Anda di halaman 1dari 12

TEORI AKUNTANSI

Penerapan Praktik Akuntansi pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
serta Akses Untuk Mendapatkan Kredit

Pengampu: Dr. Noer Nasongko, SE,MSi,Ak,CA

Oleh:
ARIF DWISANTOSO (W100170022)

MAGISTER AKUNTANSI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
Pendahuluan
Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi
memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini
ditunjukkan oleh keberadaan UMKM dan koperasi yang telah mencerminkan wujud
nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran
UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah
unit usaha dan pelaku usaha, penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya terhadap
perekonomian nasional.
Dibalik prestasi gemilang yang ditunjukkan dengan keberadaan UMKM
tersebut, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang dihadapi oleh UMKM, yaitu
diantaranya adalah masih rendahnya produktivitas UMKM.
Selain rendahnya produktivitas, UMKM juga diperhadapkan pada terbatasnya akses
kepada sumberdaya produktif, terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan
pasar.
Jika ditelusuri lebih jauh lagi masalah keterbatasan akses kredit UMKM lebih
diakibatkan karena tidak adanya informasi yang dapat digunakan oleh manajemen,
calon investor ataupun kreditor dalam menilai dan memantau perkembangan UMKM
tersebut, sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Nair dan Rittenberg (1982)
dalam Wahdini dan Suhairi (2006) yang menyimpulkan bahwa pihak bank tidak melihat
adanya perbedaan antara usaha besar dengan UMKM, semuanya diwajibkan untuk
memenuhi persyaratan termasuk harus menyediakan laporan keuangan untuk dapat
dijadikan dasar dalam memberikan pinjaman kepada calon debitor.

Akuntansi dan Laporan Keuangan


Disetiap organisas,informasi menjadi suatu hal yang penting. Terlebih dalam era
dimana pertanggungjawaban menjadi titik perhatian dalam masyarakat, keberadaan
informasi yang jelas, relevan dan dapat dipercaya sangat dibutuhkan. Salah satu
informasi yang dibutuhkan adalah informasi keuangan. Informasi keuangan ini tidak
hanya dibutuhkan oleh pihak internal organisasi baik manajemen atau pemilik, namun
juga dibutuhkan oleh pihak eksternal organisasi, seperti pemerintah, investor serta
kreditor.
Akuntansi didefinisikan oleh para ahli dengan berbagai cara dan pendekatan,
atas beberapa pengertian akuntansi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya akuntansi
berfungsi memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai dasar
untuk mengambil keputusan atas aktivitas ekonomi/keuangan suatu entitas dengan
prosedur tertentu. Informasi yang dihasilkan dalam proses akuntansi berwujud laporan
keuangan, diantaranya laporan laba rugi, neraca/laporan posisi keuangan, laporan
perubahan ekuitas, dan laporan arus kas.
Tujuan laporan keuangan sebagaimana dinyatakan dalam Standar Akuntansi
Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) adalah menyediakan
informasi posisi keuangan, kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh
siapapun yang tidak dalam posisi dapat meminta laporan keuangan khusus untuk
memenuhi kebutuhan informasi tertentu. Dalam memenuhi tujuannya, laporan
keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship) atau
pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya (IAI,
2009).
Untuk memenuhi tujuan tersebut maka informasi akuntansi atau laporan
keuangan harus memenuhi syarat kualitatif sebagai berikut: dapat dipahami, relevan,
materialitas, keandalan, substansi mengungguli bentuk, pertimbangan sehat,
kelengkapan, dapat dibandingkan, tepat waktu dan keseimbangan antara biaya dan
manfaat.

Praktik Akuntansi
Praktik akuntansi pada suatu entitas ditandai dengan ketersediaan laporan
keuangan pada entitas tersebut yang disusun secara sistematis dan didukung dengan
bukti yang memadai. Untuk menghasilkan laporan keuangan maka berkaitan dengan
ketersediaan sistem informasi akuntansi.
Sistem informasi akuntansi merupakan sebuah susunan dari orang, aktivitas,
data, jaringan dan teknologi yang terintegrasi yang berfungsi untuk mendukung dan
meningkatkan operasi sehari-hari sebuah bisnis, juga menyediakan kebutuhan informasi
untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan oleh manajer. Ada dua tipe
sistem informasi, yaitu single user dan multi user. Sistem informasi single user adalah
sistem informasi yang didesain untuk memenuhi kebutuhan informasi personal dari
seorang pengguna tunggal. Sedangkan sistem informasi multi user didesain untuk
memenuhi kebutuhan informasi dari kelompok kerja (departemen, kantor, divisi,
bagian) atau keseluruhan organisasi. Untuk membangun sistem informasi, baik single
user maupun multi user, haruslah mengkombinasikan secara efektif komponen-
komponen sistem informasi sebagai berikut (Romney & Steinbart 2005) :
a. Sumber Daya Manusia
Sistem informasi akuntansi membutuhkan sumber daya untuk dapat berfungsi. Manusia
merupakan unsur sistem informasi akuntansi yang berperan dalam menjalankan sistem,
pengambilan keputusan dan pengendalian atas jalannya sistem informasi akuntansi.
b. Prosedur
Prosedur merupakan urutan atau langkah-langkah untuk menjalankan suatu pekerjaan,
tugas atau kegiatan. Biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau
lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam atas transaksi perusahaan
yang terjadi berulang-ulang.
c. Data
Data merupakan komponen sistem informasi akuntansi tentang proses-proses bisnis
organisasi. Formulir atau dokumen merupakan unsur pokok data yang digunakan untuk
mencatat semua transaksi yang terjadi. Karena dengan formulir semua peristiwa yang
terjadi dalam organisasi direkam (didokumentasikan) diatas secarik kertas.
d. Software
Software adalah suatu fasilitas yang telah dirancang secara terkomputerisasi dan dipakai
untuk memproses data organisasi dalam suatu perusahaan secara otomatis untuk
menghasilkan laporan/informasi.
e. Infrastruktur Teknologi Informasi
Infrastruktur Tekologi Informasi adalah peralatan yang berbasiskan teknologi untuk
digunakan dalam rangka memproses data, termasuk komputer, peralatan pendukung
(peripheral device) dan peralatan untuk komunikasi jaringan.
Kelima komponen ini secara bersama-sama memungkinkan suatu akuntansi memenuhi
tiga fungsi pentingya dalam organisasi, yaitu:
a. Mengumpulkan dan menyimpan data tentang aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan
oleh organisasi, sumber daya yang dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas tersebut, dan
para pelaku yang terlibat dalam berbagai aktivitas tersebut, agar pihak manajemen, para
pegawai, dan pihak-pihak luar yang berkepentingan dapat meninjau ulang (review) hal-
hal yang terjadi.
b. Mengubah data dalam informasi yang berguna bagi pihak manajemen untuk
membuat keputusan dalam aktivitas perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
c. Menyediakan pengendalian yang memadai untuk menjaga aset-aset organisasi,
termasuk data organisasi, untuk memastikan bahwa data tersebut tersedia saat
dibutuhkan, akurat, dan andal.

Pelaku UMKM
Dalam pembangunan ekonomi kerakyatan, UMKM mempunyai peranan yang
penting dan strategis untuk mewujudkan struktur dunia usaha nasional yang kokoh.
Sehubungan dengan hal tersebut maka UMKM perlu ditingkatkan jumlahnya dan
diberdayakan menjadi usaha yang tangguh, mandiri dan unggul, sehingga peranannya
dalam penyerapan tenaga kerja, ekspor dan pembentukan produk domestik bruto
semakin meningkat.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah dinyatakan bahwa Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) adalah sebagai berikut:

a. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:


- Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
- Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
b. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
- Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau
- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
c. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
- Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
milyar rupiah).
Berdasarkan kriteria UMKM tersebut maka pelaku UMKM merupakan pemilik atau
pendiri usaha baik secara perseorangan maupun berkelompok yang memenuhi kriteria
UMKM sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut.

Praktik Akuntansi pada UMKM


Informasi akuntansi mempunyai peran penting untuk mencapai keberhasilan
usaha, termasuk bagi usaha kecil. Informasi akuntansi dapat menjadi dasar yang andal
bagi pengambilan keputusan dalam pengelolaan usaha kecil dan menengah, antara lain
untuk keputusan penetapan harga, pengembangan pasar, termasuk untuk keputusan
investasi. Namun, dalam kenyataannya, pada umumnya pengusaha kecil tidak
menyelenggarakan dan menggunakan informasi akuntansi dalam pengelolaan usahanya,
sehingga kualitas laporan keuangan pada UMKM masih rendah dan praktek akuntansi,
khususnya akuntansi keuangan pada UMKM di Indonesia memiliki banyak kelemahan.
Beberapa penyebab atas fenomena tidak terselenggarakannya praktik akuntansi secara
optimal dan tidak termanfaatkannya informasi akuntansi pada UMKM adalah sebagai
berikut:
a. Persepsi terhadap urgensi keberadaan informasi akuntansi bagi UMKM
Tidak adanya penyelenggaraan dan penggunaan informasi akuntansi dalam kebanyakan
pengelolaan usaha kecil ditentukan oleh persepsi pengusaha kecil atas informasi
akuntansi. Bagi sebagian besar UMKM, tidak pentingnya pemanfaatan informasi
akuntansi karena mereka merasa tidak membutuhkan informasi akuntansi dan
memandang akuntansi merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk dijangkau.
Keputusan-keputusan dalam pengelolaan usaha lebih banyak didasarkan pada
informasi-informasi non-akuntansi dan pengamatan sepintas atas situasi pasar, sehingga
yang terjadi adalah bagi para pedagang kecil tersebut, informasi akuntansi tidak penting.
Untuk itu, dapat dinyatakan bahwa tidak diterapkannya praktik akuntansi secara optimal
pada sebagian besar UMKM selama ini dikarenakan para pelaku UMKM belum pernah
merasakan manfaat dari informasi akuntansi.
b. Pengetahuan Akuntansi Pemilik/Staf UMKM
Salah satu kelemahan usaha kecil di Indonesia ialah pada umumnya mereka tidak
menguasai dan tidak mempraktekkan sistem keuangan yang memadai. Pada umumnya
usaha kecil tidak atau belum memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengelola
catatan akuntansi secara ketat dan berdisiplin dengan pembukuan yang teratur, baik
dalam bentuk harian, mingguan, bulanan, dan seterusnya, sehingga banyak diantara
mereka yang belum memahami pentingnya pencatatan dan pembukuan bagi
kelangsungan usaha.
Pemberian informasi dan sosialisasi serta jenjang pendidikan terakhir pengusaha
UMKM ternyata berpengaruh positif terhadap tingkat pemahaman pengusaha terkait
SAK-ETAP sebagai dasar dalam praktik akuntansi pada UMKM saat ini. Untuk itu,
dapat dinyatakan bahwa tidak diterapkannya praktik akuntansi secara optimal pada
sebagian besar UMKM selama ini dikarenakan pengetahuan akuntansi baik pemilik
maupun staf keuangan/akuntansi UMKM saat ini masih belum memadai.
c. Pertimbangan Biaya-Manfaat (cost-effectivenes) bagi UMKM
Salah satu alasan tidak adanya catatan akuntansi yang memadai pada UMKM adalah
kebutuhan akan pengadaan catatan akuntansi yang dianggap hanya membuang-buang
waktu dan biaya (Marbun, 1997). Para pelaku UMKM menganggap bahwa manfaat atas
informasi akuntansi yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan biaya yang harus mereka
korbankan ketika mereka menyelenggarakan praktik akuntansi secara tepat.
Salah satu faktor yang diduga sebagai penyebab rendahnya tingkat penyusunan laporan
keuangan pada UMKM di Indonesia adalah adanya kewajiban UMKM menggunakan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang sama dengan usaha besar. Kewajiban
menggunakan standar pengukuran yang sama, telah memberatkan UMKM dalam
penyusunan laporan keuangan, karena untuk menghasilkan informasi akuntansi (laporan
keuangan), UMKM membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan manfaat yang
dapat diperoleh dari adanya informasi akuntansi tersebut. Untuk itu, dapat dinyatakan
bahwa tidak diterapkannya praktik akuntansi secara optimal pada sebagian besar
UMKM selama ini dikarenakan manfaat yang diperoleh atas praktik akuntansi lebih
kecil daripada biaya yang harus dikeluarkan.
d. Ukuran UMKM
Berkaitan ukuran UMKM dan hubungannya dengan praktik akuntansi pada UMKM,
menunjukkan bahwa ukuran usaha berpengaruh positif terhadap Persepsi Pengusaha
UMKM atas pentingnya pembukuan dan pelaporan keuangan bagi usahanya, sehingga
di saat semakin tumbuh dan besarnya usaha UMKM, maka pengusaha mulai
memandang penting kebutuhan laporan keuangan tersebut. Untuk itu, dapat dinyatakan
bahwa tidak diterapkannya praktik akuntansi secara optimal pada sebagian besar
UMKM selama ini dikarenakan jumlah UMKM di Indonesia masih didominasi oleh
Usaha Mikro dan Kecil, yang mana pada kedua jenis kelompok usaha tersebut masih
lebih banyak dikelola secara perseorangan dengan manajemen seadanya.
Fenomena tidak terselenggarakannya praktik akuntansi secara optimal dan tidak
termanfaatkannya informasi akuntansi pada UMKM selama ini bukanlah semata-mata
merupakan kesalahan ataupun kekurangan para pelaku UMKM, tetapi juga dikarenakan
belum optimalnya peran serta pemerintah dan masyarakat dalam mendorong praktik
akuntansi di UMKM.

Kredit UMKM
Untuk meningkatkan kesempatan, kemampuan dan perlindungan terhadap UMKM,
telah ditetapkan berbagai kebijakan tentang pemberdayaan UMKM yang dilakukan
dengan cara:
a. Penumbuhan iklim usaha yang mendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah; dan
b. Pengembangan dan pembinaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan UMKM
dalam perekonomian nasional, maka pemberdayaan tersebut perlu dilaksanakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara menyeluruh,
sinergis, dan berkesinambungan.
Sebagaimana diatur pada pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan yang meliputi aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha,
kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang, dan dukungan
kelembagaan. Sedangkan dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif
membantu upaya pemerintah dan pemerintah daerah dalam menumbuhkan iklim usaha
tersebut.
Berkaitan dengan aspek pendanaan, peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang
ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus ditujukan untuk:
a. Memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan selain bank;
b. Memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat
diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
c. Memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah,
dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
d. Membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan
pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan
lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun
sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.
Pengertian Kredit UMKM menurut Bank Indonesia (BI) adalah semua penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu dalam rupiah dan valuta asing,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank pelapor
dengan bank dan pihak ketiga bukan bank yang memenuhi kriteria usaha sesuai undang-
undang tentang UMKM yang berlaku.
Jenis-jenis Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM), antara lain:
a. Kredit Mikro adalah kredit dengan plafon Rp. 0 sampai dengan maksimum Rp. 50
juta.
b. Kredit Kecil adalah kredit dengan plafon lebih dari Rp.50 juta sampai dengan
maksimum Rp.500 juta.
c. Kredit Menengah adalah kredit dengan plafon lebih dari Rp.500 juta sampai dengan
maksimum Rp.5 miliar.
Termasuk dalam kredit UMKM tersebut adalah kredit dengan penjaminan tertentu.
Kredit Dengan Penjaminan Tertentu adalah kredit/pembiayaan atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara Bank dengan debitur yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin dengan kriteria
tertentu, sebagaimana Program Pemerintah mengenai Kredit Usaha Rakyat (KUR).
KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi kepada Usaha Mikro,
Kecil , Menengah dan Koperasi (UMKMK) di bidang usaha produktif dan layak namun
belum bankable yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin sesuai program Pemerintah
mengenai Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan plafon kredit sampai dengan Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk KUR yang diberikan secara langsung
kepada debitur, dan plafon kredit sampai dengan Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar
rupiah) untuk KUR yang diberikan melalui lembaga linkage pola executing.
Penjaminan Tertentu adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban
finansial debitur oleh Perusahaan Penjamin/Asuransi sesuai Surat Edaran
No.13/6/DPNP tanggal 18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset
Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan
Standar. Sumber dana KUR adalah 100% (seratus persen) berasal dari dana Bank
Pelaksana. Seluruh KUR yang diberikan oleh bank dengan prinsip konvensional (non
syariah), baik dalam bentuk penyaluran langsung dari bank pelaksana KUR maupun
melalui lembaga linkage (Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia,
2010).

Hubungan Praktik Akuntansi dan Akses Kredit UMKM


Penggunaan informasi akuntansi dalam pengambilan keputusan akan
mempengaruhi prestasi perusahaan, khususnya bagi UMKM. Dengan dimanfaatkannya
informasi akuntansi dalam pengambilan keputusan investasi maka akan mendukung
ketepatan wirausaha dalam mempertimbangkan konsekuensi keuangan atas keputusan
yang diambil. Pembukuan dan pelaporan keuangan merupakan hal yang cukup penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan usahanya.
Dalam hubungannya antara UMKM dengan pemerintah dan kreditur (Bank),
penyediaan informasi akuntansi oleh UMKM juga sangat diperlukan. Karena salah satu
teknik pemberian kredit yang paling banyak digunakan bank adalah financial statement
lending yang mendasarkan pemberian kreditnya atas informasi keuangan dari
debiturnya. Pihak bank tidak melihat adanya perbedaan antara usaha besar dengan
UMKM, semuanya diwajibkan untuk memenuhi persyaratan termasuk harus
menyediakan laporan keuangan untuk dapat dijadikan dasar dalam memberikan
pinjaman kepada calon debitor.
Namun di sisi lain hal tersebut menjadi kendala tersendiri, sebab UMKM
ternyata tidak mampu menyediakan informasi yang diperlukan oleh bank tersebut
(Rudiantoro & Siregar, 2011), karena jika melihat persyaratan pemberian kredit pada
hampir semua bank di Indonesia, untuk meyakinkan kelancaran pembayaran angsuran
dan pengembalian pinjaman oleh calon debitur, selain pertimbangan karakter calon
debitur, laporan keuangan yang menggambarkan pendapatan dan beban usaha serta aset,
kewajiban dan modal yang dimiliki calon debitur menjadi pertimbangan utama
keputusan diterima tidaknya permohonan kredit oleh Bank, tidak terkecuali bagi
UMKM, apalagi untuk permohonan pembiayaan bagi hasil (mudharabah dan
musyarakah) di bank syariah.
Untuk itu, dapat dikatakan bahwa praktik akuntansi sangat terkait dengan akses
terhadap kredit UMKM, dengan praktik akuntansi yang memadai maka akan
memudahkan pelaku UMKM untuk memberikan keyakinan kepada bank atau calon
kreditur bahwa usaha dapat dijalankan dan dibiayai (Feasible), pelaku UMKM dapat
memenuhi persyaratan kredit/pembiayaan (Bankable), dana yang diberikan dapat
dipertanggungjawabkan (Accountable) dan usaha yang dijalankan dapat
menguntungkan (Profitable).
Daftar Pustaka

Hariyanto, E. 1999. Analisis Kebutuhan Informasi Akuntansi bagi Usaha Perdagangan


Eceran (Retail) di Kotatip Purwokerto. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi. No.
1/Vol. 1/September.
Idrus. 2000. Akuntansi dan Pengusaha Kecil. Akuntansi. Edisi 07/Maret/Th. VII.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2009. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntablitas Publik. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia.
Jakarta.
Idrus. 2000. Akuntansi dan Pengusaha Kecil. Akuntansi. Edisi 07/Maret/Th. VII.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2009. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntablitas Publik. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai