Anda di halaman 1dari 150

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE

GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN


PERUSAHAAN
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009)

SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh
Siti Murni Mulyati
NIM 7250406550

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian

skripsi pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 8 September 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Sri Kustini Agung Yulianto, S.Pd, M.Si


NIP. 195003041979032001 NIP. 197407072003121002

Mengetahui,
Ketua Jurusan Akutansi,

Drs. Fachrurrozie, M.Si


NIP. 196206231989011001

ii
PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang panitia ujian skripsi Fakultas

Ekonomi, Universitas Negeri Semarang pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 4 Oktober 2011

Penguji Skripsi

Drs. Subowo M.Si


NIP. 195504161984031003

Anggota I Anggota II

Dra. Sri Kustini Agung Yulianto, S.Pd, M.Si


NIP. 195003041979032001 NIP. 197407072003121002

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi

Drs. S. Martono, M.Si


NIP. 196603081989011001

iii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil

karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip

atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila dikemudian hari terbukti skripsi

ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang, September 2011

Siti Murni Mulyati


NIM. 7250406550

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Tak ada rahasia untuk menggapai sukses. Sukses itu dapat terjadi karena
persiapan, kerja keras, dan mau belajar dari kegagalan (Gen. Collin Powell).
 Hidup yang tidak teruji adalah hidup yang tanpa makna (Socrates)

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk:

 Ibu, bapak, kakak, dan adik tercinta yang


senantiasa selalu memberikan do’a, kasih
sayang, keikhlasan, pengorbanan dan
dukungan.
 Sahabat, orang terdekat, teman seperjuangan
“Akuntansi S1 2006” yang selalu memberikan
dukungan.
 Segenap Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi yang telah berjasa dalam mendidik
dan membimbing kami.
 Almamater.

v
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul ”Pengaruh Penerapan

Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi pada

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009)”

dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini ditujukkan sebagai tugas akhir untuk memperoleh

gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang. Penulis

menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Fachrurrozie, M.Si, Ketua Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Semarang.

4. Dra. Sri Kustini dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan

petunjuk serta arahan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Agung Yulianto S.Pd, M.Si, dosen pembimbing II yang telah membimbing dan

memberikan petunjuk serta arahan sehingga penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan.

6. Drs. Subowo M.Si, dosen penguji yang telah memberikan petunjuk serta arahan

sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Drs. Subkhan, Dosen Wali Akuntansi Paralel A.

vi
8. Seluruh staf pengajar jurusan Akuntansi yang telah memberikan ilmu selama

penulis menempuh pendidikan di Universitas Negeri Semarang.

9. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga amal dan segala kebaikan mendapat balasan dan rahmat yang

setimpal dari Allah SWT. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat.

Semarang, September 2011

Penyusun

vii
SARI

Mulyati, Siti Murni. 2011. “Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance


Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009)”. Skripsi Jurusan Akuntansi.
Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Dra. Sri Kustini,
Pembimbing II : Agung Yulianto S.Pd, M.Si.

Kata Kunci : Good Corporate Governance, Kinerja Keuangan Perusahaan

Kinerja keuangan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat


mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja
keuangan merupakan tolak ukur yang dapat menunjukkan kondisi perusahaan dalam
keadaan baik atau buruk. Kondisi perusahaan yang baik akan menarik para investor
untuk menanamkan modal mereka sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan,
namun apabila kondisi perusahaan tersebut buruk maka sistem pengelolaan
perusahaan tersebut ditingkatkan lagi sehingga mendapatkan hasil seperti yang
diharapkan. Salah satunya dengan menerapkan good corporate governance. Dalam
penelitian ini kinerja keuangan diukur dengan Tobin’s Q.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009. Sampel berjumlah 27 perusahaan yang
diambil secara purposive sampling. Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas
yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan
komite audit dan variabel terikat yaitu kinerja keuangan perusahaan. Metode
pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi berganda.
Hasil penelitian yang telah dilakukan pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009 menunjukkan bahwa secara
parsial hanya variabel kepemilikan manajerial dan komite audit yang berpengaruh
signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Analisis regresi secara simultan
menunjukan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris
independen dan komite audit secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
Simpulan dari penelitian ini adalah secara simultan terdapat pengaruh antara
variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen
dan komite audit terhadap kinerja keuangan perusahaan. Secara parsial hanya
kepemilikan manajerial dan komite audit yang mempengaruhi kinerja keuangan
perusahaan. Saran untuk manajemen perusahaan adalah kepemilikan institusional
dan komisaris independen hendakanya meningkatkan pengawasan terhadap
pengelola perusahaan sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan. Untuk
penelitian selanjutnya dapat mencoba menggunakan perhitungan kinerja keuangan
yang lebih kompleks untuk melihat konsistensi hasil penelitian dengan menggunakan
harga saham, seperti Economic Value Aded (EVA).

viii
ABSTRACT
Mulyati, Siti Murni. 2011. “Implementation of Good Corporate Governance
Influence Performance Against Corporate Finance (Studies in Manufacturing
Companies listed on the Indonesia Stock Exchange period 2007-2009)”. Thesis.
Department of Accounting, Faculty of Economics. State University of Semarang.
Supervising I. Dra. Sri Kustini. II. Agung Yulianto S.Pd, M.Si.

Keywords : Good Corporate Governance, Corporate Financial Performance.

Financial performance is the determination of specific measures that can


measure the success of a company in generating profits. Financial performance is a
benchmark that can show the condition of the company in good or bad. Condition
good company will attract investors to invest their capital so as to enhance corporate
value, but if conditions are bad then the company's enterprise management system is
improved again so get the results as expected. One of them by applying good
corporate governance. In this study the financial performance measured by Tobin's
Q.
The population in this study were manufacturing companies listed in
Indonesia Stock Exchange in the period 2007-2009. The sample amounted to 27
companies drawn at purposive sampling. Variable study consists of the independent
variable is institutional ownership, managerial ownership, independent
commissioners and audit committee and the dependent variable is the company's
financial performance. Methods of data collection using the method documentation.
Analysis of the data used in this research is descriptive analysis and multiple
regression analysis.
Results of research has been conducted on manufacturing companies listed in
Indonesia Stock Exchange in 2007-2009 showed that only partial managerial
ownership variables and audit committees a significant effect on the financial
performance of companies. Simultaneous regression analysis shows institutional
ownership, managerial ownership, independent commissioners and audit committees
are jointly significant effect on the financial performance of companies.
The conclusions of this research is simultaneously there are influence
between variable of institutional ownership, managerial ownership, independent
commissioners and audit committees on corporate financial performance. Only
partial managerial ownership and audit committees that affect the company's
financial performance.Suggestions for the management company is the ownership of
institutional and independent commissioners hendakanya improve oversight of the
management company so as to improve financial performance. For further research
can try to use the calculation of financial performance are more complex to see the
consistency of the results of studies using stock prices, such as Economic Value
Aded (EVA).

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ....................................................................... iii
PERNYATAAN ................................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
PRAKATA ........................................................................................................ vi
SARI .................................................................................................................. viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................................... .. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................... 12
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 12
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. 13
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Kinerja Keuangan .............................................................................. 15
2.1.1. Tinjauan Kinerja Keuangan ...................................................... 15
2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan ........... 21
2.2. Good Corporate Governance ............................................................. 23
2.2.1. Kepemilikan Institusional ......................................................... 30
2.2.2. Kepemilikan Manajerial ........................................................... 32
2.2.3. Komisaris Independen .............................................................. 35
2.2.4. Komite Audit ............................................................................ 40
2.3. Teori Keagenan................................................................................... 45
2.4. PenelitianTerdahulu ............................................................................ 48

x
2.5. KerangkaBerpikir ............................................................................... 51
2.6. Hipotesis ............................................................................................. 55
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ................................................................................. 57
3.2. Populasi Penelitian ........................................................................... 57
3.3. Sampel Penelitian ............................................................................. 57
3.4. Variabel Penelitian ........................................................................... 59
3.4.1. Variabel Dependen ................................................................. 60
3.4.2. Variabel Independen ............................................................... 60
3.4.2.1. Kepemilikan Institusional ......................................... 60
3.4.2.2. Kepemilikan Manajerial ............................................ 61
3.4.2.3. Komisaris Independen ............................................... 61
3.4.2.4. Komite Audit............................................................. 61
3.5. Teknik Analisis Data ........................................................................ 62
3.5.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................... 62
3.5.2. Metode Pengumpulan Data .................................................... 62
3.6. Metode Analisis Data ....................................................................... 63
3.6.1. Analisis Deskriptif .................................................................. 63
3.6.2. Analisis Regresi ...................................................................... 63
3.6.2.1 Uji Prasyarat (Uji Normalitas) ................................... 63
3.6.3. Uji Asumsi Klasik .................................................................. 64
3.6.3.1. Uji Autokorelasi ........................................................ 64
3.6.3.2. Uji Multikolinearitas ................................................. 65
3.6.3.3. Uji Heteroskedastisitas .............................................. 66
3.6.4. Uji Hipotesis ........................................................................... 67
3.6.4.1. Pengujian dengan Regresi Berganda......................... 67
3.6.4.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) .............................. 67
3.6.4.3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) ............ 68
3.6.4.4. Koefisien Determinasi ............................................... 69
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ................................................................................. 70

xi
4.1.1. Hasil Analisis Deskriptif ........................................................ 70
4.1.1.1. Kinerja Keuangan ..................................................... 70
4.1.1.2. Kepemilikan Institusional ......................................... 72
4.1.1.3. Kepemilikan Manajerial ............................................ 73
4.1.1.4. Komisaris Independen ............................................... 75
4.1.1.5. Komite Audit............................................................. 77
4.1.2. Hasil Analisis Regresi ............................................................ 79
4.1.2.1. Hasil Uji Normalitas ................................................. 79
4.1.3. Hasil Uji Asumsi Klasik ......................................................... 81
4.1.3.1. Hasil Uji Autokorelasi............................................... 81
4.1.3.2. Hasil Uji Multikolinearitas ........................................ 82
4.1.3.3. Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................... 82
4.1.4. Hasil Uji Hipotesis.................................................................. 83
4.1.4.1. Hasil Pengujian dengan Regresi Berganda ............... 83
4.1.4.2. Uji F .......................................................................... 85
4.1.4.3. Uji t ........................................................................... 85
4.1.4.4. Koefisien Determinasi ............................................... 87
4.2. Pembahasan ...................................................................................... 88
4.2.1. Pengaruh Kepemilikan Institusional, Kepemilikan
Manajerial, Komisaris Independen dan Komite Audit
Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan ................................ 88
4.2.2. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan ............................................................. 89
4.2.3. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan ............................................................. 92
4.2.4. Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan ............................................................. 93
4.2.5. Pengaruh Komite Audit Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan............................................................................... 95
BAB V PENUTUP
5.1. Simpulan ........................................................................................... 97

xii
5.2. Saran ................................................................................................ 98
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 100
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 104

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Rata-rata Penilaian Tobin’s Q pada Perusahaan Manufaktur

Tahun 2003-2006 .............................................................................. 4

Tabel 3.1. Kriteria Sampel Penelitian ............................................................... 58

Tabel 3.2. Sampel Penelitian ............................................................................ 59

Tabel 3.3. Kriteria Durbin Watson ................................................................... 65

Tabel 4.1. Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009........ 71

Tabel 4.2. Kepemilikan Institusional Perusahaan Manufaktur

Tahun 2007-2009 ............................................................................. 72

Tabel 4.3. Kepemilikan Manajerial Perusahaan Manufaktur

Tahun 2007-2009 ............................................................................. 74

Tabel 4.4. Komisaris Independen Perusahaan Manufaktur

Tahun 2007-2009 ............................................................................. 76

Tabel 4.5. Deskripsi Komisaris Independen dalam Perusahaan ....................... 77

Tabel 4.6. Komite Audit Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009 ............... 78

Tabel 4.7. Deskripsi Komite Audit dalam Perusahaan ..................................... 79

Tabel 4.8. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov.................................... 80

Tabel 4.9. Hasil Uji Autokorelasi ..................................................................... 81

Tabel 4.10. Hasil Uji Multikolinearitas .............................................................. 82

Tabel 4.11. Hasil Uji Park................................................................................... 83

Tabel 4.12. Hasil Uji Regresi Berganda ............................................................. 83

Tabel 4.13. Hasil Uji F ........................................................................................ 85

xiv
Tabel 4.14. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis .............................................. 87

Tabel 4.15. Koefisien Determinasi ..................................................................... 87

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir............................................................................ 55

Gambar 4.1. Diagram Normalitas dengan Diagram P-Plot .................................. 80

Gambar 4.2. Pengujian Autokorelasi .................................................................... 81

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rata-rata Penilaian Tobin’s Q pada Perusahaan Manufaktur

Tahun 2003-2006 ............................................................................ 104

Lampiran 2 Populasi Penelitian .......................................................................... 105

Lampiran 3 Kriteria Sampel Penelitian .............................................................. 109

Lampiran 4 Analisis Deskriptif Kinerja Keuangan ............................................ 117

Lampiran 5 Analisis Deskriptif Kepemilikan Institusional ................................ 118

Lampiran 6 Analisis Deskriptif Kepemilikan Manajerial .................................. 119

Lampiran 7 Analisis Deskriptif Komisaris Independen ..................................... 120

Lampiran 8 Analisis Deskriptif Komite Audit ................................................... 121

Lampiran 9 Hasil Output SPSS .......................................................................... 122

Lampiran 10 Tabulasi Data .................................................................................. 125

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap perusahaan berkepentingan dengan pengukuran kinerja keuangannya.

Pengertian dari kinerja keuangan sendiri adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu

yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba

(Sucipto, 2003:2). Didalam pengukuran dan penilaian terhadap kinerja keuangan

perusahaan, perlu ditetapkan pernyataan yang jelas tentang tujuan yang akan dicapai

dengan demikian diperoleh hasil yang diinginkan.

Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba merupakan fokus utama

dalam penilaian kinerja keuangan perusahaan. Laba bukan saja sebagai indikator

kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban penyandang dana tetapi juga

sebagai unsur penciptaan nilai (creation value) perusahaan yang memperlihatkan

prospek perusahaan dimasa mendatang. Penilaian kinerja keuangan perusahaan harus

didasarkan pada data keuangan yang dipublikasikan yang dibuat sesuai dengan

prinsip akuntansi keuangan yang berlaku umum.

Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan merupakan salah satu

informasi yang dapat digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan karena

laporan keuangan ini mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya dalam

kurun waktu tertentu. Sucipto (2003) menyatakan bahwa laporan keuangan

merupakan data paling umum yang tersedia untuk menilai prestasi suatu perusahaan

dalam menghasilkan laba, walaupun seringkali tidak mewakili hasil dan kondisi

1
2

ekonomi. Menganalisis laporan keuangan perusahaan bertujuan untuk menilai atau

mengevaluasi suatu kinerja keuangan perusahaan dalam suatu periode akuntansi.

Kinerja keuangan perusahaan dapat dijadikan sebagai tolak ukur yang

menunjukkan kondisi perusahaan dalam keadaan baik atau buruk. Saat kondisi

keuangan perusahaan dalam keadaan buruk, para stakeholder akan memakai analisis

laporan keuangan untuk menilai kinerja di masa lalu, posisi perusahaan sekarang

serta menilai potensi dan resiko perusahaan di masa mendatang. Apabila kinerja

keuangan suatu perusahaan baik maka investor akan tertarik untuk menginvestasikan

dana yang mereka miliki kepada perusahaan sehingga nilai perusahaan juga akan

meningkat. Keadaan ini akan membuat perusahaan dapat bertahan dalam

menghadapi persaingan yang saat ini semakin ketat.

Penilaian kinerja keuangan perusahaan penting dilakukan baik oleh

manajemen, pemegang saham maupun pemerintah. Tujuan penilaian kinerja

keuangan perusahaan adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran

organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya,

agar memperoleh tindakan dan hasil yang diinginkan. Selain itu penilaian mengenai

kinerja keuangan perusahaan akan menjadi salah satu informasi yang sangat

mempengaruhi berinventasi.

Penilaian kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dengan beberapa

pendekatan rasio keuangan, baik likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, aktivitas

maupun rasio pasar. Salah satu rasio yang dinilai bisa memberikan informasi yang

paling baik adalah Tobin’s Q. Tobin’s Q digunakan sebagai ukuran penelitian pasar

(Klapper dan Love, 2002 dalam Darmawati, dkk. 2004). Nama Tobin’s Q berasal
3

dari James Tobin dari Yale University setelah dia memperoleh hadiah nobel. Morck,

et al. (1988) dan McConnell, et al. (1990) dalam Ndaruningputri (2005)

menggunakan Tobin’s Q sebagai pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan

alasan bahwa dengan Tobin’s Q, maka dapat diketahui nilai pasar perusahaan, yang

mencerminkan keuntungan masa depan perusahaan seperti laba saat ini.

Semakin besar nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki

prospek pertumbuhan yang baik dan memiliki intangible asset (aktiva tidak

berwujud) yang semakin besar. Hal ini bisa terjadi karena semakin besar nilai pasar

aset perusahaan, semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan

yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut. Brealey dan Myers (2000) dalam

Sukamulja (2004) menyebutkan bahwa perusahaan dengan nilai Tobin’s Q yang

tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan

perusahaan yang memiliki nilai Tobin’s Q yang rendah umumnya berada pada

industri yang sangat kompetitif atau industri yang mulai mengecil.

Obyek penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur. Pemilihan

perusahaan manufaktur adalah untuk menghindari perbedaan karakteristik antara

perusahaan manufaktur dan non-manufaktur, dan perusahaan manufaktur cukup

sensitif terhadap setiap perubahan kondisi. Selain itu jumlah perusahaan manufaktur

yang cukup besar sehingga motivasi untuk memperoleh sampel yang cukup dalam

penelitian dapat terpenuhi (Tarjo dan Hartono, 2003). Berikut ini deskriptif rata-rata

kinerja keuangan perusahaan manufaktur:


4

Tabel 1.1 Rata-Rata Penilaian Tobin’s Q pada Perusahaan Manufaktur


Tahun 2003-2006
Tahun Tobin’s Q
2003 0,95
2004 0,51
2005 0,61
2006 0,93
Sumber: data sekuder yang diolah, 2011 (Lampiran 1)

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui rata-rata kinerja keuangan

perusahaan manufaktur yang diukur dengan Tobin’s Q pada tahun 2005 mencapai

0,61. Pada tahun 2005 kinerja keuangan perusahaan cenderung menurun

dibandingkan pada tahun 2003 yang jauh lebih baik, dimana nilai Tobin’s Q

mendekati 1, artinya rasio pasar pada perusahaan manufaktur cenderung sangat baik

mencapai hingga 100%. Nilai Tobin’s Q pada tahun 2003-2006 kurang dari 1

menunjukkan bahwa perusahaan menghasilkan earning dengan tingkat return

dibawah dari harga perolehan aset-asetnya.

Hambatan-hambatan yang dihadapi perusahaan dalam menghasilkan laba yang

tinggi pada umumnya berkisar pada hal-hal yang sifatnya fundamental yaitu: (1)

Perlunya kemampuan perusahaan untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya

secara efektif dan efisien, yang mencakup seluruh bidang aktivitas (sumber daya

manusia, akuntansi, manajemen, pemasaran dan produksi), (2) Konsistensi terhadap

sistem pemisahan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga secara praktis

perusahaan mampu meminimalkan konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara

manajemen dan pemegang saham dan (3) Perlunya kemampuan perusahaan untuk

menciptakan kepercayaan pada penyandang dana ekstern, bahwa dana ekstern


5

tersebut digunakan secara tepat dan seefisien mungkin serta memastikan bahwa

manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan perusahaan.

Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, maka perusahaan perlu

memiliki suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, melalui penerapan good

corporate governance (GCG). Darmawati, dkk. (2004) menyatakan bahwa GCG

merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang

meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris,

para pemegang saham dan stakeholder lainnya. GCG juga dapat digunakan untuk

memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic manajemen.

Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut

dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk

menyelaraskan berbagai kepentingan tersebut. Perusahaan meyakini bahwa

implementasi GCG merupakan bentuk lain penegakan etika bisnis dan etika kerja

yang sudah lama menjadi komitmen perusahaan, dan implementasi GCG

berhubungan dengan peningkatan citra perusahaan. Perusahaan yang mempraktikkan

GCG akan mengalami perbaikan citra, dan peningkatan nilai perusahaan. Didalam

penelitian ini mekanisme GCG meliputi: kepemilikan institusional, kepemilikan

manajerial, komisaris independen dan komite audit.

Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan para

pemegang saham. Namun di sisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk

memaksimalkan kesejahteraan dirinya sendiri. Penyatuan kepentingan pihak-pihak

ini sering kali menimbulkan masalah yang disebut dengan masalah keagenan.
6

Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Sabrinna (2010), kepemilikan

institusional dan kepemilikan manajerial adalah dua mekanisme utama GCG yang

membantu mengendalikan masalah keagenan. Kepemilikan institusional merupakan

kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum,

institusi luar negeri, dana perwalian serta institusi lainnya pada akhir tahun (Shien, et

al. 2006 dalam Sabrinna, 2010). Menurut Wening (2009), kepemilikan institusional

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.

Adanya kepemilikan oleh investor institusional akan mendorong peningkatan

pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan

saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung

atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Semakin besar kepemilikan oleh

institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi

keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan

yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja keuangan

perusahaan juga akan meningkat.

Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh manajemen

perusahaan yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh

manajemen (Sujono dan Soebiantoro, 2007 dalam Sabrinna, 2010). Pendekatan

keagenan menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai sebuah instrumen

atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa klaim (claim holder)

terhadap perusahaan. Gunarsih (2001) menyatakan bahwa kepemilikan perusahaan

merupakan salah satu mekanisme yang dapat dipergunakan agar pengelola

melakukan aktivitas sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan. Kepemilikan


7

manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk mengatasi masalah keagenan yang

kedua. Manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga

merupakan keinginan dari para pemegang saham. Ross, et al. (1999) dalam Putri

(2006) menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan saham pada

perusahaan maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan

pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Kepemilikan saham

manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang

saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan

yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari

pengambilan keputusan yang salah.

Kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga tidak baik untuk perusahaan,

karena dapat menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti jika kepemilikan

manajerial tinggi, mereka memiliki posisi yang kuat untuk melakukan kontrol

terhadap perusahaan dan pihak pemegang saham eksternal akan mengalami kesulitan

untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini disebabkan tingginya hak voting

yang dimiliki manajer (Gunarsih, 2001). Sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh

negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Salah satu permasalahan dalam penerapan GCG adalah adanya CEO (Chief

Executive Officer) yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan

dewan komisaris. Fungsi dari dewan komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja

dari dewan direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut. Efektivitas dewan komisaris

dalam menyeimbangkan kekuatan CEO tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat

independensi dari dewan komisaris tersebut (Lorsch, 1989; Mizruchi, 1983; Zahra &
8

Pearce, 1989 dalam Wardhani, 2006). Konteks independensi ini menjadi semakin

kompleks dalam perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan.

Pfeffer & Salancik (1978) dalam Wardhani (2006) menyatakan bahwa dengan

semakin meningkatnya tekanan dari lingkungan perusahaan maka kebutuhan akan

dukungan dari luar juga semakin meningkat. Selain itu, Daily & Dalton (1994) dalam

Wardhani (2006) menyatakan bahwa apabila ada resistensi dari CEO untuk

menerapkan strategi yang agresif untuk mengatasi kinerja keuangan perusahaan yang

terus menurun, maka adanya direksi dari luar akan mendorong pengambilan

keputusan untuk melakukan perubahan. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan

bahwa semakin tinggi representasi dewan dalam (insider board) maka keterlibatan

direksi dalam pengambilan keputusan yang strategis akan semakin rendah (Judge &

Zeithaml, 1992 dalam Wardhani, 2006).

Fama dan Jensen (1983) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007), menyatakan

bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai

penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan

mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen.

Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi

monitoring agar tercipta perusahaan yang baik.

Kinerja keuangan perusahaan akan baik jika perusahaan mampu

mengendalikan perilaku para eksekutif puncak perusahaan untuk melindungi

kepentingan pemilik perusahaan (pemegang saham), salah satunya dengan

keberadaan komite audit. Komite audit diharapkan mampu mengawasi laporan

keuangan, mengawasi audit eksternal dan mengawasi sistem pengendalian internal


9

sesuai dengan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: 117/M-

MBU/2002. Karena pertanggung jawaban mereka untuk mengawasi internal kontrol

dan laporan keuangan, GCG memerintahkan bahwa komite audit harus memiliki

tingkat kompetensi dalam keuangan (BRC, 1999 dalam Purwati, 2006).

Mekanisme penerapan GCG diharapkan: Pertama, perusahaan mampu

meningkatkan kinerjanya melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang

lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta mampu

meningkatkan pelayanannya kepada stakeholder. Kedua, perusahaan lebih mudah

memperoleh dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan

corporate value. Ketiga, mampu meningkatkan kepercayaan investor untuk

menanamkan modalnya di Indonesia. Keempat, pemegang saham akan merasa puas

dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan

dividen.

Bukti penelitian empiris dalam Jurnal Ekonomi & Bisnis (2009) dalam Purba

(2011), menunjukkan bahwa pelaksanaan GCG mempengaruhi kinerja perusahaan,

antara lain: (1) Penelitian yang dilakukan oleh Ashbaugh, et al. (2004) terhadap 1500

perusahaan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang

melaksanakan GCG mengalami peningkatan peringkat kredit (firm credit rating)

yang signifikan. (2) Penelitian yang dilakukan oleh Alexakis, et al. (2006) terhadap

perusahaan-perusahaan yang listing di pasar modal Yunani menunjukkan bahwa,

perusahaan-perusahaan yang menerapkan GCG secara baik mengalami peningkatan

rata-rata return saham, dan mengalami penurunan risiko yang signifikan. (3)

Penelitian yang dilakukan oleh Firth, et al. (2002) terhadap perusahaan-perusahaan


10

yang listing di pasar modal Hongkong menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan

yang melaksanakan GCG mengalami peningkatan kinerja perusahaan (corporate

performance) yang signifikan. (4) Penelitian yang dilakukan oleh Cornett, et al.

(2006) terhadap perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam S&P 100, juga

menunjukkan hasil yang sama dimana perusahaan-perusahaan yang melaksanakan

GCG mengalami peningkatan kinerja keuangan perusahaan yang signifikan. (5)

Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Brown & Caylor (2004) di

Georgia, juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan GCG

mengalami peningkatan kinerja perusahaan (Corporate Performance) yang signifikan.

Rogers (2008) yang meneliti tentang Corporate governance and financial

performance of selected commercial banks in Uganda menyatakan bahwa semua

variabel bebas yaitu transparansi keuangan, pengungkapan dan kepercayaan

memiliki hubungan positif dengan kinerja keuangan di bank komersial di Uganda.

Sanda, et al. (2005) menemukan bukti empiris bahwa (1) Kepemilikan saham

secara signifikan negatif terkait dengan ROA, ROE, Rasio PE, dan Tobin’s Q (2)

Ukuran Dewan menunjukkan ada hubungan yang signifikan dengan ROA, ROE, dan

Rasio PE (3) Ukuran Dewan secara signifikan berhubungan positif dengan Tobin’s Q

(4) Kepemilikan Konsentrasi memiliki efek positif yang signifikan dalam semua

kecuali satu kasus, rasio PE (5) Direktur luar tidak menunjukkan hubungan

signifikan dengan kinerja perusahaan (6) Leverage yang memiliki pengaruh positif

yang signifikan pada kinerja perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Lastanti (2004) menemukan bukti empiris bahwa

terdapat hubungan positif signifikan antara independensi dewan komisaris dan


11

Tobin’s Q. Sementara variabel lain, struktur kepemilikan terkonsentrasi dan

kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan, baik terhadap Tobin’s

Q, ROA dan ROE.

Hastuti (2005) menyatakan bahwa tidak adanya korelasi tentang struktur

kepemilikan dengan kinerja keuangan perusahaan, tidak adanya korelasi tentang

akuntabilitas dengan kinerja keuangan perusahaan dan terdapat hubungan yang

signifikan tentang transparansi dengan kinerja keuangan perusahaan.

Hidayah (2008) melakukan penelitian dengan obyek perusahaan yang masuk 10

besar Corporate Governance Perception Index (CGPI) menunjukan tidak terdapat

hubungan signifikan antara implementasi good corporate governance terhadap

kinerja perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q.

Penelitian Darmawati, dkk. (2004) menemukan bahwa GCG mempengaruhi

kinerja operasi (ROE) tetapi secara statistik tidak mempengaruhi kinerja pasar

(Tobin’s Q). Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan bahwa struktur kepemilikan

manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan baik secara langsung maupun

melalui keputusan pendanaan, sedangkan struktur kepemilikan institusional tidak

berpengaruh terhadap keputusan keuangan maupun nilai perusahaan.

Mengacu pada hasil-hasil penelitian empiris yang telah dilakukan, tampak

bahwa bukti empiris tersebut menunjukkan betapa pentingnya penerapan GCG dalam

mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Dalam kaitan ini maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Penerapan Good Corporate

Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009)”.


12

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di muka, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen

dan komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur

dengan Tobin's Q?

2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh secara positif terhadap kinerja

keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q?

3. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh secara negatif terhadap kinerja

keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q?

4. Apakah komisaris independen secara positif berpengaruh terhadap kinerja

keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q?

5. Apakah komite audit berpengaruh secara positif terhadap kinerja keuangan

perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bukti empiris mengenai:

1. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,

komisaris independen dan komite audit terhadap kinerja keuangan perusahaan

yang diukur dengan Tobin's Q.

2. Untuk mengetahui pengaruh secara positif antara kepemilikan institusional

terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q.


13

3. Untuk mengetahui pengaruh secara negatif antara kepemilikan manajerial

terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q.

4. Untuk mengetahui pengaruh secara positif antara komisaris independen terhadap

kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q.

5. Untuk mengetahui pengaruh secara positif antara komite audit terhadap kinerja

keuangan perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Sebagai upaya untuk mendukung pengembangan ilmu akuntansi pada

umumnya, serta khususnya yang berkaitan mengenai pengaruh pelaksanaan GCG di

Indonesia, terutama pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan (Tobin’s Q).

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Manajemen Institusi

Sebagai saran dan masukan yang dapat dipergunakan bagi manajemen

institusi sebagai bahan dan referensi dalam rangka menetapkan kebijakan

maupun langkah strategis.

b. Bagi Investor

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang

bermanfaat untuk pengambilan keputusan investasi khususnya dalam menilai

kinerja suatu perusahaan.


14

c. Bagi Masyarakat Umum

Dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu dasar untuk

menilai tingkat kinerja keuangan perusahaan melalui laporan keuangan yang

dipublikasikan.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kinerja Keuangan

2.1.1 Tinjauan Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat

mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba (Sucipto,

2003:2). Kinerja keuangan perusahaan merupakan hal penting yang harus dicapai

oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja keuangan merupakan cerminan

dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya.

Kinerja keuangan perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam menjelaskan

operasionalnya (Payatma, 2001 dalam Sabrinna, 2010).

Menurut Hastuti (2005), kinerja keuangan perusahaan adalah hasil banyak

keputusan individual yang dibuat secara terus-menerus oleh manajemen. Oleh karena

itu dalam menilai kinerja keuangan perusahaan diperlukan analisis dampak keuangan

kumulatif dan ekonomi dari keputusan dan mempertimbangkannya dengan

menggunakan ukuran komparatif. Kinerja keuangan adalah salah satu faktor yang

menunjukkan efektivitas dan efisiensi suatu organisasi dalam pencapaian tujuan.

Efektivitas diukur melalui kemampuan manajemen untuk memilih suatu alat yang

tepat untuk mencapai tujuan. Efisien dapat diartikan sebagai perbandingan antara

masukan dan keluaran.

Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan merupakan salah satu

informasi yang dapat digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan karena

15
16

laporan keuangan ini mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya dalam

kurun waktu tertentu. Sucipto (2003) menyatakan bahwa laporan keuangan

merupakan data paling umum yang tersedia untuk menilai prestasi suatu perusahaan

dalam menghasilkan laba, walaupun seringkali tidak mewakili hasil dan kondisi

ekonomi. Menganalisis laporan keuangan perusahaan bertujuan untuk menilai atau

mengevaluasi suatu kinerja keuangan perusahaan dalam suatu periode akuntansi.

Penilaian kinerja keuangan adalah penentuan secara periodik efektivitas

operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran,

standar dan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja keuangan

perusahaan dapat dilihat dari segi analisis laporan keuangan dan dari segi perubahan

harga saham. Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam

mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah

ditetapkan sebelumnya agar memperoleh tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar

perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan

dalam anggaran.

Penilaian kinerja keuangan perusahaan menurut Sucipto (2003:2)

dimanfaatkan oleh manajer untuk hal-hal berikut:

1) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian

karyawan secara maksimal.

2) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan seperti

promosi, transfer dan pemberhentian.

3) Menyediakan kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk

menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.


17

4) Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka

menilai kinerja mereka.

5) Menyediakan suatu dasar bagi distribusi menilai kinerja mereka.

Menurut Munawir (2000) dalam Ermayanti (2009) secara umum tujuan

penilaian kinerja keuangan perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk

memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau

kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih.

b. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik

kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

c. Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, yaitu menunjukkan

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

d. Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan untuk

melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan

kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang-hutangnya

termasuk membayar kembali pokok hutangnya tepat pada waktunya serta

kemampuan membayar dividen secara teratur kepada para pemegang saham

tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.

Penilaian perusahaan khususnya kinerja memiliki beberapa tujuan. Perusahaan

yang akan melakukan merger memerlukan kegiatan penilaian untuk mengetahui

berapa nilai perusahaan dan nilai ekuitas dari masing-masing perusahaan. Jika

perusahaan bermasalah, penilaian kinerja bertujuan untuk mengimplementasikan


18

program pemulihan usaha atau restrukturisasi, untuk mengetahui apakah nilai usaha

lebih besar daripada nilai likuiditasnya. Perusahaan yang akan menjual sahamnya

pada umum atau bursa juga harus dinilai dengan penelitian yang wajar untuk

ditawarkan kepada masyarakat atau publik. Untuk memperoleh pendapatan wajar

atas penyertaan dalam suatu perusahaan, memperoleh pembelanjaan penetapan

besarnya pinjaman atau tambahan modal juga untuk keperluan divestasi.

Rasio keuangan merupakan alat utama untuk menganalisa keuangan. Ada dua

kelompok yang menganggap rasio keuangan berguna. Pertama, terdiri dari manajer

yang menggunakannya untuk mengukur dan melacak kinerja keuangan perusahaan

sepanjang waktu. Kedua, pengguna rasio keuangan mencakup para analis yang

merupakan pihak eksternal bagi perusahaan. Berikut ini adalah beberapa rasio

keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan (Ang,

1997) dalam Sabrinna (2010) adalah:

a) Rasio Likuiditas

Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya.

b) Rasio Aktivitas

Rasio yang menunjukkan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan secara

optimal, kemudian dengan cara membandingkan rasio aktivitas dengan standar

industri, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan dalam industri.

c) Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan

memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset maupun laba
19

bagi modal sendiri. Menurut Ang (1997), rasio profitabilitas dibagi menjadi

enam antara lain: Gross Profit Margin (GPM), Net Profit Margin (NPM),

Operating Return On Assets (OPROA), Return On Asset (ROA), Return On

Equity (ROE), Operating Ratio (OR).

d) Rasio Solvabilitas (Leverage)

Finansial leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk

membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti

menggunakan modal sendiri 100%.

e) Rasio Pasar

Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan yang diungkapkan dalam

basis per saham.

Swamidas, et al. (1987) dalam Sabrinna, (2010) menyimpulkan bahwa ukuran

kinerja yang cocok dan layak tergantung pada keadaan unik yang dihadapi peneliti.

Salah satu rasio yang dinilai bisa memberikan informasi yang paling baik adalah

Tobin’s Q. Tobin’s Q digunakan sebagai ukuran penelitian pasar (Klapper dan Love,

2002 dalam Darmawati, dkk. 2004). Nama Tobin’s Q berasal dari James Tobin dari

Yale University setelah dia memperoleh hadiah nobel. Morck, et al. (1988) dan

McConnell, et al. (1990) dalam Ndaruningputri (2005) menggunakan Tobin’s Q

sebagai pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan alasan bahwa dengan

Tobin’s Q maka dapat diketahui nilai pasar perusahaan, yang mencerminkan

keuntungan masa depan perusahaan seperti laba saat ini dibandingkan dengan rasio

lain seperti ROA yang hanya dapat melihat laba pada saat itu.
20

Menurut Sukamulja (2004) dalam Sabrinna (2010) rasio Tobin’s Q dapat

menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan, seperti misalnya

terjadinya perbedaan cross sectional dalam pengambilan keputusan investasi dan

diversifikasi (Claessesns dan Fan, 2003); hubungan antara kepemilikan saham

manajemen dan nilai perusahaan (Onwioduokit, 2002); hubungan antara kinerja

manajemen dengan keuntungan dengan akuisisi (Gompers, 2003) dan kebijakan

pendanaan, dividen, dan kompensasi (Imala, 2002).

Wernerfield, et al. (1988) dalam Sabrinna (2010) menyimpulkan bahwa

Tobin’s Q dapat digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan kinerja keuangan

perusahaan. Tobin’s Q diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Klapper

dan Love, 2002; Black, dkk. 2003 dalam Darmawati, dkk. 2004):

Tobin’s Q = (MVE + DEBT)/TA

dimana,

MVE : harga penutupan saham di akhir tahun buku x banyaknya saham biasa yang

beredar

DEBT : (utang lancar – aktiva lancar) + nilai buku sediaan + utang jangka panjang

TA : total aktiva

Semakin besar nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki

prospek pertumbuhan yang baik dan memiliki intangible asset (aktiva tidak

berwujud) yang semakin besar. Hal ini bisa terjadi karena semakin besar nilai pasar

aset perusahaan, semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan

yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut. Brealey dan Myers (2000) dalam

Sukamulja (2004) menyebutkan bahwa perusahaan dengan nilai Tobin’s Q yang


21

tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan

perusahaan yang memiliki nilai Tobin’s Q yang rendah umumnya berada pada

industri yang sangat kompetitif atau industri yang mulai mengecil.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan dapat dikelompokkan

menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor-faktor

tersebut ada yang berada dalam kendali pihak manajemen ada pula yang berada

diluar kendalinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan

perusahaan yaitu, Harjosoemarto (1994) dalam Andyisetyorini (2003):

1) Faktor internal

a) Manajemen personalis

Berkaitan dengan SDM agar dapat didayagunakan seoptimal mungkin untuk

mencapai tujuan perusahaan secara manusiawi.

b) Manajemen pemasaran

Berkaitan dengan program-program yang ditujukan untuk mencapai tujuan

perusahaan.

c) Manajemen produksi

Berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa yang dihasilkan

sesuai yang diharapkan.

d) Manajemen keuangan

Berkaitan dengan perencanaan, mencari dan memanfaatkan dana untuk

memaksimalkan efisiensi perusahaan.


22

2) Faktor eksternal

a) Kondisi perekonomian

Kondisi yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, keadaan dan stabilitas

politik ekonomi, sosial dan lain-lain.

b) Kondisi industri

Meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan dan lain-lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan menurut

Hastuti (2005), antara lain sebagai berikut:

1. Terkonsentrasi atau tidak terkonsentrasinya kepemilikan

Kepemilikan yang banyak terkonsentrasi oleh institusi akan memudahkan

pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan, pengendalian

sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan.

2. Manipulasi laba

Manipulasi laba merupakan upaya manajemen untuk mengubah laporan

keuangan yang bertujuan menyesatkan pemegang saham yang ingin mengetahui

kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang

mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkannya (Healey dan Wahlen,

1998 ; Du Charme, et al. 2000). Manipulasi yang dikenal dengan istilah earnings

management ini dilakukan melalui penurunan laba (income decreasing),

pemerataan laba (income smooting) dan penaikan laba (income increasing).


23

3. Pengungungkapan laporan keuangan (Disclosure)

Disclosure sebagai salah satu aspek Good Corporate Governance diharapkan

dapat menjadi dasar untuk melihat baik tidaknya kinerja perusahaan. Hal ini

kontradiktif dengan perilaku oportunitis.

Sedangkan penelitian sebelumnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja keuangan adalah penelitian yang dilakukan oleh Midiastuty dan Machfoedz

(2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan

(Tobin’s Q) dipengaruhi oleh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan

ukuran dewan direksi.

2.2 Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) muncul karena terjadi pemisahan antara

kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau sering kali dikenal dengan istilah

masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik

modal (principal) dengan manajer (agent) adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam

memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan

pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return.

GCG diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik

dan manajer. GCG merupakan tata kelola perusahaan yang baik, yang menjelaskan

hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah

kinerja keuangan perusahaan.

Beberapa konsep tentang GCG antara lain yang dikemukakan oleh Forum for

corporate governance in Indonesia (FCGI), 2003 dalam publikasi pertamanya


24

mengunakan definisi Cadbury Comitee untuk mendefinisikan GCG sebagai

seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham,

pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan

internal dan eksternal lainnya sehubungan hak-hak dan kewajiban mereka, atau

dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Pengertian lain menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara

Nomor KEP-117/M-MBU/2002, definisi dari GCG adalah suatu proses dari struktur

yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan

akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka

panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan

peraturan perundang-undangan nilai-nilai etika.

Shleifer and Vishny (1997) dalam Hastuti (2005) yang menyatakan GCG

berkaitan dengan cara atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam

memperoleh return yang sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Iskandar, dkk.

(1999) dalam Hastuti (2005) menyatakan bahwa GCG merujuk pada kerangka aturan

dan peraturan yang memungkinkan stakeholder untuk membuat perusahaan

memaksimalkan nilai dan untuk memperoleh return. Selain itu GCG merupakan alat

untuk menjamin direksi dan manajer agar bertindak yang terbaik bagi kepentingan

investor (Prowson, 1998 dalam Hastuti, 2005).

Adanya pemisahan kepemilikan oleh prinsipal dengan pengendalian oleh agen

dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara

prinsipal dengan agen. Jansen dan Meckling (1976), Watts dan Zimmerman (1986)

dalam Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa laporan keuangan yang
25

dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik

diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan yang dilaporkan oleh

agen sebagai pertanggung jawaban kinerjanya, dengan itu prinsipal dapat menilai,

mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk

meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan kompensasi kepada agen.

Kaen (2003) dalam Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan GCG pada

dasarnya menyangkut masalah siapa yang seharusnya mengendalikan jalannya

kegiatan korporasi dan mengapa harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya

kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan ”siapa” adalah para pemegang saham,

sedangkan “mengapa” adalah karena adanya hubungan antara pemegang saham

dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.

Definisi lain yang diungkapkan oleh Arifin (2005) menjelaskan bahwa

Corporate Governance merupakan upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang

berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanya secara baik sesuai

dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Ada dua hal yang ditekankan dalam

konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi

dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan

untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan

transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan

stakeholder.

Di Negara Indonesia, Code Of Good Corporate Governance yang diterbitkan

oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) terdapat 5 prinsip yang harus

dilakukan oleh setiap perusahaan, yaitu:


26

1) Transparency (Transparansi)

Untuk mewujudkan dan mempertahankan objektivitas dalam praktek bisnis,

perusahaan harus menyediakan informasi yang relevan dan material yang mudah

diakses dan mudah dipahami bagi stakeholder. Perusahaan harus mempunyai

inisiatif untuk mengungkapkan informasi tidak hanya yang diwajibkan oleh

hukum dan regulasi, tetapi juga informasi lain yang dianggap penting bagi

pemegang saham, kreditur dan stakeholder lain untuk pembuatan keputusan.

2) Accountability (Akuntabilitas)

Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya dengan wajar

dan transparan. Jadi, perusahaan harus mengatur cara agar kepentingan

perusahaan sejalan dengan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain.

Akuntabilitas adalah salah satu prasyarat untuk memperoleh kinerja

berkelanjutan.

3) Responsibility (Tanggung Jawab)

Perusahaan harus mematuhi hukum dan aturan dan memenuhi tanggung jawab

kepada komunitas dan lingkungan dengan tujuan mempertahankan kelangsungan

bisnis jangka panjang dan dikenal sebagai perusahaan yang baik.

4) Independensi (Kemandirian)

Untuk mendukung implementasi prinsip-prinsip GCG, perusahaan harus diatur

secara independen oleh kekuasaan yang seimbang, dimana tidak ada salah satu

organ perusahaan yang mendominasi organ lain dan tidak ada intervensi dari

pihak lain.
27

5) Fairness (Kewajaran)

Dalam melakukan aktivitasnya, perusahaan harus mengutamakan kepentingan

pemegang saham dan stakeholder lain berdasarkan prinsip kewajaran.

Menurut Organization For Economic Co-operation and Development (OECD)

menguraikan 4 prinsip dalam GCG, yaitu:

1) Fairness (Keadilan)

Fairness menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-

hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin

terlaksananya komitmen dengan para investor. Prinsip fairness diharapkan untuk

membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan hati-hati sehingga

terdapat perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham secara jujur dan

adil. Penegakan prinsip fairness mensyaratkan adanya peraturan perundang-

undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta

efektif.

2) Transparency (Transparansi)

Transparency mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu,

jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan,

pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan. Prinsip transparency

diharapkan dapat membantu stakeholder dalam menilai risiko yang mungkin

terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan serta meminimalisasi

adanya benturan kepentingan berbagai pihak dalam manajemen.


28

3) Accountability (Akuntabilitas)

Prinsip accountability menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung

usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang

saham, sebagaimana yang diawasi oleh dewan komisaris. Beberapa bentuk

implementasi dari prinsip accountability adalah adanya praktek audit internal

yang efektif serta menjelaskan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung

jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan target pencapaian perusahaan di

masa depan. Apabila prinsip accountability diterapkan secara efektif maka ada

kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab para pemegang

saham, dewan komisaris serta direksi.

4) Responsibility (Tanggung Jawab)

Responsibility memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku

sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial. Penerapan prinsip ini diharapkan

membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya sering

kali menghasilkan eksternalitas (dampak di luar perusahaan) negatif yang harus

ditanggung masyarakat.

Jika prinsip-prinsip GCG di atas dapat dilaksanakan secara sungguh-sungguh,

dapat diartikan perusahaan akan memiliki landasan kokoh dalam menjalankan

bisnisnya.

Manfaat mekanisme GCG antara lain:

1) Mengurangi agency cost yang merupakan biaya yang harus ditanggung

pemegang saham karena penyalahgunaan wewenang sebagai akibat

pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.


29

2) Mengurangi biaya modal (cost of capital) sebagai dampak dari menurunnya

tingkat bunga atas dana dan sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan seiring

dengan turunnya tingkat risiko perusahaan.

3) Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan tersebut

terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh

perusahaan.

Listyorini (2001) dalam Sabrinna (2010) menyebutkan manfaat penerapan

GCG adalah:

1) Meningkatkan efisiensi produktivitas

Hal ini dikarenakan seluruh individu dalam perusahaan memiliki komitmen

untuk memajukan perusahaan. Semua individu di perusahaan pada setiap level

dan departemen akan berusaha menyumbang segenap kemampuannya untuk

kepentingan perusahaan dan bukan atas dasar mencari keuntungan secara pribadi

atau kelompok. Dengan demikian tidak terjadi pemborosan yang diakibatkan

penggunaan sumber daya perusahaan yang dipergunakan untuk kepentingan

pihak-pihak tertentu yang tidak sejalan dengan kepentingan perusahaan.

2) Meningkatkan kepercayaan publik

Publik dalam hal ini dapat berupa mitra baik sebagai investor, pemasok,

pelanggan, kreditur, pemerintah maupun konsumen akhir. Bagi investor dan

kreditur penerapan GCG adalah suatu hal yang dijadikan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pelepasan dana investasi maupun

kreditnya. Jadi kreditor dan investor akan merasa lebih aman karena perusahaan
30

dijalankan dengan prinsip yang mengutamakan kepentingan semua pihak dan

bukan hanya pihak tertentu saja.

3) Menjaga kelangsungan hidup perusahaan

4) Dapat mengukur target kinerja keuangan perusahaan

Dalam hal ini manajemen lebih terarah dalam mencapai sasaran-sasaran

manajemen dan tidak disibukkan untuk hal-hal yang bukan menjadi sasaran

pencapaian kinerja manajemen. Pada penelitian ini, mekanisme GCG antara lain

struktur kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris

independen dan komite audit.

2.2.1 Kepemilikan Institusional

Struktur kepemilikan merupakan jenis institusi atau perusahaan yang

memegang saham terbesar dalam suatu perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006).

Struktur kepemilikan dapat berupa investor individual, pemerintah, dan institusi

swasta. Secara spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh

institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan dan individual domestik.

Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor

perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya.

Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi

jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja keuangan

perusahaan. Menurut Itturiaga dan Sanz (2000) dalam Sabrinna (2010), struktur

kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan

(agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan (asymmetric information

approach). Menurut pendekatan keagenan, struktur kepemilikan merupakan suatu


31

mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang

saham. Sedangkan pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme

struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan

informasi antara insider dan outsider melalui pengungkapan informasi di dalam

pasar modal. Jensen dan Meckling (1976) dalam Sabrinna (2010) menyatakan bahwa

kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme GCG

yang dapat mengendalikan masalah keagenan.

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah,

institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian

serta institusi lainnya pada akhir tahun (Shien, et al. 2006 dalam Sabrinna, 2010).

Kepemilikan institusional menurut Tarjo (2008) merupakan saham perusahaan yang

dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi

dan kepemilikan institusi lain) yang memiliki kepemilikan saham diatas 5%.

Menurut Rachmawati dan Triatmoko (2007) pengukuran kepemilikan institusional

adalah sebagai berikut:

Menurut Wening (2009), kepemilikan institusional merupakan salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Adanya kepemilikan

oleh investor institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih

optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu

sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap

kinerja manajemen.
32

Brous dan Kini (1994) dalam Sabrinna (2010) menyatakan bahwa ketatnya

pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat tergantung pada

besarnya investasi yang dilakukan. Bathala, et al. (1994) dalam Sabrinna (2010) juga

menemukan bahwa kepemilikan institusional menggantikan kepemilikan manajerial

dalam mengontrol agency cost. Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan

maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk

mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar

untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja keuangan perusahaan juga

akan meningkat.

Keberadaan investor institusional dapat menunjukkan mekanisme GCG yang

kuat yang dapat digunakan untuk memonitor manajemen perusahaan. Pengaruh

investor institusional terhadap manajemen perusahaan dapat menjadi sangat penting

serta dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan para

pemegang saham (Solomon, 2004 dalam Sabrinna, 2010). Menurut Boediono dalam

Ujiyanto dan Pramuka (2007), kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk

mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga

dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh

institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak

menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen.

2.2.2 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak

manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang di kelola (Boediono, 2005).

Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan


33

yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen (Sujono

dan Soebiantoro, 2007 dalam Sabrinna, 2010).

Kepemilikan manajerial dapat diartikan sebagai pemegang saham dari pihak

manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan

(direktur dan komisaris). Menurut Wahyudi dan Prawestri (2006) pengukuran

kepemilikan manajerial adalah sebagai berikut:

Gunarsih (2001) menyatakan bahwa kepemilikan perusahaan merupakan salah

satu mekanisme yang dapat dipergunakan agar pengelola melakukan aktivitas sesuai

dengan kepentingan pemilik perusahaan. Meningkatkan kepemilikan manajerial

dapat digunakan sebagai cara untuk mengatasi masalah keagenan. Manajer akan

termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga merupakan keinginan dari para

pemegang saham. Ross, et al. (1999) dalam Putri (2006) menyatakan bahwa semakin

besar proporsi kepemilikan saham pada perusahaan maka manajemen cenderung

berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah

dirinya sendiri. Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan

kepentingan antara manajer dan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan

secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung

kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

Kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga dapat berdampak buruk

terhadap perusahaan karena dapat menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti

jika kepemilikan manajerial tinggi, mereka memiliki posisi yang kuat untuk

melakukan kontrol terhadap perusahaan dan pihak pemegang saham eksternal akan
34

mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini disebabkan

tingginya hak voting yang dimiliki manajer (Gunarsih, 2001). Sehingga

dikhawatirkan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Teori akuntansi menyebutkan bahwa kinerja keuangan perusahaan sangat ditentukan

oleh motivasi manajer perusahaan. Seperti manajer yang juga sekaligus sebagai

pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut

akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, sebab kepemilikan seorang

manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap

metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang dikelola. Kualitas laba yang

dilaporkan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham manajerial. Hal ini terjadi

karena tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan kepemilikan

manajerial yang tinggi akan memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba yang

dilaporkan, yang sebenarnya tidak mencerminkan keadaan ekonomi dari perusahaan

yang bersangkutan. Hal tersebut terjadi karena manajer ikut merasakan secara

langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian

sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

Morck, Shleifer dan Vishny (1997) dalam Siallagan dan Machfoedz (2006)

menemukan bahwa pada level 0-5% terdapat hubungan non linier antara kepemilikan

manajerial dengan kinerja keuangan perusahaan, berhubungan negatif pada level 5-

25%, berhubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan

pada level 25-50% dan berhubungan negatif pada level > 50%.
35

2.2.3 Komisaris Independen

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki

hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga

dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham

pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk

bertindak independen. Komite Nasional Kebijakan Governance, (2006) menyatakan

bahwa komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi

dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham

pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat

mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak semata-mata demi kepentingan

perusahaan.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), 2003 menyatakan

bahwa peran komisaris independen diharapkan mampu mendorong diterapkannya

prinsip dan praktek GCG pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia, termasuk

BUMN. Komisaris independen dalam penelitian ini diukur dengan membagi jumlah

dewan komisaris independen dengan jumlah total dewan komisaris (Lai, 2005 dalam

Andayani, 2010).

Keberadaan komisaris independen di Indonesia telah diatur dalam Surat

keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor: Kep-315/BEJ/06-2000

perihal Peraturan No I-A, tentang Pencatatan Saham dan Efek bersifat Ekuitas selain

saham yang diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat pada butir mengenai ketentuan

tentang komisaris independen. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa dalam


36

rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate

governance), perusahaan yang tercatat di BEJ wajib memiliki komisaris independen

yang jumlah proporsionalnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh

bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen

sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.

Menurut ketentuan Surat Edaran Bapepam Nomor: SE03/PM/2000 dan

Peraturan Pencatatan Efek Nomor: 339/BEJ/07-2001 tgl 21 Juli 2001, perusahaan

publik yang tercatat di bursa wajib memiliki beberapa anggota dewan komisaris yang

memenuhi kualifikasi sebagai komisaris independen. Penelitian Besley (1996) dalam

Rachmawati dan Triatmoko (2007) menyimpulkan bahwa komposisi dewan

komisaris dari luar lebih dapat untuk mengurangi kecurangan pelaporan keuangan.

Komposisi individu yang bekerja sebagai anggota dewan komisaris merupakan hal

yang penting dalam memonitor aktivitas manajemen secara efektif. Dewan komisaris

yang berasal dari luar perusahaan akan dipandang lebih baik, karena pihak luar

perusahaan akan menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan dengan

lebih objektif dibanding perusahaan yang memiliki susunan dewan komisaris yang

hanya berasal dari dalam perusahaan.

Sebagai seorang profesional, komisaris independen harus memiliki

kompetensi pribadi, yaitu: memiliki integritas dan kejujuran yang tidak pernah

diragukan, memahami seluk beluk pengelolaan bisnis dan keuangan perusahaan,

memahami dan mampu membaca laporan keuangan perusahaan dan implikasinya

terhadap strategi bisnis, memahami seluk beluk industri yang digeluti perusahaan,

memiliki kepekaan terhadap perkembangan lingkungan yang dapat mempengaruhi


37

bisnis perusahaan, memiliki wawasan luas dan kemampuan berpikir strategis,

memiliki karakter sebagai pemimpin yang profesional, memiliki kemampuan

berkomunikasi serta kemampuan untuk mempengaruhi dan bekerja sama dengan

orang lain, memiliki komitmen dan konsisten dalam melakukan profesinya sebagai

komisaris independen, serta memiliki kemampuan untuk berpikir objektif dan

independen secara profesional (FCGI, 2003).

Kriteria komisaris independen menurut FCGI (2003) adalah sebagai berikut:

1. Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen.

2. Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau

seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung

atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan.

3. Komisaris independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan

dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya

dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya

sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu.

4. Komisaris independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau

perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut.

5. Komisaris independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang

signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu

kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak

langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut.


38

6. Komisaris independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau

perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan

tersebut.

7. Komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun

atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai

campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang

komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan.

Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris independen menurut keputusan

direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-305/BEJ/07-2004 Jakarta tanggal 19 Juli

2004, yaitu sebagai berikut:

a. Jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan

komisaris.

b. Komisaris independen tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak

langsung pada emiten atau perusahaan publik.

c. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau

pemegang saham mayoritas atau pemegang saham utama dari perusahaan tercatat

yang bersangkutan.

d. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau

komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan.

e. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan

lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan atau

hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan

kegiatan usaha perusahaan tercatat.


39

f. Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.

g. Komisaris independen harus mengerti peraturan perudang-undangan di bidang

pasar modal.

h. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas

yang bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum pemegang Saham

(RUPS).

Komisaris independen memikul tanggung jawab untuk mendorong secara

proaktif agar komisaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas dan

penasehat direksi dapat memastikan bahwa: (1) perusahaan memiliki strategi bisnis

yang efektif (termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas

strategi tersebut), (2) memastikan perusahaan memiliki eksekutif dan manajer yang

profesional, (3) memastikan perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian,

dan sistem audit yang bekerja dengan baik, (4) memastikan perusahaan mematuhi

hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan

perusahaan dalam menjalankan operasinya, (5) memastikan risiko dan potensi krisis

selalu diidentifikasi dan dikelola dengan baik serta (6) memastikan prinsip-prinsip

dan praktek GCG dipatuhi dan diterapkan dengan baik (FCGI, 2003).

Komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala

kebijakan yang dibuat direksi, karena komisaris independen memiliki peranan

penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta

memastikan bahwa para manajer benar-benar meningkatkan kinerja keuangan

perusahaan sebagai bagian daripada pencapaian tujuan perusahaan. Komisaris

independen diharapkan mampu mendorong dan menciptakan iklim yang lebih


40

objektif, dan menempatkan kesetaraan (fairness) sebagai prinsip utama dalam

memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya.

Komisaris independen memiliki peranan menjamin pelaksanaan strategi

perusahaan, mengawasi manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan, serta

terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya komisaris independen merupakan suatu

mekanisme independen untuk mengawasi dan memberikan petunjuk dan arahan pada

pengelola perusahaan.

2.2.4 Komite Audit

Menurut Tugiman (1995) dalam Novi (2010), pengertian komite audit adalah

sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan

pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota

dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggung jawab untuk membantu auditor

dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.

Dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002, menyatakan

bahwa pengertian komite audit adalah suatu badan yang berada dibawah komisaris

yang sekurang-kurangnya minimal satu orang anggota komisaris, dan dua orang ahli

yang bukan merupakan pegawai BUMN yang bersangkutan yang bersifat mandiri

baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun pelaporannya dan bertanggung jawab

langsung kepada komisaris atau dewan pengawas. Hal tersebut senada dengan

keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003 yang menyatakan bahwa

komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka

membantu melaksanakan tugas dan fungsinya.


41

Komite audit merupakan organ yang dibentuk oleh dewan komisaris / dewan

pengawas, yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu komisaris dalam

melaksanakan tugasnya. Komite audit biasanya terdiri dari dua hingga tiga orang

anggota yang dipimpin oleh seorang komisaris independen. Seperti komite pada

umumnya, komite audit yang beranggotakan sedikit cenderung dapat bertindak lebih

efisien. Akan tetapi, komite audit beranggota terlalu sedikit juga menyimpan

kelemahan yakni minimnya ragam pengalaman anggota. Sedapat mungkin anggota

komite audit memiliki pemahaman memadai tentang pembuatan laporan keuangan

dan prinsip-prinsip pengawasan internal. Dalam penelitian ini komite audit diukur

dengan jumlah anggota komite audit yang ada dalam perusahaan sampel.

Keberadaan komite audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor:

SE/03-PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan keputusan Menteri BUMN Nomor:

Kep-103/MBU/2002 (bagi BUMN) komite audit sedikitnya terdiri dari tiga orang,

diketuai oleh seorang komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal

yang independen serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan

keuangan.

Menurut Sarbanes-Oxley act yang dikutip Sutojo dan Aldridge (2005) dalam

Novi (2010) jumlah anggota komite audit perusahaan mengharuskan bahwa: “komite

audit harus beranggotakan lima orang, diangkat untuk masa jabatan lima tahun.

Mereka harus memiliki pengetahuan dasar tentang manajemen keuangan. Dua

diantara lima orang anggota tersebut pernah menjadi akuntan publik. Tiga orang

anggota yang lain bukan akuntan publik. Ketua komite audit dipegang oleh salah

seorang anggota komite akuntan publik, dengan syarat selama lima tahun terakhir
42

mereka tidak berprofesi sebagai akuntan publik. Ketua dan anggota Komite Audit

tidak diperkenankan menerima penghasilan dari perusahaan akuntan publik kecuali

uang pensiun”.

Undang-Undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, dan

keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003 menyatakan:

1. BUMN maupun emiten atau perusahaan publik wajib membentuk komite audit

yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu komisaris dan dewan

pengawas.

2. Komite audit dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada

komisaris dan dewan pengawas.

3. Komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen

dan sekurang-kurangnya dua orang lainnya berasal dari luar perusahaan.

Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite

audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu

komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen. Independensi komite

audit tidak dapat dipisahkan moralitas yang melandasi integeritasnya. Hal ini perlu

disadari karena komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham

dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah

pengendalian.

FCGI mengemukakan bahwa komite audit mempunyai tujuan membantu

dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawab dalam memberikan pengawasan

secara menyeluruh. Menurut keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor:

Kep-117/M-MBU/2002 menjelaskan bahwa tujuan komite audit adalah membantu


43

dewan komisaris atau dewan pengawas dalam memastikan efektivitas sistem

pengendalian intern dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal.

Surya dan Yustiavandana (2006) menyatakan tanggung jawab komite audit

pada umumnya pada tiga bidang, yaitu:

1. Laporan Keuangan (Financial Reporting)

Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat

manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi

keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.

2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)

Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah

dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika,

melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan

kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.

3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)

Komite audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan termasuk

didalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian

intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.

Sedangkan manfaat komite audit dikemukakan oleh Tugiman (1995) dalam

Novi (2010), adalah:

1. Dewan komisaris dan direksi akan banyak terbantu dalam pengelolaan

perusahaan.

2. Bagi eksternal auditor adalah keberadaan komite audit sangat diperlukan sebagai

forum atau media komunikasi dengan perusahaan, sehingga diharapkan semua


44

aktivitas dan kegiatan eksternal auditor dalam hal ini akan mengadakan

pemeriksaan, disamping secara langsung kepada objek pemeriksaan juga dibantu

dengan mengadakan konsultasi dengan komite audit.

Komite audit mempunyai wewenang untuk menjalankan tugas-tugasnya

seperti yang diutarakan oleh Barol (2004) dalam Novi (2010), yaitu: “Mengaudit

kegiatan manajemen perusahaan dan auditor (intern dan ekstern). Mereka yang

berwenang meminta informasi tambahan dan memperoleh penjelasan dari

manajemen dan karyawan yang bersangkutan. Komite Audit juga mengevaluasi

seberapa jauh peraturan telah mematuhi standar dan prinsip akuntansi yang diterima

di Australia”.

Menurut Surya dan Yustiavandana (2006), wewenang komite audit yaitu:

1. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya.

2. Mencari Informasi yang relevan dari setiap karyawan.

3. Mengusahakan saran hukum dan profesional lainnya yang independen apabila

dipandang perlu.

Kewenangan komite audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu

dewan komisaris sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas

rekomendasi kepada dewan komisaris) kecuali untuk hal spesifik yang telah

memperoleh hak kuasa eksplisit dari dewan komisaris misalnya mengevaluasi dan

menentukan komposisi auditor eksternal dan memimpin satu investigasi khusus.

Selain itu keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003 menyatakan bahwa

komite audit memiliki wewenang mengakses secara penuh, bebas dan tak terbatas
45

terhadap catatan, karyawan, dana, aset, serta sumber daya perusahaan dalam rangka

tugasnya serta berwenang untuk bekerjasama dengan auditor internal.

Komite audit yang dibentuk dalam perusahaan sebagai sebuah komite khusus

diharapkan juga dapat mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya

dilakukan oleh dewan komisaris. Kebutuhan akan komite audit disebabkan oleh

belum memadainya peranan pengawasan dan akuntabilitas dewan komisaris

perusahaan. Pemilihan anggota dewan komisaris yang berdasarkan kedudukan dan

kekerabatan menyebabkan mekanisme check and balance terhadap direksi tidak

berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, komite audit timbul untuk

memenuhi tuntutan tersebut.

Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada dewan komisaris

terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan

komisaris, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris, dan

melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris. Selain

itu, menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: 117/M-

MBU/2002 komite audit juga diharapkan mampu melakukan pengawasan terhadap

laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian

internal. Dengan adanya laporan keuangan yang baik maka akan meningkatkan

kinerja keuangan perusahaan.

2.3 Teori Keagenan

Pemahaman masalah kepemilikan perusahaan (ownership) harus didasari oleh

teori keagenan (agency theory). Teori ini membahas tentang adanya pemisahan
46

antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) dalam

Darmawati, dkk. (2004) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah

kontrak antara pemilik (principal) dengan manajer (agent). Terjadinya konflik

kepentingan antara prinsipal dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak

sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency

cost). Selain itu agen memiliki informasi yang lebih banyak daripada prinsipal

tentang keadaan perusahaan. Situasi ini menimbulkan peluang bagi manajemen

untuk berbuat curang. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk

mengoptimalkan keuntungan para prinsipal dengan memperoleh kompensasi sesuai

dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam

perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau

mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Irfan, 2002).

Agency problem secara garis besar dapat terjadi ketika manajer membuat

sebuah keputusan yang tidak konsisten dengan tujuan umum dari sebuah perusahaan

yaitu memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini dikarenakan manajer

ingin mementingkan dirinya sendiri. Eisenhardt (1989) dalam Ujiyanto dan Pramuka

(2007) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori

agensi yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest),

(2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang

(bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk adverse).

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia

kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, yaitu


47

mengutamakan kepentingan pribadinya (Wibisono, 2004 dalam Ujiyanto dan

Pramuka, 2007).

Agency cost merupakan pengeluaran waktu dan uang yang dilakukan oleh

perusahaan untuk mengurangi masalah keagenan. Menurut Jensen dan Meckling

(1976) dalam Darmawati, dkk. (2004), agency cost merupakan penjumlahan: (1)

pengeluaran monitoring oleh prinsipal, (2) pengeluaran “bonding” oleh agen, dan (3)

kerugian residual. Semakin besar perusahaan, semakin besar pula agency cost-nya

karena meningkatnya kebutuhan monitoring dalam perusahaan besar. Namun,

agency cost dapat dikurangi dengan meningkatkan level kepemilikan manajemen

supaya mengurangi biaya monitoring. Agency cost yang lebih rendah diasosiasikan

dengan nilai perusahaan yang semakin tinggi.

Alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu melalui mekanisme

pengendalian internal dan mekanisme pengendalian eksternal atau pengendalian

pasar. Mekanisme pengendalian internal didesain untuk menyamakan kepentingan

antara manajer dengan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976)

dalam Darmawati, dkk. (2004) ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengurangi

agency cost yaitu: pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan

oleh manajemen karena dengan hal itu manajer merasakan langsung manfaat dari

keputusan yang diambil. Kedua dengan meningkatkan divident pay-out ratio, dengan

demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow. Ketiga dengan meningkatkan

pendanaan dengan hutang, keempat melalui institusional investor sebagai monitoring

agents.
48

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai penerapan GCG terhadap kinerja keuangan perusahaan

adalah sebagai berikut:

1. Lastanti (2004) meneliti hubungan antara struktur corporate governance dengan

kinerja dan reaksi pasar. Dalam penelitian tersebut digunakan struktur corporate

governance berupa komposisi dewan komisaris independen, struktur kepemilikan

terkonsentrasi dan kepemilikan institusional. Sedangkan kinerja perusahaan

diproksi oleh nilai perusahaan (Tobin’s Q) dan kinerja keuangan (ROA & ROE).

Hasil penelitian menyatakan terdapat hubungan positif signifikan antara

independensi dewan komisaris dan Tobin’s Q. Sementara variabel lain tidak

berpengaruh secara signifikan, baik terhadap Tobin’s Q, ROA dan ROE.

2. Hastuti (2005) menguji tentang corporate governance dan struktur kepemilikan

terhadap kinerja keuangan. Variabel corporate governance yang digunakan

adalah transparency dan accountability. Hasil dari penelitian ini adalah tidak

adanya korelasi tentang struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan, tidak

adanya korelasi tentang akuntabilitas dengan kinerja perusahaan dan terdapat

hubungan yang signifikan tentang transparansi dengan kinerja perusahaan.

3. Darmawati, dkk. (2004) menggunakan indeks CGPI tahun 2001 dan 2002 dalam

penelitiannya yang menguji pengaruh corporate governance terhadap kinerja

perusahaan. Kinerja diukur dengan menggunakan dua pengukuran yaitu kinerja

operasi yang diukur dengan menggunakan proksi Return On Equity (ROE) dan

kinerja pasar yang diukur menggunakan proksi Tobin’s Q dengan menggunakan

variabel kontrol yaitu komposisi aktiva, growth opportunity dan ukuran


49

perusahaan. Darmawati, dkk. (2004) menemukan bahwa corporate governance

mempengaruhi kinerja operasi (ROE) tetapi secara statistik tidak mempengaruhi

kinerja pasar (Tobin’s Q).

4. Wahyudi dan Pawestri (2006) yang menguji tentang implikasi struktur

kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan

dengan keputusan keuangan sebagai variabel intervening menggunakan sampel

sebanyak 168 perusahaan yang terdaftar di BEI. Variabel intervening merupakan

variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen

dan variabel dependen, tetapi tidak dapat diamati atau diukur. Hasil dari

penelitian tersebut yaitu bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh

terhadap nilai perusahaan baik secara langsung maupun melalui keputusan

pendanaan, sedangkan struktur kepemilikan institusional tidak berpengaruh

terhadap keputusan keuangan maupun nilai perusahaan.

5. Ujiyantho dan Pramuka (2007) meneliti tentang mekanisme corporate

governance, manajemen laba dan kinerja keuangan (studi pada perusahaan go

public sektor manufaktur). Menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak

berpengaruh terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial berpengaruh

negatif signifikan terhadap manajemen laba, proporsi dewan komisaris

independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, jumlah

dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba,

dan manajemen laba tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

keuangan.
50

6. Kusumawati dan Riyanto (2005) yang meneliti tentang Corporate Governance

dan Kinerja: Analisis Pengaruh Compliance reporting dan struktur dewan

terhadap kinerja. Kinerja diukur dengan menggunakan proksi Tobin’s Q, dan

variabel corporate governance yang digunakan adalah komite audit, komposisi

komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial. Hasil

dari penelitian tersebut yaitu bahwa komite audit dan komposisi komisaris

independen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan

institusional dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kualitas laba

tapi berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

7. Siallagan dan Machfoedz (2006) menyimpulkan bahwa (1) Mekanisme corporate

governance mempengaruhi kualitas laba. Mekanisme tersebut terdiri dari:

pertama, kepemilikan manajerial secara positif berpengaruh terhadap kualitas

laba. Kedua, dewan komisaris secara negatif berpengaruh terhadap kualitas laba.

Hasil ini tidak sesuai dengan harapan yang menyatakan bahwa discretionary

accrual memiliki hubungan yang negatif dengan dewan komisaris. Ketiga,

Komite audit secara positif berpengaruh terhadap kualitas laba. (2) Kualitas laba

secara positif berpengaruh terhadap nilai perusahaan. (3) Mekanisme corporate

governance secara statistik berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Mekanisme

corporate governance yang terdiri dari: a) kepemilikan manajerial secara negatif

berpengaruh terhadap nilai perusahaan, b) dewan komisaris secara positif

berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dan c) komite audit secara positif

berpengaruh terhadap nilai perusahaan. (4) Kualitas laba bukan merupakan


51

variabel pemediasi (intervening variable) pada hubungan antara mekanisme

corporate governance dan nilai perusahaan.

8. Permanasari (2010) menyatakan bahwa variabel corporate social responsibility

berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan variabel kepemilikan

manajerial dan kepemilikan institusional tidak mempengaruhi nilai perusahaan.

9. Sabrinna (2010) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara

corporate governance dengan Tobin’s Q (kinerja pasar) tetapi terdapat hubungan

positif signifikan antara corporate governance dengan ROE (kinerja

operasional). Sedangkan pada struktur kepemilikan tidak terdapat hubungan

signifikan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap

kinerja perusahaan, hal ini dikarenakan bahwa keberadaan manajer dan

pemegang saham kurang memiliki pengaruh dalam peningkatan kinerja

perusahaan.

2.5 Kerangka Berpikir

Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya selalu mengedepankan yang

terbaik bagi semua pihak yang berkaitan dengan perusahaan. Hal tersebut tidak lepas

dari peran manajemen dalam mengatur dan mengelola perusahaan. Kinerja

manajemen yang baik tercermin dari kinerja perusahaannya yang baik pula. Namun,

adanya pemisahan kepemilikan oleh principal (pemilik perusahaan) dengan

pengendalian agent (manajer) dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan

konflik keagenan diantara principal dan agent.


52

Jensen dan Meckling (1976) dalam Sabrinna (2010) menyatakan bahwa

kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial adalah dua mekanisme GCG

yang dapat mengendalikan masalah keagenan.

Menurut Wening (2009), kepemilikan institusional merupakan salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Adanya kepemilikan

oleh investor institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih

optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu

sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap

kinerja manajemen. Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan

semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi

manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk

mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja keuangan perusahaan juga akan

meningkat.

Kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk mengatasi

masalah keagenan yang kedua. Kinerja keuangan perusahaan sangat ditentukan oleh

motivasi manajer perusahaan. Manajer yang merangkap sebagai pemegang saham

dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan

mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, sebab kepemilikan seorang manajer

akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode

akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang dikelola.

Kepemilikan manajerial yang tinggi maka dapat menurunkan kinerja

keuangan, karena mereka memiliki posisi yang kuat untuk melakukan kontrol

terhadap perusahaan dan pihak pemegang saham eksternal akan mengalami kesulitan
53

untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini disebabkan tingginya hak voting

yang dimiliki manajer (Gunarsih, 2001). Sehingga dapat berpengaruh negatif

terhadap kinerja keuangan perusahaan

Fama dan Jensen (1983) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan

bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai

penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan

mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen.

Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi

monitoring agar tercipta perusahaan yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari fungsi

dewan komisaris yang menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi

manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan, serta terlaksananya

akuntabilitas. Dengan adanya dewan komisaris yang memberikan petunjuk dan

arahan serta pengawasan kepada pengelola perusahaan, maka kinerja perusahaan

akan lebih baik lagi.

Kinerja keuangan perusahaan akan baik jika perusahaan mampu

mengendalikan perilaku para eksekutif puncak perusahaan untuk melindungi

kepentingan pemilik perusahaan (pemegang saham), salah satunya dengan

keberadaan komite audit. Komite audit diharapkan mampu mengawasi laporan

keuangan, mengawasi audit eksternal dan mengawasi sistem pengendalian internal.

Semakin besar komite audit maka akan semakin besar pula pengawasan terhadap

kinerja manjemen dalam mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga dapat

meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.


54

Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan

komite audit digunakan sebagai variabel independen untuk menjelaskan bagaimana

mekanisme GCG mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan sebagai variabel

dependen. Penelitian yang menguji mekanisme GCG mempengaruhi kinerja

keuangan perusahaan sudah banyak dilakukan. Namun, beberapa penelitian ada yang

menyatakan bahwa mekanisme GCG tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan

perusahaan.

Temuan penelitian Artanto & Novianti (2009), yang menyatakan tidak

terdapat hubungan signifikan antara implementasi GCG terhadap kinerja keuangan

perusahaan pada 10 perusahaan BUMN. Penelitian oleh Hidayah (2008) dan Sayidah

(2007) yang melakukan penelitian dengan obyek perusahaan yang masuk 10 besar

Corporate Governance Perception Index (CGPI) menunjukan tidak terdapat

hubungan signifikan antara implementasi GCG terhadap kinerja keuangan

perusahaan. Tetapi di lain pihak menyatakan terdapat hubungan positif antara GCG

terhadap kinerja keuangan perusahaan. Seperti hasil penelitian dari Klapper dan Love

(2002) dalam Sayidah (2007) menemukan adanya hubungan positif yang signifikan

antara GCG dengan kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Return on

Asset (ROA) dan Tobin’s Q. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang

dilakukan Gompers, dkk. (2003) dalam Darmawati, dkk. (2004) yang menunjukan

hubungan positif antara indeks GCG terhadap kinerja keuangan perusahaan jangka

panjang.
55

Meskipun penelitian-penelitian tentang GCG dengan kinerja keuangan

perusahaan menunjukkan hasil yang berbeda, namun semuanya menyatakan bahwa

GCG mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang sudah diuraikan,

kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan pada gambar berikut:

Kepemilikan Institusional
Ha2
(X1)

Kepemilikan Manajerial
Ha3
(X2) Kinerja Keuangan (Y)

Komisaris Independen Ha4

(X3)

Komite Audit Ha5

(X4)
Ha1

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir

2.6 Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan beberapa penjelasan di atas, dirumuskan

hipotesis penelitian sebagai berikut:

Ha1: Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan

komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan.


56

Ha2: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan

perusahaan.

Ha3: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan

perusahaan.

Ha4: Komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan

perusahaan.

Ha5: Komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, dimana data

yang diperoleh diwujudkan dalam bentuk angka, skor, dan analisisnya menggunakan

statistik.

3.2. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2009. Berdasarkan Indonesian Capital

Market Directory (ICMD), perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama

tahun 2007-2009 sebanyak 151 perusahaan (Lampiran 2).

3.3. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini secara purposive sampling, yaitu pemilihan

sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan penelitian ini. Kriteria

yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan untuk periode yang berakhir

pada 31 Desember selama periode 2007-2009.

b. Perusahaan yang mendapatkan laba positif secara berturut-turut selama periode

pengamatan. Alasannya adalah dengan menggunakan perusahaan yang

memperoleh laba, maka perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik.

57
58

c. Perusahaan yang memiliki kepemilikan saham institusional dan kepemilikan

manajerial.

d. Memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan

dalam penelitian dan dapat diakses melalui website Bursa Efek Indonesia

(www.idx.co.id) dan Pojok BEI UNDIP Semarang.

Berdasarkan pemilihan data yang dilakukan, didapatkan sampel sebagaimana

dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Sampel Penelitian


Keterangan Jumlah
Populasi 151
Kriteria Sampel: Sesuai Tidak Sesuai
1. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan (151) (0)
untuk periode yang berakhir pada 31 Desember
selama periode 2007-2009.
2. Perusahaan yang mendapatkan laba positif secara (87) (64)
berturut-turut selama periode pengamatan.
3. Perusahaan yang memiliki kepemilikan saham (27) (60)
institusional dan kepemilikan manajerial.
4. Perusahaan yang memiliki data yang lengkap (0) (0)
terkait dengan variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian.
Total sampel 27
Sumber : data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 3)
59

Adapun sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2 Sampel Penelitian


No Kode Emiten
1 AKRA AKR Corporindo Tbk
2 ASII Astra International Tbk
3 AUTO Astra Otoparts Tbk
4 BRAM Indo Kordsa Tbk
5 BRNA Berlina Tbk
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk
7 CTBN Citra TubindoTbk
8 DYNA Dynaplast Tbk
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
12 INTA Intraco Penta Tbk
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk
14 KAEF Kimia Farma Tbk
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk
16 LION Lion Metal Works Tbk
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk
19 LTLS Lautan Luas Tbk
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk
21 NIPS Nipress Tbk
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk
23 PYFA Pyridam Farma Tbk
24 STTP Siantar TOP Tbk
25 TCID Mandom Indonesia Tbk
26 TIRA Tira Austenite Tbk
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk
Sumber : data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 3)

3.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yaitu obyek penelitian atau apa yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002:91). Adapun variabel yang diteliti dalam

penelitian ini adalah:


60

3.4.1. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya tergantung dari nilai variabel

lain. Dalam penelitian ini variabel dependen yang diteliti adalah: kinerja keuangan

perusahaan. Kinerja keuangan merefleksikan kinerja fundamental perusahaan.

Kinerja keuangan diukur dengan data fundamental perusahaan, yaitu data yang

berasal dari laporan keuangan. Kinerja keuangan dalam penelitian ini diukur dengan

Tobin’s Q yang menggunakan rumus sebagai berikut (Klapper dan Love, 2002;

Black, dkk. 2003 dalam Darmawati, dkk. 2004):

Tobin’s Q = (MVE + DEBT)/TA

dimana,

MVE : harga penutupan saham diakhir tahun buku x banyaknya saham biasa yang

beredar

DEBT : (utang lancer – aktiva lancar) + nilai buku sediaan + utang jangka panjang

TA : total aktiva

3.4.2. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen adalah variabel yang nilainya tidak tergantung dari

variabel lain. Dalam penelitian ini terdapat empat variabel independen, yaitu

kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite

audit pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2007-2009.

3.4.2.1. Kepemilikan Institusional (X1)

Kepemilikan institusional menurut Tarjo (2008) merupakan saham perusahaan

yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan

investasi dan kepemilikan institusi lain) yang memiliki kepemilikan saham diatas
61

5%. Menurut Rachmawati dan Triatmoko (2007) pengukuran kepemilikan

institusional adalah sebagai berikut:

3.4.2.2. Kepemilikan Manajerial (X2)

Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak

manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Boediono, 2005).

Menurut Wahyudi dan Prawestri (2006) pengukuran kepemilikan manajerial adalah

sebagai berikut:

3.4.2.3. Komisaris Independen (X3)

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi

dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham

pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat

mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak semata-mata demi kepentingan

perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Komisaris independen

dalam penelitian ini diukur dengan membagi jumlah dewan komisaris independen

dengan jumlah total dewan komisaris (Lai, 2005 dalam Andayani, 2010).

3.4.2.4. Komite audit (X4)

Komite Audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang

lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas

khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggung
62

jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari

manajemen (Tugiman, 1995 dalam Novi, 2010). Komite audit diukur dengan jumlah

anggota komite audit.

3.5. Teknik Analisis Data

3.5.1. Jenis dan Sumber Data

Data-data yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder

yang diperoleh dari Pojok BEI Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro dan ICMD

tahun 2007-2009. Data yang diambil adalah data perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI.

3.5.2. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan, maka penulis

menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

legenda, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2002:146). Dalam penelitian ini

metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data berupa data informasi

keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2007-

2009, yang diperoleh dari ICMD.

b. Metode kepustakaan

Metode kepustakaan digunakan untuk melengkapi landasan teori yang dilakukan

dengan cara membaca buku pustaka, referensi koran, serta hasil penelitian
63

terdahulu agar diperoleh pengetahuan tentang yang diteliti sehingga dapat

memecahkan masalah penelitian dengan cara yang cepat dan tepat.

3.6. Metode Analisis Data

3.6.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran secara umum, data

penelitian akan diadakan analisis statistik deskriptif mengenai variabel-variabel

penelitian, yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris

independen, komite audit dan kinerja keuangan perusahaan. Deskripsi variabel

tersebut disajikan dalam bentuk frekuensi absolut yang menyajikan angka rata-rata,

median, kisaran dan standar deviasi.

3.6.2. Analisis Regresi

3.6.2.1 Uji Prasyarat (Uji Normalitas)

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model

regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal

(Ghozali, 2006).

Untuk menguji normalitas data, penelitian ini menggunakan analisis grafik.

Pengujian normalitas melalui analisis grafik adalah dengan cara menganalisis grafik

normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi

normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting

data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Data dapat dikatakan normal
64

jika data atau titik-titik terbesar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya

mengikuti garis diagonal.

Mendeteksi normalitas dapat dilakukan juga dengan uji statistika. Uji statistik

sederhana yang sering digunakan untuk menguji asumsi normalitas adalah dengan

menggunakan uji normalitas dari Kolmogorov Smirnov. Metode pengujian normal

tidaknya distribusi data dilakukan dengan melihat nilai signifikansi variabel, jika

probability value > 0,05 maka Ho diterima (berdistribusi normal) dan jika

probability value < 0,05 maka Ho ditolak (tidak berdistribusi normal).

3.6.3. Uji Asumsi Klasik

Secara teoritis model yang digunakan dalam penelitian ini akan menghasilkan

nilai parameter model penduga yang sah bila memenuhi asumsi klasik, yaitu tidak

terjadi autokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedastisitas.

3.6.3.1 Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier

ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-

1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan

satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak

bebas dari satu observasi lainnya (Ghozali, 2006).

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu model

regresi linier terdapat korelasi antara pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pada periode t-1 (Ghozali, 2006). Pengujian autokorelasi dengan menggunakan uji

Durbin - Watson, yaitu dengan menghitung nilai d statistik. Nilai d statistik ini
65

dibandingkan dengan nilai d tabel dengan tingkat signifikan 5%. Dasar pengambilan

keputusan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kriteria Durbin - Watson


Hipotesis nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < dw < dl
Tidak ada autokorelasi positif No decision dl  d  du
Tidak ada korelasi negatif Tolak 4-dl < d < 4
Tidak ada korelasi negatif No decision 4-du  d  4-dl
Tidak ada autokorelasi positif atau negatif Tidak Tolak du < d < 4-du
Keterangan : dl = batas bawah d dan du = batas atas d

3.6.3.2 Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas berarti ada hubungan linier yang sempurna atau pasti

diantara beberapa atau semua variabel independen dari model yang ada. Akibat dari

adanya multikolinearitas ini adalah koefisien regresi tidak tertentu dan kesalahan

standarnya tak terhingga. Hal ini akan menimbulkan adanya korelasi antar variabel

bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel

bebas (Ghozali, 2006).

Untuk menentukan multikolinearitas, dengan menggunakan nilai tolerance dan

lawannya variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap

variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Tolerance

mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh

variabel bebas lainnya, jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi

dan menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai

adalah nilai tolerance lebih dari 0,10 atau sama dengan nilai VIF kurang dari 10.
66

3.6.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidak

samaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari

residual satu ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, jika berbeda

disebut heteroskedastisitas.

Deteksi gejala heterokedastisitas digunakan uji Park, yaitu dengan menguji

tingkat signifikansi nilai LN res2 terhadap variabel independen model. Park

mengusulkan untuk meregres nilai Ln residual2 terhadap variabel bebas (Gujarati,

1995) dengan persamaan regresi sebagai berikut :

LnRes2 =  +  x t + vi

dimana :

LnRes2 = nilai Logaritma natural residual kuadrat

 = kostanta

 = koefisien regresi

xt = variabel bebas

vi = standar erorr

Pengujian ini dilakukan dengan merespon variabel (x) sebagai variabel

independen dengan nilai absolut unstandardized residual regresi sebagai variabel

dependen. Apabila hasil uji dibawah level signifikan (p < 0,05), maka terjadi gejala

heteroskedastisitas, apabila diatas level signifikan (p > 0,05), berarti tidak terdapat

gejala heterokedastisitas.
67

3.6.4. Uji Hipotesis

3.6.4.1 Pengujian dengan Regresi Berganda

Analisis regresi, selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau

lebih, juga menunjukkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel

independen (Ghozali, 2006). Analisis data dimulai dengan menghitung besarnya

masing-masing variabel terikat dan bebas dan dilanjutkan dengan meregresikan

variabel bebas dengan variabel terikat dengan model regresi berganda.

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh

dengan menentukan nilai Y (sebagai variabel dependen) dan untuk menaksir nilai-

nilai yang berhubungan dengan X (sebagai variabel independen), dengan

menggunakan rumus statistik:

Y = α + β1X1 + β 2X2 + β3 X3 + β4 X4+ e


Keterangan :
Y : kinerja keuangan perusahaan
X1 : kepemilikan institusional
X2 : kepemilikan manajerial
X3 : komisaris independen
X4 : komite audit
α : konstanta
β 1, 2, 3,4 : koefisien regresi
e : error

3.6.4.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel dependen (Ghozali, 2006). Pengujian dilakukan dengan menggunakan


68

singnifikasi level 0,05 (α =5%). Ketentuan penerimaan atau penolakan hipotesis

adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikan > 0.05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan).

Ini berarti bahwa secara simultan keempat variabel independen tersebut tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

b) Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi signifikan).

Ini berarti secara simultan keempat variabel independen tersebut mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

3.6.4.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen

(Ghozali, 2006).

Kriteria Pengujian:

a) Apabila t hitung lebih besar dari t tabel dengan probabilitas signifikan kurang

dari 0,05, maka hipotesis diterima.

b) Apabila t hitung lebih kecil dari t tabel dengan probabilitas signifikan lebih dari

0,05, maka hipotesis ditolak.

Pada skala probabilitas lima persen (α=5%), apabila probabilitas (signifikan)

lebih besar dari α (0,05), maka variabel bebas (kepemilikan institusional,

kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit) tidak berpengaruh

terhadap variabel kinerja keuangan (Tobin’s Q), jika lebih kecil dari 0,05, maka

variabel bebas (kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris


69

independen dan komite audit) berpengaruh tehadap variabel kinerja keuangan

(Tobin’s Q). Oleh karena itu, hipotesis diterima jika nilai signifikan t ≤ 0,05.

3.6.4.4 Koefisian Determinasi (R2)

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih

variabel independen terhadap variabel dependen secara serentak (Priyatno, 2008).

Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1, semakin mendekati 1 berarti hubungan yang

terjadi semakin kuat. Sebaliknya jika nilai semakin mendekati 0 maka hubungan

yang terjadi semakin lemah. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar persentase

sumbangan dari variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dari

besarnya koefisien determinasi (R2). Dimana R2 menjelaskan seberapa besar variabel

independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel

dependen.

Koefisien determinasi (r2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

kemampuan variabel indepeden menjelaskan variabel dependen. Dalam output SPSS,

koefisien determinasi terletak pada tabel Model Summaryb dan tertulis R Square.

Namun untuk regresi linear berganda sebaiknya menggunakan R Square yang sudah

disesuaikan atau tertulis Adjusted R Square, karena disesuaikan dengan jumlah

variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Jika koefisien determinasi

(R2) yang diperolehnya besarnya mendekati satu (1) maka dapat dikatakan semakin

kuat model tersebut dalam menerangkan variasi variabel bebas terhadap varibel

terikat (Ghozali, 2006).


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif untuk memaparkan variabel penelitian dalam bentuk

tabulasi sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan. Variabel-variabel dalam

penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:

4.1.1.1. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat

mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja

keuangan juga dijadikan sebagai tolak ukur yang dapat menujukkan kondisi

perusahaan tersebut dalam keadaan baik atau buruk. Kinerja manajemen yang baik

mencerminkan kinerja keuangannya yang baik pula. Kinerja keuangan diukur dengan

data fundamental perusahaan, yaitu data yang berasal dari laporan keuangan. Kinerja

keuangan dalam penelitian ini diukur dengan Tobin’s Q digunakan sebagai ukuran

penelitian pasar yang diukur dengan membandingkan harga penutupan saham diakhir

tahun buku dikali banyaknya saham biasa yang beredar ditambah utang lancar

dikurangi aktiva lancar ditambah nilai buku sediaan ditambah utang jangka panjang

dibagi dengan total aktiva perusahaan. Kondisi kinerja keuangan pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2007-2009 sangat bervariasi, hal ini dapat

dilihat pada tabel sebagai berikut:

70
71

Tabel 4.1 Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009


TOBIN’S Q Rata-
NO KODE EMITEN 2007 2008 2009 Rata
1 AKRA AKR Corporindo Tbk 1.38 0.75 0.88 1.00
2 ASII Astra International Tbk 0.88 1.90 2.60 1.80
3 AUTO Astra Otoparts Tbk 3.70 3.39 4.70 3.93
4 BRAM Indo Kordsa Tbk 0.45 0.43 0.34 0.41
5 BRNA Berlina Tbk 0.28 0.25 0.34 0.29
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 0.37 0.40 0.52 0.43
7 CTBN Citra Tubindo Tbk 1.47 1.26 1.37 1.36
8 DYNA Dynaplast Tbk 0.56 0.53 0.53 0.54
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 0.28 -0.14 0.47 0.20
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 0.65 0.20 0.34 0.40
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 0.67 1.24 1.48 1.13
12 INTA Intraco Penta Tbk 0.34 0.18 0.37 0.30
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 0.59 -0.02 0.40 0.32
14 KAEF Kimia Farma Tbk 1.14 0.27 0.44 0.62
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 0.48 0.43 0.55 0.48
16 LION Lion Metal Works Tbk 0.19 0.33 -0.06 0.15
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Tbk 0.40 0.26 0.45 0.37
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 0.49 0.58 0.48 0.52
19 LTLS Lautan Luas Tbk 0.49 0.54 0.54 0.53
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 0.29 0.20 0.20 0.23
21 NIPS Nipress Tbk 0.34 0.31 0.39 0.34
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 1.10 0.94 0.75 0.93
23 PYFA Pyridam Farma Tbk 0.34 0.66 0.73 0.58
24 STTP Siantar TOP Tbk 1.06 0.58 0.73 0.79
25 TCID Mandom Indonesia Tbk 1.85 0.90 1.39 1.38
26 TIRA Tira Austenite Tbk 0.81 0.77 0.74 0.77
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 1.58 1.36 1.03 1.32
Rata-Rata 0.82 0.68 0.84 0.78
Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 4)

Pada tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut, pada tahun 2007 diketahui

rata-rata kinerja keuangan sebesar 0,82 sedangkan tahun 2008 sebesar 0,68 atau

mengalami penurunan sebesar 16,8%. Pada tahun 2009 kinerja keuangan yang

terdaftar di BEI sebesar 0,84 atau mengalami peningkatan sebesar 22,95%.

Sedangkan secara keseluruhan nilai rata-rata kinerja keuangan dari tahun 2007-2009

sebesar 0,78. Nilai minimum dari kinerja keuangan sebesar -0,14 yang dimiliki
72

perusahaan Sumi Indo Kabel Tbk pada tahun 2008 sedangkan nilai maksimalnya

sebesar 4,70 yang dimiliki oleh perusahaan Astra Otoparts Tbk pada tahun 2009.

4.1.1.2. Kepemilikan Institusional (X1)

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah,

institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian

serta institusi lainnya pada akhir tahun. Kondisi kepemilikan institusional pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2007-2009 sangat bervariasi, hal

ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2 Kepemilikan Institusional Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009


KI Rata-
NO EMITEN 2007 2008 2009 Rata
1 AKR Corporindo Tbk 71.24 71.11 70.82 71.06
2 Astra International Tbk 50.11 50.11 50.11 50.11
3 Astra Otoparts Tbk 86.72 93.91 95.65 92.09
4 Indo Kordsa Tbk 89.74 89.74 89.74 89.74
5 Berlina Tbk 51.42 51.42 51.42 51.42
6 Betonjaya Manunggal Tbk 54.31 54.31 54.31 54.31
7 Citra Tubindo Tbk 75.29 76.9 80.92 77.70
8 Dynaplast Tbk 69.2 74.7 74.37 72.76
9 Sumi Indo Kabel Tbk 93.06 93.06 93.06 93.06
10 Indofarma (Persero) Tbk 80.66 80.66 80.66 80.66
11 Indofood Sukses Makmur Tbk 51.53 50.05 50.05 50.54
12 Intraco Penta Tbk 86.51 86.5 86.5 86.50
13 Jaya Pari Steel Tbk 67.62 67.62 68.42 67.89
14 Kimia Farma Tbk 90.03 90.03 90.03 90.03
15 Kabelindo Murni Tbk 80.99 81.33 81.76 81.36
16 Lion Metal Works Tbk 57.7 57.7 57.7 57.70
17 Langgeng Makmur Plastik Industry 77.53 77.53 77.53 77.53
18 Lion Mesh Prima Tbk 32.2 32.2 32.22 32.21
19 Lautan Luas Tbk 63.03 63.03 63.03 63.03
20 Metrodata Electronics Tbk 12.93 12.93 12.93 12.93
21 Nipress Tbk 37.11 37.11 37.11 37.11
22 Pelangi Indah Canindo Tbk 94.22 92.22 94.01 93.48
23 Pyridam Farma Tbk 53.85 53.85 53.85 53.85
24 Siantar TOP Tbk 60.39 56.76 56.76 57.97
25 Mandom Indonesia Tbk 79.5 79.23 79.23 79.32
26 Tira Austenite Tbk 96.46 96.43 96.43 96.44
27 Ultra Jaya Milk Tbk 49.08 46.82 46.82 47.57
Rata-Rata 67.13 67.31 67.61 67.35
Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 5)
73

Pada tabel 4.2 dapat dijelaskan sebagai berikut, pada tahun 2007 diketahui

rata-rata kepemilikan institusional sebesar 67,13%, tahun 2008 sebesar 67,31% atau

mengalami peningkatan sebesar 0,27%. Pada tahun 2009 kepemilikan institusional

yang terdaftar di BEI sebesar 67,61% atau mengalami peningkatan sebesar 0,45%.

Nilai minimum dari kepemilikan institusional sebesar 12,93% yang dimiliki

perusahaan Metrodata Electronics Tbk dan nilai maksimalnya sebesar 96,46% yang

dimiliki oleh perusahaan Tira Austenite Tbk. Sedangkan secara keseluruhan nilai

rata-rata kepemilikan institusional dari tahun 2007-2009 sebesar 67,35%. Artinya

kepemilikan institusional pada periode 2007-2009 sudah dapat dikatakan besar

karena sudah melebihi 50% dari seluruh kepemilikan saham yang ada pada

perusahaan, maka akan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahan.

Karena semakin besar kepemilikan institusional semakin besar pula kekuatan untuk

mengawasi kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan sehingga dapat

meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

4.1.1.3. Kepemilikan Manajerial (X2)

Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh manajemen

perusahaan yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh

manajemen. Kondisi kepemilikan manajerial pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI tahun 2007-2009 sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat pada tabel

sebagai berikut:
74

Tabel 4.3 Kepemilikan Manajerial Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009


KM Rata-
NO KODE EMITEN 2007 2008 2009 Rata
1 AKRA AKR Corporindo Tbk 0.13 0.24 0.5 0.29
2 ASII Astra International Tbk 0.02 0.03 0.04 0.03
3 AUTO Astra Otoparts Tbk 0.04 0.07 0.04 0.05
4 BRAM Indo Kordsa Tbk 1.48 1.48 1.48 1.48
5 BRNA Berlina Tbk 23.34 23.34 23.34 23.34
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 35.14 35.14 35.14 35.14
7 CTBN Citra Tubindo Tbk 0.65 0.6 0.03 0.43
8 DYNA Dynaplast Tbk 0.69 0.69 0.69 0.69
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 0.09 0.1 0.1 0.10
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 0.02 0.02 0.02 0.02
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 0.05 0.06 0.05 0.05
12 INTA Intraco Penta Tbk 3.93 5.43 5.76 5.04
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 15.53 15.53 15.53 15.53
14 KAEF Kimia Farma Tbk 0.27 0.27 0.27 0.27
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 8.93 8.93 8.93 8.93
16 LION Lion Metal Works Tbk 0.18 0.18 0.23 0.20
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Tbk 0.02 0.02 0.02 0.02
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 25.6 25.6 25.61 25.60
19 LTLS Lautan Luas Tbk 3.64 3.64 3.64 3.64
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 1.71 6.42 10.07 6.07
21 NIPS Nipress Tbk 18.35 18.35 24.26 20.32
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 0.13 0.08 0.08 0.10
23 PYFA Pyridam Farma Tbk 23.08 23.08 23.08 23.08
24 STTP Siantar TOP Tbk 12.51 0.02 7.4 6.64
25 TCID Mandom Indonesia Tbk 0.75 0.19 0.18 0.37
26 TIRA Tira Austenite Tbk 0.024 0.012 0.012 0.02
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 5.72 8.08 14.72 9.51
Rata-Rata 6.74 6.58 7.45 6.92
Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 6)

Pada tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut, pada tahun 2007 diketahui

rata-rata kepemilikan manajerial sebesar 6,74% sedangkan tahun 2008 sebesar 6,58%

atau mengalami penurunan sebesar 2,43%. Pada tahun 2009 kepemilikan manajerial

yang terdaftar di BEI sebesar 7,45% atau mengalami peningkatan sebesar 13,3%.

Nilai minimum dari kepemilikan manajerial sebesar 0,01% yang dimiliki perusahaan

Tira Austenite Tbk pada tahun 2008 dan 2009 dan nilai maksimalnya sebesar 35,14%

yang dimiliki oleh perusahaan Betonjaya Manunggal Tbk pada tahun 2007-2009.
75

Sedangkan secara keseluruhan nilai rata-rata kepemilikan manajerial dari tahun

2007-2009 sebesar 6,92%. Dari rata-rata tersebut dapat disimpulkan bahwa

kepemilikan manajerial yang tinggi dapat menurunkan kinerja keuangan perusahaan,

karena fungsi ganda manajemen yaitu selain memiliki saham mereka juga memiliki

posisi yang kuat untuk melakukan kontrol terhadap perusahaan dan pihak eksternal

perusahaan akan mengalami kesulitan dalam melakukan pengawasan terhadap

kinerja manjemen tersebut. Sehingga hasil yang didapat kadang tidak sesuai dengan

kenyataan yang ada.

4.1.1.4. Komisaris Independen (X3)

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi

dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham

pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat

mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak semata-mata demi kepentingan

perusahaan. Kondisi komisaris independen pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI tahun 2007-2009 sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat pada tabel

sebagai berikut:
76

Tabel 4.4 Komisaris Independen Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009

DKI (KOM
INDEPENDEN) Rata-
Rata
NO KODE EMITEN 2007 2008 2009
1 AKRA AKR Corporindo Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
2 ASII Astra International Tbk 0.45 0.45 0.45 0.45
3 AUTO Astra Otoparts Tbk 0.43 0.40 0.40 0.41
4 BRAM Indo Kordsa Tbk 0.29 0.29 0.29 0.29
5 BRNA Berlina Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
7 CTBN Citra Tubindo Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
8 DYNA Dynaplast Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 0.20 0.20 0.20 0.20
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 0.30 0.30 0.30 0.30
12 INTA Intraco Penta Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
14 KAEF Kimia Farma Tbk 0.60 0.60 0.60 0.60
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
16 LION Lion Metal Works Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
19 LTLS Lautan Luas Tbk 0.25 0.25 0.25 0.25
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
21 NIPS Nipress Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
23 PYFA Pyridam Farma Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
24 STTP Siantar TOP Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
25 TCID Mandom Indonesia Tbk 0.40 0.40 0.40 0.40
26 TIRA Tira Austenite Tbk 0.33 0.33 0.25 0.31
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
Rata-Rata 0.38 0.38 0.38 0.38
Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 7)

Pada tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut, pada tahun 2007 hingga

tahun 2009 dapat diketahui nilai minimum dari komisaris independen sebesar 0,20

yang dimiliki perusahaan Sumi Indo Kabel Tbk sedangkan nilai maksimalnya

sebesar 0,60 yang dimiliki oleh perusahaan Kimia Farma Tbk. Rata-rata komisaris
77

independen selama 3 tahun sebesar 0,38. Nilai rata-rata tersebut secara keseluruhan

menunjukkan bahwa komisaris independen telah memenuhi standar yang dianjurkan,

yaitu sebesar 30%.

Tabel 4.5 Deskripsi Komisaris Independan dalam Perusahaan


Keterangan Jumlah Persentase
Sampel yang memiliki komisaris independen < 30% 3 11.1%
Sampel yang memiliki komisaris independen > 30% 24 88.9%
Jumlah 27 100%
Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 7)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa 3 sampel atau 11.1% sampel memiliki

proporsi komisaris independen < 30%, sedangkan 24 sampel atau 88.9% memiliki

proporsi komisaris independen diatas atau sama dengan 30%. Dapat disimpulkan

bahwa mayoritas sampel memiliki komisaris independen lebih besar atau sama

dengan 30%, yang berarti mayoritas sampel sudah memiliki komisaris independen

diatas batas minimal dari peraturan yang telah ditetapkan yaitu sekurang-kurangnya

30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.

4.1.1.5. Komite Audit (X4)

Komite Audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang

lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas

khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggung

jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari

manajemen. Kondisi komite audit pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

tahun 2007-2009 sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
78

Tabel 4.6 Komite Audit Perusahaan Manufaktur Tahun 2007-2009

KOMITE AUDIT Rata-


NO KODE EMITEN 2007 2008 2009 Rata
1 AKRA AKR Corporindo Tbk 3 3 3 3.00
2 ASII Astra International Tbk 3 3 3 3.00
3 AUTO Astra Otoparts Tbk 0 0 0 0.00
4 BRAM Indo Kordsa Tbk 3 3 3 3.00
5 BRNA Berlina Tbk 3 3 3 3.00
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 3 3 3 3.00
7 CTBN Citra Tubindo Tbk 4 4 4 4.00
8 DYNA Dynaplast Tbk 3 3 3 3.00
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 3 3 3 3.00
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 3 3 3 3.00
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 4 4 4 4.00
12 INTA Intraco Penta Tbk 0 0 0 0.00
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 3 3 3 3.00
14 KAEF Kimia Farma Tbk 3 3 3 3.00
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 3 3 3 3.00
16 LION Lion Metal Works Tbk 3 3 3 3.00
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Tbk 3 3 3 3.00
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 3 3 3 3.00
19 LTLS Lautan Luas Tbk 3 3 3 3.00
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 3 3 3 3.00
21 NIPS Nipress Tbk 3 3 3 3.00
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 3 3 3 3.00
23 PYFA Pyridam Farma Tbk 3 3 3 3.00
24 STTP Siantar TOP Tbk 3 3 3 3.00
25 TCID Mandom Indonesia Tbk 4 4 4 4.00
26 TIRA Tira Austenite Tbk 3 3 3 3.00
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 3 3 3 3.00
Rata-Rata 2.89 2.89 2.89 2.89
Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 8)

Pada tabel 4.6 dapat dijelaskan sebagai berikut, pada tahun 2007 hingga tahun

2009 dapat diketahui nilai minimum dari komite audit sebesar 0, dimana perusahaan

tidak memiliki komite audit yaitu Astra Otoparts Tbk dan Intraco Penta Tbk

sedangkan nilai maksimalnya sebesar 4, artinya perusahaan mempunyai 4 orang

komite audit yaitu Citra Tubindo Tbk, Indofood Sukses Makmur Tbk dan Mandom
79

Indonesia Tbk. Rata-rata komite audit selama 3 tahun sebesar 2,89. Nilai rata-rata

secara keseluruhan menunjukkan bahwa komite audit tidak memenuhi standar yang

dianjurkan, bahwa komite audit sedikitnya terdiri dari tiga orang, namun sebagian

besar perusahaan sampel memenuhi standar yang ditetapkan.

Tabel 4.7 Deskripsi Komite Audit dalam Perusahaan


Keterangan Jumlah Persentase
Sampel yang memiliki komite audit < 3 orang 2 7.4%
Sampel yang memiliki komite audit > 3 orang 25 92.6%
Jumlah 27 100%
Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 8)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang memiliki komite audit < 3

orang hanya berjumlah 2 sampel atau 7.4%, sedangkan 25 sampel atau 92.6%

lainnya adalah yang memiliki komite audit > 3 orang. Dapat disimpulkan bahwa

mayoritas sampel sudah memenuhi peraturan yang ditetapkan yaitu memiliki komite

audit minimal 3 orang anggota.

4.1.2. Hasil Analisis Regresi

4.1.2.1. Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas betujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Cara untuk melihat adanya

normalitas residual adalah dengan melihat histogram, berikut ini uji normalitas akan

disajikan dalam bentuk grafik normal plot:


80

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: TOBINSQ


1.0

Expected Cum Prob 0.8

0.6

0.4

0.2

0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Observed Cum Prob

Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 9)

Gambar 4.1
Diagram Normalitas dengan Diagram P-P Plot

Pada Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa tampilan grafik normal P-Plot terlihat

memenuhi asumsi uji normalitas, karena data menyebar disekitar garis diagonal dan

mengikuti arah garis diagonal. Selain itu dapat dilakukan pengujian menggunakan

statistik Kolmogorov – Smirnov. Berikut pengujian normalitas yang dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardiz
ed Residual
N 81
Normal Parameters a,b Mean .0000000
Std. Deviation .70885886
Most Extreme Absolute .117
Differences Positive .117
Negative -.076
Kolmogorov-Smirnov Z 1.055
Asymp. Sig. (2-tailed) .216
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 9)

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui nilai asymp sig sebesar 0,216 lebih

besar dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi terdistribusi secara

normal.
81

4.1.3. Hasil Uji Asumsi Klasik

4.1.3.1. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier

ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada

periode t-1 (sebelumnya). Untuk mendiagnosis adanya autokorelasi dalam suatu

model regresi maka dilakukan pengujian Durbin – Watson (DW test). Berdasarkan

hasil uji autokorelasi didapatkan nilai DW sebagai berikut:

Tabel 4.9 Uji Autokorelasi


Model Summaryb

Adjusted Std. Error of Durbin-


Model R R Square R Square the Estimate Watson
1 .441a .194 .152 .72727 1.697
a. Predictors: (Constant), KOMITE, KM, DKI, KI
b. Dependent Variable: TOBINSQ

Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 9)

Berdasarkan hasil uji didapatkan nilai DW sebesar 1,697. Dengan nilai N

sebanyak 81 observasi dan jumlah variabel bebas sebanyak 4 variabel maka

didapatkan nilai dl sebesar 1,390 dan du sebesar 1,595. Hasil uji dapat dilihat pada

gambar berikut:

Bebas Negatif
Positif Ragu-ragu Ragu-ragu

DL DU 4-DU 4-DL
0
1,390 1,595 1,697 2,405 2,610
Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 9)

Gambar 4.2
Pengujian Autokorelasi

Pada gambar diatas, koefisien D-W diantara DU dengan 4-DU, sehingga

disimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi masalah autokorelasi.


82

4.1.3.2. Uji Multikolinearitas

Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat perolehan nilai

Variance Inflance Faktor (VIF) dan nilai tolerance dari model regresi untuk masing-

masing variabel bebas. Apabila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih

dari 0,1 maka disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut tidak mempunyai masalah

dengan multikolinearitas, artinya tidak mempunyai hubungan dengan variabel bebas

lain. Hasil analisis data dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10 Uji Multikolinearitas


Coe fficie ntsa

Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 KI .634 1.577
KM .653 1.532
DKI .911 1.098
KOMITE .919 1.089
a. Dependent Variable: TOBINSQ

Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 9)

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa nilai VIF seluruh variabel bebas

kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,1, sehingga disimpulkan bahwa

seluruh variabel bebas tidak mempunyai masalah dengan multikolinearitas.

4.1.3.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah nilai variance

kesalahan pengganggu atau residual bersifat konstan. Untuk mengetahui ada

tidaknya heteroskedastisitas dilakukan uji heteroskedastisitas dengan menggunakan

uji Park dengan hasil sebagai berikut:


83

Tabel 4.11 Hasil Uji Park


Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -.071 .845 -.084 .934
KI .016 .007 .201 1.161 .085
KM .009 .015 .083 .606 .546
DKI -1.157 1.330 -.101 -.870 .387
KOMITE -.036 .143 -.029 -.249 .804
a. Dependent Variable: lnres2

Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 9)

Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat diketahui nilai signifikan masing-

masing variabel bebas (kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris

independen dan komite audit) lebih dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa

model regresi bebas terjadi gejala heteroskedastisitas.

4.1.4. Hasil Uji Hipotesis

4.1.4.1. Hasil Pengujian dengan Regresi Berganda

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS regresi linear berganda menunjukkan

hasil analisis regresi berganda antara kepemilikan institusional, kepemilikan

manajerial, komisaris independen dan komite audit terhadap kinerja keuangan

perusahaan. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.12 Regresi Berganda


Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 1.748 .568 3.079 .003
KI -.002 .005 -.063 -.484 .629
KM -.024 .010 -.305 -2.393 .019
DKI .730 .894 .088 .816 .417
KOMITE .317 .096 .354 3.291 .002
a. Dependent Variable: TOBINSQ

Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 9)


84

Adapun persamaan regresi yang terbentuk adalah sebagai berikut :

TOBIN’S Q = 1,748 - 0,002 KI - 0,024 KM + 0,730 DKI + 0,317 KOMITE + e

Persamaan di atas dapat dimaknai bahwa:

1. Nilai konstanta sebesar 1,748 menyatakan bahwa apabila semua variabel bebas

(kepemilikan institusional (X1), kepemilikan manajerial (X2), komisaris

independen (X3) dan komite audit (X4)) dianggap konstan atau bernilai 0, maka

kinerja keuangan perusahaan (Y) akan sebesar 1,748.

2. Koefisien regresi kepemilikan institusional (X1) sebesar -0,002 dan nilai

signifikansinya sebesar 0,629 yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional

(X1) tidak mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan (Y).

3. Koefisien regresi kepemilikan manajerial (X2) sebesar -0,024 menyatakan bahwa

apabila kepemilikan manajerial (X2) mengalami kenaikan sebesar 1 satuan

sedangkan variabel lainnya (kepemilikan institusional (X1), komisaris

independen (X3), dan komite audit (X4)) dianggap konstan maka kinerja

keuangan perusahaan (Y) mengalami penurunan sebesar -0,024.

4. Koefisien regresi komisaris independen (X3) sebesar 0,730 dan nilai

signifikansinya sebesar 0,417 yang menyatakan bahwa komisaris independen

(X3) tidak mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan (Y).

5. Koefisien regresi komite audit (X4) sebesar 0,317 menyatakan bahwa apabila

komite audit (X4) mengalami kenaikan sebesar 1 satuan sedangkan variabel

lainnya (kepemilikan institusional (X1), kepemilikan manajerial (X2), dan


85

komisaris independen (X3)) dianggap konstan maka kinerja keuangan

perusahaan (Y) mengalami kenaikan sebesar 0,317.

4.1.4.2. Uji F

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel dependen (Ghozali, 2006). Pengujian dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut:

Tabel 4.13 Uji F


ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 9.683 4 2.421 4.577 .002a
Residual 40.198 76 .529
Total 49.882 80
a. Predictors: (Constant), KOMITE, KM, DKI, KI
b. Dependent Variable: TOBINSQ

Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 9)

Berdasarkan hasil parameter pada tabel diatas diperoleh nilai F hitung sebesar

4,577 sedangkan tingkat signifikansinya adalah 0,002 lebih kecil dari taraf signifikan

yaitu 0,05. Dengan demikian, secara simultan hipotesis alternatif yang menyatakan

bahwa “kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan

komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan” diterima,

artinya kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan

komite audit meningkat, maka kinerja keuangan perusahaan juga akan semakin

meningkat.
86

4.1.4.3. Uji t

1. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan

Berdasarkan hasil parameter pada tabel 4.12 diperoleh nilai t hitung sebesar

0,484 dengan arah negatif sedangkan tingkat signifikansinya adalah 0,629 lebih besar

dari taraf signifikan yaitu 0,05. Dengan demikian, secara parsial hipotesis alternatif

Ha2 yang menyatakan bahwa “kepemilikan institusional berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan” ditolak, artinya kepemilikan

institusional tidak mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.

2. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kinerja keuangan

Berdasarkan hasil parameter pada tabel 4.12 diperoleh nilai t hitung sebesar

2,393 dengan arah yang negatif sedangkan tingkat signifikansinya adalah 0,019 lebih

kecil dari taraf signifikan yaitu 0,05. Dengan demikian, secara parsial hipotesis

altematif Ha3 yang menyatakan bahwa “kepemilikan manajerial berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan” diterima, artinya semakin

banyak kepemilikan manajerial akan menurunkan kinerja keuangan perusahaan.

3. Pengaruh komisaris independen terhadap kinerja keuangan

Berdasarkan hasil parameter pada tabel 4.12 diperoleh nilai t hitung sebesar

0,816 sedangkan tingkat signifikansinya adalah 0,417 lebih besar dari taraf signifikan

yaitu 0,05. Dengan demikian, secara parsial hipotesis altematif Ha4 yang menyatakan

bahwa “komisaris independen berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

keuangan perusahaan” ditolak, artinya komisaris independen tidak mempengaruhi

kinerja keuangan perusahaan.


87

4. Pengaruh komite audit terhadap kinerja keuangan

Berdasarkan hasil parameter pada tabel 4.12 diperoleh nilai t hitung sebesar

3,291 sedangkan tingkat signifikansinya adalah 0,002 lebih kecil dari taraf signifikan

yaitu 0,05. Dengan demikian, secara parsial hipotesis altematif Ha5 yang menyatakan

bahwa “Komite audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan

perusahaan” diterima, artinya semakin banyak komite audit maka akan

meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

Tabel 4.14 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis


KODE HIPOTESIS HASIL
Ha1 Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, Ho = ditolak
komisaris independen dan komite audit berpengaruh Ha = diterima
positif terhadap kinerja keuangan perusahaan
Ha2 Kepemilikan institusional berpengaruh positif Ho = diterima
terhadap kinerja keuangan perusahaan Ha = ditolak
Ha3 Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif Ho = ditolak
terhadap kinerja keuangan perusahaan Ha = diterima
Ha4 Komisaris independen berpengaruh positif terhadap Ho = diterima
kinerja keuangan perusahaan Ha = ditolak
Ha5 komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja Ho = ditolak
keuangan perusahaan Ha = diterima

4.1.4.4. Koefisien Determinasi (R2)

Hasil koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.15

Tabel 4.15 Koefisien Determinasi Model


Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .441a .194 .152 .72727
a. Predictors: (Constant), KOMITE, KM, DKI, KI

Sumber: data sekunder yang diolah, 2011 (Lampiran 9)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh yang

ditimbulkan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris


88

independen dan komite audit terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dari hasil

output regresi diperoleh nilai Adjusted R square (R2) sebesar 0,152. Nilai ini

menunjukkan bahwa besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat

adalah sebesar 0,152 atau 15,2%. Dengan demikian masih ada variabel lain yang

turut mempengaruhi besarnya kinerja keuangan perusahaan, yaitu sebesar 84,8%

(diperoleh dari 100% - 15,2%=84,8%).

4.2. Pembahasan

Pada penelitian dapat ditemukan bukti empiris mengenai kepemilikan

institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit

terhadap kinerja keuangan perusahaan pada tahun 2007-2009 dengan obyek

penelitian adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI. Hasil pengujian

hipotesis menunjukkan bahwa dari empat variabel independen, hanya dua variabel

berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur, yaitu variabel

kepemilikan manajerial dan komite audit.

4.2.1. Pengaruh Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial,

Komisaris Independen, dan Komite Audit terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan

Hipotesis pertama menyatakan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan

manajerial, komisaris independen, dan komite audit secara bersama-sama

berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan dan hasil penelitian

menunjukkan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris

independen dan komite audit secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap


89

kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung sebesar 4,577 ,

dengan nilai signifikansi sebesar 0,002. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari

0,05 (0,002 < 0,05) yang berarti bahwa hipotesis pertama diterima.

Arah hubungan yang terjadi antara: kepemilikan institusional, kepemilikan

manajerial, komisaris independen dan komite audit dengan kinerja keuangan

perusahaan adalah positif, artinya apabila terjadi peningkatan kepemilikan

institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen, dan komite audit maka

kinerja keuangan perusahaan akan mengalami peningkatan dan apabila terjadi

penurunan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen

dan komite audit maka kinerja keuangan perusahaan akan mengalami penurunan.

Besarnya pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,

komisaris independen dan komite audit terhadap kinerja keuangan perusahaan dapat

dilihat dari nilai koefisien determinasi Adjusted R square yang menunjukkan angka

0,152. Hal ini berarti bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,

komisaris independen dan komite audit mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan

sebesar 15,2% dengan demikian masih ada variabel lain yang turut mempengaruhi

besarnya kinerja keuangan perusahaan, yaitu sebesar 84,8%.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Darmawati, dkk. (2004), namun

sejalan dengan Siallagan dan Machfoedz (2006) yang menemukan bukti empiris

bahwa secara bersama-sama kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,

komisaris independen, dan komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan

perusahaan.
90

4.2.2. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan

Hipotesis kedua menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif kepemilikan

institusional terhadap kinerja keuangan perusahaan, dan hasil pengujian

menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap

kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien sebesar -0,002

dengan nilai t sebesar -0,484 dan nilai signifikansi sebesar 0,629, nilai signifikansi

tersebut lebih besar dari 0,05 (0,629 > 0,05). Koefisien penelitian yang bernilai

negatif dapat diartikan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional maka kinerja

keuangan perusahaan akan semakin turun. Koefisien kepemilikan institusional

menunjukkan arah negatif yang berlawanan dengan hipotesis penelitian yang

menunjukkan arah positif. Dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan

kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan

ditolak.

Hasil penelitian ini kurang sesuai dengan teori yang ada bahwa semakin besar

kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan

dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan

memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan

sehingga kinerja keuangan perusahaan juga akan meningkat.

Menurut Wening (2009), kepemilikan institusional merupakan salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Adanya kepemilikan

oleh investor institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih

optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu


91

sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap

kinerja manajemen. Hasil penelitian ini menyatakan kepemilikan institusional tidak

berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan investor

institusional mayoritas tidak melakukan pengawasan terhadap pengelolaan

perusahaan secara optimal melainkan berkompromi atau berpihak kepada

manajemen dan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas. Anggapan

bahwa manajemen sering mengambil tindakan atau kebijakan yang non-optimal dan

cenderung mengarah pada kepentingan pribadi mengakibatkan strategi aliansi antara

investor institusional dengan pihak manajemen ditanggapi negatif oleh pasar. Hal ini

tentunya berdampak pada penurunan harga saham perusahaan dipasar modal

sehingga dengan kepemilikan institusional belum mampu menjadi mekanisme yang

dapat meningkatkan nilai perusahaan (Pound dalam Permanasari, 2010).

Menurut Lee, et al. dalam Permanasari, (2010), investor institusional adalah

pemilik sementara (transfer owner) sehingga hanya terfokus pada laba sekarang

(current earnings). Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan

investor institusional. Jika perubahan ini dirasakan tidak menguntungkan oleh

investor, maka investor dapat menarik sahamnya. Karena investor institusional

memiliki saham dengan jumlah besar, maka jika mereka menarik sahamnya akan

mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Hal ini berarti bahwa kepemilikan

institusional belum mampu menjadi mekanisme untuk meningkatkan nilai

perusahaan.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Kusumawati dan Riyanto

(2005), namun sejalan dengan Lastanti (2004), Wahyudi dan Pawestri (2006), dan
92

Permanasari (2010) yang menemukan bukti empiris bahwa kepemilikan institusional

tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.

4.2.3. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan

Hipotesis ketiga menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif kepemilikan

manajerial terhadap kinerja keuangan perusahaan, dan hasil pengujian menunjukkan

bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja

keuangan perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien sebesar -0,024 dengan

nilai t sebesar -2,393 dan nilai signifikansi sebesar 0,019, nilai signifikansi tersebut

lebih kecil dari 0,05 (0,019 < 0,05) yang berarti bahwa hipotesis ketiga diterima.

Koefisien penelitian yang bernilai negatif dapat diartikan bahwa semakin tinggi

kepemilikan manajerial maka kinerja keuangan perusahaan akan semakin turun.

Hasil penelitian ini mendukung teori bahwa kinerja keuangan perusahaan

sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Seperti manajer yang juga

sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang

saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, sebab

kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan

keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang

dikelola. Kualitas laba yang dilaporkan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham

manajerial. Hal ini terjadi karena tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan

dengan kepemilikan manajerial yang tinggi akan memilih metode akuntansi yang

meningkatkan laba yang dilaporkan, yang sebenarnya tidak mencerminkan keadaan

ekonomi dari perusahaan yang bersangkutan. Hal tersebut terjadi karena manajer ikut
93

merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula

menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

Gunarsih (2001) menyatakan kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi, dapat

berdampak buruk terhadap perusahaan karena dapat menimbulkan masalah

pertahanan, yang berarti jika kepemilikan manajerial tinggi, mereka memiliki posisi

yang kuat untuk melakukan kontrol terhadap perusahaan dan pihak pemegang saham

eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini

disebabkan tingginya hak voting yang dimiliki manajer.

Dengan demikian, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Siallagan dan Machfoedz (2006) yang menyatakan bahwa

kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan.

4.2.4. Pengaruh Komisaris Independen terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan

Hipotesis keempat menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif komisaris

independen terhadap kinerja keuangan perusahaan dan hasil penelitian menunjukkan

bahwa komisaris independen tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan

perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien sebesar 0,730 dengan nilai t

sebesar 0,816 dan nilai signifikansi sebesar 0,417, nilai signifikansi tersebut lebih

besar dari 0,05 (0,417 > 0,05) yang berarti bahwa hipotesis keempat ditolak.

Hasil penelitian ini kurang sesuai dengan teori keagenan, peran komisaris

adalah meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dengan

pemegang saham. Oleh karena itu dewan komisaris seharusnya dapat mengawasi

kinerja pihak manajemen sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai dengan


94

kepentingan pemegang saham. Komisaris independen memegang peranan penting

dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan

bahwa para manajer benar-benar meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sebagai

bagian daripada pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu, komisaris independen

dipandang lebih baik dibanding dewan komisaris berasal dari dalam perusahaan

karena dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan akan menetapkan

kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan dengan lebih objektif sehingga akan

meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

Hasil penelitian ini menyatakan komisaris independen tidak berpengaruh

terhadap kinerja keuangan perusahaan. Sylvia dan Sidharta (2005) menyatakan

bahwa pengangkatan dewan komisaris independen oleh perusahaan mungkin hanya

dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan

Good Corporate Governance (GCG) di dalam perusahaan. Kondisi ini juga

ditegaskan dari hasil survei Asian Development Bank dalam Gideon (2005) yang

menyatakan bahwa kuatnya kendali pendiri perusahaan dan kepemilikan saham

mayoritas menjadikan dewan komisaris tidak independen. Fungsi pengawasan yang

seharusnya menjadi tanggung jawab anggota dewan menjadi tidak efektif.

Keberadaan komisaris independen ini tidak dapat meningkatkan efektifitas

monitoring yang dijalankan oleh komisaris.

Berdasarkan data yang ada, sebagian besar komisaris independen terdiri dari

pejabat publik ataupun tokoh masyarakat, yang belum tentu memiliki keahlian dalam

kontek manajemen perusahaan. Sebagian besar anggota komisaris ternyata juga

menjabat sebagai komisaris dan direksi di perusahaan lain (cross-directorships), baik


95

perusahaan yang berkaitan maupun perusahaan lain. Mantan pejabat pemerintahan

ataupun yang masih aktif, biasanya diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris suatu

perusahaan dengan tujuan agar mempunyai akses ke instansi pemerintah yang

bersangkutan. Dalam hal ini integritas dan kemampuan Dewan Komisaris seringkali

menjadi kurang penting. Pada gilirannya independensi Dewan Komisaris menjadi

sangat diragukan karena hubungan khususnya dengan pemegang saham mayoritas

ataupun hubungannya dengan Dewan Direksi ditambah kurangnya integritas serta

kemampuan Dewan Komisaris (Herwidayatmo, 2004 dalam Purwati, 2006).

Persoalan independensi juga muncul dalam hal penggajian Dewan Komisaris

didasarkan pada persentase gaji Dewan Direksi. Kepemilikan saham yang terpusat

dalam satu kelompok atau satu keluarga, dapat menjadi salah satu penyebab

lemahnya posisi Komisaris Independen, karena pengangkatan posisi anggota

komisaris independen diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun

berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat.

Berdasarkan fenomena tersebut, diduga menyebabkan komisaris independen

tidak dapat memberikan konstribusi yang signifikan terhadap kinerja. Dengan

demikian, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Kusumawati dan Riyanto (2005) yang menyatakan komisaris independen tidak

berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.

4.2.5. Pengaruh Komite Audit terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan

Hipotesis kelima menyimpulkan bahwa keberadaan komite audit secara

signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan dan hasil

penelitian menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh positif dan signifikan


96

terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien

sebesar 0,317 dengan nilai t sebesar 3,291 dan nilai signifikansi sebesar 0,002, nilai

signifikansi tersebut kurang dari 0,05 (0,002 > 0,05) sehingga terbukti bahwa adanya

komite audit yang efektif dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan karena

dapat menekan terjadinya penyimpangan-penyimpangan akuntansi yang sering

dilakukan oleh banyak perusahaan di Indonesia. Dengan demikian, hipotesis kelima

yang menyatakan komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan

perusahaan diterima.

Keberadaan komite audit sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerja

keuangan perusahaan, terutama dari aspek pengendalian. Pada saat ini adanya komite

audit yang efektif merupakan salah satu aspek dalam implementasi GCG. Hasil

penelitian ini sesuai dengan teori keagenan, yang menyatakan bahwa adanya komite

audit akan dapat mengurangi konflik keagenan yang terjadi antara pemegang saham

dan manajemen. Dengan adanya komite audit yang bertanggung jawab untuk

mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem

pengendalian internal (termasuk audit internal) dapat mengurangi sifat opportunistic

manajemen yang melakukan manajemen laba (earnings management) dan hal-hal

lain yang merugikan perusahaan dengan cara mengawasi laporan keuangan dan

melakukan pengawasan pada audit eksternal. Dengan berjalannya fungsi komite

audit secara efektif, maka kontrol terhadap perusahaan akan lebih baik, sehingga

konflik keagenan yang terjadi akibat keinginan manajemen untuk meningkatkan

kesejahteraannya sendiri dapat diminimalisasi.


97

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Nuryanah (2004), namun

sesuai dengan hasil penelitian Veronica dan Bachtiar (2004) dan Wedari (2004) yang

menyatakan bahwa komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.


BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Analisis data yang telah dilakukan memperoleh hasil penelitian tentang

pengaruh penerapan good corporate governance terhadap kinerja keuangan

perusahaan. Hasil-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut ini:

1. Hipotesis pertama menyatakan bahwa “kepemilikan institusional, kepemilikan

manajerial, komisaris independen dan komite audit berpengaruh positif terhadap

kinerja keuangan perusahaan” diterima, artinya kepemilikan institusional,

kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit meningkat,

maka kinerja keuangan perusahaan juga akan semakin meningkat.

2. Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “kepemilikan institusional berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan” ditolak, artinya

kepemilikan institusional tidak mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.

3. Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa “kepemilikan manajerial berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan” diterima, artinya

semakin banyak kepemilikan manajerial akan menurunkan kinerja keuangan

perusahaan.

4. Hipotesis keempat yang menyatakan bahwa “komisaris independen berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan” ditolak, artinya

komisaris independen tidak mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.

98
99

5. Hipotesis kelima yang menyatakan bahwa “Komite audit berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan” diterima, artinya semakin

banyak komite audit maka akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil analisis pembahasan serta beberapa simpulan dan

keterbatasan pada penelitian ini, adapun saran-saran yang dapat diberikan melalui

hasil penelitian ini agar mendapatkan hasil yang lebih baik, yaitu:

1. Bagi Manajemen Perusahaan

Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam rangka

meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Pemilik saham mayoritas dan

komisaris independen yang memiliki kontribusi besar terhadap perusahaan

diharapkan dapat lebih memperhatikan dan meningkatkan pengawasan terhadap

manajemen dalam mengelola perusahaan sehingga dapat memaksimalkan kinerja

manajemen dan dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

2. Bagi Dunia Akademik

Hasil penelitian mengenai GCG terhadap kinerja keuangan perusahaan ini

minimal dapat memberikan informasi bagi penelitian-penelitian berikutnya,

sehingga peneliti selanjutnya dapat mengganti atau menambah jumlah variabel

penelitian yang lain, selain itu dapat mencoba menggunakan perhitungan kinerja

keuangan yang lebih kompleks untuk melihat konsistensi hasil penelitian dengan

menggunakan harga saham, seperti Economic Value Aded (EVA). Karena dengan
100

adanya penelitian yang baru diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat

memberikan simpulan yang lebih baik lagi nantinya.


DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Tutut Dwi. 2010. Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Independen


Terhadap Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Tesis, Program Magister Sains Akuntansi,
Semarang: UNDIP.
Andyisetyorini, Retno. 2003. Reaksi Pasar Terhadap Kebijakan Dividen (Inisiasi dan
Komisi Dividen) dan Pengaruhnya Pada Kinerja Perusahaan Go Public di
Bursa Efek Jakarta. Skripsi, Program Sarjana Ekonomi, Surakarta: UNS.
Arifin. 2005. Peran Akuntan dalam menegakkan Prinsip Good Corporate
Governance Pada perusahaan di Indonesia (Tinjauan Prespektif Teori
Keagenan). Dipresentasikan Pada Sidang Senat Guru Besar UNDIP Dalam
Rangka Pengusulan Jabatan Guru Besar tanggal 21 Desember 2005.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Reneka Cipta.
Artanto, F. dan Nofiyanti, R. 2009. Pengaruh Penerapan Good Corporate
Governance Terhadap Kinerja Keuangan Pada 10 Perusahaan BUMN.
Universitas Gunadarma.
Darmawati, Deni, Rika Gelar Rahayu dan Khomsiyah. 2004. Hubungan Corporate
Governance dan Kinerja Perusahaan. Denpasar Bali: Simposium Nasional
Akuntansi VII, IAI, 2004.
Ermayanti, Dwi. 2009. Kinerja Keuangan Perusahaan.
http://dwiermayanti.wordpress.com. Diakses tanggal 27 April 2010.
Faizal. 2004. Analis Agency Cost, Struktur Kepemilikan, dan Mekanisme Corporate
Governance. Denpasar Bali: Simposium Nasional Akuntansi VII, IAI,2004.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2003. Indonesia Company
Law. http://www.fcgi.org.id. Diakses tanggal 27 April 2010.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Gideon, S.B. Boediono. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis
Jalur. Solo: Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
Gujarati, D.N. 1995. Basic Econometric, 3rd Edition; McGraw Hill, Inc.
Gunarsih, Tri. 2001. Corporate Governance: Struktur Kepemilikan, Kinerja dan
Diversifikasi. Rancangan Proposal Disertasi. Yogyakarta: UGM.

101
102

Hastuti, Theresia Dwi. 2005. Hubungan Antara Good Corporate Governance dan
Struktur Kepemilikan dengan Kinerja Keuangan (Studi Kasus pada
Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Indonesia). Solo: Simposium Nasional
Akuntansi VIII, IAI, 2005.
Hidayah, Erna. 2008. Pengaruh Kualitas Pengungkapan Informasi terhadap
Hubungan Corporate Governance Dengan Kinerja Perusahaan Di BEJ.
Yogyakarta: Vol 12 No.1 Hal.53-63.
Irfan, Ali. 2002, Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi Dalam Hubungan
Lintas Ekonomi, Volume, XIX No. 2.
KNKG. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia.
http://www.ecgi.org/codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdf. Diakses
tanggal 5 Mei 2010.
Kusumawati, Dwi Novi dan Bambang Riyanto L.S. 2005. Corporate Governance
dan Kinerja: Analisis Compliance Reporting dan Struktur Dewan Terhadap
Kinerja. Solo: Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
Lastanti, S. Hexana. 2004. Hubungan Struktur Corporate Governance dengan
Kinerja Perusahaan dan Reaksi Pasar. Jakarta: Prosiding Konvensi Nasional
Akuntansi IV.
Midiastuty, Pratana P. dan Mas’ud Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme
Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Surabaya: Artikel yang
Dipresentasikan pada Simposium Nasional Akuntansi 6 tanggal 16-17 Oktober
2003.
Ndaruningputri, Wulandari. 2005. Pengaruh Indikator Mekanisme Good Corporate
Governance terhadap Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia. Tesis Tidak
Dipublikasikan. Semarang: Program Magister Akuntansi UNDIP.
Novi. 2010. Komite Audit. http://dank26novi.wordpress.com. Diakses tanggal 5 Mei
2010.
Nuryanah, Siti. 2004. Analisa Ketaatan Emiten Terhadap Aturan Board Governance:
Studi Kasus Tahun 2002. Bali: Makalah Simposium Nasional Akuntansi VII.
Permanasari, Wien Ika. 2010. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan
Institusional, dan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan.
Skripsi, Program Sarjana Akuntansi, Semarang: UNDIP.
Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Media Kom

Purba, Eka Susiyanti. 2011. Analisis Pengaruh Good Corporate Governance


terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Skripsi, Program Studi Strata-1 Akuntansi, Medan: USU.
103

Purwati, Atiek Sri. 2006. Pengaruh Karakteristik Komite Audit terhadap Ketepatan
Waktu Pelaporan Keuangan pada Perusahaan Publik yang Tercatat di BEJ.
Tesis, Program Magister Sains Akuntansi, Semarang: UNDIP.
Putri, Winda. 2006. Analisis Pengaruh Corporate Governance dan Jumlah Komisaris
Terhadap Kinerja perusahaan. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Program Studi
Akuntansi Yogyakarta: UII.
Rachmawati, Andri dan Hanung Triatmoko. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Makasar: Simposium
Nasional Akuntansi X, IAI, 2007.
Rogers, Matama. 2008. Corporate governance and financial performance of selected
commercial banks in Uganda. Africa: Makerere University Business School.
Sabrinna, Anindhita Ira. 2010. Pengaruh Corporate Governance dan Struktur
Kepemilikan terhadap Kinerja Perusahaan. Skripsi, Program Sarjana
Akuntansi, Semarang: UNDIP.
Sanda, Ahmadu, Aminu S. Mikailu and Tukur Garba. 2005. Corporate governance
mechanisms and firm financial performance in Nigeria. Nigeria: Department
of Economics Usmanu Danfodiyo University.
Sayidah, Nur. 2007. Pengaruh Kualitas Corporate Governance terhadap Kinerja
Perusahaan Publik. Surabaya: Vol.11 No.1.
Siallagan, Hamonagan dan Mas’ud Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate
Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Padang: Simposium
Nasional Akuntansi IX, IAI, 2006.
Siregar, Sylvia Veronica dan Shiddarta Utama. 2005. Pengaruh Struktur
Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance
terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Solo: Simposium
Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.
Siregar, Sylvia Veronica dan Yanivi S. Bachtiar. 2004. Good Corporate Governance,
Information Asymmetry, and Earnings Management. Denpasar Bali:
Simposium Nasional Akuntansi VII, IAI, 2004.
Sucipto. 2003. Penilaian Kinerja Keuangan. Medan: USU Digital Library.
Sukamulja, Sukmawati. 2004. Good Corporate Governance di Sektor Keuangan:
Dampak GCG Terhadap Kinerja Perusahaan (Kasus di Bursa Efek Jakarta).
BENEFIT, Vol.8, No. 1, h. 1-25.
Surya, Indra dan Ivan Yustiavandana. 2006. Penerapan Good Corporate
Governance: Mengesampingkan hak-hak Istimewa Demi Kelangsungan
Usaha. Jakarta: Kencana.
104

Tarjo. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage terhadap


Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham Serta Cost Of Equity Capital.
Pontianak: Simposium Nasional Akuntansi XI, IAI, 2008.
Tarjo dan Jogiyanto Hartono. 2003. Analisa Free Cash Flow dan Kepemilikan
Manajerial terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Publik di Indonesia.
Makalah Seminar Simposium Nasional Akuntansi VI, IAI, 2003.
Ujiyantho, Muh. Arief dan Bambang Agus Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate
Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan. Makassar: Simposium
Nasional Akuntansi X, IAI, 2007.
Wahyudi, Untung dan Hartini P. Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan
terhadap Nilai Perusahaan; dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel
Intervening. Padang: Simposium Nasional Akuntansi IX, IAI, 2006.
Wardhani, Ratna. 2006. Mekanisme corporate governance dalam perusahaan yang
mengalami permasalahan keuangan (financially distressed firms). Padang:
Simposium Nasional Akuntansi IX, IAI, 2006.
Wedari, L.K. 2004. Analisis Pengaruh Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite
Audit terhadap Aktivitas Manajemen Laba. Denpasar Bali: Simposium
Nasional Akuntansi VII, IAI, 2004.
Wening, Kartikawati. 2009. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan. http://hana.wordpres.com. Diakses tanggal 27 April
2010.
www.idx.co.id
105

LAMPIRAN
106

LAMPIRAN 1

RATA-RATA PENILAIAN TOBIN’S Q


PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR TAHUN 2003-2006

Tahun Tobin’s Q
2003 0,95
2004 0,51
2005 0,61
2006 0,93
107

LAMPIRAN 2

POPULASI PENELITIAN

NO KODE EMITEN
1 ADES Ades Waters Indonesia Tbk
2 ADMG Polychem Indonesia Tbk
3 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
4 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk
5 AKPI Argha Karya Prima Industry Tbk
6 AKRA AKR Corporindo Tbk
7 ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk
8 AMFG Asahimas Flat Glass Tbk
9 APLI Asiaplast Industries Tbk
10 AQUA Aqua Golden Mississippi Tbk
11 ARGO Argo Pantes Tbk
12 ARNA Arwana Citramulia Tbk
13 ASGR Astra Graphia Tbk
14 ASII Astra International Tbk
15 AUTO Astra Otoparts Tbk
16 BATA Sepatu Bata Tbk
17 BATI BAT Indonesia Tbk
18 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk
19 BRAM Indo Kordsa Tbk
20 BRNA Berlina Tbk
21 BRPT Barito Pacific Tbk
22 BTON Betonjaya Manunggal Tbk
23 BUDI Budi Acid Jaya Tbk
24 CEKA Cahaya Kalbar Tbk
25 CLPI Colorpak Indonesia Tbk
26 CNTX Century Textile Industry (Centex) Tbk
27 CTBN Citra Tubindo Tbk
28 DAVO Davomas Abadi Tbk
29 DLTA Delta Djakarta Tbk
30 DOID Delta Dunia Petroindo Tbk
31 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk
32 DSUC Daya Sakti Unggul Corporation Tbk
33 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk
34 DYNA Dynaplast Tbk
108

35 EKAD Ekadharma International Tbk


36 ERTX Eratex Djaja Tbk
37 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk
38 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk
39 FAST Fast Food Indonesia Tbk
40 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk
41 FMII Fortune Mate Indonesia Tbk
42 FPNI Titan Kimia Nusantara Tbk
43 GDYR Goodyear Indonesia Tbk
44 GGRM Gudang Garam Tbk
45 GJTL Gajah Tunggal Tbk
46 HDTX Panasia Indosyntec Tbk
47 HEXA Hexindo Adiperkasa Tbk
48 HMSP HM Sampoerna Tbk
49 IGAR Kageo Igar Jaya Tbk
50 IKAI Intikeramik Alamasri Industry Tbk
51 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk
52 IMAS Indomobil Sukses Internasional Tbk
53 INAF Indofarma (Persero) Tbk
54 INAI Indal Aluminium Industry Tbk
55 INCI Intanwijaya Internasional Tbk
56 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
57 INDR Indorama Syntetics Tbk
58 INDS Indospring Tbk
59 INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
60 INRU Toba Pulp Lestari Tbk
61 INTA Intraco Penta Tbk
62 INTD Inter Delta Tbk
63 INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
64 ITMA Itamaraya Gold Industri Tbk
65 JECC Jembo Cable Company Tbk
66 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Tbk
67 JPRS Jaya Pari Steel Tbk
68 KAEF Kimia Farma (Persero) Tbk
69 KARW Karwell Indonesia Tbk
70 KBLI GT Kabel Indonesia Tbk
71 KBLM Kabelindo Murni Tbk
72 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk
73 KIAS Keramika Indonesia Assosiasi Tbk
109

74 KICI Kedaung Indah Can Tbk


75 KKGI Resource Alam Indonesia Tbk
76 KLBF Kalbe Farma Tbk
77 KONI Perdana Bangun Pusaka Tbk
78 LAPD Leyand International Tbk
79 LION Lion Metal Works Tbk
80 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk
81 LMSH Lion Mesh Prima Tbk
82 LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk
83 LTLS Lautan Luas Tbk
84 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk
85 MDRN Modern Internasional Tbk
86 MERK Merck Tbk
87 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
88 MLIA Mulia Industrindo Tbk
89 MLPL Multipolar Corporation Tbk
90 MRAT Mustika Ratu Tbk
91 MTDL Metrodata Electronics Tbk
92 MYOH Myoh Technology Tbk
93 MYOR Mayora Indah Tbk
94 MYRX Hanson International Tbk
95 MYTX APAC Citra Centertex Tbk
96 NIPS Nipress Tbk
97 PAFI Panasia Filament Inti Tbk
98 PBRX Pan Brothers Tex Tbk
99 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk
100 POLY Polysindo Eka Perkasa Tbk
101 PRAS Prima Alloy Steel Tbk
102 PSDN Prasidha Aneka Niaga Tbk
103 PTSN Sat Nusapersada Tbk
104 PTSP Pioneerindo Gourmet International Tbk
105 PYFA Pyridam Farma Tbk
106 RDTX Roda Vivatex Tbk
107 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk
108 RMBA Bentoel International Investama Tbk
109 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk
110 SCCO Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk
111 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk
112 SIMA Siwani Makmur Tbk
110

113 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk


114 SIPD Sierad Produce Tbk
115 SKBM Sekar Bumi Tbk
116 SKLT Sekar Laut Tbk
117 SMAR SMART Tbk
118 SMCB Holcim Indonesia Tbk
119 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk
120 SMSM Selamat Sempurna Tbk
121 SOBI Sorini Agro Asia Corporindo Tbk
122 SPMA Suparma Tbk
123 SQBI Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk
124 SQBB Taisho Pharmacuetical Indonesia Tbk
125 SQMI Allbond Makmur Usaha Tbk
126 SRSN Indo Acidatama Tbk
127 SSTM Sunson Textile Manufacture Tbk
128 STTP Siantar TOP Tbk
129 SUGI Sugi Samapersada Tbk
130 SULI Sumalindo Lestari Jaya Tbk
131 TALF Tunas Alfin Tbk
132 TBLA Tunas Baru Lampung Tbk
133 TBMS Tembaga Mulia Semanan Tbk
134 TCID Mandom Indonesia Tbk
135 TEJA Textile Manufacturing Company Jaya Tbk
136 TFCO Teijin Indonesia Fiber Corporation Tbk
137 TIRA Tira Austenite Tbk
138 TIRT Tirta Mahakam Resources Tbk
139 TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
140 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk
141 TPIA Tri Polyta Indonesia Tbk
142 TRST Trias Sentosa Tbk
143 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk
144 TURI Tunas Ridean Tbk
145 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk
146 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk
147 UNTR United Tractors Tbk
148 UNTX Unitex Tbk
149 UNVR Unilever Indonesia Tbk
150 VOKS Voksel Electric Tbk
151 YPAS PT Yanaprima Hastapersada Tbk
111

LAMPIRAN 3

PERUSAHAAN YANG MENDAPATKAN LABA 2007-2009

NO KODE EMITEN
1 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
2 AKPI Argha Karya Prima Industry Tbk
3 AKRA AKR Corporindo Tbk
4 ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk
5 AMFG Asahimas Flat Glass Tbk
6 ARNA Arwana Citramulia Tbk
7 ASGR Astra Graphia Tbk
8 ASII Astra International Tbk
9 AUTO Astra Otoparts Tbk
10 BATA Sepatu Bata Tbk
11 BRAM Indo Kordsa Tbk
12 BRNA Berlina Tbk
13 BTON Betonjaya Manunggal Tbk
14 BUDI Budi Acid Jaya Tbk
15 CEKA Cahaya Kalbar Tbk
16 CLPI Colorpak Indonesia Tbk
17 CTBN Citra Tubindo Tbk
18 DLTA Delta Djakarta Tbk
19 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk
20 DYNA Dynaplast Tbk
21 EKAD Ekadharma International Tbk
22 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk
23 FAST Fast Food Indonesia Tbk
24 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk
25 GDYR Goodyear Indonesia Tbk
26 GGRM Gudang Garam Tbk
27 HEXA Hexindo Adiperkasa Tbk
28 HMSP HM Sampoerna Tbk
29 IGAR Kageo Igar Jaya Tbk
30 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk
31 IMAS Indomobil Sukses Internasional Tbk
32 INAF Indofarma (Persero) Tbk
33 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
34 INDR Indorama Syntetics Tbk
112

35 INDS Indospring Tbk


36 INTA Intraco Penta Tbk
37 INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
38 JECC Jembo Cable Company Tbk
39 JPRS Jaya Pari Steel Tbk
40 KAEF Kimia Farma (Persero) Tbk
41 KBLI GT Kabel Indonesia Tbk
42 KBLM Kabelindo Murni Tbk
43 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk
44 KLBF Kalbe Farma Tbk
45 LION Lion Metal Works Tbk
46 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk
47 LMSH Lion Mesh Prima Tbk
48 LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk
49 LTLS Lautan Luas Tbk
50 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk
51 MDRN Modern Internasional Tbk
52 MERK Merck Tbk
53 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
54 MRAT Mustika Ratu Tbk
55 MTDL Metrodata Electronics Tbk
56 MYOR Mayora Indah Tbk
57 NIPS Nipress Tbk
58 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk
59 PTSP Pioneerindo Gourmet International Tbk
60 PYFA Pyridam Farma Tbk
61 RDTX Roda Vivatex Tbk
62 RMBA Bentoel International Investama Tbk
63 SCCO Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk
64 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk
65 SIPD Sierad Produce Tbk
66 SKLT Sekar Laut Tbk
67 SMAR SMART Tbk
68 SMCB Holcim Indonesia Tbk
69 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk
70 SMSM Selamat Sempurna Tbk
71 SOBI Sorini Agro Asia Corporindo Tbk
72 SQBB Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk
73 SRSN Indo Acidatama Tbk
113

74 STTP Siantar TOP Tbk


75 TBLA Tunas Baru Lampung Tbk
76 TCID Mandom Indonesia Tbk
77 TIRA Tira Austenite Tbk
78 TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
79 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk
80 TRST Trias Sentosa Tbk
81 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk
82 TURI Tunas Ridean Tbk
83 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk
84 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk
85 UNTR United Tractors Tbk
86 UNVR Unilever Indonesia Tbk
87 VOKS Voksel Electric Tbk
114

LAMPIRAN 3

PERUSAHAAN YANG TIDAK MENDAPATKAN LABA 2007-2009

NO KODE EMITEN
1 ADES Ades Waters Indonesia Tbk
2 ADMG Polychem Indonesia Tbk
3 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk
4 APLI Asiaplast Industries Tbk
5 AQUA Aqua Golden Mississippi Tbk
6 ARGO Argo Pantes Tbk
7 BATI BAT Indonesia Tbk
8 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk
9 BRPT Barito Pacific Tbk
10 CNTX Century Textile Industry (Centex) Tbk
11 DAVO Davomas Abadi Tbk
12 DOID Delta Dunia Petroindo Tbk
13 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk
14 DSUC Daya Sakti Unggul Corporation Tbk
15 ERTX Eratex Djaja Tbk
16 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk
17 FMII Fortune Mate Indonesia Tbk
18 FPNI Titan Kimia Nusantara Tbk
19 GJTL Gajah Tunggal Tbk
20 HDTX Panasia Indosyntec Tbk
21 IKAI Intikeramik Alamasri Industry Tbk
22 INAI Indal Aluminium Industry Tbk
23 INCI Intanwijaya Internasional Tbk
24 INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
25 INRU Toba Pulp Lestari Tbk
26 INTD Inter Delta Tbk
27 ITMA Itamaraya Gold Industri Tbk
28 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Tbk
29 KARW Karwell Indonesia Tbk
30 KIAS Keramika Indonesia Assosiasi Tbk
31 KICI Kedaung Indah Can Tbk
32 KKGI Resource Alam Indonesia Tbk
33 KONI Perdana Bangun Pusaka Tbk
34 LAPD Leyand International Tbk
115

35 MLIA Mulia Industrindo Tbk


36 MLPL Multipolar Corporation Tbk
37 MYOH Myoh Technology Tbk
38 MYRX Hanson International Tbk
39 MYTX APAC Citra Centertex Tbk
40 PAFI Panasia Filament Inti Tbk
41 PBRX Pan Brothers Tex Tbk
42 POLY Polysindo Eka Perkasa Tbk
43 PRAS Prima Alloy Steel Tbk
44 PSDN Prasidha Aneka Niaga Tbk
45 PTSN Sat Nusapersada Tbk
46 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk
47 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk
48 SIMA Siwani Makmur Tbk
49 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk
50 SKBM Sekar Bumi Tbk
51 SPMA Suparma Tbk
52 SQBI Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk
53 SQMI Allbond Makmur Usaha Tbk
54 SSTM Sunson Textile Manufacture Tbk
55 SUGI Sugi Samapersada Tbk
56 SULI Sumalindo Lestari Jaya Tbk
57 TALF Tunas Alfin Tbk
58 TBMS Tembaga Mulia Semanan Tbk
59 TEJA Textile Manufacturing Company Jaya Tbk
60 TFCO Teijin Indonesia Fiber Corporation Tbk
61 TIRT Tirta Mahakam Resources Tbk
62 TPIA Tri Polyta Indonesia Tbk
63 UNTX Unitex Tbk
64 YPAS PT Yanaprima Hastapersada Tbk
116

LAMPIRAN 3

PERUSAHAAN YANG TIDAK MEMILIKI KEPEMILIKAN


INSTITUSIONAL DAN MANAJERIAL TAHUN 2007-2009

NO KODE EMITEN
1 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
2 AKPI Argha Karya Prima Industry Tbk
3 ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk
4 AMFG Asahimas Flat Glass Tbk
5 ARNA Arwana Citramulia Tbk
6 ASGR Astra Graphia Tbk
7 BATA Sepatu Bata Tbk
8 BUDI Budi Acid Jaya Tbk
9 CEKA Cahaya Kalbar Tbk
10 CLPI Colorpak Indonesia Tbk
11 DLTA Delta Djakarta Tbk
12 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk
13 EKAD Ekadharma International Tbk
14 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk
15 FAST Fast Food Indonesia Tbk
16 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk
17 GDYR Goodyear Indonesia Tbk
18 GGRM Gudang Garam Tbk
19 HEXA Hexindo Adiperkasa Tbk
20 HMSP HM Sampoerna Tbk
21 IGAR Kageo Igar Jaya Tbk
22 IMAS Indomobil Sukses Internasional Tbk
23 INDR Indorama Syntetics Tbk
24 INDS Indospring Tbk
25 INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
26 JECC Jembo Cable Company Tbk
27 KBLI GT Kabel Indonesia Tbk
28 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk
29 KLBF Kalbe Farma Tbk
30 LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk
31 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk
32 MDRN Modern Internasional Tbk
117

33 MERK Merck Tbk


34 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
35 MRAT Mustika Ratu Tbk
36 MYOR Mayora Indah Tbk
37 PTSP Pioneerindo Gourmet International Tbk
38 RDTX Roda Vivatex Tbk
39 RMBA Bentoel International Investama Tbk
40 SCCO Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk
41 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk
42 SIPD Sierad Produce Tbk
43 SKLT Sekar Laut Tbk
44 SMAR SMART Tbk
45 SMCB Holcim Indonesia Tbk
46 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk
47 SMSM Selamat Sempurna Tbk
48 SOBI Sorini Agro Asia Corporindo Tbk
49 SQBB Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk
50 SRSN Indo Acidatama Tbk
51 TBLA Tunas Baru Lampung Tbk
52 TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
53 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk
54 TRST Trias Sentosa Tbk
55 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk
56 TURI Tunas Ridean Tbk
57 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk
58 UNTR United Tractors Tbk
59 UNVR Unilever Indonesia Tbk
60 VOKS Voksel Electric Tbk
118

LAMPIRAN 3

PERUSAHAAN MEMILIKI KEPEMILIKAN


INSTITUSIONAL DAN MANAJERIAL TAHUN 2007-2009

NO KODE EMITEN
1 AKRA AKR Corporindo Tbk
2 ASII Astra International Tbk
3 AUTO Astra Otoparts Tbk
4 BRAM Indo Kordsa Tbk
5 BRNA Berlina Tbk
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk
7 CTBN Citra Tubindo Tbk
8 DYNA Dynaplast Tbk
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
12 INTA Intraco Penta Tbk
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk
14 KAEF Kimia Farma (Persero) Tbk
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk
16 LION Lion Metal Works Tbk
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk
19 LTLS Lautan Luas Tbk
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk
21 NIPS Nipress Tbk
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk
23 PYFA Pyridam Farma Tbk
24 STTP Siantar TOP Tbk
25 TCID Mandom Indonesia Tbk
26 TIRA Tira Austenite Tbk
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk
119

LAMPIRAN 4

ANALISIS DESKRIPTIF KINERJA KEUANGAN

TOBIN’S Q Rata-
NO KODE EMITEN 2007 2008 2009 Rata
1 AKRA AKR Corporindo Tbk 1.38 0.75 0.88 1.00
2 ASII Astra International Tbk 0.88 1.90 2.60 1.80
3 AUTO Astra Otoparts Tbk 3.70 3.39 4.70 3.93
4 BRAM Indo Kordsa Tbk 0.45 0.43 0.34 0.41
5 BRNA Berlina Tbk 0.28 0.25 0.34 0.29
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 0.37 0.40 0.52 0.43
7 CTBN Citra Tubindo Tbk 1.47 1.26 1.37 1.36
8 DYNA Dynaplast Tbk 0.56 0.53 0.53 0.54
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 0.28 -0.14 0.47 0.20
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 0.65 0.20 0.34 0.40
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 0.67 1.24 1.48 1.13
12 INTA Intraco Penta Tbk 0.34 0.18 0.37 0.30
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 0.59 -0.02 0.40 0.32
14 KAEF Kimia Farma Tbk 1.14 0.27 0.44 0.62
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 0.48 0.43 0.55 0.48
16 LION Lion Metal Works Tbk 0.19 0.33 -0.06 0.15
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk 0.40 0.26 0.45 0.37
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 0.49 0.58 0.48 0.52
19 LTLS Lautan Luas Tbk 0.49 0.54 0.54 0.53
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 0.29 0.20 0.20 0.23
21 NIPS Nipress Tbk 0.34 0.31 0.39 0.34
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 1.10 0.94 0.75 0.93
23 PYFA Pyridam Farma Tbk 0.34 0.66 0.73 0.58
24 STTP Siantar TOP Tbk 1.06 0.58 0.73 0.79
25 TCID Mandom Indonesia Tbk 1.85 0.90 1.39 1.38
26 TIRA Tira Austenite Tbk 0.81 0.77 0.74 0.77
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 1.58 1.36 1.03 1.32
Rata-Rata 0.82 0.68 0.84 0.78
120

LAMPIRAN 5

ANALISIS DESKRIPTIF KEPEMILIKAN INSTITUSIOANAL

KI Rata-
NO KODE EMITEN 2007 2008 2009 Rata
1 AKRA AKR Corporindo Tbk 71.24 71.11 70.82 71.06
2 ASII Astra International Tbk 50.11 50.11 50.11 50.11
3 AUTO Astra Otoparts Tbk 86.72 93.91 95.65 92.09
4 BRAM Indo Kordsa Tbk 89.74 89.74 89.74 89.74
5 BRNA Berlina Tbk 51.42 51.42 51.42 51.42
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 54.31 54.31 54.31 54.31
7 CTBN Citra Tubindo Tbk 75.29 76.9 80.92 77.70
8 DYNA Dynaplast Tbk 69.2 74.7 74.37 72.76
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 93.06 93.06 93.06 93.06
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 80.66 80.66 80.66 80.66
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 51.53 50.05 50.05 50.54
12 INTA Intraco Penta Tbk 86.51 86.5 86.5 86.50
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 67.62 67.62 68.42 67.89
14 KAEF Kimia Farma Tbk 90.03 90.03 90.03 90.03
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 80.99 81.33 81.76 81.36
16 LION Lion Metal Works Tbk 57.7 57.7 57.7 57.70
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk 77.53 77.53 77.53 77.53
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 32.2 32.2 32.22 32.21
19 LTLS Lautan Luas Tbk 63.03 63.03 63.03 63.03
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 12.93 12.93 12.93 12.93
21 NIPS Nipress Tbk 37.11 37.11 37.11 37.11
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 94.22 92.22 94.01 93.48
23 PYFA Pyridam Farma Tbk 53.85 53.85 53.85 53.85
24 STTP Siantar TOP Tbk 60.39 56.76 56.76 57.97
25 TCID Mandom Indonesia Tbk 79.5 79.23 79.23 79.32
26 TIRA Tira Austenite Tbk 96.46 96.43 96.43 96.44
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 49.08 46.82 46.82 47.57
Rata-Rata 67.13 67.31 67.61 67.35
121

LAMPIRAN 6

ANALISIS DESKRIPTIF KEPEMILIKAN MANAJERIAL

KM Rata-
NO KODE EMITEN 2007 2008 2009 Rata
1 AKRA AKR Corporindo Tbk 0.13 0.24 0.5 0.29
2 ASII Astra International Tbk 0.02 0.03 0.04 0.03
3 AUTO Astra Otoparts Tbk 0.04 0.07 0.04 0.05
4 BRAM Indo Kordsa Tbk 1.48 1.48 1.48 1.48
5 BRNA Berlina Tbk 23.34 23.34 23.34 23.34
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 35.14 35.14 35.14 35.14
7 CTBN Citra Tubindo Tbk 0.65 0.6 0.03 0.43
8 DYNA Dynaplast Tbk 0.69 0.69 0.69 0.69
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 0.09 0.1 0.1 0.10
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 0.02 0.02 0.02 0.02
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 0.05 0.06 0.05 0.05
12 INTA Intraco Penta Tbk 3.93 5.43 5.76 5.04
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 15.53 15.53 15.53 15.53
14 KAEF Kimia Farma Tbk 0.27 0.27 0.27 0.27
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 8.93 8.93 8.93 8.93
16 LION Lion Metal Works Tbk 0.18 0.18 0.23 0.20
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk 0.02 0.02 0.02 0.02
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 25.6 25.6 25.61 25.60
19 LTLS Lautan Luas Tbk 3.64 3.64 3.64 3.64
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 1.71 6.42 10.07 6.07
21 NIPS Nipress Tbk 18.35 18.35 24.26 20.32
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 0.13 0.08 0.08 0.10
23 PYFA Pyridam Farma Tbk 23.08 23.08 23.08 23.08
24 STTP Siantar TOP Tbk 12.51 0.02 7.4 6.64
25 TCID Mandom Indonesia Tbk 0.75 0.19 0.18 0.37
26 TIRA Tira Austenite Tbk 0.024 0.012 0.012 0.02
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 5.72 8.08 14.72 9.51
Rata-Rata 6.74 6.58 7.45 6.92
122

LAMPIRAN 7

ANALISIS DESKRIPTIF KOMISARIS INDEPENDEN

DKI (KOM
INDEPENDEN) Rata-
Rata
NO KODE EMITEN 2007 2008 2009
1 AKRA AKR Corporindo Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
2 ASII Astra International Tbk 0.45 0.45 0.45 0.45
3 AUTO Astra Otoparts Tbk 0.43 0.40 0.40 0.41
4 BRAM Indo Kordsa Tbk 0.29 0.29 0.29 0.29
5 BRNA Berlina Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
7 CTBN Citra Tubindo Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
8 DYNA Dynaplast Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 0.20 0.20 0.20 0.20
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 0.30 0.30 0.30 0.30
12 INTA Intraco Penta Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
14 KAEF Kimia Farma Tbk 0.60 0.60 0.60 0.60
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
16 LION Lion Metal Works Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk 0.50 0.50 0.50 0.50
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
19 LTLS Lautan Luas Tbk 0.25 0.25 0.25 0.25
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
21 NIPS Nipress Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
23 PYFA Pyridam Farma Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
24 STTP Siantar TOP Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
25 TCID Mandom Indonesia Tbk 0.40 0.40 0.40 0.40
26 TIRA Tira Austenite Tbk 0.33 0.33 0.25 0.31
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 0.33 0.33 0.33 0.33
Rata-Rata 0.38 0.38 0.38 0.38
123

LAMPIRAN 8

ANALISIS DESKRIPTIF KOMITE AUDIT

KOMITE AUDIT Rata-


NO KODE EMITEN 2007 2008 2009 Rata
1 AKRA AKR Corporindo Tbk 3 3 3 3.00
2 ASII Astra International Tbk 3 3 3 3.00
3 AUTO Astra Otoparts Tbk 0 0 0 0.00
4 BRAM Indo Kordsa Tbk 3 3 3 3.00
5 BRNA Berlina Tbk 3 3 3 3.00
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 3 3 3 3.00
7 CTBN Citra Tubindo Tbk 4 4 4 4.00
8 DYNA Dynaplast Tbk 3 3 3 3.00
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 3 3 3 3.00
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 3 3 3 3.00
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 4 4 4 4.00
12 INTA Intraco Penta Tbk 0 0 0 0.00
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 3 3 3 3.00
14 KAEF Kimia Farma Tbk 3 3 3 3.00
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 3 3 3 3.00
16 LION Lion Metal Works Tbk 3 3 3 3.00
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk 3 3 3 3.00
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 3 3 3 3.00
19 LTLS Lautan Luas Tbk 3 3 3 3.00
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 3 3 3 3.00
21 NIPS Nipress Tbk 3 3 3 3.00
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 3 3 3 3.00
23 PYFA Pyridam Farma Tbk 3 3 3 3.00
24 STTP Siantar TOP Tbk 3 3 3 3.00
25 TCID Mandom Indonesia Tbk 4 4 4 4.00
26 TIRA Tira Austenite Tbk 3 3 3 3.00
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 3 3 3 3.00
Rata-Rata 2.89 2.89 2.89 2.89
124

LAMPIRAN 9 (HASIL OUTPUT SPSS)

1. Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


KI 81 12.93 96.46 67.7078 20.92963
KM 81 .01 35.14 6.9240 10.02765
DKI 81 .20 .60 .3764 .09525
KOMITE 81 .00 4.00 2.8889 .88034
TOBINSQ 81 -.14 4.70 .7826 .78951
Valid N (listwise) 81

2. Analisis Regresi

Uji Normalitas

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: TOBINSQ


1.0

0.8
Expected Cum Prob

0.6

0.4

0.2

0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Observed Cum Prob

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardiz
ed Residual
N 81
Normal Parameters a,b Mean .0000000
Std. Deviation .70885886
Most Extreme Absolute .117
Differences Positive .117
Negative -.076
Kolmogorov-Smirnov Z 1.055
Asymp. Sig. (2-tailed) .216
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
125

3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Adjusted Std. Error of Durbin-


Model R R Square R Square the Estimate Watson
1 .441a .194 .152 .72727 1.697
a. Predictors: (Constant), KOMITE, KM, DKI, KI
b. Dependent Variable: TOBINSQ

Positif Ragu-ragu Bebas Ragu-ragu Negatif

0 DL DU 4-DU 4-DL

1,390 1,595 1,697 2,405 2,610

b. Uji Multikolinearitas

Coe fficie ntsa

Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 KI .634 1.577
KM .653 1.532
DKI .911 1.098
KOMITE .919 1.089
a. Dependent Variable: TOBINSQ

c. Uji Heteroskedastisitas (Uji Park)

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -.071 .845 -.084 .934
KI .016 .007 .201 1.161 .085
KM .009 .015 .083 .606 .546
DKI -1.157 1.330 -.101 -.870 .387
KOMITE -.036 .143 -.029 -.249 .804
a. Dependent Variable: lnres2
126

4. Analisis Regresi Berganda

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 1.748 .568 3.079 .003
KI -.002 .005 -.063 -.484 .629
KM -.024 .010 -.305 -2.393 .019
DKI .730 .894 .088 .816 .417
KOMITE .317 .096 .354 3.291 .002
a. Dependent Variable: TOBINSQ

5. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 9.683 4 2.421 4.577 .002a
Residual 40.198 76 .529
Total 49.882 80
a. Predictors: (Constant), KOMITE, KM, DKI, KI
b. Dependent Variable: TOBINSQ

6. Koefisien Determinasi

Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .441a .194 .152 .72727
a. Predictors: (Constant), KOMITE, KM, DKI, KI
127

LAMPIRAN 10 (TABULASI DATA)

KI KM
NO KODE EMITEN 2007 2008 2009 2007 2008 2009
1 AKRA AKR Corporindo Tbk 71.24 71.11 70.82 0.13 0.24 0.5
2 ASII Astra International Tbk 50.11 50.11 50.11 0.02 0.03 0.04
3 AUTO Astra Otoparts Tbk 86.72 93.91 95.65 0.04 0.07 0.04
4 BRAM Indo Kordsa Tbk 89.74 89.74 89.74 1.48 1.48 1.48
5 BRNA Berlina Tbk 51.42 51.42 51.42 23.34 23.34 23.34
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 54.31 54.31 54.31 35.14 35.14 35.14
7 CTBN Citra Tubindo Tbk 75.29 76.9 80.92 0.65 0.6 0.03
8 DYNA Dynaplast Tbk 69.2 74.7 74.37 0.69 0.69 0.69
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 93.06 93.06 93.06 0.09 0.1 0.1
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 80.66 80.66 80.66 0.02 0.02 0.02
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 51.53 50.05 50.05 0.05 0.06 0.05
12 INTA Intraco Penta Tbk 86.51 86.5 86.5 3.93 5.43 5.76
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 67.62 67.62 68.42 15.53 15.53 15.53
14 KAEF Kimia Farma Tbk 90.03 90.03 90.03 0.27 0.27 0.27
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 80.99 81.33 81.76 8.93 8.93 8.93
16 LION Lion Metal Works Tbk 57.7 57.7 57.7 0.18 0.18 0.23
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk 77.53 77.53 77.53 0.02 0.02 0.02
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 32.2 32.2 32.22 25.6 25.6 25.61
19 LTLS Lautan Luas Tbk 63.03 63.03 63.03 3.64 3.64 3.64
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 12.93 12.93 12.93 1.71 6.42 10.07
21 NIPS Nipress Tbk 37.11 37.11 37.11 18.35 18.35 24.26
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 94.22 92.22 94.01 0.13 0.08 0.08
23 PYFA Pyridam Farma Tbk 53.85 53.85 53.85 23.08 23.08 23.08
24 STTP Siantar TOP Tbk 60.39 56.76 56.76 12.51 0.02 7.4
25 TCID Mandom Indonesia Tbk 79.5 79.23 79.23 0.75 0.19 0.18
26 TIRA Tira Austenite Tbk 96.46 96.43 96.43 0.024 0.012 0.012
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 49.08 46.82 46.82 5.72 8.08 14.72
128

DKI (KOM
INDEPENDEN) KOMITE AUDIT
NO KODE EMITEN 2007 2008 2009 2007 2008 2009
1 AKRA AKR Corporindo Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3
2 ASII Astra International Tbk 0.45 0.45 0.45 3 3 3
3 AUTO Astra Otoparts Tbk 0.43 0.40 0.40 0 0 0
4 BRAM Indo Kordsa Tbk 0.29 0.29 0.29 3 3 3
5 BRNA Berlina Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3
6 BTON Betonjaya Manunggal Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3
7 CTBN Citra Tubindo Tbk 0.33 0.33 0.33 4 4 4
8 DYNA Dynaplast Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3
9 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk 0.20 0.20 0.20 3 3 3
10 INAF Indofarma (Persero) Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3
11 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk 0.30 0.30 0.30 4 4 4
12 INTA Intraco Penta Tbk 0.33 0.33 0.33 0 0 0
13 JPRS Jaya Pari Steel Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3
14 KAEF Kimia Farma Tbk 0.60 0.60 0.60 3 3 3
15 KBLM Kabelindo Murni Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3
16 LION Lion Metal Works Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3
17 LMPI Langgeng Makmur Plastik Industry Ltd Tbk 0.50 0.50 0.50 3 3 3
18 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3
19 LTLS Lautan Luas Tbk 0.25 0.25 0.25 3 3 3
20 MTDL Metrodata Electronics Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3
21 NIPS Nipress Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3
22 PICO Pelangi Indah Canindo Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3
23 PYFA Pyridam Farma Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3
24 STTP Siantar TOP Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3
25 TCID Mandom Indonesia Tbk 0.40 0.40 0.40 4 4 4
26 TIRA Tira Austenite Tbk 0.33 0.33 0.25 3 3 3
27 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk 0.33 0.33 0.33 3 3 3
129

SAHAM BEREDAR CLOSING PRICE MVE


NO KODE 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009
1 AKRA 3,120 3,120 3,120 1,308 683 1,109 4,080,960 2,130,960 3,460,080
2 ASII 4,048 4,048 4,048 10,550 34,700 54,550 42,710,149 140,477,929 220,837,782
3 AUTO 771 771 771 16625 17500 28750 12,820,490 13,495,252 22,170,772
4 BRAM 450 450 450 1,900 1,800 1,450 855,000 810,000 652,500
5 BRNA 69 138 138 495 320 600 34,155 44,160 82,800
6 BTON 180 180 180 185 335 275 33,300 60,300 49,500
7 CTBN 800 800 800 3,000 3,100 3,100 2,400,000 2,480,000 2,480,000
8 DYNA 315 315 315 740 650 800 232,882 204,559 251,764
9 IKBI 306 306 306 1,150 500 1,620 351,900 153,000 495,720
10 INAF 3,099 3,099 3,099 205 50 83 635,350 154,963 257,239
11 INDF 9,444 8,780 8,780 930 3,550 4,875 8,783,096 31,170,514 42,804,579
12 INTA 432 432 432 550 234 690 237,603 101,089 298,084
13 JPRS 750 750 750 355 166 265 266,250 124,500 198,750
14 KAEF 5,554 5,554 5,554 305 76 127 1,693,970 422,104 705,358
15 KBLM 1,120 1,120 1,120 120 120 115 134,400 134,400 128,800
16 LION 52 52 52 2,100 3,075 2,100 109,234 159,949 109,234
17 LMPI 1,009 1,009 1,009 160 70 215 161,363 70,596 216,831
18 LMSH 10 10 10 2,100 3,600 2,400 20,160 34,560 23,040
19 LTLS 780 780 780 440 530 750 343,200 413,400 585,000
20 MTDL 2,042 2,042 2,042 184 71 87 375,714 144,977 177,648
21 NIPS 20 20 20 1,850 1,490 1,450 37,000 29,800 29,000
22 PICO 568 568 568 505 430 220 287,029 244,401 125,043
23 PYFA 535 535 535 50 110 127 26,754 58,859 67,955
24 STTP 1,310 1,310 1,310 370 150 250 484,700 196,500 327,500
25 TCID 181 181 201 8,400 5,500 8,100 1,520,064 995,280 1,628,640
26 TIRA 59 59 59 1,600 1,600 1,740 94,080 94,080 102,312
27 ULTJ 2,888 2,888 2,888 650 800 580 1,877,448 2,310,706 1,675,262
130

UTANG LANCAR AKTIVA LANCAR


NO KODE 2007 2008 2009 2007 2008 2009
1 AKRA 1,586,850 2,192,341 2,810,284 1,845,339 2,185,151 2,694,116
2 ASII 21,343,163 26,883,000 26,735,000 19,474,163 35,531,000 36,595,000
3 AUTO 758,853 873,185 980,428 1,639,393 1,862,813 2,131,336
4 BRAM 183,230 446,099 190,876 911,770 978,226 656,111
5 BRNA 72,923 94,296 187,580 175,649 222,591 283,629
6 BTON 10,904 13,982 3,708 34,365 60,424 25,082
7 CTBN 649,212 939,562 671,151 1,000,109 1,420,300 1,117,499
8 DYNA 390,178 526,761 519,133 384,743 430,623 451,367
9 IKBI 141,352 119,983 58,077 436,855 492,243 417,181
10 INAF 686,297 634,576 376,912 899,307 844,984 581,222
11 INDF 12,776,365 16,262,161 11,158,962 11,766,665 14,598,422 12,954,813
12 INTA 301,144 469,591 487,724 772,833 1,009,144 851,626
13 JPRS 42,403 123,117 75,724 248,084 373,882 217,576
14 KAEF 433,564 449,855 510,854 893,447 950,618 1,020,884
15 KBLM 189,006 200,776 111,277 198,729 216,839 114,083
16 LION 33,979 38,607 29,755 183,763 219,551 236,951
17 LMPI 77,785 110,549 91,336 225,589 259,994 254,306
18 LMSH 27,632 18,606 21,976 51,252 51,256 46,699
19 LTLS 1,363,316 1,879,789 1,319,201 1,130,674 2,112,208 1,479,211
20 MTDL 787,116 740,209 519,016 1,007,583 988,662 775,024
21 NIPS 157,453 174,852 169,916 173,978 180,982 168,642
22 PICO 306,726 347,303 338,623 241,114 351,766 308,862
23 PYFA 24,018 25,112 21,670 34,875 41,291 45,490
24 STTP 115,605 221,491 110,001 204,499 271,633 185,735
25 TCID 22,507 61,401 77,511 396,330 497,212 562,971
26 TIRA 126,318 131,512 109,372 143,942 152,109 136,653
27 ULTJ 232,731 445,866 384,342 551,947 826,610 813,390
131

PERSEDIAAN UTANG JANGKA PANJANG DEBT


NO 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009
1 608,449 783,986 709,518 412,982 725,870 1,021,968 762,942 1,517,046 1,847,654
2 1,366,949 8,666,000 7,282,000 10,168,573 13,280,000 13,271,000 13,404,522 13,298,000 10,693,000
3 497,022 670,008 514,620 335,881 317,701 281,864 -47,637 -1,919 -354,424
4 297,915 402,957 237,106 279,122 34,082 33,997 -151,503 -95,088 -194,132
5 41,165 55,005 67,052 137,744 136,350 118,393 76,183 63,060 89,396
6 6,223 13,122 6,972 1,150 1,288 1,450 -16,088 -32,032 -12,952
7 213,428 508,051 339,235 86,137 125,877 182,446 -51,332 153,190 75,333
8 144,189 160,411 154,887 245,513 191,141 206,365 395,137 447,690 429,018
9 102,045 120,904 115,561 7,921 9,289 11,768 -185,537 -242,067 -231,775
10 205,874 209,251 141,953 31,577 34,641 52,402 24,441 33,484 -9,955
11 4,169,150 6,061,219 5,117,484 5,899,543 10,170,208 13,727,819 11,078,393 17,895,166 17,049,452
12 284,323 308,466 257,205 242,584 339,004 194,330 55,218 107,917 87,633
13 91,571 111,757 78,939 5,774 6,455 6,539 -108,336 -132,553 -56,374
14 302,141 414,916 437,406 45,148 48,050 56,455 -112,594 -37,797 -16,169
15 60,231 44,441 48,847 21,265 33,133 19,789 71,773 61,511 65,830
16 69,095 91,074 68,593 12,281 13,326 13,812 -68,408 -76,544 -124,791
17 136,469 165,066 140,553 63,634 56,619 50,276 52,299 72,240 27,859
18 28,387 28,539 25,152 6,040 5,484 11,132 10,807 1,373 11,561
19 398,607 1,047,306 445,607 81,027 660,779 806,079 712,276 1,475,666 1,091,676
20 151,923 230,526 158,883 32,266 128,826 134,759 -36,278 110,899 37,634
21 40,923 49,061 74,236 35,367 26,838 17,559 59,765 69,769 93,069
22 139,455 220,331 213,306 8,244 90,365 40,484 213,311 306,233 283,551
23 12,722 17,742 24,071 4,195 4,290 5,242 6,060 5,853 5,493
24 111,510 177,039 112,157 43,222 41,822 34,210 65,838 168,719 70,633
25 166,415 230,155 205,356 29,050 33,223 36,312 -178,358 -172,433 -243,792
26 81,665 84,435 65,671 34,436 17,030 9,490 98,477 80,868 47,880
27 291,483 284,293 383,589 297,761 158,130 153,822 270,028 61,679 108,363
132

MVE DEBT
NO KODE 2007 2008 2009 2007 2008 2009
1 AKRA 4,080,960 2,130,960 3,460,080 762,942 1,517,046 1,847,654
2 ASII 42,710,149 140,477,929 220,837,782 13,404,522 13,298,000 10,693,000
3 AUTO 12,820,490 13,495,252 22,170,772 -47,637 -1,919 -354,424
4 BRAM 855,000 810,000 652,500 -151,503 -95,088 -194,132
5 BRNA 34,155 44,160 82,800 76,183 63,060 89,396
6 BTON 33,300 60,300 49,500 -16,088 -32,032 -12,952
7 CTBN 2,400,000 2,480,000 2,480,000 -51,332 153,190 75,333
8 DYNA 232,882 204,559 251,764 395,137 447,690 429,018
9 IKBI 351,900 153,000 495,720 -185,537 -242,067 -231,775
10 INAF 635,350 154,963 257,239 24,441 33,484 -9,955
11 INDF 8,783,096 31,170,514 42,804,579 11,078,393 17,895,166 17,049,452
12 INTA 237,603 101,089 298,084 55,218 107,917 87,633
13 JPRS 266,250 124,500 198,750 -108,336 -132,553 -56,374
14 KAEF 1,693,970 422,104 705,358 -112,594 -37,797 -16,169
15 KBLM 134,400 134,400 128,800 71,773 61,511 65,830
16 LION 109,234 159,949 109,234 -68,408 -76,544 -124,791
17 LMPI 161,363 70,596 216,831 52,299 72,240 27,859
18 LMSH 20,160 34,560 23,040 10,807 1,373 11,561
19 LTLS 343,200 413,400 585,000 712,276 1,475,666 1,091,676
20 MTDL 375,714 144,977 177,648 -36,278 110,899 37,634
21 NIPS 37,000 29,800 29,000 59,765 69,769 93,069
22 PICO 287,029 244,401 125,043 213,311 306,233 283,551
23 PYFA 26,754 58,859 67,955 6,060 5,853 5,493
24 STTP 484,700 196,500 327,500 65,838 168,719 70,633
25 TCID 1,520,064 995,280 1,628,640 -178,358 -172,433 -243,792
26 TIRA 94,080 94,080 102,312 98,477 80,868 47,880
27 ULTJ 1,877,448 2,310,706 1,675,262 270,028 61,679 108,363
133

TOTAL AKTIVA TOBIN'S Q


NO KODE 2007 2008 2009 2007 2008 2009
1 AKRA 3,497,591 4,874,851 6,059,070 1.385 0.748 0.876
2 ASII 63,519,598 80,740,000 88,938,000 0.883 1.905 2.603
3 AUTO 3,454,254 3,981,316 4,644,939 3.698 3.389 4.697
4 BRAM 1,554,863 1,672,766 1,349,631 0.452 0.427 0.340
5 BRNA 387,273 432,642 507,226 0.285 0.248 0.339
6 BTON 46,469 70,509 69,784 0.370 0.401 0.524
7 CTBN 1,601,065 2,088,860 1,870,534 1.467 1.261 1.366
8 DYNA 1,123,388 1,235,004 1,290,591 0.559 0.528 0.527
9 IKBI 589,322 636,409 561,949 0.282 -0.140 0.470
10 INAF 1,009,438 965,812 728,035 0.654 0.195 0.340
11 INDF 29,527,466 39,594,264 40,382,953 0.673 1.239 1.482
12 INTA 863,818 1,137,218 1,039,511 0.339 0.184 0.371
13 JPRS 268,790 399,344 353,951 0.587 -0.020 0.402
14 KAEF 1,386,739 1,445,670 1,562,625 1.140 0.266 0.441
15 KBLM 432,681 459,111 354,781 0.477 0.427 0.549
16 LION 216,130 253,142 271,366 0.189 0.329 -0.057
17 LMPI 531,756 560,078 540,514 0.402 0.255 0.453
18 LMSH 62,812 61,988 72,831 0.493 0.580 0.475
19 LTLS 2,135,084 3,494,853 3,081,130 0.494 0.541 0.544
20 MTDL 1,162,251 1,288,796 1,059,054 0.292 0.199 0.203
21 NIPS 288,148 325,008 314,478 0.336 0.306 0.388
22 PICO 452,880 588,564 542,660 1.105 0.936 0.753
23 PYFA 95,157 98,655 99,937 0.345 0.656 0.735
24 STTP 517,448 626,750 548,720 1.064 0.583 0.726
25 TCID 725,197 910,790 994,620 1.850 0.903 1.392
26 TIRA 238,871 228,582 201,789 0.806 0.765 0.744
27 ULTJ 1,362,830 1,740,646 1,732,702 1.576 1.363 1.029

Anda mungkin juga menyukai