Anda di halaman 1dari 22

Manajemen Konstruksi (TKS-342)

Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

TOPIK TUGAS:
PENERAPAN KESELAMATAN KERJA
PADA PROYEK KONSTRUKSI

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028)
DHANI APRISAL R. ( 07 0404 091)

MANAJEMEN KONSTRUKSI

( TKS - 342 )

Dosen Mata Kuliah :

Ir. Filiyanti Bangun, Grad.Dipl.PM.M.Eng.

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
1
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

BAB I

PENDAHULUAN

A. ABSTRAK

Kesadaran akan tanggung jawab moral menyelamatkan kehidupan


manusia merupakan suatu pengakuan yang secara hakiki sangat mulia
terlepas dari apa pun yang menjadi aturan ataupun tanggung jawab
dari pihak terkait. Pelaksanaan proyek konstruksi selalu melibatkan
sumber daya manusia yang sering kali bekerja pada lokasi sulit,
tidak nyaman, semuanya bersifat sementara dan diperburuk lagi dengan
kualitas sumber daya manusia yang ada. Terlepas dari baik buruknya
perencanaan proyek, hal tersebut memungkinkan terjadinya tingkat
kecelakaan kerja yang tinggi pada tahap pelaksanaan proyek
konstruksi.

Pendekatan aspek keselamatan, kesehatan dan kesehatan lingkungan


kerja pada proyek konstruksi mutlak diperlukan. Meskipun demikian
dalam pelaksanaannya bukanlah merupakan hal yang sederhana karena
pendekatan salah satu aspek yang dilakukan secara berlebihan akan
menjadikan aspek-aspek lain pada proyek konstruksi menjadi jauh
tujuan utamanya.

Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas kepada pihak-


pihak terkait, dalam berupaya meminimalkan kerugian yang disebabkan
oleh kecelakaan dan gangguan keselamatan lingkungan kerja sehubungan
dengan proses perencanaan dan pengendalian proyek akan dibahas dalam
makalah ini.

Pembahasan akan didasarkan pada usaha untuk tercapainya


keseimbangan optimum antara aspek biaya, mutu dan waktu pelaksanaan
yang selalu menjadi tujuan utama dari proyek konstruksi dengan tetap
berupaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan
sejahtera beserta bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Aspek Keselamatan, Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan kerja


(Safety, Health and Environmental Health),pada proyek konstruksi
sangat dipengaruhi oleh keputusan yang diambil pada tahap awal
proyek. Peranan dari pemilik, Designers, Engineers, Financial dan
masukan dari tenaga professional lain sangat berperanan, sehingga
dampak yang terjadi di lokasi proyek sering kali merupakan hasil
dari keputusan sebelumnya. Agar supaya dapat mengetahui dengan lebih
baik bagaimana persoalan hampir selalu timbul pada proyek konstruksi
dan dapat menempatkannya pada persepsi yang benar, sehingga solusi
yang lebih tepat guna dapat dilaksanakan.

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
2
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

B. SMK3 DAN PROYEK KONSTRUKSI

Berdasarkan tinjauan sejarah yang menyebutkan awal adanya


perhatian terhadap perlunya K3 (Keselamatan dan Keseahatan Kerja)
sejalan dengan perkembangan metode pengadaan bangunan berikut
permasalahan yang hamper selalu ditimbulkan sebagai akibat
pentahapan proyek beserta hubungannya dengan manajemen resiko akan
dibahas. Solusi alternatif penerapan SMK3 (Sistem Manajemen k3) pada
proyek konstruksi harus memiliki metode dan teknik pelaksanaannya.
Pengunaan Term of Refference, Bill of Quantity dan Checklist serta
formulir lain sebagai alat bantu utama dalam proses perencanaan
pengendalian proyek konstruksi dan tanggung jawab dari pihak terkait
akan ditinjau.

Sejarah menyebutkan bahwa bentuk perundangan yang pertama kali


menyebutkan fungsi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada proyek
konstruksi didapatkan pada hokum dari kerjaan Babylonia yaitu pada
zamannya raja Hammurabi. Di mana di sini disebutkan
bahwa:”Kontraktor yang membangun sebuah rumah untuk pihak lain, akan
dibayar dengan 2 shekel perak sebagai kompensasinya. Bila bangunan
yang dibangun tidak cukup kuat dan roboh sehingga menyebabkan
kematian dari pemiliknya,kontraktor akan dihukum mati”. Akhirnya
pada pertengahan abad 20 mulai dikenal adanya Package Deal atau
Design and Contract ataupun Turnkey Contract juga Engineering
Procurement and Construction yang kemudian berkembang menjadi
“Manage Contract” yang juga dikenal dengan nama Construction
Management ataupun Project Management. Keduanya diklasifikasikan
sebagai Non Traditional Contractual Method.

Pada metode kontrak tradisional didapatkan 4 poentahapan proyek


secara jelas yaitu tahap Planning, design, construction dan post
construction. Pada tahap Planning, pemilik akan berlaku sebagai
Principle Manager dimana dia akan melakukan penilaian melalui
feasibility studies. Setelah gagasan terbukti dapat dilaksanakan,
design brief diberikan ke architect/Engineer atau konsultan yang
kemudian akan berlaku sebagai Principal Manager untuk
mengkoordinasikan konsultan Design dan persiapan dokumen tender pada
saat dimulainya konstruksi. Kontraktor yang telah memenangkan tender
akan berlaku sebagai principal Manager dan arsitek/konsultan akan
berlaku sebagai Contract Administrator. Pada saat selesainya proyek,
pemilik akan sekali lagi berlaku sebagai principal manager dalam
mengelola bangunan tersebut yang kemudian sering disebut sebagai
pengelola kawasan. Hal tersebut akan menyebabkan keadaan sebagai
berikut:

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
3
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

- Komitmen terhadap penerapan SMK3. Sering dibuat secara


sepotong-sepotong tanpa diyakinkan akan dilaksanakan pada
setiap pentahapan proyek konstruksi;
- Sering sekali kontraktor tidak mempunyai input dari tahap
design, demikian juga Architect/engineer ataupun konsultan
tidak cukup input dari tahap-tahap sebelumnya;
- Tujuan dari pihak-pihak terkait sering sekali bertentangan
dengan tujuan yang hendak dicapai pada saat pelaksanaan yang
seharusnya sesuai dengan komitmen-komitmen penerapan SMK3.
- Semakin komplek, rumit dan besarnya skala proyek sering pula
menjadikan kendala bagi pihak-pihak terkait dengan tipikal
standar pengetahuan yang pas-pasan dalam SMK3.

Dari kenyataan tersebut, keinginan yang kuat dalam penerapan


SMK3 secara berkesinambungan merupakan hal yang perlu didorong
untuk dapat lebih meyakinkan tercapainya lingkungan kerja yang
aman,sehat dan sejahtera beserta bebas dari kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.

C. SMK3 dan Metode Pelaksanaan Konstruksi

Proyek adalah suatu pekerjaan yang mempunyai waktu pelaksanaan


tertutup dengan selalu mempertimbangkan biaya dan mutu
pelaksanaan. Pendekatan salah satu aspek secara berlebihan akan
selalu berakibat dua aspek yang lain menjadi jauh dari tujuan
utama proyek.

Beberapa aspek untuk dapat mencapai tujuan utama dari proyek


konstruksi,perencanaan dan pengendalian sehubungan dengan metode
pelaksanaan yang bersifat seperti tersebut di bawah ini harus
dipenuhi.

- Praktis atau mudah dilaksanakan


- Efisien dengan usaha yang minimal akan mendapatkan hasil yang
maksimal
- Dinamis selalu terbuka dengan adanya perubahan
- Aman yang mempunyai arti dalam segi keselamatan, kesehatan dan
kesehatan lingkungan yang memadai.

Hubungan antara beberapa aspek dalam mencapai tujuan utama


proyek dengan tetap berupaya untuk menciptakan lingkungan kerja
yang aman,sehat dan sejahtera beserta bebas dari kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dapat digambarkan dalam bentuk diagram
sebagai berikut:

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
4
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

Kontrak-Kontrak Proyek BIAYA Metode Pelaksanaan:

- Praktis
- Efisien
- Dinamis
Perencanaan - Aman (SMK3)
Pengendalian
Penyelesaian
Sengketa

WAKTU MUTU

Gambar 1 Diagram Hubungan biaya,waktu dan mutu

Untuk mendapatkan hasil yang baik,penerapan SMK3 agar sudah


dimulai sejak dari tahap awal proses perencanaan proyek
konstruksi. Hal tersebut sangat membantu pelaksanaan danproses
operasional di kemudian hari. Term of Reference (TOR) yang biasa
dipersiapkan pada saat awal proyek. Spesifikasi teknis merupakan
persyaratan dalam proses seleksi kontraktor,Bill of Quantity
(BoQ) yang merupakan perincinan dari jenis-jenis pekerjaan yang
akan dikerjakan, Checklist dan laporan kecelakaan pada
pelaksanaan konstruksi merupakan alat utama yang dapat digunakan
dalam proses perencanaan dan pengendalian proyek. Hubungan antara
proses pentahapan proyek dan permasalahan berikut solusi yang
dapat ditindaklanjuti,digambarkan dalam bentuk matrik sebagai
berikut.

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
5
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

Tabel 1 Hubungan proses pentahapan proyek berikut solusi

Pada proyek konstruksi yang dilaksanakan dengan sistem


tradisional, peranan pemilik atas kesadaran perlunya SMK3 pada awal
perencanaan adalah sengat diperlukan. Setelah melakukan penilaian
melalui feasibility study, SMK3 hendaknya dimasukkan ke dalam TOR yang
kemudian untuk ditindaklanjuti oleh Architect/Engineer ataupun
konsultan perencana dalam mempersiapkan spesifikasi teknis sehingga
dalam BoQ yang akan menjadi dasar estimasi penawaran sudah memasukkan
usaha yang melaksanakan SMK3 dengan baik.

Atas dasar kenyataan sudah dimasukkannya faktor K3 pada saat awal,


kewajiban kontraktor untuk melaksanakannya dengan benar dapat lebih
ditekankan. Pada tahap pasca konstruksi,kembali lagi pihak pemilik
yang biasanya melalui pengelolanya untuk melakukan proses monitoring
sehubungan dengan kejadian k3 pada saat operasional. Dengan tetap
menjamin berkesinambungannya proses perencanaan pengendalian SMK3 pada
setiap pentahapan proyek yang merupakan tanggung jawab pihak terkait
dapat mengurangi permasalahan penerapan SMK3 pada proyek konstruksi.

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
6
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

D. Pihak-Pihak yang Bertanggung Jawab dalam Keselamatan Kerja

1. Pemilik (Clients)
Biasanya merupakan suatu badan yang dapat sebagai pemerintah
daerah, perusahaan, pengembang (Property Developer) atau yang
lainnya. Sering kali pemilik mempunyai organiasasi manajemen
internal yang disebut in house management,dapat berupa Organisasi
proyek ataupun organisasi Non Proyek pada perusahaan pengembang.

2. Konsultan
Dapat sebagai Konsultan teknik,Arsitek, Quantity Surveyors
ataupun ahli k3 yang dalam pelaksanaannya akan melaksanakan
tugasnya sehingga proyek dapat dilaksanakan sesuai dengan
waktu,biaya dan kualitas yang diperjanjikan. Perencanaan SMK3
yang memadai menjadi salah satu bagian dari yang
direncanakanannya.

3. Kontraktor Utama
Pada bangunan gedung, biasanya kontraktor utama mendapatkan
untuk seluruh pekerjaan yang dapar mencakup pekerjaan
sipil,Arsitektur,Eletrikal,Mekanikal dan sebagainya. Beberapa
dari pekerjaan tersebut biasanya disubkan kepada kontraktor yang
lebih spesialis.

4. Sub Kontraktor
Merupakan kontraktor spesialis yang mempunyai keahlian khusus
dalam bidangnya sehingga secara teori harga yang ditawarkan akan
lebih kompetitif.

5. Pengawas (Mandor, Konsultas Supervisi)

6. Pemerintah (Disnaker)

Kebijakan (Policy) perusahaan terhadap keberadaan SMK3 adalah


sangat menentukan kepada langkah-langkah kelanjutan atas penerapan
SMK3 pada pelaksanaan proyek konstruksi. Kebijakan perusahaan akan
menjadikan titik awal dari pelaksanaan SMK3 secara total sehingga
dapat meletakkannya pada posisi yang sama terhadap aspek waktu, biaya
dan mutu pelaksanaan proyek konstruksi. Kebijakan tersebut harus
dicanangkan oleh manajemen puncak perusahaan yang kemudian diteruskan
sampai ke bawah. Pendekatan dari bawah ke atas (Bottom Up) tidak
pernah akan menghasilkan hasil yang optimum. Dalam menentukan
kebijakan SMK3 sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal yang
antara lain:

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
7
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

 Stakeholders,
 Business Environment,
 Technology,dan
 Business Strategy.

Alur kebijakan SMK3 pada proyek konstruksi dapar diformulasikan


dalam bentuk kerangka sebagai berikut:

Strategi Pihak
Iklim Usaha Teknologi
Usaha Terkait

Tentukan Tujuan Utama SMK3

Tinjau Struktur Tinjau Sistem Manajemen


Organisasi dan Kultur

Tetapkan Kebijakan SMK3 Perusahaan

Sosialisasi

Implementasi

Langkah Perbaikan

Gambar 2 Diagram Alur Kebijakan pada Proyek Konstruksi

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
8
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

E. SMK3 dan Konsep Manajemen Resiko

Resiko (risk) terjadinya kecelakaan kerja adalah sesuatu yang


bersifat melekat (in herent) pada setiap kegiatan pelaksanaan proyek
konstruksi, terlepas dari besar kecilnya skala dan bentuk maupun
kondisi lingkungannya. Pada awalnya kemungkinan terjadinya resiko
perlu dicermati di mana keberadaannya dapat dirasakan akan terjadi
di masa mendatang. Akan sangat membahayakan apabila seseorang yang
tidak cukup berpengalaman melakukan pekerjaannya dimana ia tidak
dapat merasakan akan dakanya resiko hendaknya dapat menambah
komitmen dalam melakukan pencegahan.

Sehubungan dengan proyek konstruksi,bagaimana bersiasat dengan


resiko terjadinya kecelakaan kerja merupakan sesuatu usaha yang
kreatif, dalam mencari innovative solution untuk menyelesaikan
proyek. Bagian yang perlu dipertimbangkan dari resiko terjadinya
kecelakaan adalah kondisi bahaya penyebab terjadinya resiko. Sebagai
contoh adalah kondisi jalan yang berlubang. Adanya lubang yang
menjadikan kondisi menjadi ahaya dapat dikurangi dengan sikap
kehati-hatian.

Salah satu konsep dalam manajemen, resiko dapat diformulasikan


sebagai fungsi dari keadaan yang membahayakan dan usaha
perlindungan.

Risk = f (Hazard,Safe Guard)

Resiko akan bertambah bila keadaan membahayakan tetapi akan


berkurang dengan melakukan usaha perlindungan. Dari kenyataan
tersebut, tenaga kerja konstruksi harus jeli dalam memperkirakan
bagian-bagian yang potensial menjadi penyebab kecelakaan atau
kerugian dan mempersiapkan usaha perlindungan sehingga dampak
kerugian dapat diminimalkan.

Penggunaan peralatan dan kelengkapan kerja merupakan salah satu


usaha yang sering sekali disyaratkan dalam setiap pelaksanaaan
konstruksi. Penggunaan peralatan kerja yang lengkap saring dianggap
sebagai cara yang sangat tepat dalam melakukan usaha perlindungan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Meskipun demikian perlu
diingat bahwa usaha perlindungan dengan melengkapi perlatan kerja
yang berlebihan atau tidak tepat akan menjadikannya kontra
produktif. Keterampilan pekerja merupakan salah satu faktor yang
perlu diperhitungkan dalam melakukan usaha perlindungan disamping
penggunaan kelengkapan peralatan kerja. Semakin terampilnya tenaga
kerja semakin kecil pula resiko terjadinya kecelakaan.

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
9
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

BAB II

DASAR HUKUM KESELAMATAN KERJA DALAM PROYEK KONSTRUKSI

Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang ekstensif, sebagaimana


terlihat pada daftar peraturan perundang-undangan K3 yang terdapat
dalam Lampiran II. Undang-undang K3 yang terutama di Indonesia adalah
Undang-Undang No. 1/ 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini
meliputi semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau
tindakan pencegahan primer. Undang-Undang No. 23/ 1992 tentang
Kesehatan memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23
yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua
pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa
membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka
dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program
perlindungan tenaga kerja (Departmen Kesehatan 2002).
Undang-Undang lain ataupun Permenaker yang mengatur K3 antara lain:
 Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf
5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal
86 ayat 1berbunyi: “Setiap Pekerja/Buruh mempunyai Hak untuk
memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan
Kerja”.
 Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi
keselamatan Pekerja/ Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.”
 Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan
wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan.”

Departemen Pekerjaan Umum mengemukakan, dalam pelaksanaan tender


jasa konstruksi Indonesia (JKI) para peserta diwajibkan memasukan
program keselamatan dan kesehatan kerja (K3), karena masalah
tersebut penting bagi penyelenggaraan pekerjaan. Biaya program K3
tersebut kecil dan tidak sampai satu persen dari nilai proyek, tapi
kebanyakan penyedia jasa malah tidak menjalankan program K3
tersebut. Untuk itu pimpinan proyek harus peduli, karena
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berkaitan dengan K3 telah
ditegaskan dalam UU No 8 tahun 1999 yaitu diwajibkannya memenuhi
ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan
kerja serta perlindungan tenaga kerja, dan tata lingkungan setempat.

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
10
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

BAB III

PENYEBAB KECELAKAAN PADA PROYEK KONSTRUKSI

Terjadinya kecelakaan kerja konstruksi kemungkinan terbesar adalah


akibat dari beberapa hal berikut:
 Tidak dilibatkannya tenaga ahli K3 konstruksi dan penggunaan
metode pelaksanaan yang kurang tepat.
 Lemahnya pengawasan K3
 Kurang memadainya kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatan
pelindung diri
 Kurang disiplinnya para tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan
mengenai K3.

Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadi kecelakaan kerja yang


pada umumnya disebabkan oleh kesalahan manusia atau human error baik
aspek kompetensi para pelaksana maupun pemahaman arti penting
penyelenggaraan K3. Hambatan pelaksanaan K3 tersebut antara lain:
 Terbatasnya persepsi tentang K3
 Kurang perhatian dan pengawasan
 Ada anggapan K3 menambah biaya
 Tanggung jawab K3 hanya pada kontraktor saja
 Kurang aktifnya perusahaan asuransi terhadap K3.

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang


memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab
utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang
berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik,
lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu
pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang
tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.
Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah,
akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi
yang berisiko tinggi.

Alasan Pentingnya Keselamatan Kerja:

1) Manusiawi. Membiarkan terjadinya kecelakaan kerja, tanpa berusaha


melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan, merupakan suatu
tindakan yang tidak manusiawi. Hal ini di karenakan kecelakaan
yang terjadi tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi korbannya
(misalnya kematian, cacat/luka berat, luka ringan), melainkan
juga penderitaan bagi keluarganya. Oleh karena itu pengusaha
(kontraktor) mempunyai kewajiban untuk melindungi pekerjanya
dengan cara menyediakan lapangan kerja yang aman.
2) Ekonomi. Setiap kecelakaan kerja yang terjadi akan menimbulkan
kerugian ekonomi, seperti kerusakan mesin, peralatan, bahan dan
bangunan, biaya pengobatan, biaya santunan kecelakaan dan

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
11
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

sebagainya. Oleh karena itu, dengan melakukan langkah-langkah


pencegahan kecelakaan, maka selain dapat mencegah terjadinya
cedera pada pekerja, kontraktor juga dapat menghemat biaya yang

Nama Baik Perusahaan


Suatu perusahaan yang mempunyai reputasi yang baik dapat
mempengaruhi kemampuannya dalam bersaing dengan perusahaan lain.
Reputasi atau citra perusahaan juga merupakan sumber daya penting
terutama bagi industry jasa, termasuk jasa konstruksi, karena
berhubungan dengan kepercayaan dari pemberi tugas/pemilik proyek.
Prestasi keselamatan kerja perusahaan mendukung reputasi perusahaan
itu, sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi keselamatan kerja yang
baik akan memberikan keuntungan kepada perusahaan secara tidak
langsung.

Penyebab Kecelakaan Kerja pada Proyek


Dapat ditinjau dari 3 faktor, yaitu:
1) Manusia
Mengingat semakin meningkatnya persyaratan kerja dan kerumitan
hidup, manusia harus meningkatkan efisiensinya, dengan bantuan
peralatan dan perlengkapan, semakin canggih peralatan yang digunakan
manusia, semakin besar bahaya yang mengancamnya.
Hal-hal yang berpengaruh terhadap tindakan manusia yang tidak
aman (kecerobohan) serta kondisi lingkungan yang berbahaya di
lokasi proyek:
- Pembawaan diri
- Persoalan pribadi
- Usia dan pengalaman kerja
- Perasaan bebas dalam melaksanakan tugas
- Keletihan fisik para pekerja

2) Lingkungan dan alat kerja


Lingkungan dan alat kerja. Kondisi lingkungan juga perlu
diperhatikan dalam mencegah kecelakaan kerja, terutama yang
disebabkan oleh:
- Gangguan-gangguan dalam bekerja, misalnya: suara bising
yang berlebihan yang dapat mengakibatkan terganggunya
konsentrasi pekerja
- Debu dan material beracun, mengganggu kesehatan kerja,
sehingga menurunkan efektivitas kerja
- Cuaca (panas, hujan)

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
12
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

3) Peralatan keselamatan kerja

Berfungsi untuk mencegah dan melindungi pekerja dari kemungkinan


mendapatkan kecelakaan kerja. Macam-macam dan jenis peralatan
keselamatam kerja dapat berupa:
- Helm pengaman (safety helmet)
- Sepatu (safety shoes)
- Pelindung mata (eye protection)
- Pelindung telinga (ear plugs)
- Penutup lubang (hole cover)

Pelaksana proyek harus memperhatikan ketiga faktor tersebut, dimana


ketiga faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Derajat kesehatan dan keselamatan yang tinggi di tempat kerja


merupakan hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh perusahaan disamping
hak-hak normatif lainnya. Perusahaan hendaknya sadar dan mengerti
bahwa pekerja bukanlah sebuah sumber daya yang terus-menerus
dimanfaatkan melainkan sebagai makhluk sosial yang harus dijaga dan
diperhatikan mengingat banyaknya faktor dan resiko bahaya yang ada di
tempat kerja.

Selain perusahaan, pemerintah pun turut bertanggungjawab untuk


melindungi kesehatan dan keselamatan kerja. Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang yang
mengatur tentang K3 yaitu UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), Permenaker No.05/Men/1996 tentang Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3). Tujuan dan sasaran
yang termuat dalam SMK3 ini adalah menciptakan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
13
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

BAB IV

STUDI KASUS

1. KAJIAN ARTIKEL KESELAMATAN KERJA PADA PEKERJA KONSTRUKSI BANGUNAN


DI PT ULTRAJASA YOGYAKARTA (LAPORAN PENDEK KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT) SEBAGAI CONTOH MANAJEMEN DI INDONESIA

a. Analisis Permasalahan

Berdasarkan hasil pengamatan , ternyta K3 dilapangan belum


sepenuhnya dilaksanakan dan diterapkan. Antara lain masih banyak
pekerja yang tidak menggunakan alat-alat keselamatan kerja. Setelah
dikonfirmasi pada penanggung jawab konstruksi ternyata dari para
pekerjanya yang memang tidak mau menggunakan alat-alat keselamatan
kerja, Pihak pekerjanya juga mengatakan bahwa mereka tidak terbiasa
untuk menggunakan helm dan masker saat bekerja. padahal dari pihak
manajemen proyek sudah menyediakan alat-alat keselamatan kerja tetapi
walaupun sudah menyediakan peralatan kerja ternyata pihak manajemen
hanya menyediakan 60 buah padahal pekerja yang ada disitu 80 orang,
begitu juga dengan masker, kaca mata dan safety beltnya. Tidak adanya
sanksi dari pihak manajemen juga semakin membiarkan para pekerja untuk
tidak memperhatikan keselamatan mereka. Berarti disini salah satu
faktor yang menyebabkan yaitu karena kurang sadarnya mereka akan
keselamatan dan kesehatan bekerja dikonstruksi bangunan. Selain dari
pihak pekerjanya sebenarnya yang paling berperan yaitu dari pihak
manajemennya sendiri.

Seharusnya pihak manajemen sebagai pihak yang dilapangan dan


mengawasi kerja para pekerja dapat mengambil tindakan tegas kepada
para pekerja, dengan memberikan sanksi kepada mereka jika tidak
menggunakan alat-alat keselamatan karena hal tersebut walaupun sepele
akan sangat berpengaruh sekali karena dapat mengurangi resiko mereka
akan kecelakaan karena kerja. Selain itu dari pihak manajemennya
selain sebagai pengawas juga harus memberikan sarana pada mereka
dengan memberikan peralatan yang sesuai dengan para pakerja, dan
memperhatikan kesehatan para pekerja yaitu misalnya dengan mengadakan
pemeriksaan kesehatan rutin kepada para pekerja mengingat mereka
bekerja berat. Karena kadang tuntutan terhadap kewajiban kerja mereka
terlalu tinggi daripada yang mereka harapkan sebagai hak yang akan
diterima. Ruang lingkup pelaksanaan sebuah proyek konstruksi bangunan
gedung mempunyai potensi kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Mau ga
mau. dalam perkembangannya, program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (
K3 ) yang dilaksanakan dalam upaya pencegahan terjadinya kecelakaan
kerja dalam pelaksanaannya semakin lama semakin dibutuhkan Masih
banyaknya kecelakaan kerja dibidang konstruksi hal tersebut karena:
Belum ada kepedulian dlm penerapan K3 di proyek konstruksi bangunan
baik dr pihak manajemen & tenaga kerja (dalam proyek pembangunan ).

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
14
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

Belum ada acuan peraturan atau pedoman untuk penetapan anggaran biaya
K3 di konstruksi bangunan. Korban kecelakaan dibidang konstruksi
bangunan pada umumnya adalah tenaga kerja harian lepas.

Salah satu dilema lain pada penerapan K3 di Indonesia yaitu


rendahnya pengetahuan dan penerapan program kesehatan dan keselamatan
kerja di sebuah proyek konstruksi bangunan gedung adalah hal yang
dihadapi oleh kalangan pekerja konstruksi di Indonesia.

Sementara Undang-undang yang saat ini mengatur aturan, kebijakan


mengenai K3 sudah lama sekali dan tidak disesuaikan dengan keadaan
sekarang (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970), terutama dalam hal sangsi
yang diberikan, Peraturan perundangan tersebut dapat memberikan
ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
100.000,- (seratus ribu rupiah). Padahal proyek-proyek pembangunan
biasanya bernila ratusan juta bahkan milyaran rupiah, tetapi denda dan
sangsi yang diberikan tidak sesuai dengan resiko nyawa oleh para
pekerjanya.
Salah satu langkah untuk lebih meminimalisasi angka kecelakaan dalam
sebuah proyek konstruksi bangunan gedung, adalah sebuah sistem kontrol
pada manajemen dan kualitas proyek secara menyeluruh (Total Quality
Management disingkat dengan TQM). Mulai dari pemilik proyek sampai
pada manajemen dan pelaksana proyek, melaksanakan kebijakan kesehatan
dan keselamatan kerja secara menyeluruh. Jadi disini diperlukan sebuah
klausul kontrak atau kebijakan secara menyeluruh dari pemilik proyek
sampai pada pelaksana di lapangan. Klausul kontrak atau kebijakan ini
memuat dan menjamin aturan-aturan yang harus ditaati oleh semua level
manajemen dan pelaksana dalam proses pelaksanaan proyek dari awal
pelaksanaan sampai akhir pelaksanaan proyek. Kebijakan ini dapat
dicontohkan sebagai berikut :
Dari pihak pelaksana dan pihak manajemen proyek harus mematuhi dan
melaksanakan prosedur keselamatan kerja yang sudah ditetapkan.
Jika terdapat pelanggaran pada prosedur yang sudah ditetapkan
tersebut, maka pelanggar (pekerja) akan dikenai sanksi peringatan atau
denda. Hal yang sama juga berlaku pada pihak manajemen proyek.

Dari pihak manajemen proyek juga membentuk sebuah panitia untuk


mengontrol dan mengevaluasi jalannya pelaksanaan program kesehatan dan
keselamatan kerja dan penerapan klausul kontrak ini akan lebih baik
jika semua pihak mulai dari pemilik proyek sampai pelaksana proyek
terlibat secara penuh.
Contoh dari penerapan TQM yaitu setiap pelanggaran yang
berhubungan dengan K3 yang dilakukan oleh semua pihak terkait, baik
itu para pekerja ataupun dari pihak manajemen harus ditentukan
sanksinya dengan tegas, misalnya: Pelanggaran seperti: tidak memakai
helm pengaman, tidak memakai sepatu boot, merokok pada waktu bekerja
dan bentuk pelanggaran terhadap larangan-larangan yang lain (yang
tentunya, larangan-larangan tersebut sudah disepakati bersama sebelum

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
15
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

proyek dilaksanakan), direkam dengan menggunakan kamera


tersebut.Konsekuensi dari pelanggaran ketentuan keselamatan kerja
adalah berupa denda. Tingkatan dendanya pun bermacam-macam. Mulai dari
Rp. 10.000 sampai Rp. 150.000, diberlakukan untuk jenis pelanggaran
ringan sampai pelanggaran berat. Pemutusan hubungan kerja juga
termasuk di dalam sanksi ketika pelanggaran yang dilakukan tergolong
berat, seperti misalnya pencurian bahan bangunan. Denda yang
diberlakukan pun berbeda. Denda pada pekerja/tukang, tidak seberat
denda untuk mandor atau orang-orang dari level manajemen dan Untuk
menerapkan peraturan ini diperlukan suatu pengawas yang akan memantau
semua pekerja lapangan atau manajemen pada waktu jam kerja.

b. Pembahasan

Terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja konstruksi kemungkinan


besar diakibatkan oleh:

(1) Tidak dilibatkannya tenaga ahli K3 konstruksi dan


penggunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat
(2) Lemahnya pengawasan K3,
(3) Kurang memadainya kualitas dankuantitas ketersediaan
peralatan pelindung diri, dan
(4) Kurang disiplinnya para tenaga kerja dalam mematuhi
ketentuan mengenai K3.

Selain itu, faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja pada proyek


konstruksi bangunan tinggi, dapat pula ditinjau dari faktor manusia,
factor lingkungan dan alat kerja, serta faktor peralatan keselamatan
kerja. Pelaksana atau pihak manajemen proyek harus memperhatikan
ketiga faktor tersebut, dimana ketiga faktor tersebut saling
berhubungan satu sama lain. Ada beberapa hal yang dianggap dapat
berpengaruh terhadap tindakan manusia (faktor manusia), yaitu
pembawaan diri, persoalan atau masalah pribadi, usia dan pengalaman
kerja, perasaan bebas dalam melaksanakan tugas, serta
kondisi/keletihan fisik para pekerja.

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
16
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

2. KONSEP PENERAPAN KESELAMATAN KERJA PADA PROYEK KONSTRUKSI DI LUAR


INDONESIA

Seiring dengan berkembangnya dunia industri, dunia kerja selalu


dihadapkan pada tantangan-tantangan baru yang harus bisa segera
diatasi bila perusahaan tersebut ingin tetap eksis. Berbagai macam
tantangan baru muncul seiring dengan perkembangan jaman. Namun masalah
yang selalu berkaitan dan melekat dengan dunia kerja sejak awal dunia
industri dimulai adalah timbulnya kecelakaan kerja.

Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar


bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak
hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu
adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan
sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena
manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan
oleh teknologi apapun. Kerugian yang langsung yang nampak dari
timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi
kecelakaan. Sedangkan biaya tak langsung yang tidak nampak ialah
kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang
lebih baik, penghentian alat produksi, dan hilangnya waktu kerja.

Jumlah kerugian materi yang timbul akibat kecelakaan kerja sangat


besar. Sebagai ilustrasi bisa dilihat catatan National Safety Council
(NSC) tentang kecelakaan kerja yang terjadi di Amerika Serikat. Di
Amerika pada tahun 1980 kecelakaan kerja telah membuat kerugian bagi
negara sebesar 51,1 milyar dollar. Kerugian ini setiap tahun terus
bertambah seiiring dengan berkembangnya dunia industri di Amerika.

Pada tahun 1995 jumlah kerugian yang diderita oleh pemerintah


Amerika sudah mencapai angka 119 milyar dollar. Pertumbuhan kerugian
sebesar 67,9 milyar dollar selama 15 tahun merupakan angka yang sulit
dibayangkan besarnya. Kerugian ini belum termasuk hilangnya korban
jiwa yaitu setiap tahun 1 dari 10 pekerja tewas atau terluka dalam
kecelakaan kerja.

Di Indonesia sendiri sangat sulit menentukan jumlah angka kerugian


materi yang muncul akibat dari kecelakaan kerja. Hal ini karena setiap
kejadian kecelakaan kerja perusahaan bersangkutan tidak berkenan
menyampaikan kerugian materi yang mereka derita. Namun menurut catatan
dari Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) pada tahun 1999 terjadi 27.297
kasus kecelakaan kerja, dengan jumlah korban mencapai 60.975 pekerja.
Dari sejumlah korban tersebut terdiri dari 1.125 pekerja tewas, 5.290
cacat seumur hidup dan 54.103 pekerja sementara tidak bisa bekerja.
Melihat angka-angka tersebut tentu saja bukan suatu hal yang
membanggakan. Keadaan ini sangat mengganggu keberadaan perusahaan-
perusahaan tersebut. Tentu saja perusahaan-perusahaan tersebut tidak
tinggal diam dalam menghadapi angka kecelakaan yang begitu besar.
Perusahaan-perusahaan banyak mengeluarkan dana setiap tahun untuk

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
17
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

meningkatkan keselamatan di lingkungan perusahaan agar angka


kecelakaan kerja yang tinggi bisa diatasi. Dana yang besar tersebut
digunakan terutama untuk menambah alat-alat keselamatan kerja (alat
pemadam kebakaran, rambu-rambu, dll), memperbaiki proses produksi agar
lebih aman dan meningkatkan sistem manajemen keselamatan kerja secara
keseluruhan. Dalam beberapa tahun terakhir memang upaya tersebut bisa
mengurangi angka kecelakaan kerja. Namun masih jauh untuk mencapai
angka kecelakaan kerja yang minimal.

Kenyataan bahwa ternyata perbaikan yang telah dilakukan oleh


perusahaan tersebut belum bisa menurunkan angka kecelakaan kerja
seminimal mungkin membuat para ahli dibidang industri bertanya-tanya
faktor apakah yang terlupakan dalam mencegah terjadinya kecelakaan
kerja.

a. Konsep Behavioral Safety

Pada awal tahun 1980 muncul pandangan baru tentang kesehatan dan
keselamatan kerja yaitu Behavioral safety. Behavioral safety adalah
aplikasi sistematis dari riset psikologi tentang perilaku manusia pada
masalah keselamatan (safety) ditempat kerja. Behavioral safety lebih
menekankan aspek perilaku manusia terhadap terjadinya kecelakaan di
tempat kerja.

Suizer (1999) salah seorang praktisi Behavioral Safety mengemukakan


bahwa para praktisi safety telah melupakan aspek utama dalam mencegah
terjadinya kecelakaan kerja yaitu aspek behavioral para pekerja.
Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Dominic Cooper. Cooper (1999)
berpendapat walaupun sulit untuk di kontrol secara tepat, 80-95 persen
dari seluruh kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh unsafe
behavior. Pendapat Cooper tersebut didukung oleh hasil riset dari NCS
tentang penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Hasil riset NCS
menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan kerja 88% adalah adanya unsafe
behavior, 10% karena unsafe condition dan 2% tidak diketahui
penyebabnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh DuPont Company
menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 96% disebabkan oleh unsafe behavior
dan 4% disebabkan oleh unsafe condition.

Unsafe behavior adalah type perilaku yang mengarah pada kecelakaan


seperti bekerja tanpa menghiraukan keselamatan, melakukan pekerjaan
tanpa ijin, menyingkirkan peralatan keselamatan, operasi pekerjaan
pada kecepatan yang berbahaya, menggunakan peralatan tidak standar,
bertindak kasar, kurang pengetahuan, cacat tubuh atau keadaan emosi
yang terganggu (Miner,1994).

Menurut Suizer peningkatan peraturan keselamatan; safety training ;


peningkatan alat-alat produksi; penegakan disiplin dan lain-lain belum
cukup untuk mencegah kecelakaan kerja. Perubahan yang didapatkan tidak
bisa bertahan lama karena para pekerja kembali pada kebiasaan lama
yaitu unsafe behavior. Berdasarkan acuan bahwa unsafe behavior

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
18
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

merupakan penyumbang terbesar dalam terjadinya kecelakaan kerja maka


untuk mengurangi kecelakaan kerja dan untuk meningkatkan safety
performance hanya bisa dicapai dengan usaha memfokuskan pada
pengurangan unsafe behavior. Fokus pada unsafe behavior ini juga
menghasilkan indeks yang lebih baik tentang safety performace yang ada
di perusahaan dibandingkan dengan fokus pada angka kecelakaan kerja.
Hal ini didasarkan pada dua alasan yaitu: kecelakaan kerja adalah
hasil akhir dari serentetan unsafe behavior dan unsafe behavior bisa
di ukur setiap hari dengan cara tertentu. Jika perusahaan berfokus
pada angka kecelakaan kerja maka sistem management safety cenderung
bersifat reaktif. Perusahaan hanya memperhatikan safety jika angka
kecelakaan kerja meningkat. Sebaliknya pendekatan behavioral safety
cenderung bersikap proaktif, sebab dengan pendekatan ini perusahaan
cenderung berusaha untuk mengidentifikasi setiap unsafe behavior yang
muncul, sehingga bisa langsung ditanggulangi.

b. Konsep Tahapan Perencanaan Proyek menurut European Construction


Institute

Konsep awal sehubungan dengan sasaran-sasaran yang akan dicapai pada


setiap pentahapan perencanaan proyek yang berbasis pada SMK3 menurut
European Construction Institute dapat digambarkan dalam alur berikut:

Gambar 3 Tahapan perencanaan proyek menurut European Construction


Institute

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
19
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

KETERANGAN DAN PENJELASAN SINGKAT:

- Di luar Indonesia SMK3 dikenal dengan istilah SHE (Safety,


Health and Environment)
- Definisi Hazcon

 Hazcon adalah prosedur baku yang dibuat oleh perusahaan


untuk keperluan identifikasi secara dini keberadaan bahaya
dalam aspek keselamatan (safety), kesehatan (Heatlh) dan
kesehatan Lingkungan (Enviromental Health) pada pekerjaan
gedung dan banugnan sipil agar dapat melakukan langkah-
langkah praktis dan masuk akal untuk mengurangi terjadinya
resiko tersebut.
 Hazcon 1 adalah melakukan identifikasi adanya resiko bahaya
yang dapat terjadi pada karyawan dari pemilik,kontraktor,
pengunjung atau masyarakat umum yang termasuk di dalam
ataupun di luar lokasi kerja bersama dengan tindak lanjut
atau rekomendasi untuk pencegahan bahaya. Checklist juga
digunakan sebagai alat bantu untuk mengingatkan dan
dilakukan pada saat awal atau sebelum dimulainya suatu
pekerjaan.
 Hazcon 2 dibuat secara detail sehubungan dengan bahaya-
bahaya yang timbul pada saat pelaksanaan konstruksi
berdasar pada hal-hal pokok yang menyangkut metode
pelaksanaan konstruksi,kontrak,programming dan gambar
situasi proyek.

- Pada tahap design, potensial bahaya pada saat pelaksanaan


konstruksi dievaluasi, kemudian dijadikan masukan dalam
pembuatan desain dan spesifikasi. Rekomendasi pencegahan
terjadinya kecelakaan pada saat pelaksanaan dimaksudkan
untuk ditindaklanjuti sedini mungkin yaitu pada saat
pembuatan site layouts, gambar-gambar detail, gambar-gambar
skematik, spesifikasi teknis dan sebagainya.
- Beberapa hal dibawah ini perlu dicermati karena sering
menimbulkan permasalahan pada tahap pelaksanaan:

 Perencanaan Awal dan Pemahaman Potensi Bahaya


 Desain
 Constructability
 Metode Pelaksanaan Konstruksi
 Proses Pengadaan

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
20
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

BAB V

KESIMPULAN

Usaha untuk menyelamatkan kehidupan manusia adalah


merupakan tanggung jawab moral yang sangat mendasar dari semua
pihak terkait terlepas dari tingkat pemahamannya terhadap aturan,
besar kecilnya skala proyek ataupun jenis posisi jabatan yang
diembannya pada proyek konstruksi.

Untuk Indonesia seharusnya penerapan SMK3 dengan lebih


bertanggung jawab dalam berupaya untuk menciptakan lingkungan
kerja yang aman, sehat dan sejahtera beserta bebas dari
kecelakaan dan penyakit akibat kerja merupakan hal yang tidak
dapat dihindari pada pelaksanaan proyek konstruksi. Sehubungan
dengan proses pentahapan proyek konstruksi jaminan atas
kesinambungan penerapan SMK3 sebagai kesatuan rangkaian proses
yang tidak dapat dipisah-pisahkan sepanjang daur hidup proyek
merupakan persyaratan yang sangat mendasar.

Pada proyek konstruksi meskipun demikian pelaksanaannya


akan efektif bila:

- Pihak terkait bersikap terbuka (Open Minded) dan mempunyai


keinginan kuat untuk menerapkan SMK3 pada seluruh
pentahapan pelaksanaan proyek konstruksi;
- Pihak terkait sadar bahwa dengan berupaya untuk menciptakan
lingkungan kerja yang aman,sehat da sejahtera beserta bebas
dari kecelkaan dan penyakit akibat kerja akan lebih
menjamin tercapainya tujuan utama proyek dalam mendapatkan
keseimbangan yang optimum antara biaya,mutu dan waktu
pelaksanaan proyek.

Konsep manajemen keselamatan kerja di luar Indonesia lebih


terpadu dan sistem penyusunan kerangka dalam mengambil langkah
awal memulai proyek konstruksi lebih bagus daripada di Indonesia.
Dengan melihat berbagai aspek Sumber Daya Manusia dan kuatnya
perlindungan terhadap pekerja memungkinkan pembangunan di luar
Indonesia lebih maju. Dibandingkan Indonesia yang mempunyai
berbagai teori tetapi minim dalam aplikasi sehingga meningkatkan
kemungkingan terjadinya kecelakaan dalam proyek.

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
21
Manajemen Konstruksi (TKS-342)
Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi

DAFTAR PUSTAKA

- UU No: 1 Thn 1970, ttg Keselamatan Kerja


- UU No. 3 Thn 1992, ttg Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- UU No : 13 Thn 2003, ttg Ketenaga-kerjaan
- Adrian,Taufik ,dkk.2009. Keselamatan Kerja pada Pekerja
Konstruksi Bangunan di PT Ultrajasa Yogyakarta. (File Pdf)
- Afianto Faisol,Moch.2008. Penerapan SMK3 Proyek.Sosialisasi
k3 di wilayah NAD. (File Powerpoint)
- Logawa,Gunawan.2006.Bunga Rampai Manajemen Konstruksi.
Jakarta:Universitas Trisakti
- (http://penyihir.blogspot.com/2006/02/kecelakaan-kerja-di-
proyek-konstruksi.html)
- (http://penyihir.multiply.com/journal/item/9).
- Bagaimana Behavioural Safety Mengurangi Angka Kecelakaan
Kerja (Inparametric.com)

MAHASISWA:
ARI YUSMAN MANALU ( 07 0404 028 )
DHANI APRISAL R ( 07 0404 091 )
22

Anda mungkin juga menyukai