Tugas Manfar
Tugas Manfar
Dosen Pembimbing :
Dr. Dra. Lili Musnelina, M.Si.,Apt.
Disusun oleh :
Diah Ayu Larasati 17340166
Yeni DwiRatna C. 17340151
Yeni Gusnitasari 17340172
Suci Lestari 17340178
BAB I
PENDAHULUAN
I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui realita tugas dan fungsi Apoteker di lapangan dibandingkan dengan
teorinya.
2. Untuk mengetahui pelayanan yang diberikan oleh Apoteker.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apoteker
Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai
Apoteker. Menurut WHO (1994), Apoteker mempunyai peran profesional dalam berbagai
bidang pekerjaan meliputi regulasi dan pengelolaan obat, farmasi komunitas, farmasi rumah
sakit, industri farmasi, kegiatan akademik, pelatihan tenaga kesehatan lainnya,dan penelitian.
Peran professional dalam semua bidang pekerjaan tersebut adalah memastikan hasil terapi
obat optimal, baik dengan cara berkontribusi pada pembuatan, pasokan, dan pengendalian
obat, maupun dengan cara memberikan informasi dan saran kepada pembuat resep dan
penggunaan produk-produk farmasi.
Apoteker Pedamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker
Pengelola Apotek dan atau / menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.
Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama
Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara
terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola
Apotek di Apotek lain (Depkes, 2004).
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang
bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber
daya manusia, sarana, dan peralatan.
1. Kegiatan Manajerial
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai di rumah sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan
perbekalan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai merupakan suatu siklus kegiatan,
dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan
bagi kegiatan pelayanan kefarmasian.
Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
meliputi:
a) Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.
b) Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan
metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
c) Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang
tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan
yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan,
penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok,
penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
d) Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan
dengan baik.
e) Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan
kefarmasian. persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
f) Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dari
tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu,
stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
g) Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh
BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary
recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
h) Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dapat dilakukan oleh instalasi farmasi harus bersama dengan komite/tim farmasi dan
terapi di rumah sakit.
i) Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan
penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko
terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
a. Pengkajian dan pelayanan Resep;
Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila
ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker
harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik,
dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan
Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan,
riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan
penggunaan Obat pasien.
c. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi
Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari
Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif
yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya
serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
e. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat
dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat
jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
f. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker
secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien
secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi
Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi
Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan Obat yang
terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
j. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik aseptik
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil
pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks
terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.
2.2.3 Puskesmas
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes, 2014).
a. Perencanaan dan Permintaan Obat
Perencanaan pengadaan obat dan alkes di Puskesmas difasilitasi oleh dokumen
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Dokumen penunjang dalam
pengadaan obat dan alkes di Puskesmas antara lain adalah Buku Pemakaian Obat harian; Buku
Register Obat; dan Kartu Stok Obat. Penggunaan obat dalam pelayanan harian dicatat dalam
Buku Pemakaian Obat Harian. Buku ini mencakup informasi tentang item obat dan jumlah
obat yang digunakan setiap harinya. Jumlah pemakaian obat harian kemudian diakumulasikan
dalam Buku Register Obat. Buku ini berisi informasi tentang item dan jumlah obat yang
dipakai tiap bulan. Jumlah obat yang terpakai tiap bulan kemudian di rekapitulasi dalam Kartu
Stok tiap item obat. Dari pengisian Kartu Stok akan didapatkan informasi tentang item obat,
jumlah obat yang terpakai, dan sisa obat yang ada di gudang Puskesmas. Hasil pengisian
Kartu Stok merupakan dasar untuk perencanaan pengadaan menggunakan LPLPO. Dari
informasi yang ada pada Kartu Stok tiap-tiap item obat dapat diketahui ketersediaan obat di
Puskesmas, dan jumlah pemakaiannya tiap bulan, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar
untuk permintaan akan item obat beserta jumlah yang diminta.
b. Penerimaan Obat
LPLPO terdiri atas rangkap tiga, satu lembar yang berwarna putih dikirimkan unuk
Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, dua lembar yang berwarna kuning dan merah dikirimkan
pada Gudang Farmasi Kota/Kabupaten sebagai laporan penggunaan obat dan permintaan atas
obat. Item-item obat yang disetujui pengadaannya oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten akan
dikirimkan pada Puskesmas yang bersangkutan setiap dua bulan sekali melalui Gudang
Farmasi Kota/Kabupaten. Lembar LPLPO yang berwarna kuning akan dikembalikan pada
Puskesmas sebagai arsip. Item-item obat yang diminta tetapi tidak dapat terpenuhi
pengadaannya akan disertakan keterangannya pada LPLPO.
Item obat dan alkes yang diterima dicocokkan dengan LPLPO, kemudian dilakukan
pengecekan terhadap tanggal kadaluarsa dan kondisi item. Obat dan alkes yang telah dicek
disimpan dalam gudang dengan kondisi First In first Out (FIFO). Penerimaan item obat dan
alkes dicatat dalam Kartu Stok.
c. Manajemen SDM
Apoteker berkoordinasi dengan kepala Puskesmas berperan dalam pengaturan jadwal
serta job description dari masing-masing SDM di kamar obat Puskesmas. Dalam hal
pengaturan jadwal misalnya, karena jam layanan Puskesmas pagi dan sore, maka perlu adanya
rolling SDM untuk ditempatkan pada jam pelayanan sore. Selain itu perlu diatur jadwal
penempatan SDM di kamar obat Puskesmas Pembantu di Kelurahan Kemayoran.
d. Pembuatan Protap Pelayanan Kefarmasian
Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian maka Apoteker bisa membuat prosedur
penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, dan pelayanan informasi obat. Prosedur
tetap ini bisa di lihat di Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Depkes, 2006).
2.2.5 Pemerintahan
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Unsur Organisasi Balai POM terdiri dari :
a. Bidang Pengujian Produk Teurapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen.
Bidang Pengujian Produk Teurapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta
evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian
dan penilaian mutu di bidang produk teurapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik dan
produk komplemen.
b. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
pemeriksaan secara laboratorium, pengujian mutu di bidang pangan dan bahan berbahaya.
BAB III
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/Sk/X/2004, Tentang Standarpelayanan Farmasi Di Rumah Sakit, Jakarta.
Depkes Ri, 2009, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian,
Departemen Kesehatan Ri: Jakarta.
Departemen Kesehatan. 2014, Peraturan Menteri Kesehatan No. 35/ 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Depkes Ri. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72/2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit. Departemen kesehatan republic
Indonesia. Jakarta
Fip, 1999. Joint Statement By The International Pharmaceutical Federation And The World
Self-Medication Industry: Responsible Self-Medication. Fip & Wsmi, P.1-2.
Umar, M., 2005 , Manajemen Apotik Praktis , 65, 67-69, CV Ar-Rahman; Solo.