Anda di halaman 1dari 11

I Love Agriculture

MINGGU, 16 OKTOBER 2016

SERTIFIKASI BENIH PISANG HASIL PERBANYAKAN KULTUR


JARINGAN
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian
tanaman tersebut dapat memeperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali
(wikipedia, 2016). Perbanyakan secara kultur jaringan merupakan perbanyakan tanaman
secara vegetatif yang dilakukan dengan memperbanyak organ vegetatif di media buatan
yang kaya nutrisi dan menghasilkan sifat yang sama dengan induknya. Perbanyakan
dengan kultur jaringan memiliki kelebihan dapat menghasilkan calon tanaman dalam
jumlah yg sangat banyak dalam jangka waktu singkat. Namun, perbanyakan dengan
kultur jaringan memiliki kekurangan yaitu membutuhkan modal yang tinggi untuk
membuat laboratorium dan bahan-bahan untuk membuat media buatan.

Benih Sumber Benih sumber atau eksplan atau materi induk yang akan digunakan
harus memenuhi persyaratan:
a) Varietas harus sudah dilepas oleh Menteri Pertanian
b) Tidak mengalami perubahan genetik akibat mutasi spontan dengan memeriksa
penampilan fenotif
c) Tumbuh kekar dan tidak mengalami kelainan fisiologis
d) Bebas penyakit sistemik yang dibuktikan dengan pengujian di laboratorium
e) Bebas dari vektor yang dapat menularkan penyakit sistemik

Klasifikasi Benih Benih hasil kultur jaringan yang diperoleh dari eksplan tanaman
induk dan akan digunakan sebagai pertanaman untuk tujuan konsumsi (produksi buah)
diklasifikasikan sebagai Benih Sebar (BR).

Unit Sertifikasia) Satu unit sertifikasi benih in vitro adalah perbanyakan benih kultur
jaringan dari satu varietas, satu kelas benih, satu lokasi dan satu kali penangkaran.
b) Satu unit sertifikasi pasca in vitro merupakan kelanjutan dari produksi planlet dalam
botol secara in vitro dari satu varietas, satu kelas benih dan 5 kali pemisahan (pemecahan)
planlet dari botol, maksimal 5000 tanaman kompot atau individu tanaman per lot
(kelompok)

Tahapan Penangkaran dengan Sistem Kultur Jaringana) Tahapan in vitro dilakukan


di laboratorium kultur jaringan
b) Tahap pasca in vitro dilakukan di bawah rumah bayang/screen house, terdiri atas
tanaman kompot dan tanaman tunggal

Pemeriksaan Pemberitahuan pemeriksaan harus disampaikan pada instansi yang


berwenang paling lambat satu minggu sebelum pelaksanaan pemeriksaan
a) Pemeriksaan Pendahuluan
 Dilaksanakan terhadap eksplan sebelum kultur
 Pemeriksaan terhadap kebenaran nama dan alamat pemohon
 Pemeriksaan terhadap kemurnian genetik (secara visual) sumber eksplan, hasil
indexing patogen dan rencana kegiatan pembibitan/penangkaran
 Pemeriksaan terhadap kelayakan fasilitas pendukung antara lain timbangan, autoclaf,
laminar flow/ruang transfer, shaker, ruang inkubasi, ruang persiapan media
b) Pemeriksaan in vitro
 Pemeriksaan I
 Dilaksanakan pada akhir multiplikasi tunas, dengan jumlah planlet maksimal 5000
planlet untuk setiap kelompok
 Pemeriksaan dilakukan pada setiap botol/wadah terhadap kondisi fisiologis planlet,
kerusakan fisik, keseragaman, planlet mati dan kontaminasi mikroorganisme
 Pemeriksaan II
 Dilaksanakan paling lambat satu minggu sebelum aklimatisasi
 Pemeriksaan dilakukan pada setiap botol/wadah terhadap kondisi fisiologi planlet,
kerusakan fisik, kesragaman, planlet mati dan kontaminasi mikro organisme
c) Pemeriksaan pasca in vitro
 Pemeriksaan I
 Dilaksanakan saat planlet dikeluarkan dari botol untuk aklimatisasi
 Pemeriksaan dilakukan secara global terhadap kondisi fisiologi, kerusakan fisik,
keseragaman, tanaman mati dan kontaminasi mikro organisme. Apabila secara visual
hasil pemeriksaan memenuhi syarat, pemeriksaan selanjutnya dilakukan
 Pemeriksaan II
 Dilaksanakan setelah benih dipindahkan dari kompot ke pot tunggal untuk tahap
pendewasaan
 Pemeriksaan global dilakukan terhadap kondisi fisiologi, kerusakan fisik, keseragaman
dan tanaman mati oleh serangan hama/penyakit
 Pemeriksaan terhadap setiap individu tanaman dilakukan secara acak dengan jumlah
contoh minimal 10+1% dari populasi
 Pemeriksaan III
 Dilaksanakan saat benih dari tanaman tunggal akan dipasarkan
 Pemeriksaaan ditujukan terhadap kemurnian genetik, kondisi fisiologis, kerusakan
fisik dan serangan hama/penyakit. Kemurnian genetik diketahui dari keberadaan tipe
simpang. Pemeriksaan keseragaman dan kerusakan fisik dilakukan secara visual,
sedangkan pengujian kesehatan benih dilakukan secara visual
 Pemeriksaan terhadap setiap indivisu tanaman dilakukan secara acak dengan jumlah
contoh minimal 10+1% dari populasi

Pemeriksaan Ulang Pemeriksaan ulang dapat diajukan bila pada tahap perbanyakan
dimaksud tidak memenuhi standar pemeriksaan
 Syarat pemeriksaan ulang:
 Produsen sanggup memperbaiki kondisi tahap perbanyakan yang dimaksud
 Tahap perbanyakan yang dimaksud belum berakhir
 Hanya berlaku satu kali pada setiap tahap pemeriksaan
 Hasil pemeriksaan terakhir dari kelompok benih yang diperiksa ulang merupakan
hasil pemeriksaan resmi yang menentukan dipenuhi atau tidaknya standar sertifikasi

Pelaporan Laporan hasil pemeriksaan dibuat oleh petugas/pengawas benih dengan


mengisi formulir yang telah disediakan
 Laporan tersebut dikirim kepada pemohon paling lambat 7(tujuh) hari kerja setelah
pelaksanaan pemeriksaan
Sertifikat dan Label Sertifikat
Sertifikat diberikan kepada produsen untuk setiap lot benih yang lulus pada pemeriksaan
in vitro atau pasca in vitro Label
 Label diberikan pada kelompok benih yang telah dinyatakan lulus pemeriksaan
 Pemasangan label dilakukan oleh produsen benih dengan pengawasan dari Instansi
Penyelenggara Sertifikasi Benih yang disertai dengan berita acara
 Label untuk benih in vitro berbentuk stiker, yang dipasang pada setiap botol/wadah
 Label pada benih pasca in vitro dipasang pada setiap individu tanaman atau kemasan
 Warna label biru laut baik untuk benih dalam botol maupun pasca in vitro
 Spesifikasi label
o Bahan : kertas/bahan lain yang kuat , tidak mudah robek dan luntur
o Bentuk : segi empat
 Masa berlaku label
o Benih in vitro dalam botol satu bulan dari pemeriksaan akhir
o Benih pasca in vitro
a. Dengan media :
 Benih dalam bentuk kompot maksimal 30 hari setelah pemeriksaan akhir
 Benih dalam pot tunggal maksimal3 bulan setelah pemeriksaan akhir
b. Tanpa media :
Benih (bore root) tunggal dilepas dari maksimal 14 hari setelah pemeriksaan
akhir Legalitas label dinyatakan dengan cap dari Instansi Penyelenggara Sertifikasi
benih yang telah melaksanakan sertifikasi benih yang dimaksud
Contoh Label untuk Kemasan

SERTIFIKASI BENIH HASIL KUTUR


JARINGAN
BENIH IN VITRO (Planlet)
No. Seri:
1. Nama Produsen :
Logo dan Nama Instansi 2. Alamat :
Penyelenggara Sertifikasi 3. No. Induk :
Benih yang mengeluarkan 4. No. Lot :
No. Seri label 5. Jenis Tanaman :
6. Varietas :
7. Eksplan/Materi Induk
Turunan Ke :
8. Tanggal Pemeriksaan
Terakhir :
9. Masa Berlaku Label :
10. Jumlah Planlet :

Contoh Label Tanaman/Individu


SERTIFIKASI BENIH HASIL KUTUR
JARINGAN
PASCA IN VITRO (Benih Kompot dan Tanaman
Tunggal)
No. Seri:
1. Nama Produsen :
Logo dan Nama Instansi 2. Alamat :
Penyelenggara Sertifikasi 3. No. Induk :
Benih yang mengeluarkan4. Jenis Tanaman :
No. Seri label 5. Varietas :
6. Tanggal Pemeriksaan
Akhir :
7. Tanggal Pemeriksaan
akhir :
8. Masa Berlaku Label :
9. Jumlah Benih
Kompot/Tanaman
tunggal perkemasan :

Sumber:Santoso, A.P. dkk. 2008. Sertifikasi Benih Pisang. Direktorat Perbenihan dan
Sarana Produksi Direktorat Jenderal Hortikultura.
Diposting oleh Aprilidia Rumintang Rajagukguk di 22.00
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar
Posting Lebih BaruBeranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
MENGENAI SAYA

Aprilidia Rumintang Rajagukguk


Lihat profil lengkapku

ARSIP BLOG
 ▼ 2016 (3)
o ► November (1)
o ▼ Oktober (2)
 SERTIFIKASI BENIH PADI INBRIDA
 SERTIFIKASI BENIH PISANG HASIL PERBANYAKAN KULTUR ...
Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

1. Nanas bogor
2. Jeruk
3. pear merah
4. apel merah
5. leci
6. melon
7. papaya
8. jeruk bali

9. pisang

Teknologi Benih

Seed Science and Technology


Menu
Skip to content

 Home
 Tentang

Maret 20, 2018 by BEhindTHEseeDS


Sertifikasi Hasil Kultur Jaringan

Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai
tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang
mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang
mempunyai sifat seperti induknya.

Kultur jaringan (Tissue Culture) merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman
secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan
cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan
bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan
zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang
dilakukan di tempat steril.

Tahapan Penangkaran dengan Sistem Kultur Jaringana)

a) Tahapan in vitro dilakukan di laboratorium kultur jaringan


b) Tahap pasca in vitro dilakukan di bawah rumah bayang/screen house, terdiri
atas tanaman kompot dan tanaman tunggal

Pemeriksaan Pemberitahuan pemeriksaan harus disampaikan pada instansi yang


berwenang paling lambat satu minggu sebelum pelaksanaan pemeriksaan
a) Pemeriksaan Pendahuluan
-Dilaksanakan terhadap eksplan sebelum kultur
-Pemeriksaan terhadap kebenaran nama dan alamat pemohon
-Pemeriksaan terhadap kemurnian genetik (secara visual) sumber eksplan, hasil
indexing patogen dan rencana kegiatan pembibitan/penangkaran
-Pemeriksaan terhadap kelayakan fasilitas pendukung antara lain timbangan,
autoclaf, laminar flow/ruang transfer, shaker, ruang inkubasi, ruang persiapan
media

b)Pemeriksaan in vitro
Pemeriksaan I
-Dilaksanakan pada akhir multiplikasi tunas, dengan jumlah planlet maksimal
5000 planlet untuk setiap kelompok
-Pemeriksaan dilakukan pada setiap botol/wadah terhadap kondisi fisiologis
planlet, kerusakan fisik, keseragaman, planlet mati dan kontaminasi
mikroorganisme.

Pemeriksaan II
-Dilaksanakan paling lambat satu minggu sebelum aklimatisasi
-Pemeriksaan dilakukan pada setiap botol/wadah terhadap kondisi fisiologi
planlet, kerusakan fisik, kesragaman, planlet mati dan kontaminasi mikro
organisme

c) Pemeriksaan pasca in vitro


Pemeriksaan I
-Dilaksanakan saat planlet dikeluarkan dari botol untuk aklimatisasi
-Pemeriksaan dilakukan secara global terhadap kondisi fisiologi, kerusakan fisik,
keseragaman, tanaman mati dan kontaminasi mikro organisme. Apabila secara
visual hasil pemeriksaan memenuhi syarat, pemeriksaan selanjutnya dilakukan
Pemeriksaan II
-Dilaksanakan setelah benih dipindahkan dari kompot ke pot tunggal untuk tahap
pendewasaan
-Pemeriksaan global dilakukan terhadap kondisi fisiologi, kerusakan fisik,
keseragaman dan tanaman mati oleh serangan hama/penyakit
-Pemeriksaan terhadap setiap individu tanaman dilakukan secara acak dengan
jumlah contoh minimal 10+1% dari populasi

Pemeriksaan III
-Dilaksanakan saat benih dari tanaman tunggal akan dipasarkan
-Pemeriksaaan ditujukan terhadap kemurnian genetik, kondisi fisiologis,
kerusakan fisik dan serangan hama/penyakit. Kemurnian genetik diketahui dari
keberadaan tipe simpang. Pemeriksaan keseragaman dan kerusakan fisik
dilakukan secara visual, sedangkan pengujian kesehatan benih dilakukan secara
visual
-Pemeriksaan terhadap setiap individu tanaman dilakukan secara acak dengan
jumlah contoh minimal 10+1% dari populasi
Pemeriksaan Ulang· Pemeriksaan ulang dapat diajukan bila pada tahap
perbanyakan dimaksud tidak memenuhi standar pemeriksaan
· Syarat pemeriksaan ulang:
-Produsen sanggup memperbaiki kondisi tahap perbanyakan yang dimaksud
-Tahap perbanyakan yang dimaksud belum berakhir
-Hanya berlaku satu kali pada setiap tahap pemeriksaan
Hasil pemeriksaan terakhir dari kelompok benih yang diperiksa ulang merupakan
hasil pemeriksaan resmi yang menentukan dipenuhi atau tidaknya standar
sertifikasi

Pelaporan
Laporan hasil pemeriksaan dibuat oleh petugas/pengawas benih dengan mengisi
formulir yang telah disediakan
Laporan tersebut dikirim kepada pemohon paling lambat 7(tujuh) hari kerja
setelah pelaksanaan pemeriksaan

Sertifikat dan Label· Sertifikat


Sertifikat diberikan kepada produsen untuk setiap lot benih yang lulus pada
pemeriksaan in vitro atau pasca in vitro· Label
-Label diberikan pada kelompok benih yang telah dinyatakan lulus pemeriksaan
-Pemasangan label dilakukan oleh produsen benih dengan pengawasan dari
Instansi Penyelenggara Sertifikasi Benih yang disertai dengan berita acara
-Label untuk benih in vitro berbentuk stiker, yang dipasang pada setiap
botol/wadah
-Label pada benih pasca in vitro dipasang pada setiap individu tanaman atau
kemasan
-Warna label biru laut baik untuk benih dalam botol maupun pasca in vitro
-Spesifikasi label
Bahan : kertas/bahan lain yang kuat , tidak mudah robek dan luntur
o Bentuk : segi empat
ü Masa berlaku label
o Benih in vitro dalam botol satu bulan dari pemeriksaan akhir
o Benih pasca in vitro
a. Dengan media :
-Benih dalam bentuk kompot maksimal 30 hari setelah pemeriksaan akhir
-Benih dalam pot tunggal maksimal 3 bulan setelah pemeriksaan akhir
b. Tanpa media :
Benih (bore root) tunggal dilepas dari maksimal 14 hari setelah pemeriksaan
akhir· Legalitas label dinyatakan dengan cap dari Instansi Penyelenggara
Sertifikasi benih yang telah melaksanakan sertifikasi benih yang dimaksud

Sumber:Santoso, A.P. dkk. 2008. Sertifikasi Benih Pisang. Direktorat Perbenihan


dan Sarana Produksi Direktorat Jenderal Hortikultura.
Kultur Embrio untuk Perbanyakan Tanaman
Kelapa Kopyor
Monday, 17 March 2014 01:24 | Written by Ir. SUMARYONO, MSc. & IMRON RIYADI, MSi. |

Kelapa kopyor (Cocos nucifera kultivar kopyor) merupakan jenis kelapa yang menghasilkan
buah abnormal yaitu daging buah (endosperma) lepas dari batoknya dan bertekstur remah.
Hal ini terjadi karena tanaman kelapa tersebut tidak memilikigen α-galaktosidase yang
bertanggung jawab terhadap mengerasnya endosperma untuk menempel pada batok
kelapa [1]. Di alam, tanaman kelapa kopyor tersebar dalam populasi yang sangat rendah
dan menghasilkan hanya satu atau dua butir buah kopyor per tandan. Kelapa kopyor alami
banyak dijumpai di daerah Lampung, Tangerang, Pati, Klaten, dan Sumenep [2].

Karena kelangkaan dan rasa khas buah kelapa kopyor maka harga buah kelapa kopyor
lebih dari sepuluh kali lipat dari harga kelapa biasa. Dengan semakin populernya buah
kelapa kopyor di masyarakat, maka semakin beragam aneka makanan atau minuman yang
menggunakan bahan baku daging buah kelapa kopyor. Daging buah kelapa kopyor
bertekstur remah, lepas-lepas yang mempunyai rasa manis, lezat, dan khas berbeda
dibandingkan dengan daging buah kelapa biasa. Daging buah kelapa kopyor biasanya
dibuat sebagai bahan minuman, campuran es krim, dan aneka kue.

Buah kelapa kopyor tidak dapat ditanam sehubungan dengan rusaknya endosperma.
Embrio tidak bisa berkembang menjadi bibit karena tidak memperoleh suplai makanan dari
endosperma yang rusak. Oleh karena itu, perbanyakan kelapa kopyor secara konvensional
dilakukan dengan menggunakan buah normal yang dihasilkan dari tanaman kelapa yang
telah dikenal menghasilkan buah kopyor. Misalnya dari satu tandan diperoleh delapan buah
kelapa, dua di antaranya kopyor, sedangkan enam lainnya normal. Enam buah kelapa
normal inilah yang disemaikan untuk menghasilkan bibit kelapa kopyor. Namun, mengingat
gen kopyor termasuk gen resesif maka hanya sekitar 25% dari bibit tersebut yang
mempunyai sifat kopyor.

Meningkatnya permintaan terhadap daging buah kelapa kopyor di masyarakat luas


mendorong usaha peningkatan produksi kelapa kopyor melalui perluasan areal tanaman.
Penyediaan bibit sulit dipenuhi melalui perbanyakan konvensional karena rendahnya
persentase bibit yang bersifat kopyor. Untuk itu, teknologi in vitro menawarkan alternatif
guna mengatasi masalah perbanyakan konvensional tersebut. Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia telah berhasil mengembangkan kultur in vitro kelapa kopyor melalui
teknik kultur penyelamatan embrio (embryo rescue) [3]. Dengan teknologi ini tanaman
kelapa yang dihasilkan akan menghasilkan buah yang hampir semuanya kopyor.

Kultur embrio kelapa kopyor pada prinsipnya adalah menyediakan bahan makanan buatan
menggantikan fungsi endosperma dalam mendukung embrio untuk tumbuh dan
berkembang. Embrio zigotik diambil dari buah kelapa kopyor berumur 10-11 bulan setelah
antesis dan dikultur pada media agar berisi hara mineral, vitamin, bahan organik, zat
pengatur tumbuh dan sukrosa. Embrio akan membentuk tunas (shoot) berwarna putih
kehijauan dan akar berwarna kecoklatan. Mengingat ukuran planlet kelapa kopyor yang
relatif tinggi maka planlet selanjutnya dipindah ke tabung kultur yang besar (diameter 4 cm
dan tinggi 25 cm). Setelah 6-10 bulan, sebagian besar planlet sudah memiliki 2-4 daun dan
perakaran yang baik dengan tinggi lebih dari 20 cm. Pada kondisi ini, planlet siap untuk
diaklimatisasi ke lingkungan luar. Lama periode kultur in vitro antara 6-12 bulan.

Aklimatisasi adalah tahap peralihan dari kondisi in vitro di lab ke kondisi ex vitro di
lingkungan luar yang kondisi lingkungannya (suhu, kelembaban udara, dan intensitas
cahaya) sangat jauh berbeda, lebih ekstrem dan fluktuatif. Planlet ditanam di pot kecil
berisi media berupa campuran tanah, pupuk kandang dan pasir, kemudian diletakkan di
dalam sungkup plastik transparan tertutup rapat di pesemaian di bawah tajuk pepohonan
atau plastik net (waring). Setelah tiga bulan, sungkup mulai dibuka secara bertahap. Bibit
yang mulai berkembang kemudian dipindah ke polibeg ukuran besar. Polibeg tetap
diletakkan di dalam sungkup selama beberapa minggu sebelum dipindah ke pesemaian
dengan naungan kemudian ke lingkungan luar di bawah sinar matahari langsung selama 1-
2 bulan. Pada tahap ini bibit siap untuk ditanam di lapang. Lama periode aklimatisasi antara
6-8 bulan, sehingga jangka waktu mulai dari kultur embrio sampai bibit siap tanam sekitar
1,5 tahun. Sampai saat ini persentase keberhasilan kultur embrio kelapa kopyor dari jumlah
embrio zigotik yang dikultur menjadi bibit yang siap tanam sekitar 50%.

Sumber Pustaka:

[1] Mujer MV, Ramirez DA & Mendoza EMT (1984). Coconut α-D-Galactosidase isoenzyme:
Isolation, purification, and characterization. Phytochem. 23(6): 1251-1254.

[2] Maskromo I & Novarianto H (2007). Potensi genetik kelapa kopyor genjah. Warta
Litbang Pertanian 29(1): 3-4.

[3] Tahardi S & Warga-Dalem K (1982). Kultur embrio kelapa kopyor in vitro. Menara
Perkebunan 50(5): 127-130.

Anda mungkin juga menyukai