Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL PENELITIAN

“VALIDASI METODE ANALISI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI UNTUK PENETAPAN KADAR AMOXICILIN DALAM PLASMA”

OLEH :

AGNES PARADIBA

N111 13 520

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS D

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan

I.1 Latar belakang

I.2 Rumusan Masalah

I.3 Tujuan Penulisan

BAB II Tinjauan Pustaka

II.1 Amoxicilin

II.2 Analisis Obat dalam Darah

II.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

II.4 Validasi Metode

BAB III Metode Penelitian

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian

terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk

membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk

penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus

dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan

didefinisikan sebagaimana cara penentuannya. Adapun parameter-

parameter tersebut antara lain adalah kecermatan (akurasi),

keseksamaan (presisi), selektivitas, linearitas dan rentang, batas

deteksi(LOD) dan batas kuantitas (LOQ), ketangguhan metode, kekuatan

metode (Lestari, 2008).

Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA), salah satu obat

yang wajib diuji bioekuivalensinya adalah amoxicilin. Amoxicilin

merupakan obat golongan β-laktam termasuk dalam kelompok antibiotik

yang paling sering digunakan pada pengobatan anti-infeksi termasuk pada

pengobatan bronkitis. Pengobatan Bronkitis menggunakan amoxicilin

harus dengan dosis yang tinggi (Sudjadi, 2012).

Telah dilakukan beberapa penelitian tentang validasi metode

analisis untuk obat amoxicilin diantaranya yaitu yang dilakukan oleh

Dhoka tahun 2010, penelitian ini bertujuan untuk penentuan kadar obat

amoxicilin dan bromheksin hidroklorida dalam bentuk sediaan oral dengan

menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) serta


dilakukan juga validasi untuk metode analisisnya, hasil validasinya

menunjukan presisi dan akurasi yang baik sehingga metode HPLC ini

dapat digunakan secara rutin untuk analisis kualitatif sediaan oral obat

tersebut serta baik digunakan untuk penetapan kadar obat amoxicilin dan

bromheksin. Penelitian oleh Suresh et al., 2011, penelitian ini bertujuan

untuk melakukan pengembangan dan validasi dalam bahan baku obat dan

sediaan farmasi amoxicilin menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi.

Validasinya menunjukan hasil yang sederhana, cepat akurat dan tepat

sehingga metode ini dapat diterapkan untuk analisis pengendalian kualitas

rutin Amoksisilin dalam jumlah besar.

Metode analisis yang telah dipublikasi seringkali dimodifikasi untuk

menyesuaikan kondisi dengan peralatan dan bahan yang tersedia di

laboratorium pengujian. Modifikasi ini perlu di validasi untuk memastikan

pelaksanaan pengujian yang sesuai dari metode analisis ( Food and drug

administration, 2001). Pada penelitian ini, akan dilakukan modifikasi

terhadap metode analisis yang telah dipublikasi dan validasi dari

modifikasi tersebut. Modifakasi metode tersebut selanjutnya akan

digunakan untuk penetapan kadar obat amoxicilin dalam plasma darah

secara in vitro.

I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara memperoleh kondisi optimum untuk analisis amoxicilin

dalam plasma in vitro secara kromatografi cair kinerja tinggi ?

2. Bagaimana cara memperoleh metode yang tervalidasi untuk analisis

amoxicilin dalam plasma in vitro secara kromatografi cair kinerja tinggi ?


I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini yaitu melakukan validasi metode analisis

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) terhadap penetapan kadar

amoxicilin serta melakukan penetapan kadar Amoxicilin dalam plasma

darah secara in vitro menggunakan metode analisis yang telah di validasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Amoxicilin

Amoksisilin mengandung tidak kurang dari 90,0% C16H19N3O5S,

dihitung terhadap zat anhidrat. Mempunyai potensi setara dengan tidak

kurang dari 900 μg dan tidak lebih dari 1050 μg per mg C16H19N3O5S,

dihitung terhadap zat anhidrat.

Pemerian: serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau.

Kelarutan: sukar larut dalam air dan methanol; tidak larut dalam benzen,

dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform.

Baku pembanding amoksisilin BPFI; tidak boleh dikeringkan sebelum

digunakan (Anonim, 1995).

Antibiotika dapat dikelompokkan berdasarkan tempat kerja,

spektrum aktivitas dan struktur kimianya. Penggolongan antibiotika

berdasarkan spektrum aktivitasnya:

1. Antibiotika dengan spektrum luas, efektif baik terhadap Gram-positif

maupun Gram negatif.


2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram-

positif.

3. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram-

negatif.

4. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap Mycobacteriae

(antituberkulosis).

5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur (antijamur).

6. Antibiotika yang aktif terhadap neoplasma (antikanker).

Amoksisilin adalah antibiotika golongan β-laktam dengan spektrum

luas, digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran napas, saluran

empedu dan saluran seni, gonorhu, gastroenteritis, meningitis dan infeksi

karena Salmonella sp., seperti demam tipoid. Amoksisilin merupakan

turunan penisilin yang tahan asam tetapi tidak tahan terhadap

penisilanase. Beberapa keuntungan dibandingkan ampisilin adalah

penyerapan obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar

darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi, serta adanya makanan

tidak mempengaruhi penyerapan obat.

Antibiotika adalah zat yang dibentuk oleh mikroorganisme yang

dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain.

Antibiotika dapat juga dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi.

Di samping itu berdasarkan antibiotika alam, dapat pula dibuat antibiotika

baru secara sintetis parsial yang sebagian mempunyai sifat yang lebih

baik. Antibiotika yang berguna hanyalah antibiotika yang mempunyai


kadar hambat minimum (KHM) in vitro lebih kecil dari kadar zat yang dapat

dicapai dalam tubuh dan tidak toksik. Mekanisme antibiotika umumnya:

1. Menghambat biosintesis dinding sel

2. Meninggikan permeabilitas membran sitoplasma

3. Mengganggu sintesis protein normal bakteri

II.2 Analisis Obat dalam Darah

Pengukuran konsentrasi obat di dalam darah, serum atau plasma

merupakan pendekatan paling baik untuk memperoleh profil

farmakokinetika obat didalam tubuh. Plasma adalah suatu cairan

kompleks yang berfungsi sebagai medium transportasi untuk zat-zat yang

di angkut dalam darah. Konstituen plasma antara lain air, elektrolit,

nutrien, zat sisa, gas, hormon, dan protein plasma. Plasma diperoleh dari

supernatan darah yang telah ditambah antikoagulan, seperti heparin,

kemudian disentrifugasi (Shargel, 1941).

Beberapa tahun ini, perkembangan metode analisis obat biologis

paling banyak dilakukan dengan kromatografi gas atau kromatografi cair

kinerja tinggi (KCKT). Secara normal, matriks biologis mengandung

senyawa endogen dalam jumlah besar dan juga senyawa eksogen bukan

obat. Senyawa-senyawa tersebut dapat mengganggu metode analisis

kimia dan fisika yang digunakan analisis untuk mendeteksi dan

menentukan zat yang sebenarnya akan dianalisis. Oleh karena itu,

pemisahan zat yang akan dianalisis dari senyawa pengganggu selalu

diperlukan sebelum dilakukan penetapan secara kuantitatif (Swarbrick,

1988).
Perancangan prosedur pemisahan yang sesuai hampir selalu

menjadi bagian tersulit pada pengembangan metode baru untuk analisis

senyawa obat. Teknik yang paling sering digunakan untuk memisahkan

obat sari senyawa lain adalah dengan kolom, ekstraksi pelarut atau

deproteinasi sederhana terhadap plasma dengan pelarut kromatografi

cair. Beberapa teknik penyiapan sampel yang digunakan untuk analisis

dalam matriks plasma ( Evans, 2004) :

1. Pengendapan protein

Pada metode ini, digunakan asam/pelarut organik yang bercampur

dengan air untuk mendenaturasi dan mengendapkan protein. Asam

seperti trikloroasetat dan asam perklorat sangat efisien untuk

mengendapkan protein pada konsentrasi 5-20%. Pelarut organik seperti

metanol, asetonitril, aseton dan etanol memiliki efisiensi yang relatif lebih

rendah untuk mengendapkan protein. Akan tetapi, pelarut-pelarut tersebut

banyak digunakan untuk bioanalisis karena sesuai dengan fase gerak

pada KCKT dan dapat mengekstraksi senyawa berdasarkan prinsip

kepolaran. Pelarut organik akan menurunkan solubilitas protein sehingga

protein akan mengendap.

2. Ekstraksi cair-cair

Ekstraksi cair-cair berguna untuk memisahkan analit dari pengotor

dengan menyekat sampel diantara 2 fase larutan tak tercampurkan. Fase

pertama umumnya berupa fase aqueous, sedangkan fase kedua berupa

fase organik. Analit yang akan diekstraksi harus larut diantara satu fase

larutan tersebut. Prinsip ekstraksi cair-cair ini adalah senyawa yang


bersifat lebih hidrofilik akan larut ke fase aqueous dan senyawa yang

bersifat lebih hidrofobik akan cenderung mudah ditemukan difase organik.

Analit yang terekstraksi kedalam fase organik akan dengan mudah

diperoleh kembali melalui penguapan, sedangkan analit yang terdeteksi

ke dalam fase aqueous dapat langsung disuntikkan ke dalam kolom KCKT

fase balik. Larutan aqueous yang dapat digunakan adalah air, larutan

yang bersifat asam/basa, garam, dan lainnya. Pelarut organik yang dapat

digunakan adalah heksan, etil asetat, toluen, dan lainnya. Kelemahan dari

metode ini adalah tidak dapat diaplikasikan ke semua analit, contohnya

analit yang bersifat sangat polar sulit menggunakan metode ini.

3. Ekstraksi fase padat

Pada ekstraksi fase padat ini digunakan kolom berukuran kecil

dengan adsorben yang mirip dengan yang digunakan pada saat analisis

dan biasanya disesuaikan dengan sifat analit yang diperiksa. Ekstraksi

fase padat adalah suatu teknik yang dapat mengatasi beberapa masalah

yang ditemukan pada ekstraksi cair-cair. Prinsip umum dari ekstraksi ini

yaitu adsorpsi obat dari larutan dalam adsorben atau fase diam.

4. Ekstraksi cair-padat

Ekstraksi cair padat merupakan teknik yang sering digunakan untuk

perlakuan sampel pada KCKT. Apabila ekstraksi cair-cair merupakan

proses pemisahan satu tahap, maka ekstraksi cair-padat merupakan

prosedur pemisahan mirip kromatografi dan memiliki beberapa

keuntungan dibandingkan ekstraksi cair-cair.


II.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi merupakan teknik dimana analit atau zat-zat terlarut

terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan zat-zat ini melewati

suatu kolom kromatografi. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

mengalami perkembangan yang pesat ketika ditemukannya partikel

berpori kecil pada akhir tahun 1960-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik

pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian

senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang. KCKT

merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk

analisis kualitatif maupun kuantitatif serta memiliki kecepatan analisis dan

kepekaan yang tinggi. Hampir semua jenis campuran analit dapat

dipisahkan dengan KCKT karena banyaknya fase diam yang tersedia dan

selektifitas yang dapat ditingkatkan dengan mangatur fase gerak.

Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik

tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak. Berdasarkan

pada kedua pemisahan ini, seringkali KCKT dikelompokkan menjadi

KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik. (Swarbrick, 1988)

Meskipun demikian, klasifikasi berdasarkan pada sifat fase diam

dan atau berdasarkan mekanisme absorpsi analit memberikan jenis KCKT

yang lebih spesifik. Jenis-jenis KCKT berdasarkan hal ini yaitu

kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi penukar ion, dan

kromatografi eksklusi ukuran.

Kromatografi partisi disebut juga dengan kromatografi fase terikat.

Kromatografi partisi fase terbalik adalah kromatografi yang paling popular


digunakan saat ini. Pada fase terbalik, fase gerak relatif lebih polar

daripada fase diam, sehingga urutan elusinya adalah polar dielusi lebih

awal. Jenis kolom (fase diam) pada fase balik antara lain –C18, -C8, -CN, -

fenil; sedangkan jenis eluennya (fase gerak) antara lain metanol, air,

asetonitril, dan THF.

Instrumen KCKT pada dasarnya terdiri atas :

1. Pompa

Tujuan penggunaan pompa adalah untuk menjamin proses

penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, konstan, dan bebas

dari gangguan. Ada dua jenis pompa dalam KCKT yaitu: pompa dengan

tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe

pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum

dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.

2. Injektor

Injektor berfungsi untuk memasukkan analit ke dalam kolom. Pada

saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati

keluk sampel dan memasukkan sampel ke kolom.

3. Kolom

Kolom berfungsi untuk memisahkan masing-masing komponen.

Kemampuan kolom untuk memisahkan senyawa yang dianalisis

merupakan ukuran kinerja kolom. Dalam buku Vogel menyatakan bahwa

dasar yang banyak digunakan untuk pengukuran kinerja kolom adalah

resolusi (R) dan efisiensi kolom (N, HETP dan Tf). Bila nilai R lebih besar

dari 1,5 maka pemisahan yang dihasilkan baik. Efisiensi kolom dapat
diukur sebagai jumlah plat teoritis (N) dan panjang kolom yang sesuai

dengan theoritical plate (Height Equivelent to a Theoritical Plate, HETP).

Kolom yang baik memiliki HETP yang kecil dan N yang besar. Untuk suatu

puncak yang simetris, faktor ikutan Tf besarnya satu, dan besarnya harga

Tf ini akan bertambah jika kromatogram makin tampak berekor.

4. Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:

detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak

bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias

dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik

yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti

detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.

Detektor fluoresensi merupakan detektor yang selektif dan sensitif

untuk bioanalisis terutama pada sampel yang dapat berfluoresensi

dibandingkan dengan detektor UV.

5. Komputer, Integrator, atau Rekorder

Alat pengumpul data ini akan mengumpul sinyal elektronik yang

dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram.

Metode analisis kualitatif yang paling baik adalah dengan

menggunakan metode waktu relatif. Data waktu retensi khas tetapi tidak

spesifik, artinya terdapat lebih dari satu komponen zat yang mempunyai

waktu retensi yang sama. Dasar perhitungan kuantitatif untuk suatu

komponen zat yang dianalisis adalah dengan mengukur luas puncaknya.


Beberapa metode yang dapat digunakan yaitu dengan menggunakan

baku luar maupun baku dalam.

II.4 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk

membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi syarat untuk

penggunaannya. Parameter yang dinilai pada validasi metode analisis

adalah kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), selektivitas

(spesifisitas), linearitas dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi,

ketangguhan metode (ruggedness) dan kekuatan (robustness) (Harmita,

2008). Validasi analisis yang dilakukan dalam matriks biologi disebut

sebagai validasi metode bioanalisis. Validasi metode bioanalisis ini bisa

digunakan pada studi farmakologi klinis, pengujian bioavaibilitas (BA) dan

bioekuivalensi (BE), serta uji farmakokinetika (PK) (Harahap, 2010)


BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan yaitu KCKT dengan detektor UV 230 nm

(Shimadzu), kolom symmetry C18 (15 cm x 4,6 mm; ukuran partikel 5 μm),

spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV 1800), sentrifugator, timbangan

analitik, pH meter, mikropipet 100 dan 1000 μL, blue tip, tabung reaksi,

tabung sentrifuge, rak tabung dan lemari pendingin.

Bahan-bahan yang digunakan yaitu zat aktif amoxicilin, metanol

HPLC, Metanol (P.A), buffer kalium dihidrogen fosfat (pH diatur 5,0

dengan asam fosfat), NaOH, larutan EDTA, aquabidestilata, plasma darah

III.2 Cara Kerja

III.2.1 Pembuatan Larutan Induk Amoxicilin

Ditimbang sebanyak 25 mg zat aktif amoxicilin. Dilarutkan ke dalam

metanol hingga volume akhir 100 mL. Konsentrasi 250 μg/mL digunakan

sebagai larutan induk.

III.2.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum untuk Analisis

Dibuat spektrum serapan ultraviolet larutan amoxicilin dengan

konsentrasi 250, 100, 50,10, 3, dan 1 μg/mL dalam metanol pada panjang

gelombang 200-400 nm mengunakan spektrofotometer Ultraviolet-Visibel,

ditentukan panjang gelombang maksimumnya yang sesuai.

III.2.3 Optimasi waktu (Operaiting time) untuk Analisis

Dilihat waktu kestabilan (Operaiting time) Amoxicilin selama 0 – 10

menit dengan menggunakan spektrofotometri Ultraviolet-visibel pada


panjang gelombang maksimum dan konsentasi terpilih. Kestabilannya

dilihat dari perubahan absorbansi.

III.2.4 Pembuatan Dapar Fosfat pH 5

Dilarutkan KH2PO4 sebanyak 7,8 gram dalam 900 mL air,

disesuaikan pH 5 dengan penambahan NaOH. Diencerkan dengan air

hingga 1000 mL.

III.2.5 Penetapan Fase Gerak

Larutan standar amoxicilin pada konsentrasi 20 μg/mL diinjeksikan

sebanyak 20 μL pada komposisi fase gerak metanol : buffer kalium

dihidrogen fosfat pada perbandingan 10:90 dan 40:60 (v/v) (pH 5) dengan

perbandingan fase gerak terpilih ditentukan laju alir 1,2 – 2,0 mL/menit

dan deteksi pada panjang gelombang terpilih. Catat waktu retensi, luas

puncak, dihitung jumlah plat teoritis, faktor kapasitas dan asimetris.

III.2.6 Validasi Metode Analisis Amoxicilin

III.2.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas

Larutan Sampel dengan konsentrasi 3, 6, 9, 12 dan 15 μg/mL

Sebanyak 20 μL larutan tersebut disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi

terpilih. Setelah itu dibuat kurva kalibrasi dengan persamaan garis linear

(y=a+bx). Dihitung koefisien korelasi (r) dari kurva tersebut.

III.2.6.2 Uji Akurasi

Larutan amoxicilin dengan konsentrasi (3, 6 dan 9 μg/mL). Analisis

dengan prosedur yang sama seperti pada sampel yaitu disuntikkan

sebanyak 20 μL ke alat KCKT dengan kondisi fase gerak dan kecepatan

alir terpilih. Diulangi sebanyak tiga kali untuk setiap konsentrasi kemudian
hitung persentase akurasi (% diff) dan perolehan kembali (% recovery).

Nilai rata-rata % diff disyaratkan ± 15% .

III.2.6.3 Uji Presisi

Dari hasil akurasi tersebut dilakukan pengukuran intraday dan interday

(selama 2 hari berturut-turut, kemudian hitung persentase simpangan

baku relatif % RSD dari masing-masing konsentrasi dengan nilai lebih

kecil sama dengan 15%.

III.2.6.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitas

Batas deteksi (Limit of Detection/LOD) dan batas kuantitas (Limit Of

Quantitation/LOQ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

√∑(𝑌−𝑌1)2
SY = 𝑛−2

3,3 𝑥 𝑆𝑌
LOD = 𝑆

10 𝑥 𝑆𝑌
LOQ = 𝑆

III.2.6.5 Uji Kesesuaian Sistem

Larutan amoxicilin pada konsentrasi 3 μL/ml diinjeksikan sebanyak 20 μL

ke alat KCKT dengan fase gerak terpilih, diulangi sebanyak enam kali.

Kemudian dihitung jumlah plat teoritis, faktor kapasitas, asimetris.

III.2.7 Penetapan Kadar Amoxicilin dalam plasma Darah

III.2.7.1 Pengambilan sampel darah

Darah diperoleh dari pengambilan darah peneliti sebanyak 12 mL. Darah

tersebut diambil menggunakan dispo 12 mL. Darah kemudian dimasukkan

de dalam tabung yang sudah berisi larutan EDTA.


III.2.7.2 Ekstraksi dan Penetapan Kadar Amoxicilin Dalam Plasma

Sebelum penetapan kadar amoxicilin dalam plasma, dilakukan

spaiking sampel yaitu dengan cara pengukur larutan induk amoxicilin 500

μg/mL ke dalam sistem KCKT. Sebanyak 0,5 mL darah yang diambil dari

sampel pada tabung EDTA di masukkan ke dalam tabung sentrifuge +

Pelarut Organik ( Metanol) sebanyak 0,7 mL divorteks 30 detik, kemudian

disentrifugasi selama 10 menit pada 3000 rpm. Kemudian Alikuot disaring,

diambil supernatan (plasma) lalu supernatan diinjeksi sebanyak 20 μL ke

alat KCKT. Dianalisis kromatogram untuk mengetahui kondisi

kromatogram blanko darah. Dilakukan hal yang sama terhadap darah

yang sudah mengandung larutan amoxicilin masing-masing dengan

konsentrasi 250 dan 500 μg/mL. Diekstraksi dan diinjeksi sebanyak 20 μL

ke alat KCKT dengan kondisi KCKT yang telah ditentukan sebelumnya,

kemudian dicatat waktu retensi dan luas puncaknya. Hitung kadar

Amoxicilin dalam darah dengan cara mensubtitusikan luas puncak yang

telah terpilih ke dalam persamaan regresi yang diperoleh dari kurva

kalibrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, D. 2008. Validasi Metode Analisis Levofloksasin dalam Plasma In


Vitro Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-Fluoresensi. Skripsi.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI, Depok.

Sudjadi dan Rohman. 2012. Analisis Farmasi. Pustaka Pelajar,


Yogyakarta.

Anonim.. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta. Hal :1083, 1084.

Shargel, Leon; Andrew B.C.Yu. 1941. Applied Biopharmaceutics and


Pharmacokinetics, Third edition. Appleton, Lange. Hal: 33-110.

Ahmed, M., G.Babu, S., A.Sathish, K, S. 2011. Development and


Validation of Amoxicillin by RP-HPLC Method in Bulk drug and
Pharmaceutical dosage forms. International Journal of ChemTech
Research. IJCRGG, CODEN(USA). Vol. 3, No.3, pp 1037-1041.

Anonim. 1984. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan RI,


Jakarta. Halaman 9, 31, 902.

Dhoka, M., Gawande, V., Joshi, P. 2010. High performance Liquid


Chromatographic Method For Determination Of Amoxicilin Trihydrate and
Bromhexine Hydrochloride In Oral Dosage Forms. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Science. 2 : 129-133.

Gandjar, G.I., Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,


Yogyakarta.

Harahap, Y. 2008. Validasi Metode Analisis Cilostazol dalam Plasma In


Vitro Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Jurnal Program Sarjana
Farmasi. Departemen Farmasi FMIPA UI, Jakarta. Hal:09-20.

Hermita. 2004. Metode Penetapan Kadar Meloxicam dalam Darah


Manusia In Vitro Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Jurnal Program
Sarjana Farmasi. Departemen Farmasi FMIPA UI, Jakarta. Hal:79-92.

Harahap, Yahdiana. 2010. Peran Bioanalisis dalam Penjaminan Kualitas


Obat dan Peningkatan Kualitas Hidup Pasien. Depok: UI Press. 21-22

Swarbrick, J. & James, C.B. 1988. Encyclopedia of pharmaceutical


technology (Vol. 1, Pages 233-235). New York.

Evans, G. 2004. A handbook of bioanalysis and drug metabolism. USA:


CRC Press.

Anda mungkin juga menyukai