Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN UMUM LAPANGAN

2.1 Sejarah PT. Pertamina EP Asset 5 Field Sangasanga

PT. Pertamina EP Asset 5 Field Sangasanga yang terdiri dari


lapangan Sangasanga, Anggana, dan Samboja secara geologi berada di
daerah cekungan Kutai dimana pada sebelah Utara dibatasi oleh
Pegunungan Mangkalihat. Cekungan Kutai merupakan salah satu
cekungan yang dihasilkan oleh perkembangan regangan cekungan yang
besar pada daerah Kalimantan. Pada Pra-Tersier, Pulau Kalimantan
merupakan salah satu pusat pengendapan yang kemudian pada awal tersier
terpisah menjadi 6 cekungan. Lapangan Produksi Samboja merupakan
salah satu Cekungan Kutai.

Saat ini ada beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang


industri minyak dan gas bumi, baik perusahaan asing maupun dalam
negeri. Di Indonesia sendiri, salah satu perusahaan yang bergerak dalam
industri minyak dan gas bumi PT. PERTAMINA EP merupakan salah satu
BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bergerak dalam industri minyak
dan gas bumi.

PT PERTAMINA EP adalah perusahaan yang menyelenggarakan


kegiatan usaha di sektor hulu bidang minyak dan gas bumi, meliputi
Eksplorasi dan Produksi. PT. PERTAMINA EP mulai mengelola
Lapangan Sangasanga dan Samboja sejak 15 Oktober 2008 (sebelumnya
dikelola oleh PT. MEDCO E & P Indonesia), yaitu dengan
mempertahankan tingkat produksi dengan mengaktifkan sumur-sumur
lama ke sumur pengeboran baru. PT PERTAMINA EP memiliki wilayah
kerja yang tersebar di seluruh Indonesia, salah satunya adalah

3
PT. PERTAMINA EP Field Sangasanga Area Produksi Samboja yang
terletak di provinsi Kalimantan Timur.

Samboja merupakan salah satu wilayah kerja dari


PT PERTAMINA EP. Sejarah pengelolaan blok samboja sendiri dimulai
pada 1897 oleh BPM sebanyak 308 sumur yaitu sumur 1-307. Untuk
periode Jepang (1942-1945), sumur yang dikelola sebanyak 7 sumur yaitu
sumur 308-314. Namun, pada saat pengelolaan berpindah tangan ke BPM
lagi, blok Samboja ini tidak beroperasi atau tidak ada sumur yang dikelola.
Saat Tesoro yang mengelola (1972-1992) sumur yang beroperasi sebanyak
9 sumur yaitu sumur 315-323. Dan MEDCO/EXSPAN mengoperasikan
5 sumur (324-328) dalam kurun waktu 16 tahun di blok Samboja.
Sementara PT. PERTAMINA EP yang mengambil alih dari tahun 2008
belum mengoperasikan/membuka sumur baru di blok Samboja.

Gambar 2.1 Samboja Overview (PT. Pertamina EP Sangasanga)

4
2.2 Tinjauan Lapangan Samboja

Samboja merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah pesisir


Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Berikut
Ikhtisar Samboja :

a. Lokasi : Kalimantan Timur


b. Area : 18.5 sq. Km
c. Ditemukan : 1897 by NIIHM (Netherland)
d. Di operasikan oleh PEP : Sejak 15 Oktober 2008
e. Cekungan : Kutai
f. Formasi : Kampung Baru-Balikpapan
g. Umur Reservoir : Miosen
h. Lithologi : Sandstone
i. Sistem Deposisi : Delta Complex system – Laut Dangkal
j. Tipe Trap : Struktural & Stratigrafi
k. Total Sumur : 328 sumur
l. Sumur Aktif : 31 sumur
m. Rata-rata TD Sumur : 662 m
n. Prod.Layer Depth : 50-1170 m
o. Total Prod layer : > 40 Layer
p. Average Production : 330 bopd (May 2015)
q. Cum Oil Production : 67.28 MMSTB
r. Average Net pay :1-8m
s. Drive Mechanism : Water Drive
t. Reservoir Temp : 46-67 C, 58C @ 520 m
u. Rw : 0.67 ohm m @ 230 m
v. Oil Gravity : 28.4 API at 15 C
w. Oil Viscosity : 1.767 cp @ 746 psig,
3.676 cp @ P-atm

5
2.3 Stratigrafi Cekungan Kutai

Pada Kala Miosen Tengah di Cekungan Kutai terbentuk Formasi Warukin


(Tmw) dan Formasi Kelinjau (Tmk) yang keduanya berhubungan saling menjari
dan menindih secara tidak selaras Formasi Berai (Tomb), Montalat (Tomm),
Jangkan (Tomj), Keramuan (Tomk), Purukcahu (Tomc), Penuut (Toml) dan
Gunungapi Malasan (Tom).

Pada kala yang sama yakni Miosen Tengah, di Cekungan Mahakam


terbentuk Formasi Pulau Balang (Tmpb) yang disertai kegiatan gunungapi
Meragoh. Beberapa satuan batuan anggota kedua formasi ini, secara setempat
berhubungan saling menjari. Selanjutnya terbentuk lagi Formasi Balikpapan
(Tmbp) yang secara tidak selaras menindih Formasi Pulau Balang (Tmpb) dan
Formasi Batuan Gunungapi Meragoh (Tmm).

Pada Kala Miosen Akhir hingga Plistosen (Kuarter), dalam Cekugan Kutai
terjadi lagi kegiatan gunungapi Mentulang dan Bandang (TmQm), yang menindih
secara tidak selaras Formasi Warukin (Tmw) dan Formasi Kelinjau (Tmk).

Pada Kala Pliosen hingga Plistosen (Kuarter), di dalam Cekungan


Mahakam terbentuk Formasi Kampungbaru (Tpkb) yang menindih secara tidak
selaras Formasi Balikpapan (Tmbp).

Pada Kala Holosen (Kuarter), di dalam Cekungan Mahakam dan Kutai,


terbentuk endapan material hasil desintegrasi, transportasi serta denudasi berbagai
macam batuan yang membentuk endapan kuarter.

Endapan kuarter tersebut adalah Aluvium Sungai (Qa), Aluvium Rawa


(Q1) serta Aluvium Pantai (Qs). Litologi batuan yang menyusun endapan kuarter
tersebut umumnya mempunyai sifat belum terkonsolidasi, mudah lepas ikatan
antar butirannya, bentuk membulat dan kegiatannya masih terus berlangsung
hingga kini.

Menurut peneliti yang lain, secara regional di daerah Kalimantan, litologi


penyusun Zona Cekungan Mahakam dan Kutai yang tersingkap sekarang antara

6
lain didominasi oleh Endapan Kuarter dan batuan-batuan Sedimen berumur
Paleosen (Tersier Awal) hingga Plistosen atau Kuarter Awal (W. Hamilton, 1978;
Halien, 1969 dan Pupiluli, 1973 dalam Rienno Ismail, 2008).

W. Hamilton (1978) dalam Rienno Ismail (2008), juga menyatakan bahwa


secara regional, di daerah Kalimantan batuan dasarnya yang tersingkap antara lain
terdiri dari batuan sedimen, beku dan malihan serta kombinasi dari ketiganya,
yang diduga berumur Pra-Trias (Perem) pada Masa Paleozoikum hingga Masa
Mesozoikum yang berumur Kapur Akhir.

Cekungan Kutai berada di Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi


Kalimantan Timur, secara geografis daerah tersebut terletak antara 0o - 6o LU,
0o - 9 o LS dan 116o30’ - 116o45’

Cekungan Kutai yang luasnya + 50.000 km2, cekungan ini mulai diisi
sedimen pada permulaan Tersier sampai Kuarter. Dataran cekungan ini terus
melebar ke arah Timur. Pengisisan cekungan ini dimulai dari lingkungan laut
sampai fluvial, pada pengendapan lingkungan paralik banyak diendapkan
batubara yang diselingi endapan sedimen. Pada Miosen Bawah terjadi siklus
regresi, lingkungan daratan mulai melebar ke arah Timur Laut. Di atas endapan
tersier diendapakan aluvium yang terdiri dari lempung, lanau dan gambut,
endapan ini mengisi bagian yang rendah.

Stratigrafi daerah Cekungan Kutai merupakan endapan-endapan sedimen


Tersier sebagai hasil dari siklus transgresi dan regresi laut dan memiliki
kesebandingan dengan cekungan Barito serta Cekungan Tarakan (Satyana et al., 1999
dalam Rienno Ismail, 2008). Urutan transgresif dapat ditemukan dengan baik di
sepanjang daerah pinggiran cekungan tanpa endapan klastik yang berbutir kasar dan
serpih yang diendapkan pada lingkungan paralis hingga laut dangkal.

Urutan regresif Cekungan Kutai mengandung endapan klastik delta hingga


paralis yang banyak mengandung lapisan batubara dan lignit. Sistem delta yang
berumur Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah Timur dan ke arah
Tenggara. Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya delta yang terus menerus

7
sepanjang waktu diselang-selingi oleh fasa transgresif secara lokal (Koesoemadinata,
1978 op cit Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Batupasir yang
terbentuk di delta plain dan delta front yang regresif berumur Miosen Tengah
merupakan reservoir di sejumlah lapangan minyak dan gas bumi di Cekungan Kutai.

Batuan tertua yang ada di Cekungan Kutai berupa batuan metamorf yang
menjadi pembentuk batuan dasar dan berumur Paleozoikum dan Mesozoikum
(Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Di atas batuan dasar ini secara tidak
selaras diendapkan Formasi Kiham Haloq berupa alluvial berumur Paleosen yang
terletak dekat dengan batas cekungan bagian barat (Moss dan Chambers, 2000 dalam
Rienno Ismail, 2008). Pada kala Eosen cekungan terus mengalami pendalaman akibat
pemekaran batuan dasar, sehingga terjadi peristiwa transgresi yang mengendapkan
Formasi Mangkupa berupa serpih yang diendapkan pada lingkungan laut terbuka
hingga marginal marine (Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

Sedimen siliklastik kasar kemudian diendapkan di atas Formasi Mangkupa,


yaitu Formasi Beriun yang berasosiasi dengan serpih pada beberapa tempat, hal ini
mengindikasikan terjadinya pengangkatan secara lokal. Setelah pengendapan Formasi
Beriun, transgresi terjadi kembali dan diendapkan Formasi Atan berupa serpih laut
dalam, serta Formasi Kedango berupa batuan karbonat (Satyana et al., 1999 dalam
Rienno Ismail, 2008).

Di atas Formasi Atan dan Kedango, diendapkan Formasi Pamaluan yang


tersusun atas batulempung, serpih dengan sisipan napal, batupasir, dan batugamping.
Formasi ini terbentuk pada kala Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dengan
lingkungan pengendapan berupa laut dalam. Formasi Pamaluan adalah fase regresif
yang berkembang di Cekungan Kutai dan mengalami progradasi secara cepat ke arah
timur (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

Formasi Bebulu diendapakan di atas formasi Pamaluan secara selaras ,


tersusun atas batugamping dengan sisipan lanau dan napal yang merupakan endapan
karbonat fasa regresif (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Formasi ini
berumur Miosen Awal-akhir Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan laut
dangkal (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

8
Formasi Pulubalang diendapkan secara selaras di atas Formasi Bebulu.
Formasi ini tersusun atas perselingan graywacke dan batupasir kuarsa dengan sisipan
batugamping, batulempung, batubara, dan tuff dasit. Umur Formasi Pulubalang
adalah Miosen Tengah dengann lingkungan pengendapan darat hingga laut dangkal
(Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).

Formasi Balikpapan terbentuk dalam lingkungan peng-endapan delta atau


litoral hingga laut dangkal terbuka, dengan kisaran umur Miosen Tengah hingga
Miosen Akhir, diduga mempunyai ketebalan formasi 1.800 m, terdapat
secara tidak selaras di bawah Formasi Kampungbaru. Terdiri dari batupasir kuarsa,
batulempung dengan sisipan batulanau, serpih, batugamping dan batubara. Lapisan
batupasir kuarsa berbutir halus sampai sedang, terpilah cukup baik dengan kandungan
mineral kuarsa sekitar 70 %, bersifat kurang padat, bersisipan oksida besi setebal
30 cm, lignit setebal 50 cm-150 cm, dan serpih setebal 30 cm, serta lensa-lensa
batugamping setebal 10 cm - 50 cm yang bersifat keras, pejal dan pasiran.

Formasi Kampung Baru diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi


Balikpapan. Terdiri dari lapisan batupasir kuarsa bersisipan dengan batulempung,
batulanau, konglomerat aneka bahan, lignit, gambut dan oksida besi. Lapisan
batupasir kuarsa, sedikit mengandung feldspar dan karbon, berbutir halus sampai
menengah, terpilah baik, mudah lepas ikatan antar butirannya. Lapisan
batulempung tufan, berlapis tipis, terdapat alur nodul lempung setebal 1 cm
dengan inti kuarsa. Lapisan batulanau, berwarna kehijauan, setempat berselingan
dengan gambut setebal 1 cm. Konglomerat aneka bahan, bagian bawah terdiri atas
komponen basal dan kuarsa berukuran butir 0,5 cm sampai 2 cm serta setempat
mencapai 5 cm, matriks batupasir kuarsa, berstruktur perlapisan silang-siur,
berlapisan; bagian atas komponen makin mengecil dan batupasir makin menyolok
serta berstruktur silang-siur. Lapisan lignit dan gambut tersebar tidak merata
dengan ketebalan mencapai 1,5 m. Oksida besi sebagai sisipan dengan ketebalan
2 cm sampai 3 cm, dan nodul bergaris tengah 1 cm sampai 5 cm. Formasi
Kampungbaru terbentuk dalam lingkungan pengendapan delta hingga laut
dangkal, dengan kisaran umur Kala Miosen Akhir sampai Plio-Pleistosen, diduga
mempunyai ketebalan formasi berkisar antara 250 m sampai 800 m.

9
Endapan kuarter Delta Mahakam tersusun dari pasir, lumpur, kerikil dan
endapan pantai yang terbentuk pada lingkungan sungai, rawa, pantai, dan delta
dengan hubungan yang bersifat tidak selaras terhadap batuan di bawahnya. Endapan
ini memiliki penyebaran sepanjang pantai timur dan merupakan produk dari Delta
Mahakam modern yang masih berkembang terus hingga sekarang.

Gambar 2.2. Stratigrafi Cekungan Kutai (Satyana et al., 1999)

2.3.1 Formasi Balikpapan

Formasi Balikpapan (Tmbp): perselingan batupasir kuarsa, batulempung


lanauan dan serpih dengan sisipan napal, batugamping dan batubara.
Batugamping mengandung fosil Flusculinella borneoensis Tan, Miogypsina,
Lepidocyclina sp. Dan Cycloclypeus annulatus yang menunjukkan umur Miosen

10
Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan pada daerah litoral-laut dangkal
dengan ketebalan 800 meter.

2.3.2 Formasi Kampung Baru

Formasi Kampungbaru (Tpkb): batulempung pasiran, pasir kuarsa,


batulanau, sisipan batubara, napal, batugamping dan lignit. Tebal sisipan batubara
dan lignit kurang dari 3 meter. Bagian bawah ditandai oleh lapisan batubara.
Batugamping mengandung fosil Miogypsina sp.,Lepidocyclina sp., Amonia Yabei
dan Pseudorotalia cattiliformis. Berumur Miosen Akhir sampai Pliosen,
diendapkan pada lingkungan delta dan laut dangkal. Tebal formasi ini
700-800 meter dan terletak tidak selaras di atas formasi Balikpapan.

11

Anda mungkin juga menyukai