Anda di halaman 1dari 27

Disusun oleh :

Fery Nur Setianingsih (1704015123)

Rizkia Indah T (1604015203)

Abdul Kholik Aziz (1604015374)


PENDAHULUAN

PRINSIP

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan penegdalian
mutu.

UMUM

1. Pada pembuatan obat,pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk


menjamin bahwa kojsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
2. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian
pengujian, tetapi yang lebih penting adalah mutu harus dibentuk kedalam
produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal,bahan
pengemas,proses produksi dan pengendalian mutu,bangunan,peralatan yang
dipakai dan personil yang terlibat.
3. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang
dikendalikan dan dipantau secara cermat.
4. CPOB bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya,bila perlu dilakukan penyesesuaian
pedoman dengan syarat bahwa standart mutu obat yang telah ditentukan telah
dicapai
5. Otoritas pengawasan obat hendaklah menggunakan pedoman ini sebagai
acuan dalam penilaian penerapan CPOB, dan semua peraturan lain yang
berkaitan dengan CPOB hendaklah dibuat minimal sejalan dengan pedoman
ini.
6. Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan oleh industry farmasi sebagai
dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.
7. Selain aspek umum yang mencakup dalam pedoman ini, dipadukan juga
serangkaian pedoman suplemen untuk aspek tertentu yang hanya berlaku
untuk industry farmasi yang aktivitasnya berkaitan.
8. Pedoman ini berlaku terhadap pembuatan obat dan produksi jenis yang
digunakan manusia.
9. Cara lain selain tercantum didalam pedoman ini dapat diterima sepanjang
memenuhi prinsip pedoman ini.
Pedoman ini bukanlah bermaksud untuk membatasi pengembangan konsep , atau
teknologi baru yang telah divalidasi dan memberikan tingkat pemastian mutu
sekurang-kurangnya ekuivalen dengan cara yang tercantum dalam pedoman ini.

Dalam rangka mengantisipasi persaingan perdagangan global yang semakin


ketat, perlu peningkatan daya saing produk industry, termasuk produk industry
pengolahan pangan. Peningkatan daya saing tersebut antara lain akan dicapai
apabila industry pengolahan pangan mampu memproduksi pangan olahan yang
bermutu dana man dikonsumsi.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, menteri perindustrian menetapkan


pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) sebagai auan umum
bagi :

a. Industri pengolahan pangan dalam merencanakan,membangun dan


mengoperasikan perusahaannya dalam memproduksi dan menyediakan
produk yang aman dan layak dikonsumsi manusia.
b. Pembina industri pengolahan pangan dalam pengaturan dan pengembangan
industry pengolahan pangan dan
c. Pengawasan mutu dan keamanan pangan olahan dalam melakukan audit.

Penerapan CPPOB diperlukan untuk:

a. Mencegah tercemarnya pangan olahan dari cemaran biologi ,kimia/fisik yang


dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
b. Membunuh atau mencegah berkembang biak jasad renik pathogen serta
mengurangi jumlah jasad renik lain yang tidak dikehendaki dan
c. Mengendalikan produksi melalui pemilihan bahan baku, penggunaan bahan
penolong, penggunaan bahan pangan lainnya, penggunaan bahan tambahan
pangan (BTP), pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan/ pengangkutan.

Pedoman CPPOB terdiri atas 3 tingkatan, yaitu “harus” (shall), “seharusnya


(should), dan “dapat” (can), yang diberlakukan terhadap semua lingkup yang
terkait dengan proses produksi, pengemasan, penyimpanan dana tau
pengangkutan pangan olahan dengan rincian sebagai berikut:

a. Persyaratan “harus”
b. Persyaratan “seharusnya”, atau
c. Persyaratan “dapat”.
MAKSUD

Pedoman CPOB dan CPPOB ini dimaksudkan sebagai acuan umum bagi
industry pembuatan obat dan pengolahan pangan dalam menghasilkan obat dan
produk yang bermutu,berkhasiat dan aman untuk dikonsumsi

TUJUAN

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai denfan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu.

Penerapan CPPOB ini ditunjukan untuk:

a. Menghasilkan pangan olahan yang bermutu, aman untuk dikonsumsi dan


sesuai dengan tuntutan konsumen.
b. Mendorong industry pengolahan pangan agar bertanggung jawab terhadap
mutu dan keamanan produk yang dihasilkan.
c. Meningkatkan daya saing industry pengolahan pangan dan
d. Meningkatkan produktifitas dan efisiensi industry pengolahan pangan.

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pedoman CPPOB ini meliputi persyaratan yang diterapkan


dalam insdustri pengolahan pangan, yaitu :

1. Lokasi
2. Bangunan
3. Fasilitas sanitasi
4. Mesin dan peralatan
5. Bahan
6. Pengawasan proses
7. Produk akhir
8. Labolatorium
9. Karyawan
10. Pengemas
11. Label dan keterangan produk
12. Penyimpanan
13. Pemeliharaan dan program sanitasi
14. Pengangkutan
15. Dokumentasi dan pencatatan
16. Pelatihan
17. Penarikan produk ,dan
18. Pelaksanaan pedoman

Adapun aspek aspek dan ruang lingkup CPOB 2012:


1. Manajemen mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan hygiene
6. Produksi
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri dan audit mutu &persetujuan pemasok
9. Penanganan keluhan terhaap produk dan penarikan kembali produk
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
12. Kualifikasi dan validasi

Persyaratan dasar dari CPOB adalah :

1. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalam terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang
memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan
2. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi

3. Tersedia semua sarana yang di perlukan dalam CPOB termasuk ;


a. Personil yang terkualifikasi dan terlatih
b. Bangunan dan sarana dengan luas yang memadahi
c. Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai
d. Bahan, wadah label yang benar
e. Prosedur dan instruksi yang disetujui
f. Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.

4. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk intruksi dengan bahasa yang jelas, tidak
bermakana ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia
5. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar
6. Pencatatan dilakukan secara manual dengan alat pencatat selama pembuatan
menunjukkan bahwa langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang
ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan
sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan di
investigasi.
7. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat
bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah di
akses
8. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil resiko terhadap mutu obat
9. Tersedia sistem penarikan kmbali bets obat maupun dari peredaran
10. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu di investigasi
serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan penangulangan yang tepat
dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.
BAB II
ISI

Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB)


CPMB atau Cara Produksi Makanan yang Baik adalah suatu pedoman yang
menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar bermutu, aman dan
layak untuk dikonsumsi.

Aman untuk dikonsumsi artinya produk makanan tersebut tidak mengandung


bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia
seperti menimbulkan penyakit atau keracunan.

Layak untuk dikonsumsi artinya makanan tersebut keadaannya normal tidak


menyimpang seperti busuk, kotor, menjijikkan, dan penyimpangan lain.
Dengan demikian, makanan yang layak untuk dikonsumsi adalah makanan
yang tidak busuk, tidak menji-jikkan, dan tidak menyimpang dari keadaannya
yang normal.

Di dalam CPMB dijelaskan mengenai persyaratan-persyaratan yang harus


dipenuhi tentang penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai pengolahan
dari mulai bahan baku sampai produk akhir.

CPMB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang
berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui CPMB, industri
pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, layak
dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan produk
makanan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat
niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan
berkembang dengan pesat.

Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan produk yang


bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan
terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam
kesehatan.

Ruang Lingkup CPMB


Ruang lingkup CPMB mencakup cara-cara produksi yang baik dari sejak
bahan mentah masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan, termasuk
persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah
berbagai hal yang dibahas dalam Cara Produksi Makanan yang Baik:

1. Lingkungan Sarana Pengolahan


Pencemaran makanan dapat terjadi karena lingkungan yang kotor. Oleh
karena itu, lingkungan di sekitar sarana pengolahan harus terawat baik, bersih
dan bebas dari tumbuhnya tanaman liar.

Mengingat lingkungan yang kotor dapat menjadi penyebab pencemaran


makanan, maka dari sejak awal pendirian pabrik, perlu dipertimbangkan
berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan pencemaran tersebut.

Lokasi Pabrik
Secara ideal industri pangan yang baik dan sehat seharusnya berada di lokasi
yang bebas dari pencemaran. Oleh karena itu pada saat membangun pabrik
hendaknya beberapa hal di bawah ini dipertimbangkan dengan matang:

- Pabrik makanan hendaknya jauh dari lokasi industri yang sudah mengalami
polusi yang mungkin dapat menimbulkan pencemaran yang membahayakan
terhadap makanan.

- Pabrik makanan hendaknya tidak berlokasi di daerah yang mudah tergenang


air atau banjir karena sistem saluran pembuangan airnya tidak berjalan lancar.
Lingkungan yang demikian menjadi tempat berkembangnya hama seprti
serangga, parasit, binatang mengerat, dan mikroba.

- Pabrik makanan hendaknya jauh dari tempat yang merupakan sarang hama,
khususnya serangga dan binatang mengerat seperti tikus.

- Pabrik makanan hendaknya jauh dari daerah yang menjadi tempat


pembuangan sampah baik sampah padat maupun sampah cair atau jauh dari
daerah penumpukan barang bekas dan daerah kotor lain.

- Pabrik makanan hebdaknya jauh dari tempat pemukiman penduduk yang


terlalu padat dan kumuh.

Lingkungan
Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-
cara sebagai berikut:

- Sampah dan bahan buangan pabrik lainnya harus, dikumpulkan setiap saat di
tempat khusus dan segera dibuang atau didaur ulang sehingga tidak
menumpuk dan menjadi sarang hama.

- Tempat-tempat pembuangan sampah hendaknya selalu dalam keadaan


tertutup untuk menghindari bau busuk dan mencegah pencemaran lingkungan.
- Sistem pembuangan dan penanganan limbah harus baik dan selalu dipantau
agar tidak mencemari lingkungan.

- Sistem saluran pembuangan air harus selalu berjalan lancar untuk mencegah
genangan air yang mengundang hama.

- Sarana jalan hendaknya dikeraskan atau diaspal, dan dileng-kapi dengan


sistem drainase yang baik agar tidak tergenang air. Di samping itu, jalan jalan
yang berdebu sebaiknya selalu disiram air agar debu tidak beterbangan dan
mencemari sarana pengolahan pangan.

2. Bangunan dan Fasilitas Pabrik


Seharusnya bangunan, peralatan, dan fasilitas sarana pengolahan dari sejak
awal telah dirancang dan dibangun sedemikian rupa sehingga dapat menjamin
bahwa bahan pangan selama dalam proses pengolahan tidak tercemar baik
oleh bahan-bahan biologis seperti mikroba dan parasit, atau bahan kimia dan
kotoran lain.

Bangunan seharusnya dibuat dengan rancangan untuk tidak mudah dimasuki


oleh hama seperti binatang mengerat, burung, serangga dan hama lainnya.

Tata letak pabrik harus diatur sedemikian rupa sehingga kegiatan pengolahan
berjalan teratur dan tidak simpang siur. Demikian juga tata letak pabrik harus
menjamin terhindarnya kontaminasi silang pada produk makanan, misalnya
oleh bahan mentah.

Ruang Pengolahan
Ruang pengolahan hendaknya cukup luas untuk menempatkan semua
peralatan dan bahan serta cukup leluasa bagi pergerakan karyawan yang
bekerja di dalamnya. Ruang pengolahan harus dirancang sedemikian rupa
sehingga mudah dipelihara dan mudah dibersihkan. Lantai dan dinding
hendaknya dibuat dari bahan kedap air dan kuat sehingga mudah dibersihkan.
Lantai dan dinding harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir dan
kotoran lainnya. Langit-langit ruangan bersih dari debu, sarang laba-labah dan
kotoran lainnya.

Jendela dan lubang angin hendaknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk
mencegah masuknya serangga dan binatang mengerat yang dapat mencemari
makanan. Kawat kasa ini hendaknya mudah dicopot dan mudah dibersihkan.

Ruang pengolahan selalu dipelihara dalam keadaan bersih, dan tidak ada
sampah yang berserakan di mana-mana. Sampah selalu dibuang pada
tempatnya, dan tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup.
Kelengkapan Ruang Pengolahan
Ruang pengolahan hendaknya dibuat nyaman, misalnya cukup terang,
sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan penuh perhatian dan
teliti.

Ventilasi dibuat dalam jumlah yang cukup sehingga udara segar selalu
mengalir di ruang pengolahan. Ventilasi ini selalu dijaga tetap bersih, tidak
berdebu dan tidak dipenuhi sarang laba-laba.

Sistem aliran udara hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga udara selalu
mengalir dari tempat yang bersih ke tempat yang kotor dan tidak sebaliknya.
Dengan ventilasi, suhu udara dikendalikan supaya tidak terlalu panas.
Demikian juga dengan ventilasi bau yang mungkin mempengaruhi citarasa
makanan dapat dibuang.

Di ruang pengolahan hendaknya ada tempat mencuci, khususnya untuk


mencuci tangan yang selalu dilengkapi dengan sabun dan alat pengering atau
lap kering, dan selalu dalam keadaan bersih.

Gudang
Gudang hendaknya tersedia khusus untuk menyimpan bahan-bahan pangan
termasuk bumbu dan bahan tambahan pangan. Bahan baku pangan hendaknya
dipisahkan dalam gudang terpisah dari produk makanan agar tidak terjadi
kontaminasi silang. Bahan-bahan bukan pangan seperti bahan pencuci,
pelumas, oli, dan lain-lain hendaknya disimpan di dalam gudang khusus.

Gudang harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan dan


dipelihara agar selalu tetap bersih. Gudang juga harus dapat mencegah
masuknya hama seperti serangga, binatang mengerat seperti tikus, burung,
atau mikroba. Di dalam gudang hendaknya tersedia tempat cukup agar bahan
tidak menumpuk.

Sirkulasi udara di dalam gudang hendaknya dipertahankan mengalir agar


kondisi dalam gudang tetap segar.

Penyimpanan ke dalam atau pengeluaran dari dalam gudang hendaknya


mengikuti sistem FIFO (first in first out), yaitu bahan yang pertama kali
masuk ke dalam gudang hendaknya juga keluar pertama kali dari gudang, agar
tidak ada bahan yang terlalu lama disimpan tanpa ada yang mengetahui. Oleh
karena itu pencatatan pengisian dan pengeluaran bahan hendaknya dilakukan
secara rutin.

Jika gudang yang digunakan harus bersuhu rendah, misalnya untuk


penyimpanan bahan baku pangan segar, maka suhu di dalam gudang harus
selalu diperiksa secara periodik untuk menghindari terjadinya fluktuasi suhu
yang berlebihan. Suhu yang berfluktuasi secara berlebihan dapat mempercepat
kerusakan pada bahan pangan.

3. Peralatan Pengolahan
Peralatan pengolahan makanan harus dipilih yang mudah dibersihkan dan
dipelihara agar tidak mencemari makanan. Sebaiknya peralatan yang
digunakan mudah dibongkar dan bagian-bagiannya mudah dilepas agar
mudah dibersihkan.

Sedapat mungkin hindari peralatan yang terbuat dari kayu, karena permukaan
kayu yang penuh dengan celah-celah akan sulit dibersihkan. Jika mungkin
gunakan peralatan yang terbuat dari bahan yang kuat dan tidak berkarat
seperti bahan aluminium atau baja tahan karat (stainless steel).

Demikian juga peralatan-peralatan yang digunakan untuk memasak,


memanaskan, mendinginkan, membekukan makanan, hendaknya terbuat dari
logam seperti aluminium atau baja tahan karat agar suhu proses yang sudah
ditentukan dapat cepat tercapai.

Peralatan hendaknya disusun penempatannya dalam jalur tata letak yang


teratur yang memungkinkan proses pengolahan ber-langsung secara
berkesinambungan dan karyawan dapat mengerjakannya dengan mudah dan
nyaman.

Peralatan yang dilengkapi dengan penunjuk ukuran seperti timbangan,


termometer, pengukur tekanan, pengukur aliran udara dan sebagainya,
hendaknya dikalibrasi setiap periode waktu tertentu agar data yang dihasilkan
teliti dan valid. Dalam mengendalikan tahap-tahap pengolahan yang kritis,
kalibrasi peralatan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan.

4. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi


Adanya fasilitas dan kegiatan sanitasi di pabrik bertujuan untuk menjamin
bahwa ruang pengolahan dan ruangan lain dalam bangunan serta peralatan
pengolahan terpelihara dan tetap bersih sehingga menjamin produk makanan
bebas bebas dari mikroba, kotoran dan cemaran lain.

Suplai Air
Suplai air harus berasal dari sumber air yang aman dan jumlahnya cukup
untuk memenuhi seluruh kebutuhan pencucian/pembersihan, pengolahan, dan
penanganan limbah. Sumber dan saluran air untuk keperluan lain seperti
untuk pamadam api, boiler, dan pendinginan harus terpisah dari sumber dan
saluran air untuk pengolahan. Pipa-pipa air yang berbeda ini hendaknya diberi
warna yang berbeda pula untuk membedakan fungsi airnya.
Air yang mengalami kontak langsung dengan makanan harus memenuhi
persyaratan seperti persyaratan pada bahan baku air minum.

Untuk menjamin agar air selalu ada, sarana penampungan air disediakan dan
selalu terisi air dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan.

Pembuangan Air dan Limbah


Pabrik harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air dan limbah yang baik
berupa saluran-saluran air atauselokan yang dirancang dan dibangun
sedemikian rupa sehingga tidak mencemari sumber air bersih dan makanan.

Fasilitas Pencucian/Pembersihan
Proses pencucian atau pembersihan sarana pengolahan termasuk peralatannya
adalah proses rutin yang sangat penting untuk menjamin mutu dan keamanan
produk makanan yang dihasilkan oleh suatu industri. Oleh karena itu, industri
harus menyediakan fasilitas pencucian/pembersihan yang memadai.

Fasilitas pencucian/pembersihan harus disediakan dengan suatu rancangan


yang tepat. Fasilitas pencucian/pembersihan untuk makanan hendaknya
dipisahkan dari fasilitas pencucian/pembersihan peralatan dan perlengkapan
lainnya.

Fasilitas pencucian/pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air bersih


dan sumber air panas untuk keperluan pencucian/pembersihan pembersihan
peralatan.

Kegiatan pembersihan dan sanitasi hendaknya dilakukan cukup sering untuk


menjaga agar ruangan dan peralatan tetap bersih. Pembersihan dapat
dilakukan secara fisik dengan cara penyikatan, penyemprotan dengan air, atau
penyedotan dengan pembersih vakum. Dapat juga pembersihan dilakukan
secara kimia dengan menggunakan deterjen, basa, atau asam, atau gabungan
dari cara fisik dan kimia. Jika diperlukan, cara desinfeksi (pencucihamaan)
dapat dilakukan dengan menggunakan deterjen, kemudian larutan klorin 100
sampai 250 ppm (mg/liter) atau larutan iodin 20 sampai 59 ppm.

Kegiatan pembersihan dan desinfeksi harus diprogramkan dan harus


menjamin bahwa semua bagian pabrik dan peralatan telah dibersihkan dengan
baik, termasuk pembersihan alat-alat pembersih itu sendiri.

Program pembersihan dan desinfeksi harus dilakukan terus-menerus secara


berkala serta dipantau ketepatan dan efektivitasnya serta dicatat. Catatan
program pembersihan harus mencakup: (1) luasan, benda, peralatan atau
perlengkapan yang harus diber-sihkan, (2) karyawan yang bertanggung jawab
terhadap pembersihan, cara dan frekuensi pembersihan, dan (3) cara
memantau kebersihan.

Fasilitas Higiene Karyawan


Fasilitas higiene karyawan harus disediakan untuk menjamin kebersihan
karyawan dan menghindari pencemaran terhadap makanan, yaitu:
- tempat mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, handuk atau alat
pengering tangan,
- tempat ganti pakaian karyawan, dan
- toilet atau jamban yang selalu bersih dalam jumlah yang cukup untuk
seluruh karyawan.

Jumlah toilet yang cukup adalah 1 buah untuk 10 karyawan pertama, dan 1
buah untuk setiap penambahan 25 karyawan. Toilet hendaknya ditempatkan
pada lokasi tidak langsung berhubungan dengan ruang pengolahan.

Penerangan
Sistem penerangan baik melalui penyinaran simor matahari maupun melalui
lampu-lampu harus memenuhi persyaratan yaitu diatur sedemikian rupa
sehingga ruang pengolahan cukup terang dan karyawan dapat mengerjakan
tugasnya dengan teliti dan nyaman.

5. Sistem Pengendalian Hama


Hama berupa binatang mengerat seperti tikus, burung, serangga dan hama
lainnya adalah penyebab utama terjadinya pencemaran terhadap makanan
yang menurunkan mutu dan keamanan produk makanan. Banyaknya
makanan, terutama yang berserakan, akan mengundang hama untuk masuk ke
dalam pabrik dan membuat sarang di sana.

Untuk mencegah serangan hama, program pengendaliannya harus dilakukan,


yaitu melalui: (1) sanitasi yang baik, dan (2) penga-wasan atas barang-barang
dan bahan-bahan yang masuk ke dalam pabrik. Praktek-praktek higiene yang
baik akan mencegah masuk-nya hama ke dalam pabrik.

Mencegah Masuknya Hama


Untuk mencegah masuknya hama, bangunan pabrik harus tetap terjaga dalam
keadaan bersih dan terawat. Untuk mencegah masuknya hama dapat
diupayakan hal-hal sebagai berikut:
- menutup lubang-lubang dan saluran yang memungkinkan hama dapat
masuk,
- memasang kawat kasa pada jendela, pintu, dan ventilasi,
- mencegah supaya hewan peliharaan seperti anjing dan kucing berkeliaran di
halaman pabrik dan di ruang pengolahan.

Mencegah Timbulnya Serangan Hama


Hal-hal berikut ini dapat dilakukan untuk mencegah adanya serangan hama di
dalam sarana pengolahan:
- Adanya makanan yang berserakan dan air yang tergenang merangsang
timbulnya sarang hama, oleh karena itu, makanan harus disimpan di dalam
wadah yang cukup kuat dan disusun pada posisi tidak mengenai lantai dan
cukup jauh dari dinding.
- Keadaan di luar dan di dalam pabrik harus tetap bersih, dan sampah-sampah
harus dibuang di tempat-tempat sampah yang kuat dan selalu tertutup.
- Pabrik dan lingkungannya harus selalu diperiksa terhadap kemungkinan
timbulnya serangan hama.
- Sarang hama harus segera dimusnahkan baik dengan perlakuan fisik atau
kimia tanpa mempengaruhi mutu dan keamanan produk makanan.

6. Higiene Karyawan
Karyawan yang dalam pekerjaannya melakukan kontak langsung dengan
makanan dapat merupakan sumber cemaran baik biologis, kimia, maupun
fisik. Oleh karena itu, higiene karyawan merupa-kan salah satu hal yang
sangat penting dalam menghasilkan produk makanan yang bermutu dan aman
untuk dikonsumsi.

Praktek-praktek higiene karyawan yang baik dapat memberikan jaminan


bahwa karyawan yang dalam pekerjaannya melakukan kontak langsung
dengan makanan tidak mencemari produk makanan yang bersangkutan.

Kesehatan Karyawan
Karyawan yang sakit atau diduga masih membawa penyakit (baru sembuh
dari sakit) hendaknya dibebaskan dari pekerjaan yang berhubungan langsung
dengan makanan, karena mikrobanya dapat mencemari makanan. Karyawan
yang memang sakit hendaknya diistirahatkan.

Beberapa contoh penyakit karyawan yang mikrobanya dapat mencemari


makanan antara lain: sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut,
muntah, demam, sakit tenggorokan, penyakit kulit seperti gatal, kudis, luka,
dsb.

Kebersihan Karyawan
Karyawan yang bekerja di ruangan pengolahan makanan harus selalu dalam
keadaan bersih, mengenakan baju kerja serta penutup kepala dan sepatu.
Perlengkapan seperti baju kerja, penutup kepala, dan sepatu tidak boleh
dibawa keluar dari pabrik.

Karyawan harus selalu mencuci tangannya dengan sabun pada saat-saat:


sebelum mulai melakukan pekerjaan mengolah makanan, sesudah keluar dari
toilet/jamban, sesudah menangani bahan mentah atau bahan kotor lain karena
dapat mencemari makanan lainnya.

Kebiasaan Karyawan yang Jelek


Selama bekerja mengolah makanan, kar-yawan di bagian pengolahan
makanan hendaknya meninggalkan kebiasaan--kebiasaannya yang dapat
mencemari makanan, misalnya: merokok, meludah, makan atau mengunyah,
bersin atau batuk. Selama mengolah makanan, karyawan tidak diperbolehkan
memakai perhiasan, arloji, peniti, bros dan perlengkapan lainnya yang jika
jatuh ke dalam makanan dapat membahayakan konsumen yang
mengkonsumsinya.

7. Pengendalian Proses
Dalam menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses pengolahan
hendaknya dikendalikan secara hati-hati dan ketat. Cara-cara yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan proses pengolahan makanan antara lain:
- menetapkan persyaratan bahan mentah yang digunakan,
- menetapkan komposisi bahan yang digunakan atau komposisi formulasi,
- menetapkan cara-cara pengolahan yang baku secara tetap,
- menetapkan persyaratan distribusi serta cara transportasi yang baik untuk
melindungi produk makanan yang didistribusikan, menetapkan cara
menyiapkan produk makanan sebelum dikonsumsi (jika ada) agar produk
dalam kondisi puncak mutunya.

Cara-cara tersebut di atas sesudahnya ditetapkan harus diterap-kan, dipantau,


dan diperiksa kembali agar pengendalian proses tersebut berjalan secara
efektif.

Dalam rangka pengendalian proses, untuk setiap produk makanan yang


dihasilkan hendaknya ditetapkan, hal-hal sebagai berikut:
- jenis dan jumlah bahan, bahan pembantu, dan bahan tambahan makanan
yang digunakan,
- bagan alir yang sudah baku dari proses pengolahan yang harus dilakukan,
- jenis, ukuran, dan persyaratan kemasan yang digunakan,
- jenis produk pangan yang dihasilkan,
- keterangan lengkap tentang produk yang dihasilkan termasuk nama produk,
tanggal produksi, tanggal kedaluwarsa dan nomor pendaftaran.

Pengendalian Tahap-Tahap Penting dan Tahap-Tahap Kritis


Di dalam proses pengolahan makanan ada tahap-tahap yang dianggap penting
yang dapat berpengaruh terhadap mutu produk makanan yang dihasilkan.
Tahap-tahap penting tersebut misalnya adalah kecepatan putaran pengadukan,
pengaturan keasaman (pH), inkubasi pada suhu tertentu, penggorengan pada
suhu minyak tertentu, waktu proses, dan sebagainya. Terhadap tahap--tahap
ini diperlukan perhatian khusus untuk mengendalikan proses yang sesuai yang
sudah dibakukan. Sebagai contoh, jika penga-dukan adonan tidak dilakukan
pada kecepatan putaran yang sesuai mungkin saja pengadukan menjadi tidak
merata sehingga mengakibatkan adonan gagal menghasilkan produk yang
bermutu baik. Demikian juga, jika suhu inkubasi untuk suatu proses
fermentasi tidak sesuai maka fermentasi tidak akan berlangsung dengan
semestinya. Oleh karena itu terhadap tahap-tahap seperti ini perlu dilakukan
kalibrasi agar ketepatan proses selalu terjamin. Jika tahap-tahap penting ini
berkaitan dengan pengendalian terhadap bahaya bakteri patogen, misalnya
pemanasan pada suhu tertentu, maka tahap-tahap penting ini menjadi tahap-
tahap kritis yang harus mendapatkan perhatian secara ekstra hati-hati. Sebagai
contoh, pasteurisasi susu pada suhu 63 derajat Cecius selama 30 menit atau
pada suhu 72 derajat Celcius selama 15 detik dapat memusnahkan bakteri
patogen seperti bakteri penyebab penyakit tuberkulosis atau penyebab
penyakit disentri. Oleh karena itu, pasteurisasi merupakan tahap pengolahan
kritis yang harus dipantau secara ketat. Dalam hal ini kalibrasi termometer
sangat penting untuk menjamin tercapainya proses yang dipersyaratkan.

Kontaminasi Silang
Bahan makanan yang sedang ditangani selama proses pengolahan mudah sekali
mengalami kontaminasi, baik melalui air, udara, atau melalui kontak langsung dengan
makanan lain atau kontak langsung dengan karyawan. Jika kontaminasi ini terjadi
sebelum bahan makanan mendapatkan proses termal seperti pasteurisasi atau
sterilisasi, dampaknya mungkin tidak akan terlalu besar. Akan tetapi jika kontaminasi
ini terjadi setelah bahan pangan diolah maka yang terjadi adalah kontaminasi silang
yang merugikan. Contoh kontaminasi silang adalah kontaminasi produk makanan
yang telah diolah dengan bahan mentah yang masih kotor, atau kontaminasi produk
makanan oleh peralatan yang masih kotor. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi
silang diperlukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
- bahan mentah hendaknya disimpan terpisah jauh dari bahan makanan yang telah
diolah atau siap dikonsumsi,
- ruang pengolahan hendaknya diperiksa dengan balk terhadap kotoran-kotoran yang
mungkin menyebabkan kontaminasi silang,
- karyawan yang bekerja di ruang pengolahan hendaknya memakai alat-alat
pelindung seperti baju kerja, topi, sepatu, sarung tangan, serta selalu mencuci tangan
jika hendak masuk dan bekerja di ruang pengolahan,
- permukaan meja kerja, peralatan, dan lantai di ruang pengolahan harus selalu
dibersihkan dan didesinfeksi setiap selesai digunakan untuk mengolah bahan mentah
terutama daging dan ikan.
8. Manajemen dan Pengawasan
Lancar tidaknya kegiatan produksi suatu industri apakah industri dengan
skala kecil, menengah, maupun besar sangat ditentukan oleh
manajemennya. Manajemen yang baik selalu melakukan pengawasan atas
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam industrinya dengan tujuan
mencegah terjadinya penyimpangan yang mungkin terjadi selama kegiatan
itu dilakukan. Demikian juga berhasilnya pelaksanaan produksi di suatu
industri sangat ditentukan oleh manajemen dan pengawasan ini.

Untuk tujuan pengendalian produksi yang efektif, tergantung pada skala


industrinya, dibutuhkan minimal seorang penanggung jawab jaminan
mutu yang mempunyai latar belakang pengetahuan higiene yang baik.
Yang bersangkutan bertanggung jawab penuh terhadap terjaminnya mutu
dan keamanan produk makanan yang dihasilkan. Dengan demikian tugas
utamanya adalah mengawasi jalannya produksi dan memperbaikinya jika
selama produksi terjadi penyimpangan yang dapat menurunkan mutu dan
keamanan produk makanan yang dihasilkan. Kegiatan pengawasan ini
hendaknya dilakukan secara rutin dan dikembangkan terus untuk
memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih baik.

9. Pencatatan dan Dokumentasi


Dalam upaya melakukan proses pengolahan yang terkendali, industri
makanan harus mempunyai catatan atau dakumen yang lengkap tentang
hal-hal berkaitan dengan proses pengolahan termasuk jumlah dan tanggal
praduksi, distribusi dan penarikan produk karena sudah kedaluwarsa.
Dokumentasi yang baik dapat meningkatkan jaminan terhadap mutu dan
keamanan produk makanan yang dihasilkan.

Bahan Tambahan Pangan (Food Additive)

Pengertian
Food Additive atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau
campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku
pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau
bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti
gumpal, pemucat, dan pengental.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 272/Menkes/Per/IX/88


dijelaskan bahwa Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke
dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan
untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

Mengapa BTP Sering Ditambahkan ke Dalam Pangan?


BTP adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak
merupakan bahan baku pangan, dan penambahannya ke dalam pangan ditujukan
untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa, keken-
talan, dan aroma, untuk mengawetkan, atau untuk mempermudah proses
pengolahan.

Secara khusus kegunaan BTP di dalam pangan adalah untuk:


1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu
pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, dan lebih enak di mulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
4. Meningkatkan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.
Penggolongkan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan.


Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
l. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang
tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau peruraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroba.
4. Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi
lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya)
makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan,
menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral, dan pendapar), yaitu BTP yang dapat
mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keqsaman makanan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan
dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya
dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
10. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.
11. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan,
sehingga memantapkan warna, aroma, dan tekstur.

Selain BTP yang tercantum dalam Peraturan Menteri tersebut, masih ada beberapa
BTP lainnya yang biasa digunakan dalam makanan, misalnya:
l. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat
menguraikan secara enzimatis, misalnya membuat makanan menjadi lebih empuk,
lebih larut, dan lain-lain.
2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral atau vitamin,
baik tunggal maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan.
3. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air) sehingga
mempertahankan kadar air dan makanan.

Sifat, Kegunaan dan Keamanan BTP


Dari beragam jenis BTP seperti yang telah disebutkan di atas, sebenarnya hanya
beberapa yang penggunaannya pada makanan lebih sering dibandingkan dengan
BTP lainnya. Oleh karena itu sifat dan keamanan BTP yang sering digunakan
tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

Pewarna
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk beberapa tujuan,
yaitu:
• Memberi kesan menarik bagi konsumen
• Menyeragamkan warna makanan
• Menstabilkan warna
• Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
• Mengatasi pembahan warna selama penyimpanan.

Penggunaan pewarna yang aman pada makanan telah diatur melalui peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur mengenai
pewarna yang dilarang digunakan dalam makanan, pewarna yang diizinkan serta
batas penggunaannya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami. Akan tetapi
masih banyak produsen makanan, tenrtama pengusaha kecil, yang menggunakan
bahan-bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya
pewarna untuk tekstil atau cat. Hal ini disebabkan pewarna tekstil atau cat
umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, serta
harganya lebih murah, dan produsen pangan belum mengetahui dan menyadari
bahaya dari pewarna-pewarna tersebut.

Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada makanan,
terutama makanan jajanan, adalah Metannil Yellow (kuning metanil) yang berwarna
kuning, dan Rhodamin B yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning dan merah
tersebut sering digunakan dalam pembuatan berbagai macam makanan seperti sirup,
kue-kue, agar, tahu, pisang dan tahu goreng, dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah
dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung
setelah mengkonsumsi, oleh karena itu dilarang digunakan di dalam makanan
walaupun dalam jumlah sedikit

Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetis adalah dengan


menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan
ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Akan tetapi penggunaan bahan
pewarna alami juga ada batasannya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 diantaranya adalah:

• Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan untuk
mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/kg, dan
yogurt beraroma (I50 mg/kg).
• Beta-karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah-oranye yang dapat digunakan
untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es krim (100 mg/kg),
keju (600 mg/kg), dan lemak dan minyak makan (secukupnya).
• Klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang dapat digunakan untuk mewarnai
jem/jeli (200 mg/kg) atau keju (secukupnya).
• Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-oranye yang dapat digunakan
untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/kg), atau lemak dan minyak
makan (secukupnya).
Pemanis Buatan
Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minunan sebagai
pengganti gula karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis
alami (gula), yaitu:
• Rasanya lebih manis
• Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
• Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah
sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes)
• Harganya lebih manis.

Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di


Indonesia adalah siklamat dan sakarin yang mempunyai tingkat kemanisan
masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami, oleh karena itu sering disebut
sebagai "biang gula". Penggunaan pemanis buatan dalam makanan diatur melalui
peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan sebenarnya siklamat dan sakarin hanya


boleh digunakan dalam makanan yang khusus ditujukan untuk orang yang
menderita diabetes atau sedang menjalani diet kalori. Amerika dan Jepang
bahkan sudah melarang sama sekali penggunaan kedua pemanis tersebut karena
terbukti berbahaya bagi kesehatan.

Di Indonesia, siklamat dan sakarin sangat mudah diperoleh dengan harga yang
relatif murah. Hal ini mendorong produsen minuman ringan dan makanan
jajanan untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan tersebut di dalam
produknya. Penggunaan pemanis tersebut terutama didasari pada alasan ekonomi
karena harga gula pasir yang cukup tinggi, sedangkan tingkat kemanisan
pemanis buatan jauh lebih tinggi daripada gula sehingga penggunaannya cukup
dalam jumlah sedikit, yang berarti mengurangi modal.
Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 500 mg - 3 g/kg bahan, sedangkan
batas maksimum penggunaan sakarin adalah 50 - 300 mg/kg bahan. Keduanya
hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan dibatasi tingkat
konsumsinya sebesar 0,5 mg/kg berat badan/hari. Jadi bila berat badan kita 50
kg, maka jumlah maksimum siklamat atau sakarin yang boleh dikonsumsi per
hari adalah 50 x 0,5 mg atau 25 mg. Jika kita mengkonsumsi kue dengan
kandungan siklamat 500 mg/kg bahan, maka dalam satu hari kita hanya boleh
mengkonsumsi 25/500 x l kg atau 50 g kue.

Penggunaan pemanis buatan yang diizinkan dalain makanan adalah sebagai


berikut:
• Sakarin (dan garam natrium sakarin), untuk saus, es lilin, minuman ringan
dan minuman yogurt berkalori rendah (300 mg/kg), es krim, es puter dan
sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (200 mg/kg), permen berkalori
rendah (100 mg/kg), serta permen karet dan minuman ringan fermentasi
berkalori rendah (50 mg/kg).

• Siklamat (dan garam natrium dan kalsium siklamat), untuk saus, es lilin,
minuman ringan dan minuman yogurt berkalori rendah (3 g/kg), es krim, es
puter dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (2 g/kg), permen
berkalori rendah (1 g/kg), dan minuman ringan fermentasi berkalori rendah
(500 mg/kg).

• Sorbitol, untuk kismis (5 g/kg), jem, jeli dan roti (300 mg/kg), dan makanan lain
(120 mg/kg).

• Aspartam.

Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau
memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan
oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada
makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan
atau memperbaiki tekstur.

Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan

berbagai makanan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam bentuk

natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat

sering digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti

sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jem dan jeli, manisan,

kecap, dan lain-lain.

Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis rnaupun dosisnya.
Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi
tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat
yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya
juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan dan jenis makanan
serta batas penggunaannya pada makanan diantaranya adalah:

• Benzoat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium benzoat), yaitu bahan
yang digunakan untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap (600 mg/kg), serta
sari buah, saos tomat, saus sambal, jem dan jeli, manisan, agar, dan makanan lain (1
g/kg).

• Propionat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium propionat),
yaitu bahan pengawet untuk roti (2 g/kg) dan keju olahan (3 g/kg).

• Nitrit (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrit) dan nitrat (dalam bentuk garam
kalium/natrium nitrat), yaitu bahan pengawet untuk daging olahan atau yang
diawetkan seperti sosis (125 mg nitrit/kg atau 500 mg nitrat/kg), korned dalam kaleng
(50 mg nitrit/kg), atau keju (50 mg nitrat/kg).
• Sorbat (dalam bentuk garam kalium atau kalsium sorbat), yaitu bahan pengawet
untuk margarin, pekatan sari buah, dan keju (1 g/k g).

• Sulfit (dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau metabisulfit), yaitu
bahan pengawet untuk potongan kentang goreng (50 mg/kg), udang beku (100
mg/kg), dan pekatan sari nenas (500 mg/kg).

Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang
dilarang namun digunakan dalam makanan dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya
boraks dan formalin. Boraks banyak digunakan dalam berbagai makanan seperti
bakso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit.
Selain bertujuan untuk mengawetkan juga dapat membuat makanan lebih kompak
(kenyal) teksturnya dan memperbaiki penampakan. Akan tetapi boraks sangat
berbahaya bagi kesehatan. Boraks bersifat sebagai antiseptik dan pembunuh kuman,
oleh karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan
untuk bahan antiseptik pada kosmetik. Penggunaan boraks seringkali tidak disengaja
karena tanpa diketahui terkandung di dalam bahan-bahan tambahan seperti pijer
atau bleng yang sering digunakan dalam pembuatan bakso, mie basah, lontong
dan ketupat.

Formalin juga banyak disalahgunakan untuk mengawetkan makanan seperti tahu


dan mie basah. Formalin sebenarnya merupakan bahan untuk mengawetkan
mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh karena itu
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 formalin
merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP.

Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa


Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia adalah vetsin
atau bumbu masak, dan terdapat banyak merek di pasaran. Penyedap rasa
mengandung senyawa yang disebut monosodium glutamat (MSG). Peranan asam
glutamat sangat penting, diantaranya untuk merangsang dan menghantar sinyal -
sinyal antar sel otak, dan dapat rnemberikan citarasa pada makanan. Dalam
peraturan penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh
berlebihan.

1. Inpeksi Diri

Inpeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai
dari
pengadaan bahan sampai dengan produk jadi dan penetapan tindakan perbaikan yang
akan
dilakukan sehingga seluruh aspek pembuatan Obat Tradisional dalam Industri Obat
tersebut
selalu memenuhiCPOB. Programinspeksidirihendaklahdirancanguntukmendeteksi
kelemahan dalampelaksanaan CPOB
danuntukmenetapkantindakanperbaikanyangdiperlukan. Penyelenggaraan audit mutu
berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutumeliputipemeriksaan dan
penilaiansemuaatau sebagiandari sistem manajemenmutudengan tujuan spesifik untuk
meningkatkan mutu.

Tujuan inspeksi diri untuk mengetahui apakah seluruh aspek pembuatan


produk danpengawasan mutu telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan (CPOTB),
mengidentifikasikekurangan-kekurangan yang bersifat kritis, baik yang memberikan
dampak kecil atau besar(minor or major impacts), meninjau adanya kebutuhan bagi
tindakan koreksi dan pencegahanterhadap hal-hal yang belum memenuhi ketentuan,
dan memberikan usulan tindakan koreksi (perbaikan ) atau pencegahan (bila perlu)
secara berkesinambungan. Dengan kata lain tujuaninspeksi diri ini untuk
mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu
industri farmasi memenuhi kriteria CPOB.

2. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilansempel,spesifikasidanpengujian,sertadenganorganisasi,dokumentasidanp
rosedurpelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukanaa dan relefan
telah
dilakukandaanbahwabahanyangbelumdiluluskantidakdigunakansertaprodukyangbelu
mdiluluskan tidak dijual atau dipassok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan
memenuhisyarat.

Tujuan pokok dari pengendaian mutu itu sendiri adaah untuk mengetahui
sampaiseberapa jauh proseshasilprodukdan jasayangdibuat sesuai dengan standar
yanagditetapkan perusahaan, agar standar spesifikasi produk yang telah ditetapkan
sebelumnyatercermin dalam hasil produk akhir dan agar biaya desin produk, biaya
inspeksi, dan biayaproses produksi dapat berjalan secara efisien, sehingga produk
yang dihasilkan bermutu baikdengan harga jual yang logis dan daya saing dapat
ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai