lama daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 1993).
Rendahnya pengetahuan pasien mengenai pentingnya ambulasi akan
menghambat pelaksanaan ambulasi dini pasca operasi.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 29/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

n.  Posisi Pada Pasien THR

Gambar 25. Posisi tidur

Gambar 26. Bangun dari tempat tidur

Gambar 27. Berdiri Dari Tempat Tidur Atau Kursi

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 30/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

 
Gambar 28. Posisi duduk yang benar

Gambar 29. Posisi duduk yang salah

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 31/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

II.  ASUHAN KEPERAWATAN

a.  Pengkajian
1.  Identitas Pasien: Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2.  Keluhan Utama: rasa nyeri, nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan.
3.  Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari penggantian
 panggul total, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap pasien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
4.  Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
 penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
5.  Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur sehingga diperlukan
 penggantian panggul total, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
 pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
6.  Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan
 peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 32/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam


masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7.  Pola-Pola Fungsi Kesehatan :
a)  Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
 b)  Pola Nutrisi dan Metabolisme
c)  Pola Eliminasi
d)  Pola Tidur dan Istirahat
e)  Pola Aktivitas
f)  Pola Hubungan dan Peran
g)  Pola Persepsi dan Konsep Diri
h)  Pola Sensori dan Kognitif
i)  Pola Reproduksi Seksual
 j)  Pola Penanggulangan Stress
k)  Pola Tata Nilai dan Keyakinan
8.  Pemeriksaan fisik :
a)  Gambaran Umum
 b)  Keadaan Lokal
c)  Pemeriksaan Diagnostik
d)  Pemeriksaan Radiologi : sinar rontgen (x-ray), Tomografi, Myelografi,
Arthrografi dan Computed Tomografi-Scanning
e)  Pemeriksaan Laboratorium

b.  Diagnosa
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan rekonstruksi berdasarkan
rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2012-2014) antara lain :
Pre Operasi
1.  Ansietas berhubungan dengan prosedur penggantian panggul total.
2.  Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
3.   Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
4.  Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kehilangan integritas

struktur tulang

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 33/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

Intra Operasi
1.  Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan

Post Operasi
1.  Kerusakan mobilitas berhubungan dengan keharusan tirah baring setelah
 penggantian sendi pinggul.
2.  Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3.  Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan mobilitas

fisik
4.  Kurang pengetahuan mengenai prosedur perawatan di rumah berhungan
dengan kurangnya informasi
5.   Nyeri akut berhubungan dengan efek anestesi berkurang/ hilang

c.  Intervensi Keperawatan


Tujuan dan
Diagnosa Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Pre Operasi
Ansietas Tujuan: NI C: An xiety Control
 berhubungan Setelah dilakukan 1.  Gunakan pendekatan yang 1.  Menciptakan trust
dengan prosedur tindakan 1 x 24 jam menenangkan
 penggantian  pasien mampu 2.  Jelaskan semua prosedur 2.  Mengurangi rasa cemas
 panggul total mengontrol  pasien jika dilakukan
dan apa yang dirasakan
kecemasannya tindakan
selama prosedur
Kriteria Hasil: 3.  Mencegah kondisi
 
1.  Pasien mampu 3. Pahami prespektif
terhdap situasi stres pasien  pasien agar tdk semakin
mengidentifikasi tertekan karena
dan kondisinya
mengungkapkan 4.  Agar pasien merasa
gejala cemas 4.  Temani pasien untuk  bahwa dirinya tidak
2.  Mengidentifikasi, memberikan keamanan merasa kesepian
mengungkapkan, dan mengurangi takut 5.  Mengurangi rasa cemas
dan menunjukkan 5.  Berikan informasi faktual dan takut pasien karena
teknik untuk mengenai diagnosis, tindakan yang dilakukan
mengontrol 6.  agar pasien merasa
tindakan prognosis
cemas disupport untuk
6.  Dorong keluarga untuk
3.  Vital sign dalam kesembuhan kondisi
 batas normal menemani pasien  pasien

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 34/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

4.  Postur tubuh, 7.  mencegah pasien agar


ekspresi wajah, tidak semakin cemas
 bahasa tubuh, dan 7.  Bantu pasien mengenal
tingkat aktivitas situasi yang menimbulkan 8.   pasien merasa
menunjukkan dimotivasi untuk
kecemasan
 berkurangnya  perbaikan yang optimal
8.  Dorong pasien untuk
kecemasan. 9.  untuk mengalihkan
5.  Menunjukkan mengungkapkan perasaan,  perhatian dan
 peningkatan ketakutan, persepsi mengurangi rasa cemas
konsenrtasi dan 9.  Instruksikan pasien
akurasi dalam menggunakan teknik
 berpikir relaksasi

Kurang Tujuan:  NIC :


 pengetahuan Setelah dilakukan Knowl edge : desease process
 berhubungan tindakan 1 x 24 jam 1.  Kaji tingkat pengetahuan 1.  Mengetahui tingkat
dengan  pasien dan keluarga  pasien tentang penyakitnya  pengetahuan pasien
keterbatasan memahami mengenai 2.  Jelaskan tanda gejala dan 2.  Agar pasien dapat
informasi.  penyakit pasien dan  patofisiologi dari penyakit mengetahui mengenai
 pengobatannya.  penyakitnya
Kriteria Hasil: 3.  Sediakan informasi pada 3.  Memberi pengetahuan
1.  Pasien dan  pasien tentang kondisi,  pada pasien
keluarga dengan cara yang tepat
menyatakan 4.  Sediakan bagi pasien dan 4.  Memberitahukan
 pemahaman keluarga tentang kemajuan mengenai progres

tentang
kondisi, penyakit,  pasien
tepat dengan cara yang  penyakit pasien dapat
agar keluarga dan
 prognosis, dan  berkolaborasi aktif
 program terhadap pengobatan
 pengobatan  pasien
2.  Pasien dan 5.  Diskusikan perubahan gaya 5.  untuk mencegah
keluarga mampu hidup yang mungkin komplikasi lebih lanjut
melaksanakan diperlukan 6.  Memberi kenyamanan
 prosedur yang 6.  Hindari menggunakan  pada pasien dan
dijelaskan dengan teknik menakut-nakuti keluarga
 benar 7. Mengikutsertakan keluarga 7. 
  Dukungan keluarga
3.  Pasien dan (bila memungkinkan) memotivasi pasien
keluarga mampu dalam melaksanakan selama menjalani
menjelaskan  pengobatan/ terapi  perawatan
kembali apa yang
dijelaskan
 perawat/ tim
kesehatan.  
 Nyeri Tujuan: NIC:
 berhubungan Setelah dilakukan Pain management
dengan tindakan 1.  Lakukan pengkajian nyeri 1.  Mengetahui tingkatan
terputusnya keperawatan 1 x 24 secara komprehensif nyeri untuk
kontinuitas  jam pasien terbebas termasuk lokasi, menentukan tindakan.
 jaringan. dari nyeri / nyeri karakteristik, durasi,
 berkurang frekuensi, kualitas dan faktor

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 35/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

   presipitasi
Kriteria Hasil: 2.  Observasi reaksi nonverbal 2.  Validasi terhadap
1.  Mampu dari ketidaknyamanan adanya
mengontrol nyeri 3.  Gunakan teknik komunikasi ketidaknyamanan
(tahu penyebab terapeutik untuk mengetahui 3.  Memberikan
nyeri, mampu  pengalaman nyeri pasien kenyamanan pada
menggunakan  pasien dan agar pasien
tehnik lebih terbuka
nonfarmakologi .  Kaji kultur yang 4.  Budaya dapat
untuk mempengaruhi respon nyeri mempengaruhi respon
mengurangi nyeri seseorang
nyeri, mencari 5.  Evaluasi pengalaman nyeri 5.  Mengetahui adanya
 bantuan) masa lampau nyeri masa lampau
2.  Melaporkan 6.  Evaluasi bersama pasien dan 6.  Evaluasi
 bahwa nyeri tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
 berkurang dengan ketidakefektifan kontrol kontrol nyeri
menggunakan nyeri masa lampau 7.  Menguragi faktor
manajemen nyeri .  Kontrol lingkungan yang  penyebab nyeri
3.  Mampu dapat mempengaruhi nyeri 8.  Distraksi untuk
mengenali nyeri seperti suhu ruangan, mengalihkan perhatian
(skala, intensitas,  pencahayaan dan kebisingan dan membuat nyaman
frekuensi dan 8.  Lakukan penanganan nyeri  pasien.
tanda nyeri) non farrmakologi
4.  Menyatakan rasa 9.  Kolaborasi: pemberian 9.  Mengurangi nyeri
nyaman setelah analgetik
nyeri berkurang
5.  Tanda vital dalam
rentang normal

Kerusakan ujuan: NI C:E xer cise therapy


Mobilitas Fisik Setelah dilakukan 1.  monitor vital sign sebelum 1.  mengetahui kondisi
 berhubungan indakan 1x 24 jam dan sesudah latihan  pasien secara umum
dengan asien terbebas dari 2.  kaji kemampuan pasien 2.  mengetahui kemampuan
kehilangan ambatan mobilitas dalam mobilisasi  pasien
integritas fisik 3.  dampingi dan bantu pasien 3.  mencegah terjadinya
struktur tulang riteria Hasil:  saat mobilisasi dan bantu cedera
- Peningkatan aktivitas  penuhi kebutuhan sehari hari
 pasien  pasien (ADLS)
- Memperagakan 4.  Ajarkan keluarga untuk 4.  mencegah terjadinya
 penggunaan alat membatu pasien memenuhi cedera
 bantu untuk ADL’s pasien selama di
mobilisasi rumah
5.   berikan alat bantu jika pasien 5.  memberikan keamanan
membutuhkan  bagi pasien
6.  ajarkan pasien bagaimana 6.  mencegah cedera pada
mengubah posisi dan berikan  pasien
 bantuan jika diperlukan

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 36/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

Intra operasi
Resiko ujuan :  NIC : Manajemen cairan 1.  Mengetahui balance
kekurangan Pasien tidak 1.  Catat intake dan output cairan
volume cairan engalami dehidrasi 2.  Monitor status hidrasi seperti 2.  Antisipasi tanda
 berhubungan atau cairan tubuh membran mukosa, nadi, dehidrasi
dengan asien adekuat tekanan darah dengan cepat. 3.  Mengatur balance
kehilangan Kriteria hasil : 3.  Beri cairan yang sesuai cairan
cairan a.  Kulit dan dengan terapi
membran mukosa
lembab
 b.  Tidak terjadi
demam
c.  TTV normal
Post Operasi
Kerusakan Tujuan: 1.  Pertahankan posisi sendi 1.  Agar sendi tidak kaku
mobilitas mencapai  pinggul yang benar (abduksi,
 berhubungan sendi rotasi netral, fleksi terbatas
dengan  panggul 2.  Instruksikan dan membantu 2.  Mencegah kekakuan
keharusan tirah yang bebas  perubahan posisi dan sendi
 baring setelah nyeri,  perpindahan
 penggantian fungsional, 3.  Instruksikan dan berikan 3.  Mempertahankan
sendi pinggul. dan stabil  pengawasan latihan pengesetan kekuatan sendi dan
Kriteria kuardrisep dan gluteal  peningkatan sirkulasi
Hasil: 4.  konsultasi dengan ahli
1.  Posisi yang fisioterapi 4.  Menyusun program
dianjurkan aktivitas fsik secara
tetap individual
dipertahankan 5.  Berikan semangat dan
2.  Pasien dukungan terhadap program 5.  Memotivasi pasien agar
membantu latihan tetap semangat
saat 6.  Bantu pasien dan ajarkan menjalani latihan
 perubahan keluarga memenuhi ADLs 6.  Memenuhi kebutuhan
 posisi  pasien
3.  Memperlihatk 
an
kemandirian
saat berpindah
4.  Berpartisipasi
dalam
 program
ambulasi
 progresif
5.  Mempergunak 
an alat bantu
ambulasi
dengan benar
dan aman
Resiko infeksi Tujuan : Pasien  NIC : Pengendalian Infeksi
 berhubungan tidak mengalami 1.  Pantau tanda / gejala infeksi 1.  Mencegah terjadinya
dengan luka infeksi atau tidak 2.  Rawat luka operasi dengan infeksi

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 37/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

 post operasi terdapat tanda- teknik steril 2.  Mencegah invasi


tanda infeksi 3.  Memelihara teknik isolasi, mikroorganisme

perawatan 4.   Mencegah infeksi


 pada pasien.  batasi jumlah pengunjung 3. Mencegah infeksi
Kriteria hasil : 4.  Ganti peralatan
Tidak  pasien sesuai dengan protap
menunjukkan
tanda-tanda
infeksi
Kurang Tujuan: 1.  Dorong pasien 1.  Agar perawat dapat
 pengetahuan Setelah dilakukan mengekspresikan memberikan penkes
mengenai tindakan 1 x 24 kekhawatirannya mengenai kepada keluarga.
 penatalaksanaan  jam pasien dan  perawatan di rumah; eksplorasi 2.  Untuk melatih
kesehatan di keluarga  bersama kemungkinan kemandirian pasien.
rumah memahami  pemecahan masalah. 3.  Agar kien dapat
 berhubungan  perawatan pasien 2.  Kaji ketersediaan bantuan fisik merawat dan menjaga
dengan dirumah untuk aktivitas perawatan kondisinya.
kurangnya Kriteria Hasil: kesehatan. 4.  Mencegah terjadinya
informasi 1.  Pasien dan 3.  Ajarkan pemberi perawatan komplikasi
keluarga tentang program perawatan 5.  Mencegah terjadinya
menyatakan kesehatan di rumah. komplikasi
 pemahaman 4.  Jelaskan pada pasien dan
tentang keluarga mengenai perawatan
kondisi pasien  pascahospitalisasi;
2.  Pasien dan 5.  Anjurkan pada pasien dan
keluarga keluarga untuk kontrol secara

mampu
melaksanakan teratur
 prosedur yang
dijelaskan
dengan benar
3.  Pasien dan
keluarga
mampu
menjelaskan
kembali apa
yang
dijelaskan
 perawat/ tim
kesehatan.
4.  Pasien dan
keluarga
mampu
Melakukan
 perawatan
Secara
mandiri Di
rumah

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 38/39


 

5/19/2018 THR.doc x - slide pdf.c om

DAFTAR PUSTAKA

Eden, Greg. 2006. Total Hip Replacement . YPO. New Zealand.

Johnson, Marion, dkk. 2000.  Nursing Outcomes Classification (NOC). USA:


Mosby.

 NANDA. 2012. Nursing Diagnoses: Definition and classifications  2012-2014.


Philadelphia: NANDA International.

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC


Smeltzer, Suzanne C. 2002.  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi 8, Volume 3. Jakarta : EGC.

http://slide pdf.c om/re a de r/full/thrdoc x 39/39

Anda mungkin juga menyukai