Anda di halaman 1dari 50

Digital

Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

“MABUDHU’PESSE” PADA KOMUNITAS NELAYAN


BRANTA PESISIR KECAMATAN TLANAKAN
KABUPATEN PAMEKASAN

“MABUDHU’PESSE” AT FISHERMAN COMMUNITY OF


BRANTA PESISIR, TLANAKAN SUBDISTRICT,
PAMEKASAN DISTRICT

SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Sosiologi (S1) dan mencapai gelar Sarjana
Sosiologi

Oleh
UMMI BAROKAH
040910302020

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2010
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ibunda Zaitun Raji dan Ayahanda Wasil tercinta, doa yang selalu kau
panjatkan pada Ilahirobbi dan perjuanganmu membuat penulis semangat dan
tegar dalam menjalani kehidupan ini;
2. Suamiku Dwi Harianto, dan Kedua kakakku Zef Rizal, SE.MM beserta
istrinya Mbak Rukmiati dan Ali Basah beserta istrinya Mbak Azizah, tercinta
yang selalu memotivasi penulis untuk tetap semangat menyelesaikan skripsi
ini;
3. Guru-guruku sejak TK sampai Perguruan Tinggi terhormat yang telah
memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh kesabaran.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

MOTTO

“ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan


berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapatkan keberuntungan, dan peliharalah dirimu dari api neraka
yang di sediakan untuk orang-orang kafir dan taatilah Allah dan Rosul
supaya kamu diberi rahmat”
(Terjemahan QS. Al Imron 130-132)*

*) Departemen Agama Republik Indonesia. 1989. AL Quran Dan


Terjemahnya. Surabaya: Mahkota
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Mabudhu’Pesse Pada Komunitas Nelayan Branta Pesisir


Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan” telah diuji dan disahkan pada:
hari, tanggal :
tempat : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Jember

Tim Penguji:

Ketua, Sekretaris,

Drs Sulomo, SU Drs. Akhmad Ganefo, M.Si


NIP 19500607 198003 1 002 NIP 19631116 199003 1 003

Anggota,

Drs. Maulana Surya Kusuma, M.Si


NIP 19650513 199002 1 001

Mengesahkan
Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik,

Prof. Dr. Hary Yuswadi, M.A


NIP 19520727 198103 1 003
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

nama : UMMI BAROKAH


NIM : 040910302020

Menyatakan dengan sesungguhya karya tulis ilmiah yang berjudul


“Mabudhu’Pesse” Pada Komunitas Nelayan Branta Pesisir Kecamatan Tlanakan
Kabupaten Pamekasan adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali disebutkan
sumbernya, dan belum pernah diajukan pada institusi manapun. Saya bertanggung
jawab atas keabsahan dan kebenaran isi dari karya tulis ilmiah dengan sikap ilmiah
yang dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa adanya
tekanan dan paksaan dari manapun. Serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, Juli 2010


Yang Menyatakan

UMMI BAROKAH
040910302020
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

RINGKASAN

Mabudhu’Pesse Pada Komunitas Nelayan Branta Pesisir Kecamatan


Tlanakan Kabupaten Pamekasan; Ummi Barokah, 040910302020; 2010: 71
halaman; Program Studi Sosiologi Universitas Jember.

Secara agama Islam meminjamkan uang dengan bunga sangat dilarang karena hal
ini termasuk riba. Namun pada kenyataannya mabudhu’pesse masih dilakukan
oleh penduduk di Desa Branta Pesisir. Oleh karena itu perlu diketahui faktor
penyebab individu bekerja mabudhu’pesse. Tujuan dari penelitian ini Pertama
adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang perkembangan
mabudhu’pesse. Kedua untuk mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas
mabudhu’pesse dilakukan. Ketiga untuk mendeskripsikan dan menganalisis
tentang faktor-faktor yang menyebabkan pelaku (oreng se maenjham) bekerja
mabudhu’pesse.
Penelitian ini dilakukan di Desa Branta Pesisir yang nantinya data yang diperoleh
akan menjadi data primer, sedangkan penelitian di luar pelaku oreng se maenjham
(orang yang memberi pinjaman) akan menjadi data tambahan. Data tambahan ini
diperoleh melalui informasi dari masyarakat yang ada di sekitarnya yang tidak
bekerja sebagai pelaku mabudhu’pesse seperti : aparatur desa, dan pengada’ serta
oreng se ngenjham (orang yang meminjam). Data diperoleh melalui teknik
purposif sampling. Informan yang dijadikan objek penelitian sudah ditentukan
berdasarkan kebutuhan penelitian. Data-data yang diperoleh melalui observasi
langsung ke lokasi penelitian yaitu Desa Branta Pesisir dan para peminjam (oreng
se ngenjham). Dalam menggali informasi dari para informan, dilakukan dengan
cara wawancara mendalam yaitu melalui percakapan. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif yang bergerak pada aspek pemahaman gejala sosial budaya.
Hasil dari penelitian ini antara lain: Pertama bahwa perkembangan
mabudhu’pesse diawali adanya kebutuhan masyarakat khususnya nelayan akan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

uang tunai; rumitnya prosedur meminjam ke BKD dan tidak adanya KUD. Kedua,
aktivitas mabudhu’pesse yaitu pelaku meminjamkan dalam bentuk uang dengan
jenis kredit tujuh puluh hari (suku bunga 40%), enam puluh lima hari (suku bunga
30%), lima puluh lima hari (suku bunga 10%), dan waktu yang digunakan pelaku
menagih orang yang meminjam yaitu terjadi pada pagi dan sore hari. Pelaku
mabudhu’pesse yaitu oreng se maenjham (orang yang memberikan pinjaman)
dibantu oleh pengada’ yang berfungsi sebagai perantara dan penagih. Ketiga,
penyebab pelaku (oreng se maenjhem) bekerja mabudhu’pesse disebabkan dua
faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor sosial. Faktor ekonomi terdiri dari: 1)
terbatasnya peluang usaha; 2) untuk menambah pendapatan; 3) peluang usaha
yang paling menguntungkan. Sedangkan faktor sosial terdiri dari: 1) nilai
kepercayaan; 2) meniru keberhasilan orang lain.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ii
HALAMAN MOTTO .................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................. vi
HALAMAN RINGKASAN ........................................................................... viii
HALAMAN DAFTAR ISI............................................................................ x
HALAMAN DAFTAR TABEL .................................................................... xii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 5
1.3 Fokus Kajian ................................................................................... 6
1.4 Tujuan dan Manfaat ....................................................................... 7
1.3.1 Tujuan................................................................................... 7
1.3.2 Manfaat................................................................................. 7
BAB 2. METODE PENELITIAN ................................................................. 8
2.1 Lokasi Penelitian .......................................................................... 8
2.2 Desain Penelitian .......................................................................... 8
2.3 Teknik Penentuan Informan ....................................................... 9
2.4 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 11
2.5 Uji Keabsahan Data ..................................................................... 13
2.6 Teknik Analisis Data .................................................................... 14
2.7 Proses Penelitian........................................................................... 16
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 19


3.1 Kerangka Teori ............................................................................... 19
3.1.1 Teori Pertukaran Sosial ...................................................... 19
3.1.2 Konsep Rasionalitas Ekonomi ........................................... 24
3.1.3 Makna Hutang .................................................................... 29
3.2 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 31
BAB 4. PEMBAHASAN ................................................................................ 38
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................... 38
4.2 Latar Belakang Perkembangan Mabudhu’Pesse ...................... 43
4.3 Aktivitas Mabudhu’Pesse............................................................. 47
4.3.1 Aktivitas Pelaku Mabudhu’Pesse....................................... 47
4.3.2 Jenis Kredit Mabudhu’Pesse ............................................... 49
4.3.3 Pengada’ Mabudhu’Pesse................................................... 57
4.4 Penyebab Individu Bekerja Mabudhu’Pesse............................. 59
BAB 5. PENUTUP ......................................................................................... 70
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 70
5.2 Saran ................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 72
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tipe Kredit Pada Rentenir di Bantul Yogyakarta ............................ 34


Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Branta Pesisir KecamatanTlanakan
Kabupaten Pamekasan ....................................................................... 39
Tabel 3. Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Branta Pesisir Kecamatan
Tlanakan Kabupaten Pamekasan...................................................... 40
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Branta Pesisir Kecamatan
Tlanakan Kabupaten Pamekasan........................................................ 41
Tabel 5. Paket Kredit Pettongpolo Are (Tujuh Puluh Hari) Pada Pelaku
Mabudhu’Pesse .................................................................................. 53
Tabel 6. Paket Kredit Sabidaklema’ Are (Enam Puluh Lima Hari) Pada
Pelaku Mabudhu’Pesse ...................................................................... 54
Tabel 7. Paket Kredit Seketlema’are (Lima Puluh Lima Hari) Pada Pelaku
Mabudhu’Pesse .................................................................................. 55
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mabudhu’ pesse berasal dari bahasa Madura yaitu dari kata budhu’ dan
pesse. Budhu’ artinya anak dan “pesse” artinya uang, jadi definisi mabudhu’pesse
adalah aktivitas membungakan uang. Sedangkan orang yang memberikan pinjaman
disebut oreng se maenjham. Dalam kamus bahasa Indonesia orang yang
meminjamkan uang dengan menarik bunga disebut rentenir.
Makin sulitnya kondisi ekonomi masyarakat saat ini membuat mereka
mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalah kehidupan. Keterbatasan modal
untuk mengembangkan usaha yang sering dihadapi oleh individu kelas ekonomi
menengah ke bawah, merupakan faktor pendorong munculnya pemilik modal
memanfaatkan situasi tersebut untuk menawarkan pinjaman dengan bunga tinggi.
Aktivitas rentenir selain ditemui di perkotaan namun juga ditemui di pedesaan. Setiap
individu yang terlibat hutang kepada rentenir atau lembaga keuangan lainnya
mempunyai beberapa alasan seperti pendapatan yang tidak mencukupi dan sebagai
pelepas uang.
Dalam masyarakat pedesaan hutang merupakan tindakan sosial yang
memiliki konotasi negatif dan cenderung tabu dibicarakan. Sebab hutang bisa
menjadi indikasi ketidakmampuan finansial seseorang dalam suatu waktu dan ini
sangat berpengaruh pada status sosialnya. Hutang akan dilakukan secara diam-diam
agar tidak diketahui oleh orang lain. Namun dalam kenyataannya yang terjadi di desa,
transaksi-transaksi tersebut dilakukan dalam institusi keuangan informal.
Menurut Partadireja dalam Damsar (2006:125) pinjaman yang ditawarkan
rentenir ada dua jenis yaitu sistem ijon dan sistem uang tunai.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

“Sistem ijon merupakan suatu bentuk pinjaman yang dapat dibayar kembali
dengan hasil pertanian. Selain hasil pertanian pinjaman juga bisa dibayar
dengan bahan makanan yang sudah diproses, hasil kerajinan, bahkan tenaga.
Tetapi dalam sistem ini pembayaran yang lebih diutamakan adalah padi.
Sistem uang tunai merupakan suatu bentuk pinjaman yang dibayar kembali
dalam bentuk uang tunai dengan tambahan bunga. Bunga yang ditawarkan
oleh rentenir biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga keuangan
formal. Sistem uang tunai itu sendiri ada beberapa paket. Paket-paket yang
ditawarkan oleh rentenir antara lain: paket kredit rolasan (dua belas hari),
patlikuran (dua puluh empat hari) telung puluhan (bulanan) swidakkan (dua
bulanan) dan setahunan.”

Pada umumnya rentenir dikenai stigma sosial oleh komunitasnya yaitu


mereka dipandang sebagai orang yang menikmati keuntungan di atas penderitaan
orang lain. Sedangkan untuk menghindari stigma sosial bagi yang beragama Islam
rentenir tersebut pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji sehingga
sepulangnya dari Mekkah memperoleh gelar informal dari masyarakat sebagai haji
atau hajjah. Penggunaan gelar tersebut bagi rentenir dapat menghindarinya dari
gunjingan sebagai aktivitas pelepas uang oleh masyarakat. Selain pergi ke Mekkah
ada cara lain untuk menghindari gunjingan dari masyarakat yaitu dengan cara
menjadi seorang dermawan (Damsar, 2006:86)
Di Bukittinggi pinjam-meminjam uang menggunakan berbagai nama
diantaranya koperasi atau julo-julo (arisan) yaitu si pelaku meminjamkan uang
kepada pedagang kecil yaitu supir angkot yang dicicil setiap hari atau setiap minggu
dengan bunga 10 %, misalnya meminjam uang Rp. 1.000.000 maka si supir angkot
harus membayar Rp.1.100.000 dalam waktu 110 hari dengan cicilan Rp.10.000
perhari (Hilmy, 2000:12).
Rentenir satu dengan rentenir lainnya tentu berbeda. Pola yang membedakan
antara rentenir yang satu dengan rentenir antara lain dalam memperoleh modal awal,
tingkat suku bunga, jenis kredit yang ditawarkan. Pertama pada modal awal yaitu ada
yang berasal dari akumulasi keuntungan dari berdagang, tabungan, meminjam ke
bank atau ke rentenir skala besar. Kedua, pada suku bunga tentunya rentenir yang
satu dengan yang lainnya tidak sama, hal ini dilakukan untuk merebut nasabah.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Keberadaan rentenir selain beroperasi di desa pertanian juga dapat ditemui di


desa pesisir. Kurang lebih 9.261 desa dikategorikan sebagai desa pesisir yang
sebagian besar penduduknya miskin (Republika, 22/06/93 dalam Kusnadi). Pada
umumnya desa Pesisir sebagian besar penduduknya miskin. Kemiskinan dan tekanan
sosial yang dihadapi oleh rumah tangga nelayan baik itu juragan darat, juragan laut
dan ABK (Anak Buah Kapal), nelayan kecil maupun nelayan besar berakar pada
faktor-faktor yang saling terkait. Faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu
alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah berkaitan dengan fluktuasi musim
penangkapan dan struktur alamiah sumber daya desa. Sedangkan faktor non alamiah
berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan, tidak adanya
jaminan sosial untuk tenaga kerja yang pasti, lemahnya penguasaan jaringan
pemasaran dan kurangnya fungsi koperasi nelayan yang ada, ditambah lagi dengan
kenaikan harga BBM (Kusnadi, 2002:1).
Kesulitan keuangan yang senantiasa memihak nelayan menyebabkan
banyak diantara mereka terjerat dalam lingkaran setan seperti sistem ijon, atau
pengamba’(sebutan bagi tengkulak ikan) dan rentenir. Pada umumnya nelayan
meminjam ke rentenir bukan untuk dijadikan modal usaha melainkan semata-mata
untuk memenuhi kebutuhan sandang, papan, dan pangan. Contohnya keterlibatan
nelayan dengan rentenir yaitu dialami oleh nelayan di Jakarta Utara terutama di
Kecamatan Cilincing. Hal ini disebabkan oleh datangnya cuaca buruk yang menyertai
musim barat dimana dua bulan ini para nelayan di Kecamatan Cilincing tidak bisa
melaut. Akibat kehilangan sumber pendapatan selama dua bulan keluarga nelayan
tidak saja sulit memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga melebar pada persoalan
pendidikan anaknya (Kompas, 15/03/07).
Berdasarkan hasil pengamatan rentenir juga terdapat di Desa Branta Pesisir
Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan. Desa ini penduduknya pada umumnya
bermata pencaharian sebagai nelayan, namun selain nelayan, juga terdapat pekerjaan
lain seperti pedagang, pegawai, dan wiraswasta. Kemiskinan dan tekanan sosial juga
dialami oleh nelayan Desa Branta Pesisir Kecamatan Tlanakan Kabupaten
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Pamekasan, baik itu juragan darat, juragan laut dan anak buah kapal. Di samping
fluktuasi musim, naiknya harga bahan bakar minyak yang tidak sebanding dengan
hasil tangkapan juga menjadi salah satu penyebab komunitas nelayan Desa Branta
Pesisir terjerat hutang, juga disebabkan oleh gaya hidup yang ada pada keluarga
nelayan.
Buruknya ekonomi rumah tangga nelayan Desa Branta Pesisir disebabkan
oleh penghasilan yang tidak pasti sedangkan kebutuhan sehari-hari semakin
bertambah merupakan suatu persoalan yang sering dialami nelayan manapun. Untuk
mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat Desa Branta Pesisir
khususnya nelayan dan pedagang kecil muncullah sebuah lembaga keuangan formal
di Desa Branta Pesisir yaitu BKD (Bank Kredit Desa) yang pengawasannya berada di
bawah BRI. BKD sama seperti lembaga keuangan formal lainnya yang juga memiliki
prosedural yang harus dipatuhi oleh peminjam. Oleh karena itu prosedural tersebut
dianggap mempersulit dalam proses pinjaman. Sehingga hal tersebut menyebabkan
para peminjam tidak meminjam kepada BKD. Rumitnya proses pinjaman tersebut
dimanfaatkan oleh individu untuk meminjamkan uangnya kepada orang lain dengan
bunga tanpa proses yang rumit.
Zaman yang semakin modern, kehidupan yang semakin ramai, dimana
semua yang serba cepat dan gesit membuat manusia saling mengejar dan berlomba
untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin hari semakin bertambah.
Setiap individu selalu ingin mengalami perubahan hidup dari menjadi orang miskin
menjadi orang yang kaya. Demikian juga halnya dengan penduduk di Desa Branta
Pesisir mereka pada umumnya menginginkan suatu perubahan dalam hidupnya yang
lebih baik. Karena menjadi orang kaya kita bisa membeli apa saja yang kita inginkan.
Sehingga ketika semua kebutuhan hidup terpenuhi maka manusia akan mengalami
suatu kebahagiaan. Banyak manusia berpikiran bahwa kebahagiaan dapat dicapai
apabila harta telah bertumpuk (Hasyim, 1983:21). Oleh sebab itu sebagian penduduk
di Desa Branta Pesisir bekerja mabudhu’pesse.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Mabudhu’pesse tidak hanya dilarang dalam Al-Quran tetapi juga terdapat


dalam hadist yang mengatakan “Sesungguhnya Rasulullah melaknat pemakan riba,
pemberi makan riba, penulisnya (sekretaris), dan saksinya” (Muhammad, 2006:53).
Hampir sebagian penduduk Desa Branta Pesisir yang meminjamkan uang kepada
orang lain semuanya berbunga kecuali meminjam kepada sanak keluarga.
Realitas sosial objektif tersebut dipertajam oleh perubahan struktur sosial
budaya dan ekonomi masyarakat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang demikian
rupa pada tingkat masyarakat, tidak hanya merubah struktur sosial, tetapi juga turut
mempengaruhi nilai-nilai dan norma-norma budaya yang melekat di dalamnya. Jika
sebelumnya perilaku seseorang merujuk pada norma-norma dan nilai-nilai ideal yang
terkandung dalam agama dan adat, sekarang norma-norma dan nilai-nilai ideal
tersebut diganti oleh norma-norma dan nilai-nilai kasat mata yaitu materi (Damsar,
2006:104).
Di samping itu berdasarkan pengamatan kegiatan mabudhu’pesse ini
berbeda dengan rentenir yang ada di daerah lain, misalnya di Bantul Yogyakarta
pada umumnya rentenir yang seharusnya memiliki kekuasaan untuk memaksa
nasabahnya membayar cicilan pinjaman beserta bunganya, bahkan pelaku bisa
mengambil harta benda dari peminjam yang tidak bisa membayar dan bahkan pada
umumnya rentenir tidak mau dirugikan oleh peminjam. Tetapi justru yang terjadi
pada kegiatan mabudhu’pesse pelaku selalu sabar menunggu peminjam sampai
mampu membayar meskipun itu sudah melebihi batas jatuh tempo bahkan tidak
jarang sekali ketika peminjam yang sering menunggak selalu diberikan pinjaman.
Maka berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Mabudhu’Pesse Pada Komunitas Nelayan Branta Pesisir Kecamatan Tlanakan
Kabupaten Pamekasan.

1.2 Rumusan Masalah


Secara naluriah, semua manusia menginginkan kehidupan yang bahagia dan
sejahtera. Beberapa cara, dari mulai yang ideal sampai yang pragmatis, mereka
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

tempuh untuk mencapai tujuan itu. Walaupun mereka memiliki cita-cita hidup yang
sama, tetapi cara mereka mewujudkannya seringkali berbeda-beda. Bahkan tidak
jarang saling berlawanan antara satu dengan lainnya. Dalam konteks jenis pencarian
ekonomi, misalnya pedagang, petani, nelayan, guru dan lain sebagainya. Di dunia ini
individu tidak semuanya beruntung dalam hal ekonomi, misalnya ada yang kaya
namun juga ada si miskin. Semua orang ingin mengalami suatu perubahan ke arah
yang lebih baik. Namun hal tersebut tidak bisa dimiliki oleh semua individu hal ini
disebabkan oleh keterbatasan modal.
Munculnya pelaku mabudhu’pesse dengan prosedur peminjaman yang
mudah, menyebabkan individu yang mebutuhkan uang tunai tidak lagi meminjam ke
BKD melainkan meminjam ke pelaku mabudhu’pesse walaupun harus membayar
bunga yang lebih tinggi dari bunga yang ada di BKD. Secara agama Islam kegiatan
memberikan pinjaman dengan bunga pada umumnya dilarang dalam Al-Quran dalam
surat Al-Imran ayat 130-132 karena hal ini termasuk riba. Individu yang bekerja
Mabudhu’pesse bukan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki banyak modal atau
orang kelas atas (kaya). Namun sebaliknya pelaku mabudhu’pesse (oreng se
maenjham) berasal dari golongan ekonomi menengah.
Dari uraian di atas maka rumusan masalah yang timbul dari penelitian ini
adalah.
1. Mengapa “Mabudhu Pesse“ berkembang di komunitas nelayan Desa Branta
Pesisir Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan?
2. Bagaimanakah aktivitas “Mabudhu’Pesse” dilakukan di Desa Branta Pesisir
Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan?
3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pelaku (oreng se maenjham) bekerja
mabudhu’pesse?

1.3 Fokus Kajian


Fokus kajian dalam penelitian ini ada tiga yaitu: Pertama, mendeskripsikan
dan menganalisis latar belakang perkembangan mabudhu’pesse. Kedua
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas mabudhu’pesse dilakukan. Ketiga


mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan pelaku yaitu
oreng se maenjham (orang yang memberi pinjaman) bekerja mabudhu’pesse. Dengan
membahas tiga hal di atas, dapat digambarkan melalui sudut pandang yang utuh.
Artinya secara sosiologis dapat diamati bahwa permasalahan ini bukan fiktif akan
tetapi fenomena ini memang ada di Desa Branta Pesisir Kecamatan Tlanakan
Kabupaten Pamekasan.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.4.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yang ingin dicapai yaitu.
a. Mendeskripsikan dan menganalisis perkembangan mabudhu’pesse di komunitas
nelayan Desa Branta Pesisir Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan.
b. Mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas mabudhu’pesse di komunitas nelayan
Desa Branta Pesisir Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan.
c. Mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor penyebab pelaku yaitu oreng se
maenjham melakukan pekerjaan mabudhu’pesse di komunitas nelayan Desa
Branta Pesisir Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan.

1.4.2 Manfaat Penelitian


Manfaat dalam penelitian dibagi menjadi dua yaitu manfaat teroritis dan
praktis. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini.
a. Bagi Ilmu Pengetahuan Sosial yaitu dapat menambah khasanah Ilmu Pengetahuan
Sosial khususnya Sosiologi.
b. Bagi Pemerintah yaitu dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
menetapkan kebijakan-kebijakan bagi masyarakat khususnya bagi nelayan.
c. Bagi masyarakat yaitu diperolehnya gambaran tentang mabudhu’pesse yang ada di
di Desa Branta Pesisir Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

BAB 2. METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi Penelitian


Penelitian ini di lakukan di Desa Branta Pesisir Kecamatan Tlanakan
Kabupaten Pamekasan. Pemilihan di Desa ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan yaitu, pekerjaan ini masih berlangsung sampai sekarang bahkan jumlah
pelaku mabudhu’pesse yaitu oreng se maenjham (orang yang memberikan pinjaman)
bertambah. Pada tahun 1994 awalnya pelaku (oreng se maenjhem) berjumlah tiga
orang. Pada waktu penelitian dilakukan jumlah keseluruhan dari pelaku ada tujuh
orang sedangkan tiga orang yang pertama kali menjadi pelaku berhenti bekerja
mabudhu’ pesse dan pindah ke luar kota (Sumber: Berdasarkan hasil wawancara,
pada tahun:2008).

2.2 Desain Penelitian


Penelitian tentang penyebab individu bekerja mabudhu’pesse ini bergerak
pada pemahaman gejala ekonomi dan sosial. Dalam melakukan analisis mengenai
sebab gejala tersebut diperlukan adanya penggalian makna yang memerlukan
pemahaman dan penjelasan lebih lanjut. Proses pemahaman dilakukan dengan
pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian. Oleh karena itu peneliti terjun
secara langsung ke lokasi penelitian dan melakukan interaksi-interaksi dengan
masyarakat yang menjadi objek penelitian.
Pada penelitian ini menggunakan desain kualitatif seperti yang dikatakan
Bogdan dan Taylor (Dalam Moleong 1998:3) bahwa metode penelitian kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif berupa kata-kata
tertulis maupun lisan dari warga desa, pelaku yaitu oreng se maenjham dan oreng se
ngenjham (peminjam) yang diamati. Dalam hal ini penulis mengambil metode
penelitian kualitatif yaitu dengan menggambarkan atau mendeskripsikan fakta yang
nampak.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

2.3 Teknik Penentuan Informan


Menurut Moleong (2003:90) informan adalah orang yang memberikan
informasi atau keterangan tentang situasi dan kondisi yang diinginkan peneliti.
Informan berkewajiban secara sukarela menjadi anggota penelitian walaupun hanya
bersifat informal. Dalam penelitian ini informasi ditentukan dengan teknik purposive.
Dimana teknik purposive adalah penentuan sumber data pada orang yang
diwawancara atau dipilih dengan pertimbangan atau tujuan tertentu. Penggunaan
teknik purposive pada penelitian ini menggunakan dua pendekatan dalam
menentukan informan yaitu informan pokok (primer) dan informan sekunder.
1.1.1 Informan pokok (primer)
Pada penelitian ini yang menjadi informan pokok yaitu pelaku
mabudhu’pesse itu sendiri (oreng se maenjhem). Dalam penelitian ini informan yang
diambil adalah pelaku yang masuk dalam kriteria sebagai berikut.
a. Pelaku yang sudah lama melakukan pekerjaan sebagai pelaku mabudhu’pesse.
Individu yang dikatakan sudah lama melakukan pekerjaannya sebagai pelaku
mabudhu’pesse adalah mereka yang saat ini sudah lama aktif dalam melakukan
kegiatannya sebagai pelaku mabudhu’pesse sampai sekarang, oreng se maenjham
(orang yang memberi pinjaman) yang bekerja di atas lima tahun dan sukses dalam
bekerja mabudhu’pesse. Mereka akan menjadi informan dalam penelitian ini.
Informan yang masuk dalam kriteria ini ada dua orang.
b. Pelaku yang baru melakukan pekerjaan sebagai pelaku mabudhu’pesse.
Pelaku yang baru melakukan kegiatan mabudhu’pesse adalah mereka yang
dulunya tidak bekerja sebagai pelaku mabudhu’pesse tetapi karena alasan-alasan
tertentu akhirnya mereka bekerja sebagai pelaku mabudhu’pesse. Dalam hal ini
usia bukan menjadi ukuran untuk dijadikan informan. mereka yang masih muda
juga menjadi informan dalam penelitian ini dan informan yang bekerja di bawah
lima tahun. Informan yang masuk dalam kriteria ini peneliti ada lima orang.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Dalam penelitian ini untuk nama informan pokok, peneliti memakai nama
samaran. Hal ini peneliti lakukan karena atas permintaan informan pokok sendiri.
Informan pokok pelaku mabudhu’pesse (oreng se maenjham) itu antara lain.
a. Ibu Mawar (bukan nama sebenarnya).
b. Ibu Melati (bukan nama sebenarnya).
c. Ibu Maria (bukan nama sebenarnya).
d. Ibu Mirah (bukan nama sebenarnya).
e. Ibu Kirana (bukan nama sebenarnya).
f. Ibu Dahlia (bukan nama sebenarnya).
g. Ibu Seroja (bukan nama sebenarnya).

1.1.2 Informan tambahan (sekunder)


Pada penelitian ini yang menjadi informan tambahan yaitu informan yang
juga memberikan informasi tambahan kepada peneliti. Informan tambahan adalah
informan yang banyak mengetahui tentang mabudhu’pesse tetapi bukan pelaku. Di
bawah ini adalah nama-nama dari informan tambahan.
a. Pak Ami (Carik Desa Branta Pesisir).
b. Ibu Mas’odah (Perantara).
c. Ibu Duriyah (orang yang meminjam).
d. Ibu Simah (orang yang meminjam).
e. Ibu Zai (orang yang meminjam).
f. Ibu Um (orang yang meminjam).
g. Bunga (anak dari ibu mawar).
h. Bapak Nasir (salah satu warga).
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

2.4 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan teknik sebagai berikut.
1.1.1 Observasi
Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap
suatu benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku (Faisal, 2005:52). Observasi juga
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian.
Dalam hal ini dilakukan pengamatan dan pencatatan mengenai keadaan yang
terjadi di Desa Branta Pesisir. Pengamatan ini dimulai dengan melihat keadaan rumah
dan sekelilingnya, penampilan dan pola hidup pelaku yaitu oreng se maenjham
maupun oreng se ngenjham (orang yang meminjam). Pengamatan juga dilakukan
ketika para pelaku mabudhu’pesse (orang yang memberikan pinjaman) melakukan
aktivitasnya.
Dengan terjun langsung ke lapangan akan diperoleh gambaran mengenai
karakteristik fisik lokasi penelitian dan situasi sosial tempat pelaku mabudhu’pesse
dengan kegiatan ini juga akan membangun dan mengembangkan kontak-kontak
dengan pelaku mabudhu’pesse oreng se maenjham (orang yang memberikan
pinjaman) dan oreng se ngenjham (orang yang meminjam) .
Informasi mengenai keberadaan pekerjaan mabudhu’pesse di Desa Branta
Pesisir peneliti mengetahui sendiri, karena peneliti adalah salah satu penduduk asli
yang menetap mulai dari kecil sampai sekarang. Selanjutnya peneliti memperoleh
informasi dari salah satu pengada’ dari pelaku mabudhu’pesse. Pengada’ tersebut
juga asli penduduk desa ini yang juga mengetahui keberadaan fenomena
mabudhu’pesse mulai dari proses peminjaman dan pembayaran, tingkat suku bunga
yang harus dibayar oleh si peminjam (oreng se ngenjham) dan jatuh tempo dari
pelunasan pinjaman tersebut.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

1.1.2 Wawancara Mendalam (dept interview)


Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang yang memperoleh
informasi dari orang lain dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan
tujuan tertentu. Dalam wawancara mendalam peneliti berupaya mengambil peran
pihak yang diteliti (taking the role of the other), secara intim menyelam ke dalam
dunia psikologis dan sosial mereka agar mencapai tujuan pewawancara harus
mendorong pihak yang diwawancari dengan berbagai cara untuk mengemukakan
semua gagasan serta perasaannya dengan bebas dan nyaman. Untuk itu bahasa yang
digunakan pewawancara dengan menggunakan bahasa yang bisa difahami dan
dimengerti oleh objek yang diwawancarai, pewawancara juga seyogyanya berusaha
meminimalkan perbedaan status tersebut. Pendek kata situasi wawancara lebih mirip
situasi percakapan yang ditandai spontanitas. Akan tetapi tidak berarti bahwa
informan dibiarkan bicara semaunya dalam memberikan informasi yang tidak sesuai
dengan topik penelitian. Peneliti berusaha untuk mengarahkan wawancara itu agar
sesuai dengan tujuan. Untuk itu pewawancara sebaiknya tetap membuat atau
memegang pedoman wawancara, yakni susunan pertanyaan yang diajukan, meskipun
sekedar sebagai pengingat namun tidak dilihat terus menerus. Pedoman wawancara
itu hanyalah panduan umum tidak perlu merinci setiap pertanyaan yang mungkin
akan dinyatakan oleh pewawancara (Mulyana, 2003:183-184).
Dalam penelitian ini wawancara mendalam (dept interview) dilakukan di
rumah orang yang meminjamkan dan orang yang meminjam yaitu pada sore hari
yaitu sekitar jam 16.00 WIB, dengan melalui percakapan seputar penyebab pelaku
bekerja mabudhu’pesse bagi informan, wawancarapun hanya dilakukan satu jam.
Namun pada waktu wawancara mendalam, dilakukan selama dua jam karena hal ini
disebabkan pelaku yaitu oreng se maenjham (orang yang memberikan pinjaman),
kurang merespon atau cenderung bersikap apatis. Meskipun begitu pertanyaan demi
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti mereka jawab. Sedangkan cara yang
dilakukan oleh peneliti untuk menghadapi sikap apatis yaitu dengan cara merayu, dan
pura-pura mau meminjam. Berbeda ketika wawancara mendalam dilakukan kepada
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

orang yang meminjam uang (oreng se ngenjham) mereka cenderung bersifat terbuka
dengan kedatangan peneliti meskipun pada awalnya orang yang meminjam ketakutan,
sehingga waktu wawancara yang hanya dilakukan satu jam.
1.1.3 Dokumentasi
Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film dan rekaman yang
dipersiapkan karena adanya seorang peneliti. Dokumentasi sudah lama digunakan
dalam penelitian sebagai sumber data. Karena dalam banyak hal dokumen sebagai
sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk
meramalkan.
Dokumentasi di lapangan yang sudah diperoleh oleh peneliti berupa : Peta
Desa Branta Pesisir, Profil Desa Branta Pesisir, aktivitas oreng se maenjham
(pemberi pinjaman) pada waktu menagih oreng se ngenjham (orang yang meminjam).

2.5 Uji Keabsahan Data


Untuk mendapatkan data yang benar-benar valid maka dalam penelitian ini
penulis menguji keabsahan data menggunakan dua cara yaitu member check dan
cross check. Member check adalah informasi yang didapat dari satu informan
ditanyakan kepada informan yang lain. Dalam beberapa kesempatan pertanyaan yang
sama juga ditanyakan lagi pada waktu yang berbeda. Menurut Moleong (2003:181)
“metode ini akan memberikan kesempatan kepada informan agar dapat
memberikan data tambahan karena dengan memberikan “konsep” tulisan
peneliti, informan barangkali akan dapat mengingat lagi hal-hal lain yang
belum terpikirkan pada waktu wawancara sebelumnya.”

Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan cross check yaitu melakukan
wawancara pada informan menanyakan masalah yang sama pada informan tersebut
Yuswadi (dalam Bungin 2001:32) dalam penggunaan cross check data maka data
yang diperoleh akan lebih valid. Cross check dilakukan dengan cara mempertanyakan
pertanyaan yang sama pada informan yang berbeda, dengan harapan bahwa informasi
yang diperoleh dapat berkembang dan mencari kemiripan data atau informasi.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

2.6 Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong,
1998:103)
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber, yaitu dari wawancara dan pengamatan yang sudah dituliskan dalam
catatan lapangan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.
Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah selanjutnya ialah menyusunnya
dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorikan pada langkah
berikutnya. Kategori itu dilakukan sambil membuat koding. Setelah kategorisasi
dilakukan maka langkah selanjutnya mengadakan reduksi data yang dilakukan
dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman
inti, proses dan pertanyaan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya.
Tahap akhir dari analisis ini ialah membuat kesimpulan. Setelah selesai tahap ini
mulailah tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori
substantive dengan menggunakan beberapa metode tertentu (Moleong, 1998 :190).
Seperti bagan di bawah ini.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Bagan 2. Proses Penelitian Dan Teknik Analisis Data

PENGGALIAN DATA

1. Observasi Data yang terkumpul


2. Depth Interview 1. Field Note
3. Data Sekunder (catatan lapangan)
2. Data Sekunder

Pemeriksaan
Keabsahan Data
HASIL

ANALISIS DATA
1. Menggelar Data
2. Kategorisasi
3. Reduksi Data (Abtraksi Data) HASIL
4. Analisis

KESIMPULAN
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

2.7 Proses Penelitian


Penelitian dimulai pada tanggal 25 Februari 2008. Pada waktu peneliti
mengambil surat izin penelitian dari Bakesbang (Badan Kesatuan Bangsa) Kabupaten
Pamekasan, ada salah satu pegawai yang menyarankan agar si peneliti harus hati-hati
dalam hal wawancara kepada si pelaku yaitu oreng se maenjham (orang yang
memberikan pinjaman). Karena menurut pegawai tersebut tindakan yang dilakukan
oleh si pelaku bersifat pribadi dan sensitif. Oleh karena itu peneliti menyusun
beberapa pertanyaan yang tidah boleh menyinggung atau melukai perasaan si pelaku.
Pada awalnya peneliti tidak langsung melakukan wawancara kepada si
pelaku mabudhu’ pesse tersebut. Namun peneliti mendatangi salah satu informan
yang banyak mengetahui tentang fenomena mabudhu’pesse, misalnya siapa saja
pelaku, peminjam, tingkat suku bunga yang harus dibayar, dan jatuh tempo
pembayaran. Disinilah peneliti memperoleh informasi siapa saja yang menjadi pelaku
dari mabudhu’ pesse selain yang diketahui peneliti.
Informan yang banyak memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti
adalah penduduk asli Desa Branta Pesisir yang pernah menjadi pihak pengada’ antara
si pelaku dengan si peminjam dari salah satu pelaku mabudhu’pesse yang cukup
terkenal. Dalam mabudhu’pesse di Desa Branta Pesisir pelaku yaitu oreng se
maenjham dibantu oleh pengada’. Pengada’ ini mempunyai tugas yang sangat berat
yaitu bertanggung jawab akan pinjaman yang dipinjam oleh si peminjam apabila si
peminjam melakukan kecurangan maka si pengada’ inilah yang menutupi
kekurangan dari pinjaman tersebut.
Peneliti juga penduduk asli Desa Branta Pesisir. Meskipun peneliti penduduk
asli tetapi peneliti juga membutuhkan waktu untuk adaptasi dengan para pelaku
mabudhu’pesse tersebut. Di samping adaptasi peneliti juga harus mengetahui situasi
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

dan kondisi keluarga si pelaku. Hal ini dilakukan untuk memudahkan si peneliti
dalam memperoleh data yang dibutuhkan oleh peneliti.
Selain peneliti memperoleh informasi dari pengada’ informasi juga
diperoleh dari sekertaris desa. Namun informasi yang diperoleh dari sekertaris desa
hanya berupa latar belakang munculnya mabudhu’pesse tersebut. Meskipun hanya itu
saja yang peneliti peroleh tapi hal itu juga sangat dibutuhkan oleh peneliti dalam
melengkapi data-data yang dibutuhkan oleh peneliti.
Pada awalnya peneliti melakukan observasi dan wawancara sebanyak dua
kali dalam satu minggu selama satu bulan. Satu bulan itupun peneliti gunakan hanya
untuk wawancara kepada orang yang meminjam. Pertama kali peneliti mendatangi
dan wawancara, para orang yang meminjam merasa asing dan takut. Oleh karena itu
peneliti tidak langsung wawancara melainkan hanya sekedar berkunjung dan
memperkenalkan diri.
Baru minggu kedua peneliti bisa melakukan wawancara terhadap peminjam.
Namun peneliti tidak langsung wawancara sesuai dengan daftar pertanyaan yang
sudah peneliti susun melainkan peneliti bertanya tentang aktivitas sehari-harinya
misalnya pendapatan suami. Akhirnya lama-kelamaan peneliti selipkan dengan
pertanyaan yang sudah peneliti susun, ternyata orang yang meminjam mulai terbuka
dan bercerita panjang lebar akan keterlibatan dalam pinjam-meminjam dengan pelaku
mabudhu’pesse. Para orang yang meminjam bercerita panjang lebar mengenai alasan
mereka meminjam kepada pelaku, besar pinjaman dan kepada siapa mereka pinjam.
Selain peneliti mengetahui sendiri siapa saja pelaku, peneliti juga mengetahui dari
para peminjam (oreng se ngenjham).
Setelah peneliti mengetahui nama-nama pelaku mabudhu’pesse tersebut
namun peneliti tidak langsung wawancara, melainkan mencari waktu yang tepat.
Waktu yang tepat itu dilakukan pada sore hari dan malam hari yaitu pada waktu
istirahat atau setelah pelaku pulang dari menagih para peminjam. Penelitipun juga
melakukan hal yang sama kepada pelaku seperti apa yang dilakukan ke para
peminjam yaitu peneliti hanya sekedar berkunjung dan memperkenalkan diri serta
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

memberi tahu maksud kedatangan peneliti. Pada awalnya pelaku merasa asing dan
takut dengan kedatangan peneliti. Oleh karena itu peneliti tidak langsung wawancara.
Lama kelamaan peneliti mulai akrab dengan pelaku dari sinilah peneliti sedikit demi
sedikit mengajukan pertanyaan yang peneliti butuhkan. Meskipun pelaku sedikit
tertutup namun akhirnya pelaku juga terbuka dan menjawab semua pertanyaan yang
peneliti tanyakan.
Selama penelitian tersebut berlangsung, banyak data yang didapatkan baik
dari hasil wawancara maupun hasil observasi terhadap aktivitas pelaku
mabudhu’pesse serta keadaan desa itu sendiri. Setelah penelitian dilakukan didapatlah
data-data lapangan yang mengungkap tentang fenomena mabudhu’pesse yaitu
penyebab mereka bekerja mabudhu’pesse. Kegiatan penelitian dihentikan ketika data-
data yang didapat sudah mengalami titik jenuh yaitu jawaban atau ungkapan dari para
informan mengalami kesamaan dengan jawaban atau ungkapan informan
sebelumnya, selanjutnya data yang diperoleh dikumpulkan dan kemudian dilakukan
proses analisa data. Dari data-data yang ada mulai tergambar mengenai latar
belakang perkembangan mabudhu’pesse, aktivitas mabudhu’pesse dan faktor
penyebab oreng se maenjham (orang yang memberikan pinjaman) melakukan
pekerjaan mabudhu’pesse.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kerangka Teori

3.1.1 Teori Pertukaran Sosial

Setiap pertukaran yang terjadi baik itu dilakukan dengan individu, individu
dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, tidak lain mempunyai tujuan-tujuan
yang hendak dicapai atau diinginkannya suatu imbalan. Imbalan tersebut tidak hanya
berwujud materi misalnya uang, tetapi imbalan tersebut bisa berwujud nonmateri
seperti kasih sayang, persahabatan, penghargaan dan lain sebagainya. Hal tersebut
sama seperti yang diungkapkan oleh seorang tokoh sosiologi yaitu Homans dan Blau
dalam Poloma (2004:60) yang mengatakan bahwa:
“Hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari pertukaran tersebut
kita akan memperoleh suatu imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran
dengan orang lain akan memberikan suatu imbalan bagi kita”

Di samping itu dalam Poloma juga dijelaskan bahwa teori pertukaran sosial
juga berlandaskan pada prinsip ekonomi. Dimana dalam prinsip ekonomi
menjelaskan bahwa:
“Dengan mengeluarkan biaya yang sedikit berharap memperoleh keuntungan
yang sebanyak-banyaknya”misalnya seorang penjual baju yang membeli
dengan partai dan dijual kembali dengan eceran berharap akan memperoleh
keuntungan yang sebanyak-banyaknya.

Berdasarkan asumsi di atas maka teori pertukaran sosial sangat relevan


untuk dijadikan teori dalam mabudhu’pesse yang terjadi di Desa Branta Pesisir.
Mabudhu’pesse merupakan salah satu contoh dari pertukaran sosial yang ada di Desa
Branta Pesisir. Hal ini dikarenakan mabudhu’pesse merupakan pertukaran sosial yang
berlandaskan pada prinsip ekonomi. Dimana para pelaku menyediakan jasa
peminjaman uang kepada yang membutuhkan dengan meminta bunga. Hal ini sama
dengan yang diasumsikan oleh Homans dalam Paloma (2004:60) yang menyatakan
bahwa:
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

“Pertukaran perilaku untuk memperoleh ganjaran adalah prinsip dasar dalam


transaksi ekonomi sederhana. Sedangkan setiap pengeluaran dianggap
sebagai pertukaran ekonomis. Ganjaran tersebut terdiri dari ganjaran
ekstrinsik dan ganjaran intrinsik”.

Sehingga dalam mabudhu’pesse tidak hanya bernuansa bisnis atau sekedar


transaksi ekonomi. Namun dalam transaksi ini juga terdapat suatu ganjaran. Ganjaran
tersebut terdiri dari ganjaran intrinsik dan ekstrinsik. Ganjaran ekstrinsik yang
diterima oleh pelaku dan peminjam (oreng se ngenjham) yaitu terjalinnya sebuah
persahabatan yang terjadi antara pelaku dengan peminjam yang pada awalnya tidak
begitu akrab berubah menjadi akrab bahkan bisa berubah menjadi sebuah keluarga.
Sedangkan ganjaran yang bersifat intrinsik yaitu ganjaran yang diterima oleh pelaku
dimana pekerjaan mabudhu’pesse dapat memberi pandangan positif yaitu bisa
menambah pendapatan keluarga walaupun pekerjaan tersebut melanggar norma-
norma yang terkandung dalam Al-Quran yang melarang meminjamkan uang dengan
meminta bunga karena itu termasuk riba. Dengan bertambahnya pendapatan pelaku
bisa merubah status sosial. Misalnya pada awalnya pelaku hanya orang yang
mempunyai status ekonomi menengah ke bawah tetapi dengan bekerja sebagai pelaku
mabudhu’pesse pelaku tersebut bisa menjadi orang yang berstatus menengah ke atas.
Menurut Homans dalam teori pertukaran tersebut terdiri dari lima pernyataan
proposional yang saling berhubungan. Proposisi itu adalah proposisi sukses, stimulus,
nilai (deprivasi-satiasi) dan restu agresi (approal agresion). Homans dalam Poloma
(2004:61) berasumsi bahwa: “Dalam setiap tindakan semakin sering suatu tindakan
tertentu memperoleh ganjaran, maka sering kali ia akan mengulangi tindakan itu “.
Dalam proposisi ini Homans menyatakan bahwa bilamana seseorang
berhasil memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman maka ia akan cenderung
untuk mengulangi tindakan tersebut. Misalnya contoh kasus yang oleh Skiner ahli
psikologi yang menemukan prinsip ini terdapat pada kasus burung merpati yang
diberi jagung dan mematuk jagung tersebut. Oleh karena itu Homans percaya bahwa
prinsip-prinsip yang serupa dapat diterapkan pada tindakan manusia. Hal ini dapat
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

ditemukan juga dalam kehidupan sehari-hari dimana terdiri dari perilaku orang yang
telah menemukan ganjaran. Berdasarkan pernyataan Homans di atas sangat relevan
dengan mabudhu’pesse karena para pelaku mabudhu’pesse tersebut si pelaku
memperoleh ganjaran berupa bunga atau keuntungan dari para nasabah tanpa susah
payah bekerja.
Di samping proposisi di atas menurut Homans kurang sempurna sehingga
proposisi tersebut disempurnakan dengan proposisi lain seperti proposisi stimulus.
Dalam proposisi ini Homans dalam Poloma (2004:62) mengatakan bahwa:
“Jika dimasa lalu terjadinya stimulus yang khusus atau seperangkat stimuli,
merupakan peristiwa dimana tindakan seseorang memperoleh ganjaran maka
semakin mirip stimuli yang ada sekarang ini dengan yang lalu, maka akan
semakin mungkin seseorang melakukan tindakan serupa atau yang agak
sama

Dalam proposisi stimulus ini menjelaskan obyek atau tindakan yang


memperoleh ganjaran yang diinginkan. Berdasarkan pernyataan di atas sangat relevan
dengan fenomena hutang piutang di Desa Branta Pesisir hal ini dikarenakan pada
awalnya ketika si pelaku memberikan pinjaman tanpa meminta bunga namun
peminjam memberikan uang lebih sebagai tanda terima kasih dengan tempo
pembayaran yang cepat maka si pelaku berasumsi bilamana ia meminjamkan uang
kepada orang dengan meminta uang lebih (bunga) dengan waktu yang berbeda maka
ia kan memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu si pelaku
melakukan hal yang sama kepada peminjam lain langsung meminta bunga.
Selanjutnya Homans dalam Poloma (2004:63) juga menjelaskan proposisi
nilai. Dimana dalam proposisi ini Homans mengatakan bahwa: “semakin tinggi nilai
suatu tindakan, maka kian senang seseorang melakukan tindakan itu”.
Proposisi di atas menjelaskan tentang ganjaran atau hukuman yang diterima
seseorang dalam melakukan tindakan. Berdasarkan proposisi di atas apabila
dihubungkan dengan perilaku mabudhu’pesse maka proposisi ini sangat relevan.
Nilai dalam fenomena ini yaitu bunga yang diterima oleh pelaku. Sehingga semakin
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

besar dan lancar bunga yang dibayar peminjam kepada pelaku maka pelaku akan
senang memberikan pinjaman tersebut.
Di samping proposisi di atas ada juga proposisi yang diasumsikan oleh
Homans dalam Poloma (2004:64-65) yang sesuai dengan pelaku mabudhu’pesse
yaitu:
Proposisi Restu Agresi
“Bila tindakan seseorang memperoleh ganjaran yang diharapkannya atau
menerima hukuman yang tidak diinginkannya, maka ia akan marah dan dia
cenderung menunjukkan perilaku agresif dan hasil perilaku demikian
menjadi lebih bernilai baginya, bilamana tindakan tindakan seseorang
memperoleh ganjaran yang lebih besar dari yang diperkirakan maka ia akan
merasa senang: ia akan lebih mungkin melaksanakan perilaku yang
disenanginya dan hasil dari perilaku yang demikian akan menjadi lebih
bernilai baginya”.

Proposisi di atas menjelaskan bahwa proposisi ini berbicara tentang perilaku


emosional manusia. Dimana seseorang akan marah bilamana yang diharapkannya
ternyata meleset. Dalam proposisi inipun juga relevan apabila dikaitkan dengan
fenomena mabudhu’pesse. Hal ini disebabkan apabila pelaku menagih bunga kepada
peminjam namun peminjam tersebut menunda bahkan kabur dan tidak melunasi
sesuai pinjaman yang diberikan oleh pelaku maka pelaku tersebut marah dan kecewa.
Homans dalam Poloma (2004:72) juga menjelaskan tentang dua model
manusia yaitu manusia ekonomi baru dan manusia ekonomi lama. Dimana manusia
ekonomi baru yaitu manusia yang menggunakan sumber-sumber sosialnya untuk
memperoleh keuntungan. Sedangkan manusia ekonomi lama yaitu manusia yang
bersifat anati sosial serta matrealistis yang hanya tertarik kepada uang serta barang-
barang materi dan bersedia berkorban segala-galanya untuk mendapatkan yang
diinginkannya.
Bagi Homans dalam Poloma (2004:69), prinsip dasar dari pertukaran sosial
adalah distibutive justice, aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

sebanding dengan investasi. Proposisi yang terkenal sehubungan dengan prinsip


tersebut berbunyi:
“seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan
mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan
pengorbanan yang telah dikeluarkannya, makin tinggi pengorbanan,makin
tinggi imbalannya dan keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus
sebanding dengan investasinya, makin tinggi investasi maka makin tinggi
keuntungan

Di samping Homans ada tokoh sosiologi yang menjelaskan tentang


pertukaran sosial yaitu Blau dalam Poloma (2004:81) mengatakan ada dua
persyaratan yang harus dipenuhi dalam pertukaran sosial yaitu.
a. Perilaku harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui
interaksi dengan orang lain.
b. Perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan
tersebut. Tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang menurut Blau dibagi
dua ganjaran, yaitu ganjaran ekstrinsik dan ganjaran intrinsik. Ganjaran ekstrinsik
tersebut berupa uang, barang-barang atau jasa-jasa. Sedangkan ganjaran intrinsik
berupa kasih sayang, kehormatan, kecantikan dan lain sebagainya.
Menurut Blau (Poloma, 2004:82) hal yang memperkuat dasar ekonomis
dalam pertukaran sosial disebabkan oleh motif utama yaitu motif ekonomis yaitu
memperhitungkan keuntungan atau hasil atas tindakan yang diperhitungkan. Jadi
kesimpulan dari teori tentang pertukaran sosial yaitu pertukaran sosial melihat antara
perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi
(reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka
kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling
mempengaruhi dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward),
pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan gejala hal yang
diperoleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan hal yang
dihindarkan dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi
perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang yang berdasarkan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

pada untung rugi. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan


perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika
merugikan maka perilaku tersebut tidak ditunjukan atau diulangi lagi

3.1.2 Konsep Rasionalitas Ekonomi


Dalam Ensiklopedia Indonesia ekonomi adalah sistem aktivitas manusia
yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi terhadap
barang dan jasa. Oleh karena itu tindakan ekonomi merupakan setiap usaha manusia
yang dilandasi oleh pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan. Sedangkan
dalam tindakan ekonomi terdiri atas dua yaitu tindakan ekonomi rasional dan
tindakan ekonomi irrasional.
Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu atau masyarakat secara
keseluruhanya akan selalu menghadapi persoalan-persoalan yang bersifat ekonomi
yaitu persoalan yang menghendaki seseorang atau suatu masyarakat membuat
keputusan tentang cara yang terbaik untuk melakukan suatu kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi dapat didefinisikan sebagai kegiatan seseorang atau suatu
masyarakat untuk memproduksi barang dan jasa maupun mengkonsumsi barang dan
jasa dalam melakukan kegiatan ekonomi tersebut, mereka mempunyai beberapa
pilihan atau alternatif untuk melakukannya. Berdasarkan pada alternatif yang tersedia
tersebut mereka perlu mengambil keputusan untuk memilih alternatif yang terbaik
(Sukirno, 1999:4-5).
Kelangkaan atau kekurangan berlaku akibat dari ketidakseimbangan antara
kebutuhan masyarakat dengan faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat.
Disatu pihak dalam setiap masyarakat selalu terdapat keinginan yang relatif tidak
terbatas untuk menikmati berbagai jenis barang dan jasa yang dapat memenuhi
kebutuhan mereka. Sebaliknya dilain pihak, sumber daya atau faktor-faktor produksi
yang dapat digunakan untuk dapat menghasilkan barang-barang relatif terbatas. Oleh
karena itu masyarakat tidak dapat memperoleh dan menikmati semua barang yang
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

dibutuhkan atau diinginkan mereka. Sehingga mereka perlu membuat pilihan


(Sukirno, 1999:5).
Demikian halnya dengan masyarakat di Desa Branta Pesisir, untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka menentukan pilihan yaitu dengan
mabudhu’pesse. Bagi pelaku mabudhu’pesse merupakan alternatif terbaik sebagai
tambahan pendapatan agar semua kebutuhan hidupnya bisa terpenuhi.
Tindakan yang dilakukan oleh para pelaku mabudhu’pesse merupakan suatu
tindakan yang didasarkan pada rasionalitas diri mereka yaitu mereka memiliki
kebutuhan hidup yang harus mereka penuhi, untuk itu mereka melakukan usaha untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Dengan demikian mabudhu’pesse yang
mereka lakukan merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar dan masuk akal.
Seperti apa yang dikatakan Weber (dalam Siahaan, 1986:200) mengenai karakteristik
tindakan sosial. Karakteristik tindakan sosial ada empat yaitu.
a. Zweck rational adalah merupakan tindakan sosial yang melandaskan diri kepada
pertimbangan-pertimbangan manusia yang rasional ketika menanggapi lingkungan
eksternalnya (ketika menanggapi lingkungan di luar dirinya dalam rangka
usahanya untuk memenuhi kebutuhan hidup). Dengan kata lain zweck rational
adalah tindakan sosial yang ditujukan untuk mencapai tujuan semaksimal
mungkin dengan menggunakan dana dan daya seminimal mungkin.
b. Wertrational action adalah tindakan sosial yang rasional, namun yang
menyandarkan diri kepada suatu nilai-nilai absolut tertentu. Nilai-nilai yang
dijadikan sandaran yaitu nilai etis, estetis, keagamaan ataupun nilai-nilai lain. Jadi
di dalam tindakan berupa wertrational ini manusia selalu menyandarkan
tindakannya yang rasional pada suatu keyakinan terhadap suatu nilai tertentu.
c. Affectual action adalah suatu tindakan yang timbul karena dorongan atau motivasi
yang sifatnya emosional. Misalnya ledakan kemarahan seseorang atau ungkapan
rasa cinta, kasihan adalah contoh dari tindakan affectual action.
d. Traditional action adalah tindakan sosial yang didorong dan berorientasi kepada
tradisi masa lampau. Tradisi di dalam pengertian ini adalah suatu kebiasaan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

bertindak yang berkembang di masa lampau. Mekanisme tindakan semacam ini


selaku berlandaskan hukum-hukum normatif yang telah ditetapkan secara tegas
oleh masyarakat.
Mabudhu’pesse di Desa Branta Pesisir merupakan suatu tindakan sosial yang
rasional (zweck rational). Karena dengan dana serta daya seminimal mungkin, para
pelaku mabudhu’pesse bisa menambah pendapatan sehingga bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hanya dengan meminjamkan uang mereka bisa mendapatkan
keuntungan yang maksimal.
Berbicara mengenai tindakan ekonomi, erat kaitannya dengan konsumsi dan
gaya hidup. Menurut Weber dalam Damsar (2002:121) mengatakan bahwa konsumsi
terhadap sutau barang merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status
tertentu. Konsumsi terhadap suatu barang merupakan landasan bagi perpanjangan
kelompok status. Dengan demikian ia dibedakan dari kelas yang dilandaskan
penjenjangannya adalah hubungan terhadap produksi dan perolehan barang-barang.
Jika situasi kelas ditentukan oleh pernghargaan sosial terhadap kehormatan.
Mabudhu’pesse juga termasuk dalam salah satu karakteristik yang
diasumsikan oleh Weber dalam bukunya yang berjudul The Protestant Etthic and the
Spirit of Capitalism. Di bawah ini beberapa karakteristik dari Spirit Kapitalisme
Modern menurut Weber yaitu.
a. Adanya usaha-usaha ekonomi yang diorganisir dan dikelola secara rasional di atas
landasan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan berkembangnya pemili-kan /
kekayaan pribadi.
b. Berkembangnya produksi untuk pasar.
c. Produksi untuk massa dan melalui massa.
d. Produksi untuk uang.
e. Adanya anthusiasme, etos, dan efisiensi yang maksimal yang menuntut
pengabdian manusia kepada panggilan kerja.

Kerja merupakan suatu tujuan pribadi dari setiap orang, kerja tidak
dipandang sebagai kegiatan insidental melainkan sebagai suatu yang melekat pada
manusia. Sedangkan masyarakat kapitalis memandang manusia sebagai pekerja dan
tidak peduli apapun yang menjadi pekerjaan mereka. Hal inilah yang disebut dengan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

vocational ethics yang merupakan tingkah laku yang menonjol dari spirit kapitalisme
modern. Oleh karena itu meskipun desa ini masih dikatakan desa tradisional namun
penduduknya mempunyai spirit kapitalisme.
Konsep rationaliti muncul karena adanya keinginan-keinginan konsumen
untuk memaksimalkan utility dan produsen memaksimalkan keuntungan berasaskan
pada satu set constrain. Contrain dalam ilmu ekonomi konvensional adalah
terbatasnya sumber-sumber dan pendapatan yang dimiliki oleh manusia dan alam
sedangkan kebutuhan manusia tidak terbatas.
Ilmu konvensional dalam pahamnya rational economics man mengatakan
bahwa tindakan rasional berdasarkan pada kepentingan diri sendiri (self interest) yang
merupakan tujuan satu-satunya bagi seluruh aktivitas yang dilakukannya. Sehingga
para pengikut paham ekonomi konvensional mengabaikan moral dan etika dalam
tindakannya terbatas pada dunia saja dan mengabaikan kepentingan akhirat.
Dalam rasionalisme ekonomi mengatakan bahwa perbuatan manusia sesuai
dengan sifatnya yaitu homo economicus yang mana tindakannya berdasarkan pada
perhitungan yang bertujuan untuk mencapai kesuksesan ekonomi. Kesuksesan
ekonomi tersebut dimaknai sebagai menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dan
mengejar kekayaan baik dalam bentuk uang maupun barang merupakan tujuan utama
dalam hidupnya. Demikian halnya dengan individu yang menjadi pelaku
mabudhu’pesse mereka melakukan tindakan tersebut hanya semata-mata untuk
mencapai kesuksesan dalam ekonomi yaitu menghasilkan uang sebanyak-banyaknya
meskipun harus mengabaikan norma-norma agama. Karena tujuan utama dalam
hidupnya yaitu mencari uang sebanyak-banyaknya.
Dalam ekonomi konvensional mengatakan bahwa perilaku rasional dianggap
equivalent dengan memaksimalkan utility. Sedangkan menurut Harsanyi (Nurkholis,
2009) mengatakan bahwa dalam perilaku rasional (theory of rational behavior)
terdapat tiga jenis yaitu.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

a. Utility theory dalam teori ini mengatakan bahwa perilaku yang rasional
mengandung unsur memaksimalkan utility yang diharapkan.
b. Game theory yaitu teori perilaku rasional yang dilakukan oleh dua individu atau
lebih. Namun masing-masing individu menghendaki untuk memaksimalkan
kepentingannya pribadi.
c. Ethics adalah penilaian yang diberikan oleh masyarakat yang melibatkan
pemaksimalan rata-rata tingkat unility dari semua individu dalam masyarakat.

Di bawah ini beberapa kriteria bahwa dalam ekonomi konvensional seorang


individu dianggap rasional menurut Omar (dalam Nurkholis, 2009) apabila.
a. Mereka tahu apa yang mereka mau sesuai dengan skala prioritas kemauan dan
bersikap konsisten.
b. Semua informasi dan cara dinilai dengan berdasarkan pada logika akal.
c. Tujuan dan cara bisa dinilai dengan uang.
d. Dalam produksi, mereka hanya melihat aspek kemahiran dibandingkan aspek
sentimen, nilai-nilai moral dan agama yang tidak dapat dinilai dalam bentuk uang.
e. Perilaku seseorang yang mementingkan kepuasan sendiri akan membawa kebaikan
kepada masyarakat.
f. Pilihan dibuat selaras dengan pilihan yang diprediksi dibuat oleh masyarakat. Hal
ini dianggap rasional apabila pilihan yang dibuat sesuai dengan kehendak
masyarakat.

Omar (dalam Nurkholis, 2009) di samping memberikan beberapa kriteria


dalam ekonomi konvensional juga memaparkan tentang bentuk-bentuk rasionaliti
antara lain.
a. Egoistic rationality adalah bentuk rasionalitas yang sempurna, karena jenis ini
merupakan prinsip utama ilmu ekonomi yaitu bahwa setiap agen (pelaku)
digerakkan oleh kepentingan diri sendiri (self interest) dimana produsen hendak
memaksimumkan utility.
b. Bounded rasionality adalah bentuk yang kedua ini merupakan bentuk
pengembangan dari bentuk yang pertama. Namun dalam kenyataannya dua
persyaratan yang ada dalam egoistic rationality tidak dapat dipenuhi karena
terdapat beberapa halangan seperti ketidakmampuan individu untuk mendapatkan
dan mengetahui informasi yang mengarahkannya pada pilihan yang optimal.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

c. Altruism adalah bentuk pengembangan dari rasionaliti. Dimana bentuk ini


merupakan bentuk yang bertentangan dengan bentuk yang pertama karena bentuk
ini lebih cenderung pada eksistensi manusia yang mempnyai perasaan dan emosi.
Berdasarkan dari ketiga bentuk-bentuk rasionaliti yang ada di atas maka
mabudhu’pesse lebih relevan dengan bentuk yang pertama dan ketiga. Karena pelaku
digerakkan oleh kepentingan diri sendiri yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya
dan memuaskan si peminjam. Sedangkan pada bentuk yang ketiga pelaku
menggunakan perasaannya yaitu rasa kasihan misalnya ketika peminjam datang
meminjam meskipun si peminjam sering terlambat mengembalikan pinjaman beserta
bunganya namun pelaku masih memberikan pinjaman lagi hal ini didasarkan pada
rasa kasian terhadap peminjam, namun pelaku juga mempunyai emosi apabila
peminjam tersebut terlambat dalam mengembalikan angsuran.

3.1.3 Makna Sosial Hutang


Secara sosiologi hutang mempunyai makna sosial yaitu adalah hutang yang
dimaknai secara sosial, budaya dan politik. Sedangkan di masyarakat terdapat tiga
makna yaitu utang sebagai obat, hutang sebagai kepercayaan dan hutang sebagai
resiko (Damsar, 2006:178). Sedangkan bagi penduduk di Desa Branta Pesisir terdapat
dua makna sosial dari hutang antara lain:
a. Hutang sebagai Obat.
Pada umumnya hutang dimaknai sebagai pelepas kesulitan. Dengan kata lain
orang yang berhutang karena sebagai suatu usaha untuk menyelesaikan persoalan
atau kesulitan yang berkenaan dengan uang. Pada tingkat individu atau rumah tangga,
orang yang berutang karena ada persoalan ekonomi pribadi atau masalah ekonomi
rumah tangga yang harus dipecahkan. Sedangkan pada dunia usaha utang dilakukan
sebagai modal usaha, investasi baru, disevikasi usaha atau lainnya
“Utang adalah obat yang memiliki unsur ketagihan dan kecanduan. Apabila
digunakan pada dosis tertentu utang bisa menjadi obat mujarab. Namun
ketika utang digunakan secara overdosis dan digunakan sembarangan maka
ia akan menimbulkan efek ketagihan dan ketergantungan. Pada situasi ini
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

utang dimaknai sebagai obat yang mneyebabkan ketagihan dan


ketergantungan (drug) bahkan bisa sepanjang dunia berkembang (Damsar,
2006: 179)

Berdasarkan data di atas makna utang yang terjadi di Desa Branta Pesisir
juga merupakan obat. Karena pada umumnya pada waktu individu mengalami
kesulitan ekonomi ia berhutang kepada keluarga, tetangga, maupun pada pelaku
mabudhu’pesse. Hal ini diumpamakan pada individu yang sakit kepala maka untuk
menghilangkan nyeri tersebut individu tersebut datang ke toko untuk membeli obat
setelah meminum obat yang ia beli pusing tersebut hilang. Hal ini sama dengan orang
yang mengalami kesulitan ekonomi, untuk mengatasinya orang tersebut berhutang
kepada keluarga, tetangga, dan pelaku mabudhu’pesse. Setelah mendapatkan
pinjaman kesulitan ekonominya bisa teratasi namun dibalik ini justru ia memiliki
tanggungan untuk membayar hutang tersebut. Sehingga hal ini sangat relevan dengan
pendapat Damsar yang mengatakan bahwa hutang itu adalah obat yang memiliki
unsur ketagihan dan kecanduan.
b. Hutang sebagai Resiko.
Menurut ekonom resiko dipandang sebagai suatu situasi dimana
kemungkinan untuk mencapai hasil tidak diketahui secara pasti. Sementara sosiolog
melihat resiko sebagai suatu kontruksi sosial. Oleh karena itu resiko merupakan
persepsi yang subyektif. Misalnya yang terjadi pada pihak perbankan yang selalu
mengeluh rendahnya minat menabung pada masyarakat Indonesia. Melalui perspektif
sosiologis hal itu dipahami karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim.
Dalam ajaran agama Islam segala sesuatu yang berkaitan dengan bunga adalah
haram. Menabung untuk memperoleh bunga atau memperoleh hutang dengan
memberikan bunga sama-sama dipandang melanggar aturan agama yaitu haram. Dari
sisi ini hal tersebut merupakan resiko yang didasarkan atas rasionalitas nilai.
Sedangkan hutang itu sendiri juga dapat merupakan resiko yang diletakkan atas dasar
rasionalitas nilai. Dengan demikian resiko yang didasarkan atas orientasi rasional
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

nilai tidak hanya berkaitan berkaitan dengan hutang yang berbunga tetapi juga
dampak dari utang apabila tidak bisa mengembalikan.
Berdasarkan penjelasan di atas sangat relevan dengan hutang piutang yang
terjadi di Desa Branta Pesisir. Karena hutang-piutang dimaknai sebagai sebagai suatu
resiko tersebut ditanggung oleh kedua pihak yaitu pelaku dan nasabah. Hutang
piutang atau mabudhu’pesse itu sendiri sudah dilarang oleh agama Islam namun para
pelaku tidak mengindahkan norma tersebut maka resiko yang ditanggungnya yaitu
besok di akhirat sedangkan resiko yang dihadapi oleh peminjam yaitu disamping ia
juga berdosa memakan hasil riba ia juga akan kehilangan harta benda miliknya ketika
ia tidak bisa mengembalikan pinjamannya beserta bunga

3.2 Penelitian Terdahulu


Dalam penelitiannya Nugroho pada tahun 2001 di Bantul Yogyakarta juga
terdapat aktivitas rentenir. Faktor yang menyebabkan meningkatnya aktivitas rentenir
adalah monetisasi pada kesadaran masyarakat yaitu kesadaran akan arti pentingnya
uang dan munculnya perasaan “haus akan uang”. Mereka berupaya mendapatkan
uang dengan berbagai cara yaitu dengan kerja keras, hutang atau aktivitas yang
masuk dalam kategori illegal yang bertentangan dengan norma-norma sosial.
Sistem pinjam meminjam uang sejauh ini hanya disediakan untuk beberapa
negara dan wilayah saja. Sebuah studi dari Nigeria yang menunjukkan bahwa
mayoritas kredit yang digunakan oleh para petani adalah berasal dari teman dan
kerabat sekitar 60% sementara rentenir 35% dan lembaga keuangan formal sekitar
5%. Di Sudan pada tahun 1974 aktivitas pertanian disuplai oleh kredit yang berasal
dari toko 30%, rentenir 25% dan kerabat dan teman 15% .
Ciri yang paling menonjol pada aktivitas rentenir di Bantul adalah “embeded
economy” yang dialami melalui cara integrasi struktural aktivitasnya ke dalam
hubungan-hubungan sosial antara rentenir dengan nasabah. Dimana hubungan mereka
tidak hanya memiliki aspek bisnis tetapi juga bernuansa kekeluargaan, ketetanggaan,
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

kekerabatan dan bahkan hubungan keagamaan. Bahkan tidak jarang rentenir tidak
menarik bunga yang pasti sejauh memperhitungkan kemampuan ekonomi
nasabahnya. Untuk nasabah yang tidak memiliki kemampuan ekonomi misalnya
miskin atau usahanya jatuh bangkrut, memperoleh keringanan dalam mengansur
hutangnya. Bahkan bila kondisinya sangat berat nasabah dapat dibebaskan dari
kewajiban membayar bunganya meskipun bunga yang ditetapkan oleh rentenir rata-
rata sebesar 20 % untuk setiap paket kredit.
Ciri lain dari ekonomi rentenir yang mengakar dalam hubungan-hubungan
sosial adalah perhatiannya terhadap hubungan personal antara rentenir dan sabah.
Nasabah yang sangat dikenal oleh rentenir mungkin dibebaskan dari kewajiban
menyerahkan agunan sebelum memperoleh kredit, pertimbangan tentang kepercayaan
bersama antara rentenir dan nasabah merupakan prakondisi bagi setiap transaksi
pinjam meminjam uang. Nasabah yang dipercaya oleh rentenir justru ditawari kredit
tanpa memintanya jaminan. Jadi transaksi pinjam meminjam uang dengan cara ini
bernuansa hubungan personal sementara kredit resmi yang ditawarkan bank sangat
impersonal.
Rentenir yang ada di Bantul bersandar pada rasionalitas instrumental ketika
berbisnis, namun menggunakan rasionalitas nilai ketika berinteraksi dengan nasabah-
nasabahnya. Beberapa nilai-nilai tradisional yang diinstrumentasi yang berkaitan
dengan pertimbangan sosial oleh rentenir meliputi kepercayaan pada magis (santet)
dan nilai-nilai agama. Mereka menggunakan hal-hal tersebut sebagai mekanisme
kontrol yang akan membuat nasabahnya membayar kembali cicilan dan bunga,
seperti nilai bahwa kewajiban orang yang meminjam harus mengembalikan kalau
tidak akan celaka. Kalau ada nasabah yang terlambat membayar cicilan maka rentenir
akan mengingatkan kewajibannya dengan mengacu pada nilai-nilai agama atau
persepsi magis.
Pekerjaan para rentenir di Bantul dianggap sebagai bisnis keuangan
informal. Meskipun secara umum diketahui bahwa aktivitas mereka bersifat informal,
tetapi masih ada aturan-aturan khusus yang diamati oleh para rentenir dan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

nasabahnya. Regulasi-regulasi ini tidak tertulis maupun diketahui secara resmi, tetapi
semua orang yang terlibat dalam pinjam meminjam uang. Adapun sejumlah
persyaratan umum yang diterapkan oleh para rentenir bagi nasabah yaitu harus
diketahui dimana mereka (nasabah) tinggal dan tingkat penghasilannya.
Semua persyaratan di atas dilakukan dengan cara informal yaitu tidak ada
paksaan legal. Pinjam meminjam uang ini tidak berdasarkan pada hukum dan
Pemerintah. Para rentenir juga meminta nasabah untuk memberikan fotokopi kartu
identitas (KTP) rentenir di Bantul juga meminta jaminan dalam bentuk barang. Hal
itu dilakukan jika jumlah kredit yang diminta oleh nasabah terlalu tinggi.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Tabel 1. Tipe Kredit Rentenir Di Bantul Yogyakarta


No Tipe Jumlah Persyaratan Jatuh Tempo
Kredit Maksimum
Pembayaran
1 Rolasan Rp. 20.000  Kehadiran nasabah di  Kredit dikembalikan
pasar
dalam 12 hari dengan
 Kenal dengan rentenir
 Alamat diketahui cicilan harian

2 Patlikuran Rp. 50.000  Kehadiran nasabah di  Kredit dikembalikan


pasar
dalam 24 hari dengan
 Kenal dengan rentenir
 Alamat diketahui cicilan harian
 Pekerjaan diketahui

3 Telung Rp. 100.000  Kehadiran nasabah di  Kredit dikembalikan


Puluhan pasar
dalam 30 hari dengan
 Kenal dengan rentenir
 Alamat diketahui cicilan harian
 Pekerjaan diketahui

4 Suidakan Rp. 300.000  Kehadiran nasabah di  Kredit dikembalikan


pasar
dalam 60 hari dengan
 Kenal dengan rentenir
 Alamat diketahui cicilan harian
 Pekerjaan diketahui
 Barang pribadi sbg
jaminan

5 Setahunan > 100 juta  Kehadiran nasabah di  Kredit dikembalikan


pasar
dalam 1 tahun atau
 Kenal dengan rentenir
 Alamat diketahui lebih dengan cicilan
 Pekerjaan diketahui perbulan
 Barang pribadi
sebagai jaminan
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Catatan :Rolasan, Patlikuran, Telung Puluhan, dan Suidakan memiliki bunga 20 % per
paket kredit. Untuk tipe kredit setahunan tingkat bunganya bermacam-macam
antara 6 % hingga 10 % perbulan.
“Kredit tipe rolasan harus dikembalikan dengan dua belas kali cicilan.
Kredit ini kemudian disebut sebagai “kredit harian”. Karena para nasabah
harus membayar cicilan setiap hari dalam periode dua belas hari. Mayoritas
nasabah yang menggunakan kredit rolasan untuk menutupi kebutuhan
konsumsi dasar rumah tangga atau untuk mengisi kembali modal mereka
yang sebelumnya telah dihabiskan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Nasabah yang menggunakan tipe kredit ini terdiri dari pedagang kecil, petani
miskin, dan buruh.”

“Patlikuran adalah jenis kredit kedua yang harus dikembalikan melalui


cicilan harian dalam periode waktu dua puluh empat hari. Patlikuran
merupakan kredit jangka pendek dan sering diambil oleh para pedagang
skala kecil yang orientasi utamanya adalah untuk menjamin kebutuhan hidup
mereka. Sebagian besar nasabah yang mengandalkan patlikuran digunakan
untuk memuaskan kebutuhan rumah tangga atau untuk mengisi kembali
modal bisnis yang telah dihabiskan untuk konsumsi”.

“Telung puluhan adalah jenis kredit ketiga yang harus dikembalikan dengan
cicilan harian dalam periode tiga puluh hari. Kondisinya identik dengan
kredit tipe patlikuran kecuali untuk kredit yang besarnya bisa mencapai Rp.
100.000, kredit ini pada umumnya digunakan oleh para pedagang skala kecil
dan menengah, anggota masyarakat yang strata rendah seperti tukang becak,
buruh dan petani”.

“Suidakan merupakan jenis kredit yang harus dikembalikan dengan cicilan


harian dalam waktu enam puluh hari atau dua bulan. Karena tipe ini
melibatkan jumlah uang yang lebih besar maka si rentenir meminta barang
berharga tertentu sebagai jaminan. Kredit tipe ini digunakan oleh pedagang
skala kecil dan menengah. Kredit suidakan juga diambil oleh segmen selain
pedagang seperti petani, pegawai sipil dan buruh”.

“Setahunan adalah tipe kredit yang terakhir yang harus dikembalikan dalam
waktu satu tahun dengan cicilan setiap bulan. Nasabah diwajibkan untuk
mengembalikan cicilan dengan bunga tambahan antara 6% sampai 10%.
Persyaratan yang diberikan oleh rentenir meliput barang pribadi sebagai
jaminan seperti sertifikat kepemilikan, emas atau berlian. Kredit tipe ini
paling banyak digunakan oleh para pedagang skala besar dan wiraswasta
untuk memperbesar modal bisnis mereka”.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Tiga pola yang membedakan antara rentenir yang satu dengan rentenir yang
lain dalam memperoleh modal dalam aktivitas pinjam meminjam uang atara lain.
a. Modal yang berasal dari akumulasi keuntungan yang diperoleh melalui
perdagangan. Hal ini hanya mungkin bagi para rentenir yang memiliki latar
belakang biografis sebagai pedagang.
b. Para rentenir meliputi individu-individu yang tidak bekerja sebagai pedagang
tetapi menyimpan uangnya ketika mereka bekerja pada pekerjaan lain. Tabungan
itu kemudian menjadi modal awal bagi aktivitas pinjam meminjam uang. Motivasi
utama mereka menjadi rentenir adalah untuk memperbaiki situasi ekonomi rumah
tangga, dengan cara menginvestasikan kembali tabungan mereka.
c. Untuk memperoleh modal awal untuk bisnis hutang piutang uang adalah dengan
meminjam uang dari bank atau dari rentenir skala besar, meskipun pada tahap
awal mereka harus memenuhi beberapa persyaratan.

Dalam penelitiannya Mintaroem dan Farisi (2001) yang berjudul aspek


sosial budaya pada kehidupan ekonomi masyarakat nelayan tradisional di Desa
Bandaran Pamekasan. Dimana dalam penelitiannya mengatakan hutang (aotang)
sebagai salah satu karakteristik perekonomian desa tradisional dalam banyak hal
hampir selalu tidak menguntungkan secara ekonomis bagi si penghutang atau
peminjam (kreditur). Hutang atau kredit yang dilakukan oleh masyarakat setempat
umumnya tidak dalam kerangka hubungan kerja antara nelayan dan juragan. Hutang
atau permintaan kredit biasanya dilakukan oleh para nelayan kepada orang-orang
kaya yaitu tetangganya sendiri yang tidak memiliki hubungan kerja. Namun pada
umumnya mereka lebih sering meminjam uang kepada kepala-kepala arisan yang
banyak memegang uang-uang titipan para anggotanya dengan imbalan berupa bunga
yang besarnya sekitar 5 % perbulan tergantung pada besarnya jumlah hutang/kredit.
Dalam kasus hubungan hutang piutang atau kredit antara nelayan dan bakul
ikan, seorang nelayan hampir tidak pernah dilakukan dengan cara membayar dalam
bentuk penyerahan ikan kepada bakul dengan harga yang ditentukan secara sepihak
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

oleh bakul. Hutang uang tetap dibayar dengan uang yang diperoleh dari hasil
penjualan ikan. Keterlibatan masyarakat nelayan setempat dalam praktik hutang
piutang atau kredit tampaknya banyak disebabkan oleh sikap hidup mereka yang
kurang menjangkau masa depan. Bagi mereka apa yang diperoleh sekarang
dihabiskan sekarang juga besok cari lagi”
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Kusnadi dkk (2005)
dengan judul penelitiannya Institusi Jaminan Sosial Nelayan di Kabupaten Sumenep.
di Desa Pesisir Legung Timur, Kecamatan Pesisir Timur Kabupaten Sumenep. Di
desa ini nelayan meminjam uang kepada rentenir dikenakan bunga tetap pinjaman
sebesar 10% per bulan dari total pinjaman dan dikembalikan dengan angsuran selama
tiga bulan (tiga kali). Sedangkan apabila pinjaman dilakukan secara mendadak dan
dikembalikan dalam waktu singkat maka bunga yang diminta oleh rentenir sebesar
30% dari total pinjaman.
Digital
Digital Repository
Repository Universitas
Universitas Jember
Jember

Anda mungkin juga menyukai