Anda di halaman 1dari 79

UNIVERSITAS INDONESIA

RANCANG BANGUN ANTENA HORN MENGGUNAKAN


TEKNIK PENAMBAHAN BATANG METAL YANG BEKERJA
PADA FREKUENSI 2,8 GHz – 3,1 GHz

SKRIPSI

MUHAMMAD ICHSAN
0806331084

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
JUNI 2012

Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

RANCANG BANGUN ANTENA HORN MENGGUNAKAN


TEKNIK PENAMBAHAN BATANG METAL YANG BEKERJA
PADA FREKUENSI 2,8 GHz – 3,1 GHz

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

MUHAMMAD ICHSAN
0806331084

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
JUNI 2012

Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Muhammad Ichsan

NPM : 0806331084

Tanda Tangan :

Tanggal : 25 Juni 2012

ii
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
31001

iii
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan penulisan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Teknik Elektro,
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai dari masa perkuliahan hingga proses
penulisan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk dapat
menyelesaikan penulisan laporan skripsi ini.
2. Dr. Fitri Yuli Zulkifli S.T., M.Sc., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis
dalam penulisan skripsi ini;
3. Prof. Dr. Ir. Eko Tjipto Raharjo M.Sc., dan Bapak Basari S.T.,M.Eng,
PhD., atas segala masukan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis
mengenai materi pada skripsi ini;
4. Kedua orang tua penulis atas segala bentuk dukungan yang diberikan
selama proses penulisan skripsi ini;
5. Seluru teman AMRG atas suka dan duka dalam pengerjaan skripsi
bersama-sama;
6. Teman-teman Elektro UI angkatan 2008 yang telah memberikan dukungan
dan semangat selama ini;
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.Semoga skripsi ini mampu
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, Juni 2012

Penulis

iv
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


dibawah ini :
Nama : Muhammad Ichsan
NPM : 0806331084
Program Studi : Teknik Elektro
Departemen : Teknik Elektro
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
RANCANG BANGUN ANTENA HORN MENGGUNAKAN
TEKNIK PENAMBAHAN BATANG METAL YANG BEKERJA
PADA FREKUENSI 2,8 GHz – 3,1 GHz
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat,dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 25 Juni 2012
Yang menyatakan

(Muhammad Ichsan)

v
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
ABSTRAK

Nama : Muhammad Ichsan


Program Studi : Teknik Elektro
Judul : Rancang Bangun Antena Horn Menggunakan Teknik
Penambahan Batang Metal yang bekerja pada Frekuensi
2,8 GHz – 3,1 GHz

Antena horn menawarkan keuntungan dalam hal gain yang tinggi, bandwidth
yang lebar, dan fabrikasi yang mudah. Namun salah satu kekurangan dari antena
horn adalah dimensinya yang cukup besar. Skripsi ini membahas mengenai
rancang bangun antena horn menggunakan teknik penambahan batang metal.
Perancangan antena bertujuan untuk mereduksi dimensi dari antena horn tersebut,
yaitu dengan menggunakan suatu teknik dengan menambahkan dua batang metal
yang saling tegak lurus yang diletakkan di dalam antena, dan kemudian
digabungkan dengan teknik penambahan jumlah batang metal pada bidang
horizontal. Perancangan antena horn dilakukan dengan menggunakan software
CST Microwave Studio. Hasil penulisan skripsi ini adalah sebuah antena horn
dengan penambahan batang metal sehingga mereduksi dimensi antena horn
konvensional sebesar 35,72 %. Adapun antena horn tersebut bekerja pada
frekuensi 2,8 GHz – 3,1 GHz yang merupakan rentang frekuensi pada S-band.
Hasil simulasi berupa gain sebesar 12,4 dBi, HPBW sebesar 43,1º, dan side lobe
level sebesar -18,8 dBi.

Kata kunci:
Antena horn, Antena Pencatu, gain yang tinggi

vi
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
ABSTRACT

Name : Muhammad Ichsan


Study Program : Electrical Engineering
Title : Horn Antenna Design Using Metal Rods Addition
Technique at frequency 2.8 GHz – 3.1 GHz

Horn antenna offers benefits such as high gain value, wide bandwidth, and ease of
fabrication. One of the drawbacks of horn antenna is its relatively large
dimension. This undergraduate thesis examines the design of a horn antenna using
the metal rod addition technique. The antenna design aims to reduce the
dimension of horn antenna by utilizing a certain technique where two metal rods
are placed perpendicular to each other inside the antenna which is connected
afterwards by adding the total number of metal rods on the horizontal plane. The
horn antenna is designed using the CST Microwave Studio software. The result of
this undergraduate thesis is a horn antenna with the addition of metal rods thereby
reducing the dimension from a conventional horn antenna by 35.72%. This horn
antenna works in the frequency range of 2.8 GHz – 3.1 GHz, which is the S-band
frequency range. The simulation results are gain of 12.4 dBi, HPBW of 43.1o, and
a side lobe level of -18.8 dBi.

Key words:
Horn antenna, Feed Antenna, high gain

vii
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. I


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. II
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. III
KATA PENGANTAR .......................................................................................... IV
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................V
ABSTRAK ........................................................................................................... VI
ABSTRACT ....................................................................................................... VII
DAFTAR ISI ..................................................................................................... VIII
DAFTAR TABEL ..................................................................................................X
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... XI
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................................. 1
1.2 TUJUAN .......................................................................................................... 2
1.3 PEMBATASAN MASALAH .................................................................................... 2
1.4 METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................. 3
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN.................................................................................... 3
BAB 2 ANTENA HORN........................................................................................ 5
2.1 DEFINISI ANTENA .............................................................................................. 5
2.2 PARAMETER ANTENA ........................................................................................ 7
2.2.1. Frekuensi Kerja .................................................................................... 7
2.2.2. Pola Radiasi ......................................................................................... 8
2.2.3. Keterarahan (directivity) ..................................................................... 9
2.2.4. Gain ..................................................................................................... 9
2.3 PROPAGASI GELOMBANG ................................................................................. 10
2.3.1. Daerah Medan Radiasi Antena ......................................................... 10
2.3.2. Daerah Fresnel .................................................................................. 12
2.4 ANTENA HORN .............................................................................................. 13
BAB 3 PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI ................................... 19
3.1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 19
3.2 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN................................................................... 19
3.2.1. Material Antena ................................................................................ 19
3.2.2. Simulator Antena............................................................................... 20
3.3 TAHAPAN PERANCANGAN ................................................................................. 21
3.4 MENENTUKAN KARAKTERISTIK ANTENA .............................................................. 21
3.5 PERHITUNGAN, DESAIN DAN HASIL SIMULASI ANTENA HORN.................................. 22

viii
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
3.5.1 Antena Horn Piramida (Tanpa Penambahan Dua Batang Metal)..... 22
3.5.2 Antena Horn Piramida dengan Penambahan Dua Batang Metal ..... 29
3.5.3 Antena Horn piramida (dengan penambahan dua batang metal dan
telah direduksi dimensi nya).......................................................................... 32
3.5.4 Antena Horn piramida (dengan menambahkan teknik penambahan
jumlah batang metal pada bidang horizontal) ............................................. 39
3.6 PEMBUATAN ANTENA ...................................................................................... 44

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ........................................... 47


4.1 KONDISI PENGUKURAN ANTENA ........................................................................ 47
4.1.1 Perhitungan Jarak Far-Field .............................................................. 47
4.1.2 Perhitungan Ketinggian Antena ........................................................ 48
4.2 PERALATAN YANG DIGUNAKAN .......................................................................... 49
4.2.1 Perangkat Keras (Hardware) ............................................................. 49
4.2.2 Perangkat Lunak (Software).............................................................. 50
4.3 PENGUKURAN S11 PARAMETER ........................................................................ 50
4.4 PENGUKURAN POLA RADIASI ............................................................................ 53
4.4.1 Pola radiasi bidang E ......................................................................... 54
4.4.2 Pola radiasi bidang H ........................................................................ 55
4.5 ANALISA HASIL PENGUKURAN POLA RADIASI ....................................................... 56
4.6 PENGUKURAN GAIN ........................................................................................ 57
4.7 ANALISIS KESALAHAN UMUM ........................................................................... 59
BAB 5 KESIMPULAN ....................................................................................... 61
BAB 6 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 62
LAMPIRAN A ..................................................................................................... 63
LAMPIRAN B ..................................................................................................... 64
LAMPIRAN C ..................................................................................................... 66

ix
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
DAFTAR TABEL

TABEL 3.1. BESAR NILAI PENGURANGAN DIMENSI ANTENA ........... 37


TABEL 3.2. ALAT DAN BAHAN ...................................................................... 45
TABEL 4.1. HASIL PENGUKURAN NILAI S12 ............................................ 59

x
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1. DEFINISI ANTENA [4] .............................................................. 5


GAMBAR 2.2. JENIS – JENIS ANTENA [6] ..................................................... 7
GAMBAR 2.3. DAERAH MEDAN RADIASI ANTENA [6] .......................... 14
GAMBAR 2.4. DAERAH FRESNEL [8] .......................................................... 15
GAMBAR 2.5. JENIS – JENIS ANTENA HORN [6] ...................................... 15
GAMBAR 2.6. PARAMETER ANTENA HORN PIRAMIDA ....................... 15
GAMBAR 2.7. FLARE ANGLE DARI ANTENA HORN [3] ......................... 15
GAMBAR 2.8. SKEMA ANTENA HORN DENGAN PENAMBAHAN 2
BATANG METAL [3] ......................................................................................... 18
GAMBAR 3.1. DIAGRAM ALIR PERANCANGAN ANTENA HORN ....... 21
GAMBAR 3.2. DESAIN DAN PARAMETER ANTENA HORN ................... 23
GAMBAR 3.3. HASIL ITERASI NILAI C ...................................................... 25
GAMBAR 3.4. HASIL ITERASI NILAI J ....................................................... 26
GAMBAR 3.5. HASIL ITERASI NILAI T ....................................................... 26
GAMBAR 3.6. GRAFIK S11 PARAMETER ANTENA HORN SESUAI
SPESIFIKASI ...................................................................................................... 27
GAMBAR 3.7. HASIL SIMULASI GAIN ANTENA HORN SESUAI
SPESIFIKASI ...................................................................................................... 28
GAMBAR 3.8. DESAIN DAN PARAMETER ANTENA HORN DENGAN
PENAMBAHAN DUA BATANG METAL ....................................................... 29
GAMBAR 3.9. HASIL ITERASI NILAI Y....................................................... 30
GAMBAR 3.10. GRAFIK S11 PARAMETER ANTENA HORN DENGAN
PENAMBAHAN BATANG METAL ................................................................. 31
GAMBAR 3.11. HASIL SIMULASI GAIN ANTENA HORN DENGAN
PENAMBAHAN BATANG METAL ................................................................. 32
GAMBAR 3.12. HASIL ITERASI NILAI A ..................................................... 33
GAMBAR 3.13. HASIL ITERASI NILAI B ..................................................... 33
GAMBAR 3.14. HASIL ITERASI NILAI A ..................................................... 34
GAMBAR 3.15. HASIL ITERASI NILAI B ..................................................... 35
GAMBAR 3.16. HASIL ITERASI NILAI V .................................................... 35
GAMBAR 3.17. HASIL ITERASI NILAI H .................................................... 35
GAMBAR 3.18. HASIL ITERASI NILAI Y..................................................... 35

xi
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
GAMBAR 3.19. GRAFIK S11 PARAMETER ANTENA HORN
MODIFIKASI ...................................................................................................... 38
GAMBAR 3.20. HASIL SIMULASI GAIN ANTENA HORN MODIFIKASI
............................................................................................................................... 39
GAMBAR 3.21. DESAIN DAN PARAMETER ANTENA HORN
MODIFIKASI AKHIR ....................................................................................... 40
GAMBAR 3.22. ITERASI PENAMBAHAN JUMLAH BATANG METAL
PADA BIDANG HORIZONTAL ....................................................................... 41
GAMBAR 3.23. ITERASI PENAMBAHAN JUMLAH BATANG METAL
PADA BIDANG VERTIKAL ............................................................................. 41
GAMBAR 3.24. HASIL ITERASI NILAI X .................................................... 42
GAMBAR 3.25. GRAFIK S11 PARAMETER ANTENA HORN
MODIFIKASI AKHIR ....................................................................................... 43
GAMBAR 3.26. HASIL SIMULASI GAIN ANTENA HORN MODIFIKASI
AKHIR ................................................................................................................. 44
GAMBAR 3.27. DESAIN AKHIR ANTEA HORN .......................................... 46
GAMBAR 4.1. GRAFIK S11 PARAMETER HASIL PENGUKURAN ........ 52
GAMBAR 4.2. GRAFIK PERBANDINGAN HASIL SIMULASI DENGAN
PENGUKURAN ANTENA HORN MODIFIKASI AKHIR ............................ 50
GAMBAR 4.3. SMITH CHART INPUT IMPEDANCE HASIL
PENGUKURAN ANTENA HORN MODIFIKASI AKHIR ............................ 53
GAMBAR 4.4. GRAFIK POLA RADIASI PENGUKURAN ANTENA HORN
MODIFIKASI AKHIR PADA BIDANG E ....................................................... 53
GAMBAR 4.5. GRAFIK POLA RADIASI PENGUKURAN ANTENA HORN
MODIFIKASI AKHIR PADA BIDANG H....................................................... 54
GAMBAR 4.6 PERBANDINGAN POLA RADIASI BIDANG E HASIL
PENGUKURAN DAN HASIL SIMULASI ...................................................... 55
GAMBAR 4.7. PERBANDINGAN POLA RADIASI BIDANG H HASIL
PENGUKURAN DAN HASIL SIMULASI ...................................................... 58

xii
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Saat ini, kebutuhan akan antena yang bersifat low profile, dengan ukuran
yang relatif kecil dan ringan namun tetap memiliki performansi yang baik
semakin meningkat. Performansi dari antena yang diperlukan yang harus
dicapai yaitu berupa gain yang tinggi, bandwidth yang lebar, dan ukuran yang
relatif kecil dan ringan.
Salah satu solusi untuk memperoleh antena dengan performansi seperti
diatas yaitu dengan menggunakan antena horn. Jenis antena ini memiliki
karakteristik berupa gain yang tinggi dan bandwidth yang lebar sehingga
aplikasinya cukup banyak, seperti sebagai pemancar untuk satelit dan
peralatan komunikasi di seluruh dunia, serta sebagai pencatu untuk antena
reflektor [1]. Kelebihan antena horn antara lain mempunyai gain yang tinggi,
bandwidth yang relatif lebar, dan mudah untuk difabrikasi. Selain itu
penggunaan antena horn juga luas. Namun antena ini juga memiliki
kekurangan, yaitu dari segi dimensinya yang cukup besar, sehingga kurang
bersifat low profile.
Jika ingin mereduksi dimensi dari antena horn, maka akan berakibat
naiknya frekuensi dan turunnya gain dari antena tersebut. Naiknya frekuensi
kerja merupakan hal yang tidak boleh dilakukan, karena frekuensi kerja
antena yang ingin dicapai untuk penelitian ini sudah ditetapkan, yaitu pada
rentang s-band (2,8 – 3,1 GHz). Antena horn dengan rentang frekuensi s-band
dipilih karena penggunaannya yang cukup luas, antara lain digunakan untuk
komunikasi satelit dan peralatan transceiver radar [2]. Begitu pula dengan
menurunnya gain, karena gain yang ingin dicapai untuk penelitian ini sudah
ditetapkan, yaitu ≥ 12 dBi. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik untuk
dapat menurunkan frekuensi kerja dari antena horn tanpa mengurangi gain
dari antena ini. Salah satu teknik tersebut adalah dengan menambahkan dua

1
Universitas Indonesia

Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012


2

batang metal yang saling tegak lurus pada bidang H dan bidang E yang
diletakkan di dalam ruang antena horn yang akan dirancang [3]. Dengan
menggunakan teknik ini, nilai gain akan meningkat dan frekuensi kerja dari
antena horn akan menurun. Untuk lebih meningkatkan performa dari antena
horn yang akan dibuat, penulis menggunakan satu teknik lagi untuk
menggabungkan dengan teknik sebelumnya, yaitu dengan menambahkan satu
lagi batang metal pada bidang horizontal sehingga jumlah batang metal nya
menjadi tiga buah. Dengan menambah teknik ini, nilai gain akan meningkat
dan bandwidth dari antena horn ini menjadi semakin besar.
Spesifikasi yang harus diperoleh dalam rancang bangun antena horn pada
penelitian ini, yaitu:
a. Frekuensi kerja : 2,8 – 3,1 GHz (S-Band)
b. Gain ≥ 12 dBi
c. VSWR ≤ 1,5
d. Reduksi dimensi antena horn

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melakukan rancang bangun
antena horn piramida dengan frekuensi kerja 2,8 – 3,1 GHz (S-Band) dengan
menggunakan teknik penambahan batang metal yang bertujuan untuk
mereduksi dimensi dari antena horn tersebut.

1.3 Pembatasan Masalah


Penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai rancang bangun
antena horn yang bekerja pada frekuensi dari 2.8 GHz sampai dengan 3.1
GHz, bandwidth antena mencapai 300 MHz, dimensi antena yang relatif
kecil, dan gain yang diperoleh mencapai 12 dBi. Untuk mendapatkan
spesifikasi tersebut digunakan suatu teknik dengan menambahkan dua batang
metal yang saling tegak lurus pada bidang H dan bidang E yang diletakkan di
dalam ruang antena horn yang akan dirancang serta dengan menambahkan
satu teknik lagi, yaitu dengan menambah jumlah batang metal pada bidang
horizontal.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
3

1.4 Metodologi Penelitian


Metode yang digunakan pada penelitian dan penulisan skripsi ini adalah:
 Studi kepustakaan
Metode ini dilakukan berdasarkan penelitian pada bahan-bahan literatur
seperti jurnal-jurnal penelitian, buku, artikel yang telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya.
 Konsultasi dengan pembimbing.
 Simulasi Perangkat Lunak
Menggunakan perangkat lunak khusus untuk mensimulasikan rancangan
antena dan melihat parameter-parameter antena berdasarkan hasil
simulasi. Perangkat lunak yang dipakai adalah CST Microwave Studio.
 Pembuatan Antena
 Pembuatan Antena dilakukan di PT. NUSATEL yang terletak di daerah
cempaka putih, dimana antena horn ini dibuat sendiri dengan bahan
alumunium setebal 1 mm.
 Pengukuran Antena
Pengukuran prototip antena dilakukan untuk melihat parameter antena
sesungguhnya dan kemudian dapat dibandingkan dengan hasil simulasi.

1.5 Sistematika Penulisan


Penulisan makalah ini dibagi menjadi empat bab, di mana pada masing-
masing bab akan menjelaskan sebagai berikut:
 BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini, akan dijelaskan mengenai Latar Belakang, Tujuan,
Pembatasan Masalah, Metodologi Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
 BAB II: ANTENA HORN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori dasar antena, teori dasar
antena horn, jenis-jenis antena horn, dan parameter-parameter antena.
 BAB III: PERANCANGAN

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
4

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai langkah – langkah yang dilakukan
dalam melakukan perancangan antena, meliputi langkah simulasi, desain
pembuatan antena, dan hasil simulasi dari antena yang akan difabrikasi.
 BAB IV: HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS
Pada bab ini akan dijelaskan hasil pengukuran parameter prototip antena.
Hasil pengukuran tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil simulasi.
 BAB V: KESIMPULAN
Pada bab ini, akan dijelaskan mengenai kesimpulan yang dapat diambil
dari seluruh pembahasan pada laporan skripsi ini.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
BAB 2
ANTENA HORN

2.1 Definisi antena


Sebuah antena adalah element rangkaian yg merubah bentuk gelombang
terbimbing pada saluran kabel (Tx) ke dalam gelombang ruang bebas dan
menangkap semua gelombang elektromagnetik, dan sebaliknya-Rx [4].
Seperti terlihat pada Gambar 2.1. di bawah ini:

Gambar 2.1. Definisi Antena [4]

Antena merupakan suatu perangkat yang berfungsi untuk mentransfer


energi listrik ke bentuk radiasi elektromagnetik dari media kabel ke udara dan
sebaliknya untuk menerima radiasi elektromagnetik di udara ke bentuk sinyal
listrik melalui media kabel. Karena antena merupakan perangkat perantara
antara media kabel dengan udara, maka antena harus mempunyai sifat yang
sesuai (match) dengan media kabel pencatunya. [5]
Dari definisi diatas, antena dapat diterapkan dalam beberapa fungsi
sebagai berikut :
 Antena pemancar broadcast untuk memancarkan sinyal ke area yang
sangat luas, misalnya antena pemancar radio FM, antena pemancar TV,
antena GPS dan sebagainya.

5
Universitas Indonesia

Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012


6

 Antena komunikasi point-to-point untuk mentransfer sinyal dari satu


tempat ke tempat yang lain, misalnya antena sistem transmisi terrestrial,
antena sistem satelit, dan sebagainya.
 Antena penerima yang difungsikan untuk menerima sinyal, baik dari
pemancar buatan manusia (dalam kasus broadcast ataupun point-to-
point) atau menerima sinyal bebas dari langit (dalam kasus radiometer,
pengukur noise temperatur atmosfer atau radio sonde untuk mencari
bintang dilangit).
Jenis – jenis antena :
a. Antena Kabel (Wire Antena), contohnya : monopole, dipole, dan loop
b. Antena Celah (Aperture Antena), contohnya : Sectoral Horn dan
Piramidal Horn
c. Antena Pantul (Reflector Antena), contohnya : Parabolic dish dan corner
reflector
d. Antena Mikrostrip
e. Antena Array
f. Antena Lens

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
7

Gambar 2.2. Jenis – jenis antena [6]

2.2 Parameter Antena


Antena memiliki berbagai parameter yang menunjukkan karakteristik
dari antena tersebut. Parameter-parameter yang juga harus diperhatikan dalam
merancang suatu antena tersebut adalah : Gain, frekuensi kerja, bandwidth,
beamwidth, Impedansi masukan, pola radiasi, return loss, keterarahan
(directivity). [6]
Dalam buku skripsi ini, penelitian akan lebih memfokuskan pada
beberapa parameter saja, yaitu frekuensi kerja dan gain. Namun beberapa
parameter lainnya tetap akan dibahas.

2.2.1. Frekuensi Kerja


Frekuensi kerja adalah frekuensi dimana antena tersebut memenuhi
spesifikasi yang diinginkan, dalam hal ini adalah nilai Voltage Standing Wave
Ratio (VSWR) ≤ 1.5 yang menggunakan standar S11 ≈ -14dB. VSWR
adalah perbandingan amplitude maksimum dengan amplitude minimum
gelombang berdiri. Gelombang berdiri adalah superposisi antara gelombang

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
8

datang dan gelombang pantul. Berikut adalah hubungan antara VSWR,


Return loss, dan Koefisien Refleksi : [7]

1+Γ
𝑉𝑆𝑊𝑅 = 1− Γ (2.1)
Return loss = -20 log10 (Γ) (2.2)

Dimana : Koefisien Refleksi = Γ

Return loss digambarkan sebagai peningkatan amplitudo dari gelombang


yang direfleksikan, Vo- , dibandingkan dengan gelombang yang dikirim, Vo+.
Return loss dapat terjadi akibat adanya diskontinuitas antara saluran transmisi
dengan impedansi masukan beban (antena). Nilai return loss ini menjadi salah
satu acuan untuk melihat apakah antena sudah bekerja pada frekuensi yang
diharapkan atau belum.

2.2.2. Pola Radiasi


Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang
dipancarkan oleh sebuah antena, atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan
sinyal yang diterima oleh sebuah antena.[6] Pola radiasi antena dibentuk oleh
dua buah pola radiasi berdasarkan bidang irisan, yaitu pola radiasi pada
bidang irisan arah elevasi (pola elevasi) dan pola radiasi pada bidang irisan
arah azimuth (pola azimuth).
Kedua pola di atas akan membentuk pola 3-dimensi. Pola radiasi 3-
dimensi inilah yang umum disebut sebagai pola radiasi antena dipol. Sebuah
antena yang meradiasikan sinyalnya sama besar ke segala arah disebut
sebagai antena isotropis. Antena seperti ini akan memiliki pola radiasi
berbentuk bola. Namun, jika sebuah antena memiliki arah tertentu, di mana
pada arah tersebut distribusi sinyalnya lebih besar dibandingkan pada arah
lain, maka antena ini akan memiliki directivity. Semakin spesifik arah
distribusi sinyal oleh sebuah antena, maka directivity antena tersebut akan
semakin besar.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
9

2.2.3. Keterarahan (Directivity)


Keterarahan (directivity) antena didefinisikan sebagai perbandingan
(rasio) intensitas radiasi sebuah antena pada arah tertentu dengan intensitas
radiasi rata-rata pada semua arah.[6] Intensitas radiasi rata-rata sama dengan
jumlah daya yang diradiasikan oleh antena dibagi dengan 4𝜋. Jika arah tidak
ditentukan, arah intensitas radiasi maksimum merupakan arah yang
dimaksud. Keterarahan dihitung dengan:

𝑈 4𝜋
𝐷 𝜃, ∅ = 𝑈𝑜 = (2.3)
𝑃𝑟𝑎𝑑

dengan D adalah keterarahan, U adalah intensitas radiasi, Uo adalah


intensitas radiasi pada sumber isotropik, dan Prad adalah daya total radiasi.

Direktivitas dari sebuah antena isotropis adalah


𝐷 𝜃, ∅ = 1. (2.4)

Direktivitas maksimum dapat didefinisikan dengan persamaan:


[𝐷 𝜃, ∅ ] = 𝐷0 (2.5)

Rentang direktivitas untuk setiap antena adalah:


0 ≤ 𝐷 𝜃, ∅ ≤ 𝐷0 (2.6)

Sehingga direktivitas dalam satuan dB dapat didefinisikan dengan


persamaan:
𝐷 𝜃, ∅ 𝑑𝐵 = 10𝑙𝑜𝑔10 𝐷 𝜃, ∅ (2.7)

2.2.4. Gain
Gain adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena
mengarahkan radiasi sinyalnya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu.
Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya
seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh
karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah desibel.
Gain dari suatu antena menunjukkan performa dari antena yang
bergantung nilainya terhadap directivity dan efficiency. Gain merupakan

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
10

ukuran kemampuan suatu sirkuit untuk meningkatkan power atau amplitude


dari sinyal dari input ke output. Biasanya gain ini didefinisikan sebagai ratio
dari sinyal output dan sinyal input. Gain ini ditulis sebagai ukuran logaritmik.
Besar kekuatan gain dari suatu antena bergantung dari 4𝜋 dari ratio intensitas
radiasi terhadap seluruh power input.

𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑛 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
𝑔𝑎𝑖𝑛 = 4𝜋 (2.8.)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟

2.3. Propagasi Gelombang


Ada dua hal yang saling berkaitan dengan mekanisme propagasi
gelombang yang diradiasikan antena. Keduanya harus diperhatikan untuk
mengeahui kondisi pengukuran yang tepat agar didapatkan hasil pengukuran
yang valid. Kedua hal tersebut akan dibahas pada sub bab berikut ini:

2.3.1. Daerah Medan Radiasi Antena


Daerah medan radiasi antena terbagi menjadi tiga daerah [6]. Pada
masing – masing daerah ini karakteristik distribusi medan akan berbeda.
Perbedaan karakteristik distribusi medan pada masing – masing daerah
terletakpada fungsi distribusi medan terhadap jarak. Ketiga daerah tersebut
adalah:
a. Reactive Near – Field Region.
Daerah ini merupakan daerah yang paling dekat dengan antena,
dimana medan reaktif paling mendominasi dibandingkan dengan
medan radiasi. Distribusi medan merupakan fungsi terhadap jarak
1/r3. Sehingga setiap penambahan jarak 1/r3 distribusi medan akan
bervariasi [8]. Oleh karena itu medan radiasi antena pada daerah ini
belum stabil dan daerah ini tidak dapat digunakan sebagai daerah
propagasi antena untuk transmisi.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
11

b. Radiating Near – Field Region


Daerah ini merupakan daerah transisi antara daerah reactive near –
field dan daerah far – field. Batas daerah ini dimulai dari jarak R1
dari antena sampai pada batas far – field.
𝐷2
𝑅1 = 0.62 × (2.9)
𝜆

Daerah ini didominasi oleh medan radiasi dan distribusi medan


angular sangat tergantung pada jarak 1/𝑟 2 . Kekuatan medan
memang tidak secara signifikan berkurang dengan bertambahnya
jarak, namun medan pada daerah ini akan memiliki karakter osilator
(bolak – balik) sehingga daerah transisi ini belum dapat digunakan
untuk menghitung gain antena [8].
c. Far – Field Region
Far – field region merupakan daerah dimana pola radiasi antena
tidak bergantung pada jarak. Medan radiasi pada daerah ini sudah
stabil, sehingga pengukuran parameter antena seperti pola radiasi
dan gain dilakukan pada daerah ini. Daerah far – field antena
dimulai pada jarak R2. Pada praktiknya, agar propagasi gelombang
dari antena pengirim menuju antena penerima berhasil, jarak antara
pengirim dan penerima harus memenuhi jarak far – field ini [6].
2 𝐷2
𝑅2 = (2.10)
𝜆

Dimana: D = dimensi linier terbesar dari antena [m]


λ = panjang gelombang [m]

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
12

Gambar 2.3. Daerah medan radiasi antena [6]

2.3.2. Daerah Fresnel


Seorang ilmuwan fisika dari Perancis bernama Austin Fresnel
menemukan bahwa ketika cahaya merambat dan melewati jalur yang
berdekatan dengan benda padat, maka cahaya tersebut dapat dibelokkan atau
mengalami difraksi (penyebaran). Difraksi yang terjadi dapat menyebabkan
intensitas cahaya datang berkurang atau meningkat. Dan karena cahaya dan
gelombang radio memiliki kesamaan sifat berdasarkan hukum fisika, maka
karakteristik cahaya tersebut juga berlaku pada radiasi elektromagnetik
gelombang radio. Jika terdapat objek berupa pohon atau bangunan pada jalur
sinyal radio, maka objek-objek tersebut akan mempengaruhi kualitas dan
kekuatan sinyal ketika diterima. Hal ini dapat terjadi bahkan ketika objek
tersebut tidak secara visual menghalangi jalur sinyal radio. Fenomena ini
dikenal dengan Efek Fresnel [8].
Untuk menghindari terjadinya degradasi kualitas dan kekuatan sinyal,
jalur sinyal radio antara pengirim dan penerima harus dibuat LOS (Line of
Sight), yaitu kondisi dimana pada jalur sinyal tidak terdapat objek yang
menghalangi. Kondisi LOS sendiri terdiri dari dua kategori, yaitu visual LOS
dan radio LOS. Visual LOS adalah ketika jalur secara visual (penglihatan mata

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
13

manusia) bebas dari objek penghalang. Namun walaupun telah memenuhi


visual LOS, Efek Fresnel masih dapat terjadi. Hal tersebut dikarenakan jalur
propagasi belum memenuhi syarat radio LOS. Kondisi radio LOS akan
terpenuhi jika daerah Fresnel pertama (First Fresnel Zone) bebas dari objek
penghalang [8].

Gambar 2.4. Daerah Fresnel [8]

2.4. Antena Horn


Salah satu antena yang paling sederhana dan paling banyak digunakan
adalah antena horn. Antena Horn merupakan salah satu antena microwave
yang digunakan secara luas. Antena ini muncul dan digunakan pada awal
tahun 1800-an. Walaupun sempat terabaikan pada tahun 1900-an, antena horn
digunakan kembali pada tahun 1930-an. Antena ini dipakai dalam sistem
telekomunikasi gelombang mikro [6]. Horn atau biasanya disebut juga
sebagai elektromagnetik horn dipakai sebagai alat transisi antara saluran
transmisi dan ruang bebas sehingga merupakan matching untuk gelombang
terbimbing ke gelombang bebas atau sebaliknya. Disamping itu juga horn
dipakai sebagai alat untuk memberikan pengarahan (directivity) yang baik
bagi gelombang-gelombang elektromagnet dengan bidang frekuensi yang
cukup lebar.Salah satu kelebihan antena horn adalah pengaplikasiannya yang
cukup banyak, seperti sebagai pemancar untuk satelit dan peralatan
komunikasi di seluruh dunia, serta sebagai pencatu untuk aplikasi radar.
Antena horn piramida umumnya dioperasikan pada frekuensi gelombang

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
14

mikro (microwave) di atas 1000 MHz. Antena horn ini dipilih karena
mempunyai gain yang tinggi, VSWR yang rendah, lebar pita (bandwidth)
yang relatif besar, tidak berat, dan mudah dibuat. Antena ini merupakan
antena celah (aperture anntena) berbentuk piramida yang mulutnya melebar
ke arah bidang medan listrik (E) dan bidang magnet (H) dengan berbasis
saluran bumbung gelombang persegi (rectangular waveguide). [6]
Berikut ini adalah jenis – jenis dari antena horn:

Gambar 2.5. Jenis – jenis antena horn [6]

Antena horn Piramida merupakan antena yang dipakai dalam sistem


telekomunikasi gelombang mikro (microwave). Skema antena horn piramida
(pyramidal horn antena) berikut dimensi-dimensinya ditunjukkan pada
Gambar 2.6.
Antena horn piramida termasuk E-plane sectoral horn. Yang dimaksud
dengan E-plane sectoral horn adalah antena horn yang bukaannya
meradiasikan gelombang elektromagnetik ke arah bidang E.[6] Contoh antena
E-plane sectoral horn dapat dilihat lagi pada Gambar 2.5. Untuk penjelasan
parameter – parameter antena horn yang akan dirancang dapat dilihat pada
Gambar 2.6. dibawah ini :

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
15

Gambar 2.6. Parameter antena horn piramida

Keterangan : a. Bentuk geometris antena horn piramida


b. Penampang melintang pada bidang H
c. Penampang melintang pada bidang E

Berdasarkan Gambar 2.6. diatas, panjang penampang bidang E (Re)


antena horn (lihat Gambar 2.6.c) dan panjang penampang pada bidang H (Rh)
antena horn (lihat Gambar 2.6.b) dinyatakan dengan persamaan : [10]

Re = λ 𝐾 (2.11.)

𝐾 .λ2
Rh = (2.12.)
𝑅𝑒

Dimana untuk mendapatkan nilai dari λdan K dapat diperoleh dengan


menggunakan rumus berikut :

𝑐
λ = (2.13)
𝑓
10 𝐺 10
K= (2.14)
15,7497

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
16

keterangan : f = frekuensi kerja antena (GHz)


λ= panjang gelombang (cm)
c = kecepaan cahaya (3.108 m/detik)
K= konstanta
G= Gain antena (dBi)

Untuk menentukan parameter dari aperture antena, yaitu mulut antena


horn sisi A dan B (lihat Gambar 2.6.a) diperoleh dengan persamaan:

A = 0,5 𝑥 λ x 𝐺 (2.15.)

𝐺 𝑥 λ2
B = 0,15 𝑥 8 𝑥 𝜋 𝑥 (2.16.)
𝐴

Salah satu kekurangan dari antena horn adalah dimensi nya yang relatif
besar, sehingga kurang bersifat low profile. Pada penelitian ini digunakan
suatu teknik untuk dapat mereduksi dimensi dari antena horn, yaitu dengan
cara menambahkan dua batang metal yang saling tegak lurus pada bidang H
dan bidang E yang diletakkan di dalam antena horn tersebut. [3] Teknik ini
bertujuan untuk menurunkan frekuensi kerja dan juga menaikkan gain dari
antena horn yang akan dibuat. Sehingga hasil antena yang akan dibuat
mempunyai dimensi yang relatif kecil dengan frekuensi kerja yang sesuai
dengan spesifikasi radar udara (2,8 GHz – 3,1 GHz).

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
17

Gambar 2.7. Flare Angle pada Antenna Hon [3]

Pada Gambar 2.7. di atas dapat dilihat bahwa terdapat dua flare angle
pada antena horn, yaitu flare angle 𝜃 e pada bidang E dan 𝜃 h pada bidang H.
Dimensi aperture yaitu, χap pada bidang H dan yap pada bidang E.
Penambahan batang metal berfungsi untuk mengurangi phase curvature dari
antena horn. Phase curvature merupakan faktor pengurang flare angle dari
antena. Flare angle berpengaruh terhadap gain dari antena, dimana semakin
besar flare angle maka semakin besar pula gain dari antena. Jadi semakin
kecil pengaruh dari phase curvature, maka semakin besar gain yang diperoleh
antena. Sehingga dengan penambahan batang metal ini, phase curvature akan
berkurang dan gain dari antena akan meningkat. Skema antena horn dengan
penambahan dua batang metal ini dapat dilihat pada Gambar 2.7. berikut ini :
[3]

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
18

Gambar 2.7. Skema antena horn dengan penambahan 2 batang metal [3]

Dari Gambar 2.7. diatas dapat dilihat bahwa dua batang metal diletakkan
saling tegak lurus satu sama lain di dalam antena horn yang akan dirancang.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
BAB 3
PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI

3.1.Pendahuluan
Penelitian ini bertujuan untuk merancang sebuah antena horn dengan
frekuensi kerja 2,8 GHz – 3,1 GHz (rentang S-Band) pada batas RL ≤ -14 dB
atau setara dengan VSWR ≤ 1,5 dan gain ≥ 12 dBi dengan mereduksi
dimensi dari antena horn ini. Salah satu kelemahan dari antena horn adalah
dimensi nya yang cukup besar sehingga kurang low profile. Pada penelitian
ini digunakan suatu teknik untuk mereduksi dimensi dari antena horn,yaitu
dengan menambahkan 2 buah batang metal yang saling tegak lurus yang
diletakkan di dalam antena horn tersebut. Untuk mendapatkan frekuensi
kerja antena sesuai spesifikasi yang diinginkan, yaitu 2,8 GHz – 3,1 GHz
haruslah dilakukan perhitungan matematis dalam membuat dimensi antena
horn.
Dalam perancangan ini perlu dilakukan beberapa tahap dalam merancang
suatu antena horn sebelum difabrikasi. Tahapan-tahapan ini dapat dilihat pada
diagram alir yang akan dijelaskan selanjutnya. Seluruh tahapan tersebut
diterapkan pada perangkat lunak yang digunakan yaitu CST Microwave
Studio.

3.2. Alat dan bahan yang digunakan


Alat dan bahan yang digunakan pada tahap perancangan dan simulasi
antena horn ini meliputi perangkat lunak simulator dan material yang dipakai
dalam pembuatan antena horn.
3.2.1. Material Antena
Antena Horn sebagai pencatu untuk aplikasi radar udara ini akan dibuat
dengan menggunakan material aluminium dengan ketebalan 1 mm.
Material ini dipilih karena harganya yang tidak terlalu mahal, mudah
untuk didapatkan, ringan, mudah untuk konstruksi dan
penyambungannya. Untuk konektor antena digunakan N-Connector.

19
Universitas Indonesia

Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012


20

3.2.2. Simulator Antena


Dalam perancangan antena dan simulasi, selain melakukan perhitungan
matematis untuk mendapatkan parameter antena yang diinginkan, perlu
dilakukan suatu simulasi sebelum melakukan tahap produksi dan
pengukuran. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perangkat lunak CST Microwave Studio. Perangkat lunak CST dapat
melihat karakteristik parameter antena seperti bandwidth, Return Loss,
Gain, Pola Radiasi, dsb.

Tutorial guide pada CST Microwave Studio :


1. Set Units
Adalah suatu menu untuk menentukan spesifikasi ukuran yang ingin
ditentukan. Contohnya adalah dimensi, frekuensi, waktu, temperatur, dsb.
2. Set Background Material
Background material digunakan untuk menentukan jenis material yang
diinginkan. Salah satu option yang dipilih adalah material type dimana
digunakan untuk menentukan jenis material antara PEC dan normal.
Sedangkan untuk option epsilon/mue untuk menentukan epsilon dan mue.
3. Define Structure
Define Structure digunakan untuk menentukan bentuk dari objek yang
kita inginkan.
4. Set Frequency
Menentukan rentang frekuensi yang kita inginkan untuk mensimulasikan
antena yang telah dirancang dan melihat hasil simulasinya.
5. Set Excitation
Set Excitation ini digunakan untuk menentukan port input dari suatu
objek tersebut atau bidang sumber yang diinginkan seperti plane wave,
farfield sources, dsb.
6. Set Boundary Conditions
Boundary Conditions digunakan untuk menentukan area diluar objek.
Boundary Conditions model ini diGambarkan oleh suatu box.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
21

7. Start Solver
Start Solver digunakan untuk menjalankan simulasi dari antena yang
telah dibuat yang akan memberikan hasil simulasi dari antena tersebut.

3.3.Tahapan Perancangan
Dalam perancangan antena horn ini, ada beberapa tahapan yang perlu
dilakukan baik sebelum simulasi dan sesudah simulasi. Untuk memudahkan
perencanaan maka dibuatlah alur perencanaan sebagaimana diperlihatkan
dalam Gambar 3.1 berikut ini.

Gambar 3 .1. Diagram Alir Perancangan Antena Horn

3.4. Menentukan Karakteristik Antena


Dalam suatu perancangan Antena, diperlukan suatu diagram alir
untuk menentukan langkah – langkah yang akan dilakukan dalam merancang
antena agar lebih terstruktur dan jelas. Sebelum melakukan sebuah
perancangan yang kompleks pada pembuatan sebuah antena, kita perlu

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
22

menentukan karakteristik dari Antena tersebut agar tujuannya tercapai.


Karakteristik Antena yang diinginkan dalam penelitian ini adalah :
1. Frekuensi kerja : 2,8 – 3,1 GHz (S-Band)
2. Gain ≥ 12 dBi
3. VSWR ≤ 1,5
4. Reduksi dimensi dari antena horn

3.5. Perhitungan, Desain dan Hasil Simulasi Antena Horn


Pada sub bab ini, penulis akan memperlihatkan dan menjelaskan perhitungan,
desain, dan hasil simulasi dari antena horn yang akan difabrikasi pada penelitian
ini.

3.5.1. Antena Horn Piramida (Tanpa Penambahan Dua Batang Metal)


Antena horn merupakan salah satu antena yang sederhana. Dalam
penelitian ini, desain antena horn yang digunakan adalah antena horn
piramida. Desain antena horn ini merupakan desain yang dibuat dengan
menggunakan perangkat lunak CST Microwave Studio. Bahan antena yang
digunakan pada simulasi ini adalah aluminium dengan ketebalan 1 mm.
Sedangkan untuk hasil simulasi nya merupakan grafik S11 parameter dan
nilai gain dari antena yang telah dirancang.
Desain antena horn dan parameter-parameter antena nya akan
diperlihatkan pada gambar 3.2. di bawah ini:

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
23

Gambar 3.2. Desain dan Parameter antena horn

Berdasarkan gambar 3.2. di atas, dapat diberikan keterangan untuk


parameter-parameter antena horn yang akan dibuat, yaitu:
A = Panjang dari Bidang Aperture Antena Horn
B = Lebar dari Bidang Aperture Antena Horn
C = Tebal dari Bidang Aperture Antena Horn
a = Panjang dari Bidang Waveguide Antena Horn
b = Lebar dari Bidang Waveguide Antena Horn
c = Tebal dari Bidang Waveguide Antena Horn

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
24

t = Tinggi N-Connector dari Alas Bidang Waveguide


j = Jarak N-Connector dari Dinding Bidang Waveguide
Dengan menggunakan nilai gain (G) = 12 dBi dan frekuensi kerja (f)
= 3 GHz, maka dapat ditentukan nilai dari parameter panjang (A) dan lebar
(B) mulut dari antena horn piramida pada bidang aperture, yaitu dengan
terlebih dahulu mencari nilai lamda (λ). Untuk mencari nilai λ digunakan
persamaan 2.13 (pada bab 2), maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

𝑐 3 𝑥 10 10 𝑐𝑚 /𝑠
λ = = = 10 cm
𝑓 3 𝑥 10 9 𝐻𝑧

Setelah diperoleh nilai λ, maka dapat diperoleh nilai A dan B dengan


menggunakan persamaan 2.15 dan 2.16 (pada bab 2), dengan perhitungan
sebagai berikut:

A = 0,5 𝑥 λ x 𝐺 = 0,5 𝑥 10 𝑐𝑚 𝑥 12 = 15,58 𝑐𝑚


𝐺 𝑥 λ2 12 𝑥 100
B = 0,15 𝑥 8 𝑥 𝜋 𝑥 𝐴 = 0,15 𝑥 8 𝑥 3,14 𝑥 15,58
= 20,43 𝑐𝑚

Sedangkan untuk menentukan nilai lebar dari bidang aperture antena


horn (C) dapat diperoleh dengan terlebih dahulu mencari nilai K. Untuk
mencari nilai K digunakan persamaan 2.14 (pada bab 2), maka
perhitungannya adalah sebagai berikut:
10 𝐺 10 10 12 10
K=
15,7497
=
15,7497
≈1

Setelah diperoleh nilai K, maka dapat diperoleh nilai C dengan


menggunakan persamaan 2.9 (pada bab 2), dengan perhitungan sebagai
berikut:

C = λ x K = 10 cm x 1 = 10 cm

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
25

Dan untuk bidang waveguide nya, digunakan jenis waveguide WR 650


dengan nilai panjang (a) = 16,9 cm dan lebar (b) = 8,66 cm. Untuk nilai
tebal dari bidang waveguide antena horn (c), jarak N-Connector dari dinding
bidang waveguide (j), dan tinggi N-Connector dari alas bidang waveguide
(t) dilakukan iterasi untuk memperoleh nilai yang menghasilkan performa
antena yang maksimal.
Setelah memperoleh hasil perhitungan parameter-parameter antena
horn, selanjutnya akan dilakukan iterasi untuk memperoleh performa yang
maksimal dari antena horn ini. Gambar 3.3. di bawah ini adalah hasil iterasi
untuk nilai c:

Gambar 3.3. Hasil Iterasi Nilai c

Dari Gambar 3.3. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai


tebal dari bidang waveguide antena horn (c) tidak terlalu berpengaruh
kepada performa antena.
Untuk iterasi nilai j akan diperlihatkan pada Gambar 3.4. berikut
ini:

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
26

Gambar 3.4. Hasil Iterasi Nilai j

Dari Gambar 3.4. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa jarak N-


Connector dari dinding bidang waveguide (j) sangat berpengaruh kepada
performa antena. Dimana nilai yang paling baik adalah letak port berada di
tengah, yaitu 3,25 cm dari dinding waveguide.
Untuk iterasi nilai t akan diperlihatkan pada Gambar 3.5. berikut
ini:

Gambar 3.5. Hasil Iterasi Nilai t

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
27

Dari Gambar 3.5. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tinggi


N-Connector dari alas bidang waveguide (t) sangat berpengaruh kepada
performa antena. Dimana nilai yang paling baik adalah 2 cm.
Berdasarkan hasil perhitungan dan iterasi yang dilakukan sebelumnya,
diperoleh dimensi dari antena horn adalah sebagai berikut:
a = 8,66 cm
b = 16,9 cm
c = 6,5 cm
A = 15,58 cm
B = 20,43 cm
C = 10 cm
j = 3,25 cm
t = 2 cm
Dimensi antena yang dirancang dapat dikatakan cukup besar, hal
ini dilakukan untuk memperoleh nilai frekuensi kerja yang cukup rendah
(2,8 GHz – 3,1 GHz) dan nilai gain yang cukup tinggi (≥ 12 dBi) dari
antena horn tersebut.
Untuk hasil simulasi berupa grafik S11 parameter dapat dilihat
pada Gambar 3.6. berikut ini:

Gambar 3.6. Grafik S11 parameter Antena Horn sesuai spesifikasi

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
28

Dari Gambar 3.6. di atas dapat dilihat bahwa hasil simulasi antena
horn ini menunjukkan bahwa bandwidth yang diinginkan telah tercapai,
yaitu sekitar 600 MHz. Frekuensi kerja juga sudah sesuai spesifikasi yang
diinginkan, yaitu antara 2,8 GHZ – 3,4 GHz. Hal ini ditunjukkan dari grafik
return loss dibawah -14 dB (VSWR ≤ 1,5), seperti yang sudah dibahas
sebelumnya.
Untuk hasil simulasi berupa gain dari antena yang dirancang
dijelaskan pada Gambar 3.7. berikut ini:

Gambar 3.7. Hasil Simulasi Gain Antena Horn sesuai spesifikasi

Dapat dilihat pada Gambar 3.7. di atas bahwa gain yang diperoleh
dari simulasi ini sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan, yaitu 12 dB
pada farfield (daerah antena mulai meradiasi). Hal ini memungkinkan
bahwa antena horn yang telah dirancang dapat diaplikasikan sebagai
pencatu reflect array antenna. Namun dimensi antena yang cukup besar
sehingga kurang low profile membuat antena ini harus dimodifikasi yang
nanti nya dimensi dari antena ini dapat direduksi.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
29

3.5.2. Antena Horn Piramida dengan Penambahan Dua Batang Metal


Pada penelitian ini penulis akan menggunakan teknik penambahan dua
batang metal. Namun sebelum mereduksi dimensi dari antena horn, penulis
akan mencoba meletakkan 2 batang metal tersebut ke dalam antena horn
yang telah dirancang, untuk mengetahui dampak yang diberikan oleh dua
batang metal tersebut. Desain antenna horn dengan penambahan dua batang
metal akan diperlihatkan pada gambar 3.8. di bawah ini:

Gambar 3.8. Desain dan Parameter Antena Horn dengan Penambahan Dua Batang
Metal

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
30

Sebelum melakukan perancangan, terlebih dahulu akan dilakukan


iterasi nilai jarak batang metal dari dinding waveguide (Y) untuk
memperoleh performa antena yang paling optimal. Gambar 3.9. berikut ini
akan memperlihatkan hasil iterasi nilai Y:

Gambar 3.9. Hasil Iterasi Nilai Y

Dari Gambar 3.9. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa jarak


batang metal dari dinding bidang waveguide (Y) cukup berpengaruh kepada
performa antena. Dimana semakin jauh jarak batang metal dari dinding
waveguide, maka akan semakin turun frekuensi kerja dari antena horn.
Berdasarkan hasil perhitungan dan iterasi yang dilakukan
sebelumnya, diperoleh dimensi dari antena horn pada Gambar 3.10. di atas
adalah sebagai berikut:
a = 8,66 cm
b = 16,9 cm
c = 6,5 cm
A = 15,58 cm
B = 20,43 cm
C = 10 cm

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
31

j = 3,25 cm
t = 2 cm
Y = 15,7 cm
Untuk hasil simulasi berupa grafik S11 parameter dapat dilihat
pada Gambar 3.10. berikut ini:

Gambar 3.10. Grafik s11 parameter Antena Horn dengan Penambahan Batang Metal

Dari Gambar 3.10. di atas dapat dilihat bahwa hasil simulasi antena
horn dengan penambahan batang metal ini menunjukkan bahwa dampak
yang diberikan oleh batang metal telah tercapai, yaitu menurunnya frekuensi
kerja dari antena ini (2,70 GHz – 2,77 GHz). Namun bandwidth yang
diinginkan masih belum tercapai, yaitu sekitar 70 MHz. Hal ini ditunjukkan
dari grafik return loss dibawah -14 dB (VSWR ≤ 1,5), seperti yang sudah
dibahas sebelumnya.
Untuk hasil simulasi berupa gain dari antena yang dirancang
dijelaskan pada Gambar 3.11. berikut ini:

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
32

Gambar 3.11. Hasil Simulasi Gain Antena Horn dengan Penambahan Batang Metal

Dapat dilihat pada Gambar 3.11. di atas bahwa dampak yang


diberikan oleh penambahan batang metal telah tercapai, yaitu meningkatnya
gain dari antena ini, yaitu 13,4 dB dan juga sudah memenuhi spesifikasi
yang diinginkan pada farfield (daerah antena mulai meradiasi). Hal ini
memungkinkan bahwa antena horn yang telah dirancang dan telah ditambah
dua batang metal tersebut dapat direduksi dan juga dapat memenuhi
spesifikasi yang diinginkan tanpa mengurangi performa dari antena horn
tersebut.

3.5.3. Antena Horn piramida (dengan penambahan dua batang metal dan
telah direduksi dimensi nya)
Selanjutnya akan dilakukan simulasi desain antena horn dengan
penambahan dua batang metal dan telah direduksi dimensinya, dalam
penulisan ini penulis menyebut desain ini dengan desain antena horn
modifikasi. Untuk memperoleh dimensi dari antena horn modifikasi ini,
dilakukan iterasi untuk memperoleh nilai panjang (a) dan lebar (b) bidang
waveguide, panjang (A) dan (B) lebar bidang aperture, letak batang metal
pada bidang vertikal (v), letak batang metal pada bidang horizontal (h), dan
jarak batang metal dari dinding bidang waveguide antena horn (Y) untuk
memperoleh performa yang paling optimal dari antena ini.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
33

Berikut ini adalah hasil iterasi nilai a:

Gambar 3.12. Hasil Iterasi Nilai a

Dari Gambar 3.12. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai


panjang dari bidang waveguide antena horn (a) cukup berpengaruh kepada
performa antena. Dimana semakin besar nilai panjang bidang waveguide,
maka semakin menurun frekuensi kerja dari antena tersebut.
Untuk iterasi nilai lebar bidang waveguide antena horn (b) akan
diperlihatkan pada Gambar 3.13. berikut ini:

Gambar 3.13. Hasil Iterasi nilai b

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
34

Dari Gambar 3.13. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai


lebar dari bidang waveguide antena horn (b) cukup berpengaruh kepada
performa antena. Dimana semakin besar nilai lebar bidang waveguide, maka
semakin menurun frekuensi kerja dari antena tersebut.
Untuk iterasi nilai panjang bidang aperture antena horn (A) akan
diperlihatkan pada Gambar 3.14. berikut ini:

Gambar 3.14. Hasil Iterasi Nilai A

Dari Gambar 3.14. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai


panjang dari bidang aperture antena horn (A) cukup berpengaruh kepada
performa antena. Dimana semakin besar nilai panjang bidang aperture,
maka semakin menurun frekuensi kerja dari antena tersebut.
Untuk iterasi nilai lebar bidang aperture antena horn (B) akan
diperlihatkan pada Gambar 3.15. berikut ini:

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
35

Gambar 3.15. Hasil Iterasi Nilai B

Dari Gambar 3.15. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai


lebar dari bidang aperture antena horn (B) cukup berpengaruh kepada
performa antena. Dimana semakin besar nilai lebar bidang aperture, maka
semakin menurun frekuensi kerja dari antena tersebut.
Untuk iterasi nilai letak batang metal pada bidang vertikal (v), akan
diperlihatkan pada Gambar 3.16. berikut ini:

Gambar 3.16. Hasil Iterasi Nilai v

Dari Gambar 3.16. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai letak
batang metal pada bidang vertikal (v) cukup berpengaruh kepada performa
antena. Dimana semakin besar nilai v, maka semakin meningkat frekuensi
kerja dari antena tersebut.
Untuk iterasi nilai letak batang metal pada bidang horizontal (h),

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
36

akan diperlihatkan pada Gambar 3.17. berikut ini:

Gambar 3.17. Hasil Iterasi Nilai h

Dari Gambar 3.17. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai letak
batang metal pada bidang horizontal (h) cukup berpengaruh kepada
performa antena. Dimana semakin besar nilai h, maka semakin meningkat
frekuensi kerja dari antena tersebut.
Untuk iterasi nilai jarak batang metal dari dinding bidang waveguide
antena horn (Y) akan diperlihatkan pada Gambar 3.18. berikut ini:

Gambar 3.18. Hasil Iterasi Nilai Y

Dari Gambar 3.18. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
37

jarak batang metal dari dinding bidang waveguide (Y) antena horn cukup
berpengaruh kepada performa antena. Dimana semakin besar nilai jarak
batang metal dari dinding bidang waveguide antena horn, maka semakin
menurun frekuensi kerja dari antena tersebut.
Berdasarkan hasil iterasi yang dilakukan sebelumnya, diperoleh
dimensi dari antena horn modifikasi adalah sebagai berikut:
a = 6,2 cm
b = 11,2 cm
c = 6,5 cm
A = 11,9 cm
B = 14,4 cm
C = 10 cm
j = 3,25 cm
t = 2 cm
Y = 9,5 cm
v = 0 cm
h = 0 cm
Dimensi antena horn modifikasi telah berkurang dibandingkan
dimensi antena yang sebelumnya (tanpa penambahan batang metal), dengan
tetap memenuhi spesifikasi yang diinginkan, bahkan nilai gain dari antena
ini naik dibandingkan antena sebelumnya (penambahan nilai gain dapat
dilihat pada pembahasan berikutnya). Besar nilai pengurangan dimensi dari
antena ini dari antena sebelumnya (dalam persen) adalah:

Tabel 3.1. Besar Nilai Pengurangan Dimensi Antena

Sebelum Setelah Persen


Modifikasi Modifikasi Pengurangan
Panjang bidang waveguide 8,66 cm 6,2 cm 28,41 %
Lebar bidang waveguide 16,9 cm 11,2 cm 33,73 %
Panjang bidang aperture 15,58 cm 11,9 cm 23,62 %
Lebar bidang waveguide 20,43 cm 14,4 cm 29,52 %
TOTAL DIMENSI 1257,76 cm 808,50 cm 35,72 %

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
38

Berdasarkan Tabel 3.1. diatas dapat disimpulkan bahwa


pengurangan dimensi antena horn dengan menggunakan teknik penambahan
batang metal telah berhasil tercapai dengan persen pengurangan total
dimensi sebesar 35,72 %.
Untuk hasil simulasi berupa grafik S11 parameter dapat dilihat
pada Gambar 3.19. berikut ini:

Gambar 3.19. Grafik S11 parameter Antena Horn Modifikasi

Dari Gambar 3.19. di atas dapat dilihat bahwa hasil simulasi antena
horn modifikasi ini menunjukkan bahwa bandwidth yang diinginkan telah
tercapai, yaitu sekitar 370 MHz. Frekuensi kerja juga sudah memenuhi
spesifikasi yang diinginkan, yaitu antara 2,79 GHZ – 3,16 GHz. Hal ini
ditunjukkan dari grafik return loss dibawah -14 dB (VSWR ≤ 1,5), seperti
yang sudah dibahas sebelumnya.
Untuk hasil simulasi berupa gain dari antena yang dirancang
dijelaskan pada Gambar 3.20. berikut ini:

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
39

Gambar 3.20. Hasil Simulasi Gain Antena Horn Modifikasi

Dapat dilihat pada Gambar 3.20. di atas bahwa gain yang diperoleh
dari simulasi ini sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan, yaitu 12,2 dB
pada farfield (daerah antena mulai meradiasi). Bahkan nilai gain dari
antena yang sudah dimodifikasi ini lebih besar dari nilai gain dari antena
sebelumnya yang dimensi nya lebih besar (12 dB). Hal ini memungkinkan
bahwa antenna horn modifikasi ini dapat diaplikasikan sebagai pencatu
reflect array antenna.

3.5.4. Antena Horn piramida (dengan menambahkan teknik penambahan


jumlah batang metal pada bidang horizontal)
Selanjutnya akan dilakukan simulasi desain antena horn dengan
menambahkan teknik penambahan jumlah batang metal pada bidang
horizontal yang digabungkan dengan teknik sebelumnya, dalam penulisan
ini penulis menyebut desain ini dengan desain antena horn modifikasi akhir.
Desain dari antena horn modifikasi akhir ini dapat dilihat pada Gambar
3.21. berikut ini:

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
40

Gambar 3.21. Desain dan Parameter Antena Horn Modifikasi Akhir

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
41

Sebelum melakukan perancangan, terlebih dahulu akan dilakukan


iterasi penambahan jumlah batang metal pada bidang horizontal, iterasinya
dapat dilihat pada Gambar 3.22. di bawah ini:

Gambar 3.22. iterasi penambahan jumlah batang metal pada bidang horizontal

Dari Gambar 3.22. di atas, dapat dilihat bahwa hasil s11 parameter
dari antena horn yang paling baik adalah saat jumlah batang metal pada
bidang horizontal sebanyak dua buah (2 x 1). Untuk iterasi penambahan
jumlah batang metal pada bidang vertikal dapat dilihat pada Gambar 3.23. di
bawah ini:

Gambar 3.23. iterasi penambahan jumlah batang metal pada bidang vertikal

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
42

Dari Gambar 3.23. di atas, dapat dilihat bahwa hasil s11 parameter
dari antena horn yang paling baik adalah saat jumlah batang metal pada
bidang vertikal sebanyak satu buah (1 x 1). Sehingga berdasarkan dua iterasi
tersebut didapatkan performa antena yang paling baik yaitu jumlah batang
metal pada bidang horizontal sebanyak 2 buah dan jumlah batang metal
pada bidang vertikal sebanyak satu buah (2 x 1).
Selajutnya akan dilakukan iterasi nilai jarak antar batang metal pada
bidang horizontal (X) untuk memperoleh performa antena yang paling
optimal. Gambar 3.24. di bawah ini akan memperlihatkan hasil iterasi nilai
X:

Gambar 3.24. Hasil Iterasi Nilai X

Dari Gambar 3.24. diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa jarak antar
batang metal pada bidang horizontal (X) tidak terlalu berpengaruh kepada
performa antena.
Berdasarkan hasil perhitungan dan iterasi yang dilakukan
sebelumnya, diperoleh dimensi dari antena horn pada Gambar 3.21. di atas
adalah sebagai berikut:
a = 6,2 cm

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
43

b = 11,2 cm
c = 6,5 cm
A = 11,9 cm
B = 14,4 cm
C = 10 cm
j = 3,25 cm
t = 2 cm
Y = 9,5 cm
X = 1 cm
Dimensi antena horn modifikasi akhir ini sama dengan dimensi
antena horn sebelumnya (antena horn modifikasi). Namun hasil simulasi
nya lebih baik dibandingkan desain sebelumnya. Untuk hasil simulasi
berupa grafik S11 parameter dapat dilihat pada Gambar 3.25. berikut ini:

Gambar 3.25. Grafik S11 parameter Antena Horn Modifikasi Akhir

Dari Gambar 3.25. di atas dapat dilihat bahwa hasil simulasi antena
horn modifikasi akhir ini menunjukkan peningkatan performa antena dari
desain sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari bandwidth yang diperoleh
yaitu sekitar 430 MHz (naik sekitar 60 MHz dari desain antena horn
sebelumnya). Dengan frekuensi kerja yaitu antara 2,79 GHZ – 3,22 GHz.
Hal ini ditunjukkan dari grafik return loss dibawah -14 dB (VSWR ≤ 1,5),

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
44

seperti yang sudah dibahas sebelumnya.


Untuk hasil simulasi berupa gain dari antena yang dirancang
dijelaskan pada Gambar 3.26. berikut ini:

Gambar 3.26. Hasil Simulasi Gain Antena Horn Modifikasi Akhir

Dari Gambar 3.26. di atas dapat dilihat bahwa hasil simulasi antena
horn modifikasi akhir ini menunjukkan peningkatan performa antena dari
desain sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari gain yang diperoleh yaitu
sebesar 12,4 dB (naik 0,2 dB dari desain antena horn sebelumnya). Hal ini
menunjukkan bahwa antena horn modifikasi akhir ini telah berhasil
mencapai spesifikasi yang diinginkan.

3.6 Pembuatan Antena

Setelah mendapatkan dimensi antena yang sesuai dengan spesifikasi yang


ingin dicapai, maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah produksi antena.
Produksi antena horn ini dibuat secara manual, dengan menggunakan fasilitas
yang diberikan oleh PT. Nusatel, di cempaka putih, Jakarta Pusat.
Untuk merancang antena horn dengan frekuensi 2,8 Ghz – 3,1 Ghz
dibutuhkan beberapa alat dan bahan, yaitu:

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
45

Tabel 3.2. Alat dan Bahan


Alat Bahan
1. Tang jepit dan tang potong 1. Plat aluminium 1 mm
2. Gerinda tangan 2. Paku rivet
3. Gergaji tangan 3. N Connector
4. Grinder 4. Kawat tembaga
5. Alat tekuk plat aluminium 5. Mur
6. Bor 6. Baut
7. Tang rivet
8. Alat kikir

Tahapan pembuatan antena dimulai dengan membuat layout dari


dimensi antena horn yang akan dibuat. Kemudian layout tersebut diplot pada plat
aluminium setebal 1 mm. Aluminium setebal 1 mm kemudian dipotong
menggunakan gerinda tangan, dan menggunakan gergaji tangan untuk detail-
detail yang kecil. Setelah terbentuk layout-nya, haluskan tiap sisi aluminium
dengan menggunakan grinder, hal ini penting dilakukan untuk segi keamanan.
Tahap selanjutnya adalah menekuk plat aluminium yang sudah terbentuk
menjadi sebuah antena horn yang telah didesain dan simulasikan sebelumnya
dengan alat tekuk yang disediakan oleh PT. Nusatel. Dengan alat ini, aluminium
setebal 1 mm dapat ditekuk dengan rapi. Apabila sudah terbentuk antena horn,
langkah selanjutnya adalah membolongkan bagian samping antena horn dengan
bor, kemudian dilekatkan dengan menggunaka paku rivet. Paku rivet sebelumnya
harus dipotong terlebih dahulu, agar sisa paku tidak terlalu banyak.
Setelah membuat antena horn, hal selanjutnya yang dilakukan adalah
membolongkan bagian tengah dari waveguide sebagai tempat untuk meletakkan
N-connector. N-connector sebelumnya sudah disambungkan dengan kawat
tembaga dengan cara disolder. Setelah itu langkah selanjutnya adalah
membolongkan bagian samping antena horn untuk memasang batang metal yang
sebelumnya telah dipotong. Setelah terbentuk antena horn dengan penambahan
batang metal yang kokoh, antena dihaluskan kembali menggunakan amplas agar

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
46

terlihat lebih rapi. Hasil akhir antena horn yang dirancang dapat dilihat pada
gambar 3.27.

Gambar 3.27. Desain akhir antena horn

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
BAB 4
HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS

4.1. Kondisi Pengukuran Antena


Berdasarkan proses perancangan dan simulasi, diperoleh rancang
bangun akhir antena dengan performa yang sesuai dengan karakteristik yang
diinginkan. Hasil rancangan tersebut kemudian difabrikasi dan diukur di
dalam ruang anti gema (anechoic chamber) untuk mengetahui performa kerja
dari antena tersebut. Pengukuran antena dilakukan pada jarak far-field dan
untuk mengetahui performa antena saat antena diletakkan pada satelit juga
dilakukan pengukuran antena dengan menggunakan model satelit.

4.1.1. Perhitungan Jarak Far-Field


Pengukuran yang dilakukan di dalam ruang anti gema (anechoic
chamber) dilakukan pada daerah medan far – field, dimana pada daerah
medan ini, antena sudah beradiasi dengan stabil. Jarak dari far – field
bergantung pada dimensi linier terbesar dari antena dan panjang gelombang
antena tersebut. Antena yang akan diukur di dalam ruang anti gema
(anechoic chamber) pada jarak far – field biasa disebut dengan AUT
(Antenna Under Test).
Dimensi linier terbesar dari antena horn untuk pencatu reflect array
antena ini adalah diagonal dari bidang aperture paling ujung dari antena
horn, dengan besar dimensi nya adalah 19,5 cm dengan frekuensi kerja (f)
sebesar 3 Ghz sehingga diperoleh panjang gelombang sebesar 0,1 m, maka
perhitungan jarak far – fieldnya adalah sebagai berikut.

2D 2
R

20,195m 
2


0,1m
 0,7605m

47
Universitas Indonesia

Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012


48

Sehingga area far – field AUT dimulai dari jarak 0,7605 m atau 76,05
cm di depan AUT sampai jarak tak hingga. Dengan jarak far – field sebesar
76,05 cm untuk antena horn ini, dapat dikatakan jarak far – field
pengukuran berada pada kondisi dimana antena sudah dapat beradiasi
dengan stabil hingga hasil pengukuran menjadi lebih akurat.

4.1.2. Perhitungan Ketinggian Antena


Kondisi pengukuran antena yang kedua adalah bahwa AUT dan antena
penguji harus berada dalam keadaan Line of Sight (LOS), dan daerah
Fresnel pertama tidak terganggu oleh penghalang. Besarnya radius daerah
Fresnel pertama perlu dihitung untuk menentukan ketinggian antena.
Ketinggian antena harus dibuat sedemikian sehingga daerah Fresnel pertama
antena tidak menyentuh permukaan lantai ruang anti gema (unechoic
chamber) agar tidak terjadi pantulan sinyal.
Perhitungan radius daerah Fresnel pertama bisa menggunakan
persamaan berikut.

𝑑1 𝑑2
𝐹 = 17.3 ×
𝑓(𝑑1 + 𝑑2 )
Dimana: F = Fresnel zona pertama (m)
𝑑1 , 𝑑2 = jarak AUT ke antena penguji (Km)
f = frekuensi kerja AUT (GHz)

(0,0005 × 0,0005)
𝐹 = 17,3 × = 17,3 × 0,00913 = 0,158 𝑚
3(0,0005 + 0,0005)

Radius daerah Fresnel pertama untuk frekuensi kerja 3 GHz adalah


sebesar 0,158 m atau 15,8 cm. Untuk mencegah terjadinya pantulan pada
lantai maka ketinggian AUT harus lebih dari 15,8 cm. Agar AUT dan antena
penguji bekerja pada daerah Fresnel pertama yang sama maka tinggi kedua
antena haruslah sama. Dalam pengukuran antena, penulis membuat tinggi
kedua antena sebesar 1 m.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
49

4.2. Peralatan yang Digunakan


Pada pengukuran, dibutuhkan perangkat – perangkat untuk mendukung
proses pengukuran dan analisis hasil pengukuran tersebut. Perangkat –
perangkat yang dibutuhkan terbagi menjadi perangkat keras dan perangkat
lunak.

4.2.1. Perangkat Keras (Hardware)


Perangkat keras yang digunakan pada pengukuran adalah sebagai
berikut.
1. Connector N 50 Ohm
Konektor digunakan untuk memberikan port pada antena yang akan
menghubungkan feed line antena dengan saluran transmisi alat ukur network
analyzer.
2. Kabel coaxial RG-55/U Fujikura
Kabel ini digunakan sebagai penghubung antara port pada network analyzer
dan port pada antena.
3. Calibration Kit Agilent 85052D
Peralatan kalibrasi digunakan saat mengkalibrasi network analyzer sebelum
melakukan pengukuran.
4. Network Analizer Agilent N5230C
Network Analizer ini akan digunakan untuk melihat nilai hasil pengukuran
parameterreturn lossdan pola radiasi antena. Untuk mengukur besarnya
return loss, antena diukur dengan menggunakan 1 port, dan untuk
menghitung pola radiasi, digunakan Network Analizer dengan 2 port yang
dihubungkan dengan kabel yang terhubung ke anechoic chamber.
5. 3.5 to 3.5 mm Test Port Cable Set Agilent 58131D-FG
Kabel jenis ini adalah kabel yang digunakan untuk mengkalibrasi Network
6. Rohde & Schwarz HF 907 Double Ridged Horn Antennas
Antena horn ini digunakan sebagai antena pengirim untuk mengetahui pola
radiasi antena dipole lipat yang dibuat.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
50

7. Meteran Laser Digital RL 066 Type DLE Professional (BOSCH)


Alat ini digunakan untuk menghitung jarak antena pengirim dengan antena
penerima

4.2.2. Perangkat Lunak (Software)


Perangkat lunak yang digunakan pada proses pengukuran adalah
sebagai berikut.
1. Microsoft Excel 2007
Perangkat lunak ini digunakan saat mengolah data hasil pengukuran
sehingga dapat ditampilkan pada skripsi ini.

4.3. Pengukuran S11 Parameter


Pengukuran S11 parameter merupakan proses pengukuran untuk
mengetahui nilai return loss dan input impedance. Pengukuran S11 parameter
dilakukan pada medium udara bebas untuk verifikasi kinerja antena horn
modifikasi akhir.
Sebelum proses pengukuran antena uji, dilakukan proses kalibrasi
terhadap network analyser dengan tujuan mendapatkan hasil pengukuran
yang valid. Proses kalibrasi memiliki tahapan sebagai berikut:
1. Network analyzer dinyalakan terlebih dahulu
2. Pasang 3.5 to 3.5 mm Test Port Cable Set Agilent 58131D-FG ke port
yang berada di network analyzer
3. Uji kalibrasi dilakukan dengan 3.5 mm Economy Callibration Kit DC To
26.5 GHz Agilent 85052D. Pada alat kalibrasi ini ada 3 konektor yaitu
open, short, dan broad band load.
4. Pengkalibrasian dilakukan terhadap 3 konektor tersebut sampai
pengkalibrasian berhasil.
Proses pengukuran S11 parameter dimulai dengan antena yang
mempunyai desain dan konfigurasi yang sesuai dengan simulasi. Antena uji
dihubungkan dengan konektor N yang kemudian disambung dengan
network analyzer menggunakan kabel 3.5 to 3.5 mm Test Port Cable Set

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
51

Agilent 58131D-FG. Pada network analyzer dapat dibaca nilai S11


parameter berupa grafik return loss dan input impedance antena. Gambar
4.1. berikut ini adalah grafik s11 parameter hasil pengukuran:

Gambar 4.1. Grafik s11 parameter hasil pengukuran

Pada pengukuran antena horn modifikasi akhir ini hasil yang didapat
sudah sesuai dengan spesifikasi yang ingin dicapai, walaupun tidak sama
persis dengan hasil simulasi. Hal ini dapat dilihat dari bandwidth yang
diperoleh yaitu sekitar 300 MHz. Dengan frekuensi kerja yaitu antara 2,8
GHZ – 3,1 GHz. Hal ini ditunjukkan dari grafik return loss dibawah -14 dB
(VSWR ≤ 1,5), seperti yang sudah dibahas sebelumnya.
Perbedaan antara hasil simulasi dengan hasil pengukuran akan
dijelaskan pada sub bab berikutnya. Berikut Gambar 4.2. yang
menampilkan perbandingan hasil simulasi dengan hasil pengukuran antena
horn modifikasi akhir.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
52

0
-5
-10
[S1,1] in dB

-15
-20
-25
-30
-35
2 2,5 3 3,5 4
Frequency (GHz)
Hasil Pengukuran Hasil Simulasi

Gambar 4.2. Grafik perbandingan hasil simulasi dengan pengukuran antena horn
modifikasi akhir

Dari Gambar 4.2. terlihat adanya sedikit perbedaan antara grafik yang
ditunjukkan oleh hasil simulasi yang ditampilkan oleh garis berwarna biru
dengan garis berwarna merah yang merupakan hasil dari pengukuran
antena. Meskipun begitu, antara hasil simulasi dengan hasil pengukuran,
keduanya telah mencapai spesifikasi yang diinginkan pada penelitian ini,
yaitu pada frekuensi kerja 2,8 GHz – 3,1 GHz.
Dari hasil pengukuran S11 parameter juga didapat nilai input
impedance dari antena horn modifikasi akhir. Nilai input impedance diukur
dengan memplot hasil pengukuran pada Smith Chart. Gambar 4.3. berikut
ini adalah hasil pengukuran input impedance pada antena horn modifikasi
akhir.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
53

Gambar 4.3. Smith Chart input impedance hasil pengukuran antena horn modifikasi
akhir

Pada Gambar 4.3. dapat dilihat bahwa pada frekuensi kerja 2,95 GHz
(frekuensi tengah dari antena) antena horn modifikasi akhir memiliki nilai
input impedance sebesar 54,142 ohm. Hasil ini sudah cukup bagus, karena
mendekati nilai 𝑍0 = 50 ohm (kondisi matching).

4.4. Pengukuran Pola Radiasi


Pengukuran pola radiasi dilakukan dengan menggunakan kedua port
pada network analyzer. Pada port 1 disambungkan ke Antenna Under Test
(AUT) yaitu antena horn modifikasi akhir yang memiliki hasil S11
parameter yang hampir sesuai dengan hasil simulasi yang berfungsi sebagai
antena penerima (Rx). Sedangkan port 2 disambungkan ke antena penguji
yang saat percobaan ini menggunakan antena horn yang juga berfungsi
sebagai antena pengirim (Tx).

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
54

Untuk pengukuran pola radiasi, maka ada syarat yang harus dipenuhi
terlebih dahulu agar hasil yang didapatkan valid. Syarat pengukuran pola
radiasi yaitu jarak AUT dan antena penguji harusnya memenuhi jarak far –
field yang sudah dibahas pada Bab 4.1 dimana far – field dimulai dari jarak
76,05 cm sampai tak hingga. Pada pengukuran pola radiasi, jarak AUT
dengan antena penguji sebesar 1 m. Pengukuran propagasi gelombang antena
dilakukan pada daerah far – field karena medan radiasi pada daerah ini sudah
stabil dan tidak bergantung dengan jarak. Selain itu ketinggian antena uji
perlu dipertimbangkan, hal ini berkaitan dengan Fresnel Zone zona pertama,
dimana kondisi tag antena horn modifikasi dengan antena uji haruslah Line of
Sight (LOS) untuk meminimalkan redaman yang terjadi, dan difraksi
gelombang akibat pantulan propagasi sinyal dari lantai ruang anti gema.
Pengukuran pola radiasi dilakukan dengan melihat nilai S12 yang
ditampilkan pada network analyzer untuk satu putaran dengan interval
pengambilan data per 10º. Data tersebut terlebih dahulu dirata-ratakan
kemudian dinormalisasi terhadap nilai rata-rata maksimum, kemudian diplot
ke grafik hasil pengukuran pola radiasi.

4.4.1. Pola radiasi bidang E


Pengukuran pola radiasi bidang E dilakukan dengan memutar AUT
satu lingkaran penuh dengan antena horn sebagai antena pengirim sekaligus
sebagai antena penguji diposisikan tetap dan berhadapan dengan AUT.
Posisi antena horn modifikasi akhir berada pada sudut theta = 90º, atau
antena horn modifikasi akhir diposisikan horizontal menghadap langit-langit
anechoic chamber. Gambar 4.4. menunjukkan grafik normalisasi
pengukuran pola radiasi pada bidang E.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
55

Pengukuran Medan E
0
340 350 0 10 20
330 30
320 -5 40
310 -10 50
300 -15 60
290 -20 70
280 -25 80
270 -30 90
260 100
250 110
240 120
230 130
220 140
210 150
200 190 170 160
180

Gambar 4.4. Grafik pola radiasi pengukuran antena horn modifikasi akhir pada bidang E

Pada Gambar 4.4. dapat dilihat pola radiasi dari antena horn
modifikasi akhir sudah cukup bagus. Hal ini dapat dilihat dari back lobe
yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan main lobe nya yang cukup
besar. Side lobe nya pun tidak terlalu besar. Hasil pengukuran pola radiasi
antena pada bidang E menghasilkan pola radiasi directional.

4.4.2. Pola radiasi bidang H


Pengukuran pola radiasi bidang H dilakukan dengan memutar AUT
satu lingkaran penuh dengan antena horn sebagai antena pengirim sekaligus
sebagai antena penguji diposisikan tetap dan berhadapan dengan AUT.
Posisi antena horn modifikasi akhir berada pada sudut phi = 90º, atau antena
horn modifikasi akhir diposisikan horizontal menghadap antena penguji.
Gambar 4.5. menunjukkan grafik normalisasi pengukuran pola radiasi pada
bidang H

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
56

Pengukuran Medan H
0
3403500 10 20
330 30
320 -5 40
310 -10 50
300 -15 60
290 -20 70
280 -25 80
270 -30 90
260 100
250 110
240 120
230 130
220 140
210 150
200190 170160
180

Gambar 4.5. Grafik pola radiasi pengukuran antena horn modifikasi akhir pada bidang H

Pada Gambar 4.5. dapat dilihat pola radiasi dari antena horn
modifikasi akhir sudah cukup bagus. Hal ini dapat dilihat dari back lobe
yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan main lobe nya yang cukup
besar. Hasil pengukuran pola radiasi antena pada bidang H menghasilkan
pola radiasi directional.

4.5. Analisa Hasil Pengukuran Pola Radiasi


Dari hasil pengukuran pola radiasi terhadap antena horn modifikasi akhir
didapatkan pola radiasi pada tiap bidang sumbu. Hasil tersebut dapat
dibandingkan dengan hasil pola radiasi pada simulasi. Gambar 4.6.
menunjukkan perbandingan pola radiasi pada bidang-xy pada pengukuran dan
simulasi.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
57

Perbandingan Hasil pengukuran vs Hasil Simulasi


Medan E

0
3403500 10 20
330 30
320 40
310 -10 50
300 60
290 -20 70
280 80
270 -30 90
260 100
250 110
240 120
230 130
220 140
210 150
200190 170160
180

hasil pengukuran

hasil simulasi

Gambar 4.6. Perbandingan pola radiasi bidang E hasil pengukuran dan hasil simulasi

Perbedaan yang terjadi pada pengukuran pola radiasi di bidang E dapat


terlihat pada bentuk grafik yang tidak seragam antara hasil pengukuran dan
hasil simulasi. Perbedaan hasil simulasi dengan hasil pengukuran ini akan
dijelaskan pada sub bab selanjutnya. Namun begitu, antara hasil simulasi
dengan hasil pengukuran, keduanya tetap memiliki jenis pola radiasi yang
sama, yaitu pola radiasi directional.
Sedangkan pada bidang H terjadi perbedaan bentuk grafik antara hasil
pengukuran dengan hasil simulasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.7.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
58

Perbandingan Hasil Pengukuran vs Hasil


Simulasi Medan H
0
3403500 10 20
330 30
320 40
310 -10 50
300 60
290 -20 70
280 80
270 -30 90
260 100
250 110
240 120
230 130
220 140
210 150
200190 170160
180
Hasil Simulasi Hasil Pengukuran

Gambar 4.7. Perbandingan pola radiasi bidang H hasil pegukuran dan hasil simulasi

Perbedaan yang terjadi pada pengukuran pola radiasi di bidang H dapat


terlihat pada bentuk grafik yang tidak seragam antara hasil pengukuran dan
hasil simulasi. Perbedaan hasil simulasi dengan hasil pengukuran ini akan
dijelaskan pada sub bab selanjutnya. Namun begitu, antara hasil simulasi
dengan hasil pengukuran, keduanya tetap memiliki jenis pola radiasi yang
sama, yaitu pola radiasi directional.

4.6. Pengukuran Gain


Hal lainnya yang diukur dalam pengukuran port ganda adalah gain
antena. Untuk mengukur gain antena horn yang dirancang, dibuatlah sebuah
antena dipole yang bekerja pada frekuensi yang sama, yaitu 2,95 Ghz. Antena
dipole ini digunakan sebagai antena referensi.
Kemudian mengukur parameter S12 antena dipole pada medan E,
dengan menggunakan antena penguji, pada sumbu 0o medan E. Nilai yang

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
59

didapat dibandingkan dengan nilai pada S12 antena horn yang dirancang
terhadap antena penguji. Kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus:
G = S12 horn – S12 dipole + 2.15
dengan 2,15 adalah gain dari antena dipole.
Untuk hasil pengukuran data S12 untuk mengukur gain dapat dilihat
pada tabel 4.1.

Tabel 4. 1. Hasil Pengukuran Nilai S12


-48,2dB
Nilai S12 antena horn AUT
-58,7 dB
Nilai S12 antena dipole

Untuk menghitung nilai gain dilakukan perhitungan dengan data yang


telah diukur menggunakan persamaan :
G = S12 horn – S12 dipole + 2.15
= -48,2 – (-58,7) + 2.15
= 12.65
Hasil akhri gain yang didapatkan dari perhitungan adalah 12,65 dB. Nilai
ini mendekati nilai gain pada simulasi sebesar 12,4 dB. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa antena horn yang difabrikasi sudah memiliki nilai gain yang
baik. Nilai gain yang dihitung pada penelitian ini adalah nilai gain maksimum,
yaitu saat berada pada sumbu 0o.

4.6. Analisis Kesalahan Umum


Dari perbandingan yang telah dilakukan pada hasil simulasi dan
hasil pengukuran, terdapat sedikit perbedaan hasil yang diperoleh yang
disebabkan oleh faktor – faktor yang memperngaruhi selama proses
pengukuran berlangsung sehingga hasil pengukuran memiliki keterbatasan
dan berbeda atau mungkin juga tetap sama dengan hasil simulasi. Walaupun

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
60

begitu, antara hasil simulasi maupun hasil pegukuran, keduanya telah


mencapai spesifikasi yang diinginkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi
proses dan hasil pengukuran adalah sebagai berikut.

1. Fabrikasi antena yang dihasilkan tidak sama persis dengan rancang bangun
antena pada simulasi.
2. Kondisi ruangan yang tidak ikut diperhitungkan di dalam proses simulasi
seperti suhu dan kelembapan udara.
3. Proses penyolderan konektor ke kawat yang kurang baik sehingga hasil
pengukuran kurang akurat.

Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
BAB 5
KESIMPULAN

Dari penelitian rancang bangun antena horn dengan frekuensi kerja 2,8
GHz – 3,1 GHz didapatkan hasil yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari hasil simulasi S11 parameter didapatkan frekuensi kerja antena horn
dengan penambahan batang metal yang telah direduksi dimensinya, yaitu
dari 2,79 GHz sampai 3,22 GHz, hal ini ditunjukkan dari grafik return
loss dibawah -14 dB (VSWR ≤ 1,5). Dapat disimpulkan bahwa antena
bekerja pada frekuensi yang diinginkan.
2. Hasil gain antena yang didapat dari simulasi adalah sebesar 12,4 dBi,
beamwidth sebesar 43,1º, dan side lobe level -18,8 dBi.
3. Dimensi antena horn dengan penambahan dua batang metal telah berhasil
direduksi dimensi nya dengan persen pengurangan total dimensi adalah
sebesar 35,72 %
4. Untuk mendapatkan parameter-paremeter antena yang diinginkan, telah
dilakukan iterasi besar panjang dan lebar bidang waveguide, besar
panjang dan lebar bidang aperture, letak dan tinggi connector, serta letak
batang metal.
5. Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan didapatkan frekuensi kerja
antena horn dengan penambahan batang metal yang telah direduksi
dimensinya, yaitu dari 2,8 GHz sampai 3,1 GHz, hal ini ditunjukkan dari
grafik return loss dibawah -14 dB (VSWR ≤ 1,5). Dapat disimpulkan
bahwa antena bekerja pada frekuensi yang diinginkan.
6. Hasil gain antena yang didapat dari pengukuran adalah sebesar 12,65
dBi, yang berarti gain dari antena horn yang telah difabrikasi sudah
mencapai spesifikasi yang ingin diperoleh.
7. Antara hasil simulasi dengan hasil pengukuran, keduanya telah mencapai
spesifikasi yang ingin dicapai pada penelitian ini.
Dari kesimpulan diatas, diketahui bahwa desain dan dimensi yang digunakan
untuk antena horn telah berhasil direduksi dengan menggunakan penambahan
batang metal.

61
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
BAB 6
DAFTAR PUSTAKA

[1] T. H. Gan & E. L. Tan, “Design of Broadband Circular Polarization Truncated


Horn Antenna with Single Feed”, Progress in Electromagnetics Research C,
Vol.24, 197-206, 2011.

[2] Mott Harold, “Antenna for Radar and Communications”, Wilay Intercine, New
York, 1991.

[3] Koerner, M.A., “Gain enhancement of a pyramidal horn using E- and H-plane
metal baffles”,IEEE TRANSACTIONS ON ANTENNAS AND PROPAGATION,
VOL. 48, NO. 4, APRIL 2000, Hal 529-538.

[4] Miller & Beasley, “Modern Electronic Communication”, May 6 2007, Prentice
Hall.

[5] John D. Krous, Antenas,McGraw-Hill Book Company,1988.

[6] Constantine A. Balanis, Antena Theory Analysis And Design, Third Edition,
2005, Wiley-Interscience, New Jersey

[7] Stuart M. Wentworth, Fundamentals of Electromagnetics with Engineering


Applications, Wiley International Edition, 2005, United States

[8] Harvey Lehpamer. Microwave Transmission Networks: Planning, Design,


and Deployment (2nd ed.). New York: McGraw – Hill, 2010.

[9] The Antena Handbook/Edited by Y.T. Lo and S.W. Lee, Voleme II,
1993, Van Nostrand Reinhold, New York

62
Universitas Indonesia
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
Lampiran A : Data Hasil Pengukuran Parameter Return Loss Antena Horn
Freq 2.8625 -22.173382 3.785 -8.9818945
(GHz) S11 (dB) 2.885 -26.870092 3.8075 -9.2136621
1.985 -1.064296 2.9075 -31.755226 3.83 -9.3069019
2.0075 -1.1258012 2.93 -32.509014 3.8525 -9.4390488
2.03 -1.1755782 2.9525 -27.304449 3.875 -9.1450577
2.0525 -1.226617 2.975 -22.303322 3.8975 -9.2868214
2.075 -1.2834768 2.9975 -20.237391 3.92 -8.8026752
2.0975 -1.3583881 3.02 -18.361649 3.9425 -8.428421
2.12 -1.4622114 3.0425 -16.696205 3.965 -7.4746599
2.1425 -1.5098387 3.065 -15.919302 3.9875 -6.8086514
2.165 -1.5341085 3.0875 -14.586248 4.01 -6.2194366
2.1875 -1.6269056 3.11 -14.17511
2.21 -1.6825291 3.1325 -13.259447
2.2325 -1.7573172 3.155 -12.723476
2.255 -1.8639122 3.1775 -12.353293
2.2775 -1.9544895 3.2 -11.545145
2.3 -2.0621123 3.2225 -11.300786
2.3225 -2.1486781 3.245 -10.86123
2.345 -2.2708142 3.2675 -10.418988
2.3675 -2.4386744 3.29 -10.216997
2.39 -2.5847802 3.3125 -9.7465115
2.4125 -2.7633233 3.335 -9.6072464
2.435 -2.9479206 3.3575 -9.258111
2.4575 -3.1827438 3.38 -9.1135597
2.48 -3.5198932 3.4025 -8.9710035
2.5025 -3.7248268 3.425 -8.8200998
2.525 -4.1108332 3.4475 -8.6743631
2.5475 -4.4488959 3.47 -8.498126
2.57 -4.9297423 3.4925 -8.1437693
2.5925 -5.5778294 3.515 -8.0201912
2.615 -6.365078 3.5375 -7.6042657
2.6375 -7.2774515 3.56 -7.1471653
2.66 -8.1418962 3.5825 -6.8379235
2.6825 -8.8913441 3.605 -6.662209
2.705 -9.7019997 3.6275 -6.6925564
2.7275 -10.0861 3.65 -6.6733799
2.75 -10.786732 3.6725 -6.9483409
2.7725 -12.017194 3.695 -7.1264362
2.795 -14.131758 3.7175 -7.4724345
2.8175 -16.735067 3.74 -7.9824185
2.84 -18.657961 3.7625 -8.3544741

63
Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012
Lampiran B : Data Hasil Simulasi Parameter Return Loss Antena Horn
Freq(GHz) S11(dB) 2.4 -2.1144884 2.81 -14.092246
2 -1.3507742 2.41 -2.3138611 2.82 -13.165997
2.01 -1.37138 2.42 -2.4171174 2.83 -11.664347
2.02 -1.3199565 2.43 -2.481822 2.84 -9.8283672
2.03 -1.2629844 2.44 -2.6585147 2.85 -8.2018023
2.04 -1.2464772 2.45 -2.9000068 2.86 -6.7555065
2.05 -1.2407781 2.46 -3.198849 2.87 -5.4445753
2.06 -1.2315513 2.47 -3.5176575 2.88 -4.4407692
2.07 -1.248435 2.48 -3.6463654 2.89 -3.8913181
2.08 -1.2493879 2.49 -3.8753016 2.9 -4.0127106
2.09 -1.2406286 2.5 -4.3027625 2.91 -4.7253985
2.1 -1.2562001 2.51 -4.7942238 2.92 -5.9397764
2.11 -1.2787848 2.52 -5.2837858 2.93 -7.5464153
2.12 -1.2686285 2.53 -5.7965522 2.94 -9.3797159
2.13 -1.2031755 2.54 -6.119173 2.95 -11.715776
2.14 -1.1803114 2.55 -6.6696148 2.96 -14.53574
2.15 -1.1364684 2.56 -7.4714708 2.97 -17.186852
2.16 -1.1575606 2.57 -8.3461494 2.98 -19.430141
2.17 -1.1616229 2.58 -9.0690613 2.99 -19.098455
2.18 -1.1695257 2.59 -9.9794283 3 -17.703259
2.19 -1.1620492 2.6 -11.035809 3.01 -15.72501
2.2 -1.1366986 2.61 -11.822671 3.02 -14.025643
2.21 -1.1226629 2.62 -12.399284 3.03 -13.440573
2.22 -1.1495166 2.63 -13.144651 3.04 -13.850977
2.23 -1.1884342 2.64 -13.672935 3.05 -14.651135
2.24 -1.2093134 2.65 -13.721014 3.06 -15.538384
2.25 -1.2105198 2.66 -13.761263 3.07 -15.913671
2.26 -1.2416495 2.67 -13.19337 3.08 -15.621892
2.27 -1.231608 2.68 -12.163998 3.09 -15.334006
2.28 -1.2476188 2.69 -11.459347 3.1 -15.187218
2.29 -1.2653844 2.7 -10.828381 3.11 -14.812856
2.3 -1.2775482 2.71 -10.188852 3.12 -14.455385
2.31 -1.3182112 2.72 -10.149317 3.13 -13.866768
2.32 -1.3471073 2.73 -10.414485 3.14 -13.342253
2.33 -1.360622 2.74 -10.954194 3.15 -13.092744
2.34 -1.4188111 2.75 -11.631112 3.16 -13.081661
2.35 -1.5166143 2.76 -12.679259 3.17 -12.897161
2.36 -1.6037693 2.77 -13.992851 3.18 -12.630445
2.37 -1.7320744 2.78 -15.086658 3.19 -12.367563
2.38 -1.8226255 2.79 -15.586097 3.2 -12.123722
2.39 -1.9481934 2.8 -15.21847 3.21 -12.176122

64

Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012


65

3.22 -12.246099 3.65 -6.8161502


3.23 -12.299405 3.66 -6.6636224
3.24 -12.365332 3.67 -6.4622288
3.25 -12.457891 3.68 -6.2127585
3.26 -12.727183 3.69 -5.9580398
3.27 -13.012228 3.7 -5.7026782
3.28 -13.370066 3.71 -5.4279404
3.29 -13.83684 3.72 -5.2229199
3.3 -14.351822 3.73 -5.0260639
3.31 -14.747465 3.74 -4.8111167
3.32 -14.669683 3.75 -4.6622028
3.33 -14.8781 3.76 -4.5891161
3.34 -15.264483 3.77 -4.5767517
3.35 -15.940849 3.78 -4.5846066
3.36 -16.39028 3.79 -4.5571566
3.37 -16.620237 3.8 -4.6309047
3.38 -16.643482 3.81 -4.7312241
3.39 -17.022064 3.82 -4.9627476
3.4 -17.746695 3.83 -5.2501521
3.41 -18.57341 3.84 -5.605926
3.42 -18.986601 3.85 -6.1185851
3.43 -18.759886 3.86 -6.7686682
3.44 -18.144892 3.87 -7.4375734
3.45 -17.375093 3.88 -8.1111145
3.46 -16.664417 3.89 -8.8638306
3.47 -15.87018 3.9 -9.6539526
3.48 -15.115372 3.91 -10.079444
3.49 -14.066195 3.92 -10.432865
3.5 -12.887138 3.93 -10.353763
3.51 -12.049471 3.94 -10.266748
3.52 -11.356826 3.95 -10.083512
3.53 -10.712049 3.96 -9.6705503
3.54 -10.153718 3.97 -9.3582716
3.55 -9.3755465 3.98 -8.9751568
3.56 -8.3501444 3.99 -8.3224649
3.57 -7.8426337 4 -7.8337946
3.58 -7.3995485
3.59 -6.9529605
3.6 -6.6761546
3.61 -6.6168008
3.62 -6.7423301
3.63 -6.8653479
3.64 -6.90031

Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012


Lampiran C Data Hasil Simulasi Pola Radiasi Antena Horn
medan E medan H
sudut s12 normalisasi sudut s12 normalisasi
0 -32.7 0 0 -34.9 0
10 -33.2 -0.5 10 -33.6 -1.2
20 -33.7 -1 20 -34.3 -3
30 -35.4 -2.7 30 -36.1 -4.8
40 -39.7 -7 40 -37.5 -6.7
50 -42.3 -9.6 50 -40.1 -10.2
60 -49.3 -16.6 60 -41.5 -12.1
70 -54.5 -21.8 70 -44.2 -15.9
80 -62 -29.3 80 -45.5 -18.5
90 -63.6 -30.9 90 -46 -25.6
100 -63 -30.3 100 -47.3 -23.9
110 -61.4 -28.7 110 -48.9 -25.8
120 -57.2 -24.5 120 -51.6 -21.2
130 -55.5 -22.8 130 -53.1 -22.7
140 -58 -25.3 140 -50.3 -29.9
150 -53.1 -20.4 150 -54.7 -24.3
160 -56 -23.3 160 -56.3 -19.7
170 -58.3 -25.6 170 -58.4 -21.8
180 -61 -28.3 180 -52.7 -22.3
190 -63.4 -30.7 190 -59.2 -28.8
200 -59 -26.3 200 -62.3 -29.7
210 -61.6 -28.9 210 -57.2 -26.8
220 -64 -31.3 220 -56.3 -25.9
230 -63.3 -30.6 230 -57.1 -26.7
240 -63 -30.3 240 -60.7 -26.1
250 -63.7 -31 250 -57.8 -27.4
260 -58.2 -25.5 260 -52.9 -28.9
270 -59.2 -26.5 270 -51.9 -30
280 -61 -28.3 280 -51.5 -24.9
290 -54.1 -21.4 290 -49.1 -22.7
300 -49 -16.3 300 -48.3 -16.8
310 -44.2 -11.5 310 -46.5 -15.3
320 -40 -7.3 320 -44.1 -12.5
330 -37.5 -4.8 330 -41.5 -6.6
340 -34.7 -2 340 -38.6 -4.7
350 -33.9 -1.2 350 -37.1 -1.6

66

Rancang bangun..., Muhammad Ichsan, FT UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai