Anda di halaman 1dari 17

A.

DEFINISI
Demam Tifoid adalah penyakit sistematik yang disebabkan oleh
bakteri ditandai dengan demam insidious yang berlangsung lama, sakit
kepala, badan lemah, anoreksis, bradikardi relative, serta splenomegaly
(james Chin, 2006)
Demam Tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri
salmonella typhy (S typhy) atau Salmonella paratyphi ( S paratyphi ) yang
masuk kedalam tubuh manusia. Dan merupakan kelompok penyakit yng
mudah menular dan dapat menyerang bnyak orang sehingga dapat
menimbulkn wabah (Djoko Widodo, 2006).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dri satu minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Dari pendapat diatas maka disimpulkan demam tifoid adalah penyakit
infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Slmonella typhi (S. typhi)
atau Salmonella paratyphi). Yang masuk ke dalam tubuh manusia (saluran
pencernaan) dengan ditandai oleh demam insidius yang lama, sakit kepala,
badan lemah, anoreksia, bradikardi relatif, serta splenomegali, dan juga
merupakan kelompok penyakit yang mudah menular serta menyerang
banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
B. ETIOLOGI
Adapun penyebab dari penyakit demam tifoid ini adalah Bakteri
Salmonella Typhi (S Typhi) dan Salmonella Parathyphi. (James Chin, MD,
2006).
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi,
s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella
yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi
lebih berat dari pada bentuk infeksi salmonella yng lain. (Ashkenazi et al,
2002)
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan
sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid.Spektrum
klinis demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang
ringan berupa panas disertai diare yang mudah disembuhkan sampai
dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi,
gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal
berupa perforasi usus atau perdarahan.Hal ini mempersulit penegakan
diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja.
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul
pada semua penderita demam tifoid.Demam dapat muncul secara tiba-
tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai
septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S.
typhi.Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada
penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih mungkin
disebabkan oleh malaria. Namun demikian demam tifoid dan malaria dapat
timbul bersamaan pada satu penderita.Sakit kepala hebat yang menyertai
demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga
dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan
meningitis.Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis,
yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma.Nyeri perut kadang tak dapat
dibedakan dengan apendisitis.Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran
peritonitis akibat perforasi usus.
Masa tunas demam Tifoid berlangsung antara 10 -14 hari gejala –
gejala klinis yang timbul sangat bervriasi dari ringan samapai dengan berat.
a. Pada minggu I ditemukan gejala klinis dan keluhan
demam tifoid seperti :
Demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut,
batuk, dan epistaksis Pada pemeriksaan fisik biasanya hnya
ditemukan peningkatan suhu tubuh, sifat
demam adalah meningkat perlahan – lahan, dan terutama pada
sore hari hingga malam hari.
b. Pada minggu ke II di temukan gejla –gejala yang lebih
jelas seperti :
Demam,bradikardi, lidah berselaput (kotor dibagian tengah tepi
dan ujung merah), hepatomegaly, splenomegali, meteorismus,
gangguan mental berupa : Salmonella, stuporkoma, delirium
atau psikosis (Djoko Widodo 2006)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah
pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan
bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif
tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna
untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT SGOT dan SGPT pada demam
typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam
typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan
akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
 Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu
laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada
saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
 Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit. Biakan
darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada
waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
 Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap demam
typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
 Pengobatan dengan obat anti mikroba. Bila klien sebelum
pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal.
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin
yaitu : 1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman). 2) Aglutinin H, yang dibuat karena
rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman). 3) Aglutinin Vi,
yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.
E. PATOFISIOLOGI
1. Proses perjalanan penyakit
S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus(mansjoer, 2000) Setelah
mencapai usus, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkapoleh
sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di
RES, terjadilah bakteriemi II, Interaksi Salmonella dengan makrofag
memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of payer) terjadi
hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas,
instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum
tulang dll.
Imunulogi.Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang
berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa
usus.Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan
fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk
membunuh Salmonalla intraseluler (Darmowandowo, 2006)
Bakteri Salmonella typhy (S typhi) dan Salmonella paratyphi
(Sparatyphi) masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh bakteri tersebut. Sebagian
bakteri dimusnahkan di lambung oleh asam lambung. Sebagian lolos
masuk ke dalam usus halus dan selanjunya berkembang biak. Bila
respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus halus kurang baik maka
bakteri akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya kelamina
propia.
Dilamina propia bakteri berkembang biak dan difgosit oleh sel-
sel fagosit terutama oleh makrofak, kemudian bakteri yang hidup dan
berkembang biak di dalam makrofak di bawa ke Plague peyeri ileum
distal selanjutnya ke kelenjar getah bening. Kemudin melalui duktus
torasikus bakteri yang di dalam makrofag ini masuk ke dalam
sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimtomatik) dan menyebar keseluruh organ retukuloendotelial tubuh
terutama organ hati dan limpa. Di organ-organ ini bakteri
meninggalkan sel-fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel
dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga
mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan di sertai tanda
dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Didalam hati kuman masuk ke dalam kandung empedu,
berkembang biak bersama cairan empedu diekresikan secara
“intermittent “ kedalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan
melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah
menebus usus, proses yang sam terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivitas dan hiperaktif maka saat
fagositosis.kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator
imflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
imflamasi sistemik seperti : demam, malaise, myalgia, sakit kepala,
sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental dan koagulasi
(Djoko Widodo 2006).
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari
pengobatan suportif meliputi istirahat dan diet, medikamentosa, terapi
penyulit (tergantung penyulit yang terjadi).Istirahat bertujuan untuk
mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.Pasien harus tirah
baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurag lebih
selama 14 hari.Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien. (Mansjoer, 2001)
Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien
diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien.Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan
lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman.Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk
mendukung keadaan umum pasien. (Mansjoer, 2001)
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan
perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total.Spektrum antibiotik
maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertimbangkan.Kortikosteroid perlu diberikan pada renjatan septik.
(Mansjoer, 2001)
Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu : Perawatan,
Diet dan Obat-obatan.
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk
isolasi, observasi dan pengobatan.Pasien harus tirah baring absolut
sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14
hari.Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya
harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari
komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang
air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi
dan retensi air kemih.
2. D i e t
Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur
saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan
tingkat kesembuhan pasien.Karena ada pendapat bahwa usus perlu
diistirahatkan.Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian
makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada pasien
demam tifoid.
3. O b a t
Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah :
a. Kloramfenikol
b. Thiamfenikol
c. Ko-trimoksazol
d. Ampisillin dan Amoksisilin
e. Sefalosporin generasi ketiga
f. Fluorokinolon.
Obat-obat simptomatik :
a. Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin).
b. Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari).
Vitamin B komp.Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran
dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah
kapiler.
G. PATHMAY

Air dan makanan yang mengandung kuman Salmonela


typhosa

Mulut

Saluran
pencernaan
Limfoid plague payeri
Usus Di ileum terminalis

Proses infeksi Perdarahan dan perforasi


intestinal
Merangsang
Perasaan tidak enak peristaltik usus Lamina propia
diperut,
mual, muntah,
Diare Kuman masuk aliran
anoreksia
limfe
mesentrial
Diet rendah serat
Intake tidak adekuat Menuju limfe dan hati

Penurunan absorbsi
Perubahan nutrisi Kuman
pada usus
kurang berkembangbiak
dari kebutuhan
Konstipasi
Peradangan usus
Keterbatasan
aktifitas Kelemahan fisik Jaringan tubuh
Nyeri tekan

Tirah baring lama Peradangan


Gangguan rasa
Pelepasan zat nyaman nyeri
Intoleransi aktifitas pytogen

Proses termoregulasi
tubuh

Demam Hipermetabolisme

Peningkatan suhu
Defisit volume
tubuh Output berlebihan
cairan
ASUHAN KEPERAWATAN
TYPOID

Pengkajian Keperawatan
1. Dasar data pengkajian klien :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia,
tidak tidur semalaman karena diare.Merasa gelisah dan
ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja s/d efek proses penyakit.
b. Sirkulasi
Tanda : Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses
imflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan
vitamin K).Hipotensi termasuk postural. Kulit/membran mukosa:
turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
c. Integritas Ego
Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis. Perasaan tidak
berdaya/tidak ada harapan.Faktor stress akut/kronis
mis.hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang
mahal.Faktor budaya – peningkatan prevalensi.
Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi.
d. Eliminasi
Gejala : Tekstur feces bervariasi dari bentuk lunak sampai bau
atau berair. Episode diare berdarah tidak dapat diperkirakan,
hilang timbul, sering tidak dapat dikontrol, perasaan
dorongan/kram (tenesmus).Defakasi berdarah/pus/mukosa
dengan atau tanpa keluar feces.Peradarahan perektal.
Tanda : Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau
adanya peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid, oliguria.
e. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran
terhadap diet/sensitive mis. Buah segar/sayur, produk susu,
makanan berlemak.
Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan,
tonus otot dan turgor kulit buruk.Membran mukosa pucat, luka,
inflamasi rongga mulut.
f. Higiene
Tanda : Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri.
Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin. Bau badan.
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin
hilang dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri
mata, foofobia.
Tanda : Nyeri tekan abdomen/distensi.
h. Keamanan
Gejala : Anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu
(eksaserbasi akut), penglihatan kabur. Alergi terhadap
makanan/produk susu.
Tanda : Lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis,
konjungtivitis/iritis.
i. Seksualitas
Gejala : Frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual.
j. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah hubungan/peran s/d kondisi, ketidakmampuan
aktif dalam sosial.
k. Penyuluhan Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.
2. Pemeriksaan tes diagnostic
a. Pemeriksaan Laboratorium.
Untuk menentukan diagnose demm tifoid dilakukan pemeriksan
darah lengkap, fungsi hati, serologi, dan kultur.
b. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat
pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi
oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin
yaitu :
 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan
antigen O (berasal dari tubuh kuman).
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan
antigen H (berasal dari flagel kuman).
 Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
c. STRT ( Salmonella tifoid rapi test ) adalah suatu test
diagnose invitro semi kuantitatif 10 menit untuk deteksi demam
thypoid akut yang disebabkan oleh salmonella thypi melalui
deteksi spesifik adanya serum anti bodi IgM tersebut dalam
menghambat (inhibisi ) reaksi antara antigen berlabel partikel
latek magnetic ( regan warna coklat ).
Monoklonal antibody berlabel latek warna ( regan warna
biru ) Selanjutnya ikatan inhibisi tersebut disparasikan oleh
suatu daya magnet tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah
setara dengan konsentrasi antibody IgM salmonella thypi dalam
semple hasil dibaca secara fisual dengan membandingkan
warna akhir reaksi terhadap skala warna.
d. Foto rontgen thorak :
Kesan: Peningkatan ringan corak bronchovaskuler
3. Diagnosa Keperawatan
Sebelum membuat diagnose keperawatan maka data yang
terkumpul diidentifikasi untuk menentukan masalah melalui analisa,
penggelompokan dan menentukan diagnose.
Diagnosa keperawatan adalah keputusan / kesimpulan yang
terjadi dari hasil pengkajian keperawatan,Diagnosa keperawatan
yang muncul pada Demam tifoid dibuat berdasarkan manifestasi
klinik yang ada, lalu dimodifikasi kepermasalahan penyakit
pencernaan yang sesuai menurut Marylin E Dongoes ( 2000 ) adalah
sebagai berikut :
o Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
kurang dari kebutuhn tubuh behubungan dengan
kehilngan cairan yang berlebihan melalui muntah dan
diare
o Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium
berhubungan dengan hyperperistaltik pada usus
o Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
tidak adekuat.
o Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
proses infeksi Salmonella Typhi
o Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari –
hari berhubungan dengan kelemahan fisik
o Kurang pengetahuan tentang penyakit
berhubungan dengan kurangnya informasi
4. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnose keperawatan secara teoritis, maka rumusan
diagnose keperawatan pada klien dengan demam tifoid adalah sebagai
berikut ;
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan yang
brlebihan melalui muntah, diare.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tanda – tanda dehidrasi tidak ada
Rencana Keperawatan :
a. Kaji turgor, membrane mukosa dan pengisisn kapiler
Rasional : Indikator tidak langsung dari status hidrasi/ derajat
kekurangan
b. Observasi tanda – tanda vital
Rasional : Menunjukan keadekuatan volume sirkulasi
c. Monitor pemasukan cairan secara oral.
Rasional : Keseimbangan cairan negative terus menerus,
menurunkan haluaran renal dan kosentrasi urine menunjukan
terjadinya dehidrasi dan perlunya penungkatan penggantian
cairan.
d. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral.
Rasional : Diberikan untuk hidrasi umum serta mengencerkan
obat antineoplastic
dan menurunkan efek samping merugikan misalnya : mual,
muntah.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses
hiperperistaltik pada usus
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
Kriteria hasil : Klien tampak rileks dan rasa nyeri tidak ada.
Rencana Keperawatan :
a. Catat lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri
Rasional : Sediakan informasi mengenai kebutuhan /efektifitas
intervensi
b. Beri posisi yang nyaman
Rasional : Pahami penyebab ketidak nyamanan
c. Monitor tanda- tanda vital.
Rasional : Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidak
nyamanan, Catatan : Sebagian klien mungkin mengalami
sedikit penurunan tekanan darah, yang akan kembali kedalam
jangkauan normal setelah rasa sakit berhasil di hilangkan
d. Ajarkan tehnik relaksasi kepada klien.
Rasional : Lepaskan tegangan emosional dan otot; tingkatkan
perasaan dan kontrol yang dapat menungkatkan kemampuan
koping.
e. Anjurkan klien untuk melaporkan nyerinya
Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri, daripada
meminta analgesic.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
klien dapat menunjukan pemasukan makanan yang adekuat.
Kriteria hasil : Menunjukan peningkatan berat badan, tidak ada
tanda –tanda malnutrisi.
Rencana Keperawatan :
a. Berikan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional ; sejumlah kecil makanan sering dan dapat mencegah
/mengurangi gangguan gastrointestinal
b. Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan
diet/keefektifan terapi
c. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional :
Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut
makanan eksaserbasi gejala.
d. Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien
Rasional : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress
dan lebih kondusif untuk makan
e. Kolaborasi untuk pemberian diet
Rasional :Memungkinkan saluran usus untuk mematikan
kembali proses pencernaan, protein perlu untuk
menyembuhkan integritas jaringan, rendah bulk menurunkan
respon peristaltic terhadap makanan.
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
infeksi Salmonella typhi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan
peningkatan suhu tubuh tidak terjadi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal ( 36°C - 37°C )
Rencana Keperawatan :
a. Monitor tanda – tanda vital
Rasional : suhu 38.9-41,1° C, menunjukan proses penyakit
infeksius akut, pola demam dapat membantu dalam diagnosis
misal : kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24 jam
menunjukan pneumonia, demam scarlet atau tifoid; demam
remiten (bervariasi hanya beberapa derajat pada arah
tertentu ), menggigil sering mendahului puncak suhu.
b. Beri kompres air hangat
Rasional ; dapat membantu mengurangi demam, catatan :
penggunaan air es/alcohol mungkin menyebabkan kedinginan,
peningkatan suhu secara actual, selain itu alcohol dapat
mengeringkan kulit.
c. Kolaborasi untuk pemberian anti piretik.
Rasional : digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat
berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan
meningkatkan autodestruksi dari sel- sel yang terinfeksi.
5. Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari – hari
berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
klien mampu melakukan aktifitasnya.
Kriteria hasil :Klien dapat melakuakan aktifitas sehari – hari.
Rencana keperawatan :
a. Dekatkan alat yang mudh dijangkau oleh klien.
Rasional :Menetapkan kemampuan atau kebutuhan klien dan
memudahkan pilihan intervensi
b. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene,
makan dan minum
Rasional : Minimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai Dan kebutuhan oksigen.
c. Beri mobilitas secara bertahap sesuai kemampuan.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk
penyembuhan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan ; Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
klien mampu memahami tentang penyakitnya.
Kriteria hasil : Klien menyatakan paham tentang informasi yang
diberikan.
Rencana Keperawatan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang penyakitnya.
Rasional; memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat
membuat pilihanberdasarkan informasi
b. Kaji tingkat pendidikan klien.
Rasional :membantu klien/orang terdekat membuat pilihan
berdasarkan informasi
tentang masa depan, biblioterapi dapat menjadi tambahan yang
bermanfaat untuk pendekatanterapi lain.
c. Kaji ulang mengenai pengetahuan klien tentang informasi
yang diberikan.
Rasional : membantu dalam merencanakan perubahan jangka
panjang yang perlu untuk mempertahankan status
pantangan/bebas obat, klien mungkin mempunyai pengetahuan
bebas tentang obat tpi mengabaikan kenyataan medis.
5. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pelaksanaan tindakan
keperawatan yang disesuaikan dengankeadaan klien.Tindakan
keperawatan ini dilakukan dengan pendekatan independent,
dependent, dan interdependent. Independent adalah tindakan
keperawatan yang dilakukan sendiri tanpa ada ketergantungan
dengan tim kesehatan lain seperti mengukur tanda – tanda vital,
mengkaji pola makan. Dependent adalah tindakan keperawatan yang
dilakukan dengan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya seperti
dokter, analis, dan dokter gizi. Sedangkan interdependent adalah
tindakan keperawatan yang dilakukan dengan kolaborsi dengan tim
kesehatan yang terlibat dalam keperawatan klien seperti konsultasi
tentang kesehatan klien dengan dependent lain seperti penykit
dalam, bedah, dan lain –lain.
6. Evaluasi Keperawatan
Proses evaluasi mencakup perbandingan antara data yng telah
terkumpul dengan kriteria hasil, memeriksa ulang rencana asuhan
keperawatan dan memodivikasi rencana keperawatan. Evaluasi
merupakan tahapan akhir dari proses keperawatan, dimana penulis
menilai sejauh mana tujuan perawatan dapat tercapai yang
didokumentasikan menggunakan format SOAP yaitu subyektif,
obyektif, analisa, planning.
Sejalan dengan telah dievaluasinya tujuan, penyesuaian
terhadap rencana asuhan dibuat sesuai dengan keperluan.Jika tujuan
terpenuhi dengan baik, perawat menghentikan rencana asuhan
keperawatan tersebut dan mendokumentasikaanya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Juall. 1995. Diagnosa Keperawatan. Gramedia. Jakarta.

Doengoes. E Marilynn. 2000. Rencana asuhan Keperawatan. Buku Kedokteran


Jakarta.

Juwono, Rahmat. 1996. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.


Barbara, Engram. 1998 . Keperawatan Medikal Bedah . EGC : Jakarta.

Marjory Gordon, dkk. 2001. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002. NANDA

Kuncara, H.Y, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddart. EGC : Jakarta.
Rizky Vitria Prasetyo, Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak,
http://www.pediatrik.com/buletin/06224114418-f53zji.doc. PDF. diakses 17
Maret 2008.
Rusli Lutan, dkk, 2000, Pendidikan Kesehatan, Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional
Santoso, dkk, 2004, Gambaran Kasus Demam Tifoid di RSUD Koja 1999-2004,
Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi. Volume XXXI, April 2005, Jakarta:
PT Grafiti Medika Pers.

Anda mungkin juga menyukai