Seminar Hipospadia Kel 2

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan
anormali penis yang paling sering.perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8
minggu dan selesai dalam 15 minggu.Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra
sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi
funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra
yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak
lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat
kelainan letak ini seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glands),
korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada
pertemuan ventra penis dan skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak
ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita
jaringan fibrosa yang di kenal sebagai chordee, pada sis ventral menyebabkan
kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru
lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa, chordee akan
menghalangi hubungan seksual; infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal
atau perineal; dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan dalam mengatur
aliran urin; dan sering terjadi kriptokridisme.
Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasanchordee dan
resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan
sebelum usia saat belajar untuk menahan bdekemih, yaitu biasanya sekitar usia 2
tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi; oleh karena itu bayi dengan
hipospadia tidak boleh di sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia,
dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan
penampilan penis.
Hipospadia terdapat pada kira-kira satu diantara 500 bayi baru lahir. Pada kasus
yang paling ringan, meatus uretra bermuara pada bagian ventral glans penis, terdapat
berbagai derajat malformasi glans dan kulup zakar tidak sempurna pada sisi ventral
dengan penampilan suatu kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan,
penis berbelok kearah ventral (chordee) dan uretra pada penis lebih pendek secara
proggresif, tetapi jarak antara meatus dan glans tidak dapat bertambah secara
signifikan sampai chordee di koreksi. Karenanya, hal ini menyesatkan,
mengklasifikasi hipospadia semata-mata atas dasar meatus. Pada beberapa kasus,
meatus terletak pada sambungan penoskrotal: pada kasus ekstrem, uretra bermuara
pada perineum, skrotum bifida dan kadang-kadang meluas kebasis dorsal penis
(transposisi skrotum), dan chordee adalah ekstrem. Pada kasus demikian, biasanya
terdapat di vertikulum uretra yang bermuara pada setinggi verumontanum,
memperlihatkan suatu struktur sisa mollerian (a vestige of mullerian structures). Pada
kasus varian, kurva tura ventral penis terjadi tanpa hipospadiak meatus uretra. Pada
kasus ini, kulup zakar berkerudung dan korpus spongiosum mungkin kurang
berkembang.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Hipospadia ?
2. Apa etiologi Hipospadia ?
3. Apa prognosis Hipospadia ?
4. Apa patofisiologi Hipospadia ?
5. Apa klasifikasi Hipospadia ?
6. Apa maninfestasi klinik Hipospadia ?
7. Apa komplikasi Hipospadia ?
8. Apa pemeriksaan penunjang Hipospadia ?
9. Apa penatalaksanaan Hipospadia ?
10. Apa pengkajian Hipopasdia ?
11. Apa diagnosa keperawatan Hipopasdia ?
12. Apa rencana intervensi Hipopasdia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Hipospadia ?
2. Untuk mengetahui etiologi Hipospadia ?
3. Untuk mengetahui prognosis Hipospadia ?
4. Untuk mengetahui patofisiologi Hipospadia ?
5. Untuk mengetahui klasifikasi Hipospadia ?
6. Untuk mengetahui maninfestasi klinik Hipospadia ?
7. Untuk mengetahui komplikasi Hipospadia ?
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Hipospadia ?
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan Hipospadia ?
10. Untuk mengetahui pengkajian Hipopasdia ?
11. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan Hipopasdia ?
12. Untuk mengetahui rencana intervensi Hipopasdia ?

D. METODE
Metode yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini diantaranya melalui
media literatur perpustakaan dan elektronik.
E. SISTEMATIKA
Secara umum makalah ini terbagi menjadi tiga bagian diantaranya; BAB I
tentang Pendahuluan, BAB II yang berisi Pembahasan dan BAB III tentang
kesimpulan dan saran.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau
segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara
uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya
tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut
diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk penis yang melengkuk
kebawah. (Speer,2007:168)
Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara pada sisi
bawah penis atau perineum. (Suriadi,2010:141)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada penis
bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan
lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia
yang lebih berat terjadi jika luubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada
pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering
berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan
penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010:163)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hypospadia adalah
suatu kelainan bawaan dimana letak lubang urethra tidak pada tempat yang
semestinya, melainkan ada dibagian bawah penis.
B. ETIOLOGI
Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor genetik,
lingkungan atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli
dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi
pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Faktor resiko. (Suriadi,2010:142)
Penyebab kelainan ini adalah maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena
involusi yang premature dari sel interstisial testis.Faktor eksogen antara lain
pajanan prenatal terhadap kokain, alcohol, fenitoin, progesitin, rubella, atau
diabetes gestasional.(Mansjoer, 2000 : 374)
C. PATOFISIOLOGI
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra
terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini,
dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang
penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan)
ventral dari penis.
D. MANINFESTASI KLINIK
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah
penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

E. PENATALAKSANAAN
1. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat
yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan
dan dapat melakukan coitus dengan normal (Anak-hipospadia).
Koreksi bedah mungkin perlu dilakukan sebelum usia anak 1 atau 2 tahun.
Sirkumsisi harus dihindari pada bayi baru lahir agar kulup dapat dapat
digunakan untuk perbaikan dimasa mendatang (Corwin, 2009).
2. Informasikan orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting
sehingga sirkumsisi dapat dihindari, kulit prepusium digunakan untuk
bedah perbaikan (Muscari, 2005).
3. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari :
10. Operasi hipospadia satu tahap (One stage urethroplasty) adalah teknik
operasi sederhana yang sering digunakan, terutama untuk hipospadia tipe
distal. Tipe distal inimeatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun
sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga
banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe
hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang lebih berat,
maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe annghipospadia
proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti
chordee yang berat, globuler glands yang bengkok ke arah ventral (bawah)
dengan dorsal : skin hood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe
hipospadia yang letak lubang air seninya lebih ke arah proksimal (jauh
dari tempat semestinya) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan
kelainan lain di scrotum

F. KLASIFIKASI
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini,
meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat
asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit
dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai
dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral,
sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih.
Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap,
mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi
tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida,
meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang biasa terjadi antara lain striktur uretra (terutama pada sambungan
meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fistula.
1. Infertility
2. Resiko hernia inguinalis
3. Gangguan psikososial

Komplikasi paska operasi yang terjadi :

1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat


bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit, yang
biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.
2. Sturktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis.
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai
parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini
angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna,
dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang
berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya
stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan
pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai kelainan
pada ginjal.
2. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah dengan pemeriksaan
radiologis.
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP

.
F. PENGKAJIAN
Pengkajian secara umum
1. Identitas
Meliputi:
a. Nama : tergantung pada pasien
b. Umur : biasanya terjadi pada bayi baru lahir
c. Jenis kelamin : pada umumnya terjadi pada laki-laki
d. Pendidikan: orang tua yang biasanya rendah
e. Pekerjaan: pada orang tua yang tergolong berpenghasilan rendah
f. Diagnose medis : Hipospedia
2. Keluhan utama
Pada umumnya orang tua pasien mengeluh dan ketakutan dengan kondisi
anaknya karena penis yang melengkung kebawah dan adanya lubang kencing
yang tidak pada tempatnya
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing
yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti
penyebabnya
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat ibu pada saat kehamilan, misalnya adanya gangguan atau
ketidakseimbangan hormone dan factor lingkungan. Pada saat kehamilan ibu
sering terpapar dengan zat atau polutan yang bersifat tertogenik yang
menyebabkan terjadinya mutasi gen yang dapat menyebabkan pembentukan
penis yang tidak sempurna
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keturunan atau genetic dari orang tua atau saudara-saudara
kandung dari pasien yang pernah mengalami hipospadia
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nyeri/kesehatan
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan kenyamanan dan tidak
mengalami nyeri
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya pasien hipospadia nutrisi cairan dan elektrolit dalam
tubuhnya tidak mengalami gangguan.
c. Pola aktivitas
Aktifitas pasien hipospadia tidak ada masalah.
d. Pola eliminasi
Pada umumnya pasien dengan hipospadia tidak mengalami gangguan atau
tiaak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya
e. Pola tidur dan istirahat
Pada umumnya pasien dengan hipospadia tidak mengalami gangguan atau
tiaak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya
f. Pola sensori dan kognitif
Secara fisik daya penciuman, perasa, peraba dan daya penglihatan pada
pasien hipospadia adalan normal, secara mental kemungkinan tidak
ditemukan adanya gangguan
g. Pola persepsi diri
Adanya rasa malu pada orang tua kalau anaknya mempunyai kelainan. Pada
pasien sendiri apabila sudah dewasa juga akan merasa malu dan kurang
percaya diri atas kondisi kelainan yang dialaminya
h. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal
dan peraen serta megnalami tmbahan dalam menjalankan perannya selama
sakit.
i. Pola seksual
Adanya kelainan pada alat kelamin terutama pada penis pasien akan
membuat pasien mengalami gangguan pada saat berhubungan seksual karena
penis yang tidak bisa ereksi
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua pasien akan mengalami stress pada kondisi anaknya yang
mengalami kelainan.
k. Pola hygiene
Pada umumnya pola hygiene pasien tidak ada masalah.
Pengkajian secara kasus

1. Identitas
a. Nama : An. P
b. Usia : 3 tahun
c. Jenis kelamin : laki-laki
2. Keluhan Utama
An. P dirawat diruang bedah anak karena mengalami kelainan saat berkemih ,
ibunya mengatakan sejak lahir anaknya mengalami kelainan pada alat kelaminya.
Saat kencing pasti merembes di daerah pangkal penisnya.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang : hypospadia
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Sejak lahir anaknya mengalami kelainan pada alat kelaminya.
4. Riwayat Kongenital
sejak lahir anaknya mengalami kelainan pada alat kelaminya. Saat kencing pasti
merembes di daerah pangkal penisnya
5. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran : -
6. Activity Daily Life
a. Nutrisi : tidak di temukan pada kasus
b. Eliminasi : tidak di temukan pada kasus
c. Hygiene Personal : tidak di temukan pada kasus
d. Istirahat dan Tidur : tidak di temukan pada kasus
7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler : tidak di temukan pada kasus
b. Sistem neurologi : tidak di temukan pada kasus
c. Sistem pernapasan : tidak di temukan pada kasus
d. Sistem integumen : tidak di temukan pada kasus
e. Sistem muskuloskletal : tidak di temukan pada kasus
f. Sistem Perkemihan : tidak di temukan pada kasus
g. Sistem Reproduksi : tidak di temukan pada kasus
G. Diagnose keperawatan
1. Nyeri
2. Resiko infeksi
3. Kecemasan

H. Intervensi dan Rasional

1. Nyeri akut b.d terputusnya kontuinitas jaringan (prosedur post. Op)


Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang
dengan Kreteria Hasil:

a. Skalanyeri 4-0
b. Pasien terlihat rileks
c. TTV dalam batas normal :
TD :<140/90 mmHg
RR : 16-24 x/mnt
S : 36.5’-37.5’C
N : 60-90 x/mnt
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
b. Kaji TTV
c. Ajarkan teknik relaksasi
d. Beri pasien posisi yang nyaman
e. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
Rasional :
a. Mengetahui karakteristik nyeri
b. Mengetahui tanda kegawat daruratan
c. Membantu mengurangi nyeri
d. Membantu mengurangi nyeri
e. Membantu mengurangi nyeri

2. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat


(integritas kulit tidak utuh/insisibedah)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi dengan
Kriteria Hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti (rubor, tumor, kalor, dolor, fungiolesa)
Intervensi :
a. Kaji lebar luka, letak luka
b. Kaji faktor yang dapat menyebabkan infeksi
c. Bersih kanlingkungan dengan benar
d. Ganti balut setiap hari
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotic dan anti pendarahan
Rasional:
a. Mengetahui seberapa besar faktor resiko
b. Mengetahui penyebab infeksi
c. Meminimalkan terjadinya penularan infeksi
d. Meminimalkan terjadinya infeksi
3. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit
dan prosedur tindakan medis (pre op)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteriahasil :
a. Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
b. Klien mengetahui dan memahami tentang penyakit yang di deritanya serta
pengobatannya
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien, temani klien, dan
perlihatkan rasa empati (datang dengan menyentuh klien)
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan,
tenang serta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah di mengerti
d. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
1) Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
2) Batasi kontak dengan orang lain/klien lain yang kemungkinan mengalami
kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital
f. Bilaperlu, kolaborasi dengan tim medis
Rasional:
a. Menentukan tindakan selanjutnya
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
c. Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit
tersebut sehingga klien lebih koopretif
d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan
ketenangan klien
e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasanklien
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di deteksi ketika atau segera
setelah bayi lahir, atau instilah lainya yaitu adanya kelainan pada muara uretra pria. Dan
biasanya tampak disisi ventral batang penis. Kelainan tersebut sering diasosiasikan
sebagai suatu chordee yaitu penis yang menekuk kebawah

Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan penampilan


dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan sampai bayi berusia 1-
2th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang layak di operasi. Komplikasi
potensial mliputi infeksi dan obstruksi uretra.

Saran

Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hipospadia
merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang harus dimiliki oleh tenaga
kesehatan khususnya perawat agar dapat mengaplikasikannya serta berinovasi dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam
wewenang dan tanggung jawab perawat sebagai bagian dari tenaga medis yang
memberikan pelayanan Asuhan Keperawatan secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media


Aesculapius.

Price, Sylvia Anderson. (1995). Pathofisiologi. Jakarta: EGC

Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA. Prima Medika

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta :EGC.

Wilkinson M. Judith & Nancy R. Ahern. 2010. Buku saku diagnosis keperawatan edisi
9.Jakarta : EGC

Anonim. 2014. Makalah ASKEP

HIPOSPADIA(http://.wordpress.com/2010/02/03/) diakses tanggal 11 Mei 2014 Pukul


20.00 WITA

Anonim. 2014. Askep Hipospadia (http://blogspot.com/2010/02/arie-noki/askep-


hipospadia) diakses tanggal 11 Mei 2014 Pukul 20.00 WITA

Anonim. 2014. Hipospadia (http://www.google.com/ 2010/02/03/hipospadia/TRI RIZKI


PERURI HARDIANTO MAKALAH HYPOSPADIA.html) diakses tanggal 11 Mei
2014 Pukul 20.00 WITA

Anda mungkin juga menyukai