Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUANFRAKTUR FEMURDI UNIT RAWAT


JALAN POLI ORTHOPHAEDI RSDdr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Aprilita Restuningtyas, S.Kep.
NIM 122311101053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Pengertian
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan baik
yang bersifat total maupun sebagian yang diakibatkan tekanan eksernal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur
femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008).

2. Etiologi
Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Cedera Traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekkuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran atau
penarikan. Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal
berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi karena proses penyakit akibat
berbagai keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan
jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis yang dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapattimbul sebagai salah satu proses yang
progresif.
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena
asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara Spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau
tekanan pada tulang yang terus menerus misalnya penyakit polio dan
orang yang bertugas di bidang kemiliteran.

3. Jaringan Lunak Sekitar Femur


a. Otot
Muskulus femoris superior, mempunyai selaput pembungkus yang
sangat kuat dan disebut fasia lata yang dibagi atas 3 golongan yaitu :
1) Muskulus abduktor yang terdiri dari :
a) Muskulus abduktor maldanus sebelah dalam
b) Muskulus abduktor brevis sebelah tengah
c) Muskulus abduktor longus sebelah luar.
Ketiga otot ini menjadi satu yang di sebut muskulus abduktor
femoralis. Fungsinya menyelenggarakan gerakan abduksi dari
femur.
2.) Muskulus ekstensor (quadriseps femoris) otot kepala empat.
Otot ini merupakan otot yang terbesar dari :
a) Muskulus rektus femoris
b) Muskulus vastus lateralis eksternal
c) Muskulus vastus medialis internal
d) Muskulus vastus intermedial
e) Otot fleksor femoris, yang terdapat di bagian belakang femur
terdiri dari :
 Biseps femoris, otot berkepala dua. Fungsinya
membengkokkan femur dan meluruskan tungkai bawah.
 Muskulus semi membranosus, otot yang seperti selaput.
Fungsinya membengkokkan tungkai bawah.
 Muskulus semi tendinosus, otot seperti urat. Fungsinya
membengkokkan otot bawah serta memutarkan ke dalam.
 Muskulus sartorius, otot penjahit. Bentuknya bentuknya
panjang seperti pita, terdapat di bagian femur. Fungsinya,
eksorotasi femur memutar keluar pada waktu lutut mengentul,
serta membantu gerakan fleksi femur dan membengkokkan
keluar.

b. Pembuluh darah
c. Syaraf
d. Tendon
4. Klasifikasi

Klasifikasi fraktur femur sendiri dibagi menjadi beberapa bagian,


tergantung pada letak fraktur yang terjadi, yaitu:
a. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun
dan lebihsering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang
akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause.
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung, yaitu
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah
trochanter mayorlangsung terbentur dengan benda keras (jalanan)
ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung, yaitu karena gerakan
exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.Fraktur collum femur
sendiri dibagi dalam dua tipe, yaitu: fraktur intrakapsuler dan fraktur
extrakapsuler

Intrakapsuler

Ekstrakapsuler

Gambar 5. Fraktur intrakapsuler dan ekstrakapsuler

b. Fraktur Subtrochanter Femur


Fraktur subtrochanter femur merupakan fraktur dimana garis
patahnyaberada 5 cm distal dari trochanter minor.Fraktur ini dapat
diklasifikasikan kembali berdasarkan posisi garis patahnya, yaitu:
1) tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
2) tipe 2 : garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas
atastrochanter minor
3) tipe 3 : garis patah berada 2-3 inch di bawah dari batas
atastrochanter minor
c. Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung
akibatkecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.Patah tulang yang
terjadi pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak dan dapat mengakibatkan penderita jatuh dalam kondisi
syok.Salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan
adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah.
d. Fraktur Femur Supracondyler
Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang
femur.Sepertihalnya fraktur batang femur, fraktur suprakondiler dapat
dikelola secarakonservatif dengan traksi skeletal dengan lutut dalam
posisi fleksi 90o.Fraktur supracondyler pada fragmen bagian distal
selalu terjadi dislokasi ke arah posterior.Hal ini biasanya disebabkan
karena adanya tarikan dari otot–otot gastroknemius. Biasanya fraktur
supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan
tinggi sehingga terjadi gayaaxialdan stress valgus atau varus dan
disertai gaya rotasi.
e. Fraktur Femur Intercondyler
Fraktur ini juga relatif jarang dan biasanya terjadi sebagai akibat
jatuhdengan lutut dalam keadaaan fleksi dari ketinggian.Permukaan
belakang patella yang berbentuk baji, melesak ke dalam sendi lutut dan
mengganjal di antara kedua kondilus dan salah satu atau keduanya
retak.Pada bagian proksimal kemungkinan terdapat komponen
melintang sehingga didapati fraktur dengan garis fraktur berbentuk
seperti huruf T atau Y.

5. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan
dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang.Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang.Jaringan tulang segera berdekatan ke bagiantulang
yang patah.Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, 1993).

6. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur, yakni:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
daritempatnya. Perubahan keseimbangan dan kontur terjadi, seperti:
1) rotasi pemendekan tulang;
2) penekanan tulang.
b. Bengkak (edema)
Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah
dalamjaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d. Spasme otot (spasme involunters dekat fraktur)
e. Tenderness
f. Nyeri
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot, perpindahan tulang
daritempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensasi
h. Pergerakan abnormal
i. Syok hipovolemik
j. Krepitasi (Black, 1993).

7. Komplikasi
a. Komplikasi Akut
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.

2) Kompartemen sindrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut.Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom (FES)
Komplikasi serius yang seringterjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sellemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darahdan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandaidengan gangguan
pernafasan, tachikardi, hypertensi, tachipnea, dandemam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan.Padatrauma orthopaedic, infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masukke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi biasjuga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pindan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusakatau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawalidengan adanya Volkman’s Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi.Ini biasanya terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi kronis
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuaidengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung.Inidisebabkan karena penurunan supai darah ke
tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-
9bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebihpada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis.Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas).Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaanyang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray).Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukantulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA danlateral.Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perludisadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaanpemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-rayadalah bayangan jaringan lunak,
tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi, trobukulasi ada tidaknya rare fraction,
sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnyaseperti:
1) Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutupyang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yangkompleks dimana tidak pada satu struktur
saja tapi pada struktur lain jugamengalaminya.
2) Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darahdiruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
3) Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-
5),Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

9. Penatalaksanaan
a. Pertolongan pertama
Perdarahan dari fraktur femur, terbuka atau tertutup, adalah antara 2
sampai 4 unit (1-2 liter).Jalur intravena perlu dipasang dari darah
dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan hemoglobin dan reaksi
silang.Jika tidak terjadi fraktur lainnya, kemungkinan transfusi dapat
dihindari, tetapi bila timbul trauma lainnya, 2 unit darah perlu
diberikan segera setelah tersedia. Fraktur terbuka biasanya terbuka
dengan luka di sisi lateral atau depan paha. Debridemen luka perlu
dilakukan dengan cermat dalam ruang operasi dan semua benda asing
diangkat.Jika luka telah dibersihkan secara menyeluruh setelah
debridemen luka dapat ditutup tetapi bila terkontaminasi, luka lebih
baik dibalut dan dirawat dengan jahitanprimer yang ditunda (delayed
primary suture). Antibiotika dan antitetanus sebaiknya diberikan,
seperti pada setiap fraktur terbuka
b. Penatalaksanaan fraktur
Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad (1998), sebelum
menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitife.
Prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
1) Recognition: diagnose dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesa, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal
pengobatan perludiperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan tehnik yangsesuai untuk pengobatan, komplikasi
yang mungkin terjadi selama pengobatan.
2) Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang.
Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi.
Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk
menarik fraktur kemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesegarisan normal/dengan traksi mekanis.Reduksi terbuka
diindikasikan jika reduksi tertutup gagal /tidak memuaskan.
Reduksi terbuka merupakan alat frusasiinternal yang digunakan
itu mempertahankan dalamposisinya sampaipenyembuhan tulang
solidseperti pen, kawat, skrup danplat.
3) Retention
Imobilisasi fraktur tujuannnya mencegahfragmen dan mencegah
pergerakanyang dapat mengancam union. Untuk
mempertahankan reduksi (ektremitasyang mengalami fraktur)
adalah dengantraksi.Traksi merupakan salah satupengobatan
dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulangsebagai
kekuatan dengan control dan tahanan beban keduanya
untukmenyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi
deformitas,mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan
ligamenttubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri,
mempertahankananatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik
tubuh. Ada 2pemasangan traksi adalah: skin traksi dan skeletal
traksi.
4) Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal
mungkin.
10. Terapi Ambulasi Dini
a. Definisi

Terapi rehabilitatif yang dapat dilakukan terhadap klien fraktur


femur adalah latihan ambulasi dini. Ambulasi dini merupakan tahapan
kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi dimulai dari
bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai
berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002).

b. Manfaat
Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan
pasca operasi fraktur karena apabila pasien membatasi pergerakannya di
tempa tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi, pasien akan
semakin sulit untuk memulai berjalan. Manfaat mobilisasi dini antara lain:
1) Menurunkan insiden komplikasi immobilisasi paska operasi,
2) Mengurangi komplikasi respirasi dan sirkulasi,
3) Mempercepat pemulihan peristaltik usus dan kemungkinan distensi
abdomen,
4) Mempercepat pemulihan pasien,
5) Mengurangi tekanan pada kulit,
6) Penurunan intensitas nyeri,
7) Frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal.

c. Tahapan
1) Preambulation bertujuan mempersiapkan oto untuk berdiri dan
berjalan yang dipersiapkan lebih awal ketika pasien bergerak dari
tempat tidur (Hoeman, 2001)
2) Siting balance yaitu membantu pasien untuk duduk disisi tempat
tidur dengan bantuan yang diperlukan.
3) Standing Balance yaitu melatih berdiri dan mulai berjalan.
Saat pasien melakukan latihan ambulasi dini, perhatikan adanya
pusing yang merupakan salah satu tanda dari hipotensi ortostatik.
d. Latihan Wieght Bearing Ambulation
Ambulasi biasanya dimulai dari parallel bars dan untuk latihan
berjalan menggunakan bantuan alat. Ketika pasien mulai jalan perawat
harus tahu weight bearing yang diizinkan pada disfungsi ekstremitas
bawah. Ada tiga jenis weight bearing ambulation, antara lain:
1) Non Weight Bearing (NWB), yaitu tidak menggunakan alat
bantu jalan sama sekali, berjalan dengan tungkai tidak diberi
beban (menggantung) dilakukan selama 3 minggu setelah
paska operasi.
2) Partial Weight Bearing (PWB), yaitu penggunaan alat bantu
jalan pada sebagian aktifitas, berjalan dengan tungkai diberi
beban hanya dari beban tungkai itu sendiri, dilakukan bila
kallus mulai terbentuk (3-6 minggu) setelah operasi.
3) Full Weight Bearing (FWB), semua aktifitas sehari-hari
memerlukan bantuan alat, berjalan dengan beban penuh dari
tubuh, dilakukan setelah 3 bulan pasca operasi dimana tulang
telah terjadi konsolidasi.
Pasien dengan pasca operasi batang femur perlu dilakukan
latihan otot kuadrisep dan gluteal untuk melatih kekuatan otot
dan merangsang pembentukan kallus, karena otot-otot ini
penting untuk ambulasi, proses penyembuhan 10-16 minggu,
berangsur-angsur mulai partial weight bearing 4-6 minggu dan
kemudian full weight bearing dalam 12 minggu.
B. Clinical Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas Pergeseran fragmen Nyeri


tulang tulang

Kerusakan frag
tulang
Perub jaringan
sekitar Laserasi kulit Spasme otot
Tekanan tulang >
Pergeseran frag tinggi dr kapiler
Putus Peningktn teknn
tulang
vena/arteri kapiler
Reaksi stres klien
deformitas Pelepasan
perdarahan
histamin Pelepasan
katekolamin
Gg fungsi
Kehilngn vol Protein plasma
cairan hilang Mobilisasi asam
Gg mobilitas fisik lemak
Shock edema
hipovolemik Bergbng dgn
trombosit
Penekanan pem
Kerusakan
darah emboli
integritas kulit

Penurunan Penyumbatan
perfusi jar pembuluh darah

Gg perfusi
jaringan

Pasien malas
Disuse Sindrom bergerak
C. suhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang
digunkan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah
rasa nyeri yang hebat.Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap mengenai rasa nyeri klien, perawat mengunakan
OPQRSTUV.
O (onset)
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
adalah trauma bagian pada
Q (quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.
R (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha
yang mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan imobilisasi
atau istirahat.
S (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien
antara 2-4 pada skala pengukuran 0-4
T (Treatment)
U (Understanding)
V (Value)
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah
berobt ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang
lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget
menybabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadi osteomielitis akut dan kronis dan penyaklit
diabetes melitus menghambat proses penyembuhan tulang.
4) Riwayat penyaklit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha
adalah faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya,
peran klien dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun masyarakat.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
(status gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien.Tanda-tanda gejala yang perlu
dicatat adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmetis yang bergantung pada keadaan klien), kesakitan
atau keadaaan penyakit (akut, kronis, berat, ringan, sedang, dan
pada kasus fraktur biasanya akut) tanda vital tidak nmormal
karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien
fraktur femur tidak mengalami kelainaan pernafasan.Pada palpasi
thorak, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.Pada
auskultasi tidak terdapat suara tambahan.
3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus
tidak teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada
murmur.

4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.

Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris.,


tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.

Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada penonjolan,


reflek menelan ada.

Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang


lain tidak mengalami perubahan fungsi dan bentuk. Wjah
simetris, tidak ada lesi dan edema.

Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis (pada


klien dengan patah tulang tertutup tidak terjadi perdarahan).
Klien yang mengalami fraktur femur terbuka biasanya
mengfalami perdarahan sehingga konjungtiva nya anemis.

Telinga : Tes rinn dan weber masih dalam keadaan normal.


Tidak ada lesi dan nyeri tekan.

Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping


hidung.

Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak


terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku


klien.Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I: fungsi penciuman tidak ada gangguan.
Saraf II: ketajaman penglihatan normal
Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat kelopak
mata, pupil isokor.
Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah.
Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada faskulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan refleks
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.

d) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak
menga;lami gangguan. Selian itu, timbul nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine.Biasanya klien fraktur femur tidak
mengalami gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk teraba.
Perkusi: suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi
peristaltik normal. Inguinal,genital: hernia tidak teraba, tidak ada
pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.
7) B6 (Bone)
Adannya fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik maupun peredaran darah.
8) Keadaan Lokal
a) LOOK
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupunbuatan seperti
bekas operasi).
Fistulae.Warna kemerahan atau kebiruan (livide)
atauhyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan denganhal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) FEEL (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi
penderitadiperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi).
Padadasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang
perlu dicatat adalah:(a) Perubahan suhu disekitar trauma
(hangat) dankelembaban kulit.(b) Apabila ada pembengkakan,
apakah terdapatfluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).Otot: tonus pada
waktu relaksasi atau konttraksi,benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat padatulang. Selain itu juga diperiksa
status neurovaskuler.Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan
perludideskripsikan permukaannya, konsistensinya,pergerakan
terhadap dasar atau permukaannya, nyeriatau tidak, dan
ukurannya.
c) MOVE
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudianditeruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatatapakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan.Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapatmengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya.Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari
tiaparah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik.Pemeriksaan ini menentukanapakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot,
edema,kerusakan jaringan lunak
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengannyeri/ketidaknyamanan,
imobilisasi
c. Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan dengan
gangguan muskuloskeletal, hambatan mobilitas.
c. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan denganimobilisasi,
penurunan sirkulasi, fraktur terbuka
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan dan
hasil akhir pembedahan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas tulang.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, kerusakan integritas struktur tulang, penurunan
kekuatan otot
c. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan integritas tulang.
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler nyeri, terapi neftriktif (imobilisasi).
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, skrup).
f. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit trauma, jaringan lunak, prosedur ibvasif/traksi
tulang).
g. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
h. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti).
i. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Rencana Perawatan
Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan a. Kaji nyeri pasien dengan pengkajian
cedera fisik. keperawatan selama 3x24 jam nyeri OPQRSTUV
diharapkan nyeri hilang/ berkurang b. Kendalikan faktor lingkungan yang
dengan kriteria hasil: dapat mempengaruhi respon pasien
a. Melaporkan nyeri pada terhadap ketidaknyamanan (misal
skala 0-1 suhu ruangan, pencahayaan, dan
b. TTV dalam batas normal kegaduhan)
c. Ekspresi wajah tidak c. Berikan teknik relaksasi
menahan nyeri d. Ajarkan manajemen nyeri (misal
nafas dalam)
e. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik.
2 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan a. Kaji mobilitas yang ada dan
berhubungan dengan gangguan keperawatan selama 3x24 jam observasi terhadap peningkatan
muskuloskeletal, kerusakan integritas diharapkan pasien mampu kerusakan
struktur tulang, penurunan kekuatan melakukan aktifitas fisik sesuai b. Pantau kulit bagian distal setiap hari
otot. dengan kemampuannya dengan terhadap adanya iritasi, kemerahan.
kriteria hasil: c. Ubah posisi pasien yang imobilisasi
a. Mampu melakukan minimal setiap 2 jam.
perpindahan d. Ajarkan klien untuk melakukan
b. Meminta bantuan untuk gerak aktif pada ekstremitas yang
aktifitas mobilisasi. tidak sakit.
c. Tidak terjadi kontraktur e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
untuk latihan fisik klien.
3 Defisit perawatan diri (mandi, Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan penggunaa alat
eliminasi) berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam bantu
gangguan muskuloskeletal, hambatan diharapkan pasien mengalami b. Kaji kondisi kulit saat mandi
mobilitas. peningkatan perilaku dalam c. Berikan bantuan sampai pasien
merawat diri dengan kriteria hasil: mampu secara mandiri untuk
a. Klien mampu melakukan melakuakn perawatan diri
aktifitas perawatan d. Letakkan sabun, handuk, peralatan
dirisesuai denmgan tingkat mandi, peralata BAB/BAK, didekat
kemampuan klien.
b. Mengungkapkan secara e. Ajarkan pasien atau keluarga untuk
verbal kepuasan tentang menggunakan metode alternaltif
kebersihantubuh, hygiene dalam mandi, hygiene mulut,
mulut. BAB/BAK.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian supositoria kalau terjadi
konstipasi
4 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan a. Kaji adanya faktor resiko yang
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam menyebabkan kerusakan integritas
denganimobilisasi, penurunan diharapkan tidak terjadi kerusakan kulit
sirkulasi, fraktur terbuka integritas kulit secara luas dengan b. Observasi kulit setiap hari dan catat
. kriteria hasil: sirkulasi dan sensori serta perubahan
a. Nyeri lokal ekstremitas yang terjadi
tidak terjadi c. Berikan bantalan pada ujung dan
b. Menunjukkan rutinitas sambungan traksi
perawatan kulit yang d. Jika memungkinkan ubah posisi 1-2
efektif. jam secara rutin
e. Konsultasikan ka ahli gizi untuk
maknan tinggi protein untuk
membantu penmyembuhan luka
5 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji dan dokumentasikan tingkat
prosedur tindakan pembedahan dan keperawatan selama 3x24 jam kecemasan klien
hasil akhir pembedahan diharapkan tingkat kecemasan b. Kaji cara pasien untuk mengatasi
berkuranmg dengan kriteria hasil: kecemasan
a. Tidak menunjukkan c. Sediakan informasi yang aktual
perilaku agresif tentang diagnosa medis dan
b. Melaporkan tidak ada prognsis
manifestasi kecemasan d. Ajarkan ke pasien tentang
secara fisik. peggunaan teknik relaksasi

4. Discharge Planning
a. Persiapan perawatan di rumah
Hal yang harus dikaji meliputi tingkat pengetahuan klien dan keluarga dan lingkungan rumah. Hal-hal yang
memungkinkan jauh dan celaka harus dihilangkan. Ruang harus bebas/minimal perabot untuk memudahkan klien
bergerak dengan alat bantu. Toilet duduk bisa disiapkan untu membantu kemandirian klien dalam bereliminasi
b. Edukasi klien/keluarga
Klien dengan fraktur biasanya dipulangkan kerumah masih dalam keadaan memakai balutan, splint, gips atau fiksasi
eksternal. Perawa harus menyiapkan instruksi verbal/tertulis untuk klien/keluarga/caregiver bagaimana mengkaji dan
merawat luka untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah infeksi. Klien dan keluarga harus tahu bagaimana
komplikasi/tanda-tanda komplikasi dan dimana serta kapan harus menemui atau kontak dengan tenaga kesehatan
profesional
c. Psikososial
Perawat mengidentifikasi masalah potensial/aktual dirumah sakit dan mengatur untuk evaluasi di rumah.

Anda mungkin juga menyukai