Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

GANGGUAN SOMATOFORM

Disusun Oleh:
Yolanda Kesuma
11 2014 236

Pembimbing
dr. Endang, Sp.KJ

Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Jiwa


RSJD dr. Amino Gondohutomo – Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Jakarta
Oktober 2016

0
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
Gangguan Somatisasi .......................................................................................................... 6
Gangguan Somatoform Tak Terinci ................................................................................... 8
Gangguan Hipokondrik ....................................................................................................... 11
Disfungsi Otonomik Somatoform ....................................................................................... 13
Gangguan Nyeri Somatoform Menetap .............................................................................. 14
Gangguan Somatoform Lainnya ......................................................................................... 16
Gangguan Konversi ............................................................................................................ 16
Gangguan D ismorfik Tubuh .............................................................................................. 19
BAIII PENUTUP ................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 23

1
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik
(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan
medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan
penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien
untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan
somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu
penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah
tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.1
Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dan
tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Gejala tidak spesifik dari beberapa
sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita somatoform disorder,
maka diagnosis anxietas sering disalah diagnosis menjadi somatoform disorder, begitu pula
sebaliknya. Pada DSM-IV ada 4 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu
hipokhondriasis, gangguan somatisasi, gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform.2
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang
lebih lanjut.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan
ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh
penyebab kerusakan fisik. Pada gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang
mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat
ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan
emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau
pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau
gangguan buatan.3

2.2 Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi
gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism
(hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan.4
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut:3
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan
somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit” yang
dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
 Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang
tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
 Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
 Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan

3
dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang
dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang
terlibat adalah sebagai berikut:
 Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).
 Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls
yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi).
 Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).

2.3. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang
mendasari keluhannya.1,2,5
Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau
ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan
aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat
dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang
lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan
kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana
seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun
tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.1,4,5
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang
lebih lanjut.2
Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita
penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.

4
Gambaran keluhan gejala somatoform:
Neuropsikiatri:
- “Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik”;
- “Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”
Kardiopulmonal:
- “Jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”
Gastrointestinal:
- “Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang
dapat menyembuhkannya”
Genitourinaria:
- “Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun
tidak di temukan apa-apa”
Musculoskeletal
- “Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu”
Sensoris:
- “Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan
membantu”
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi,
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

2.4 Klasifikasi Gangguan Somatoform


Terdapat beberapa versi penggolongan gangguan somatoform.5
1. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth edition
(DSM-IV) terdapat 7 gangguan di dalam kategori gangguan somatisasi
a. Gangguan somatisasi (somatization disorder)
b. Gangguan somatisasi tidak terinci (undifferentiated somatoform disorder)
c. Gangguan konversi (conversion disorder)
d. Gangguan nyeri (pain disorder)
e. Hipokondriasis (hypochondriasis)
f. Body Dysmorphic Disorder (BDD)
g. Gangguan somatoform yang tidak tergolongkan (somatoform disorder not
otherwise specified-NOS)
2. Menurut ICD-10/PPDGJ-III

5
a. Gangguan somatisasi (F.45.0)
b. Gangguan somatoform tidak terinci (F.45.1)
c. Gangguan hipokondrik (F 45.2)
d. Disfungsi otonomik somatoform (F 45.3)
e. Gangguan nyeri somatoform menetap (F 45.4)
f. Gangguan somatoform lainnya (F. 45.8)

F. 45.0 Gangguan Somatisasi.2-7


Definisi
Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang
beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia
remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut
perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau
pekerjaan.
Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ yang
berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem menstruasi/seksual,
orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik, gastrointestinal, genitourinaria,
kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang
dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan
ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering
memanfaatkan pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab
fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui.
Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali
menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.

Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar
untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan
perhatian dari keluarga dan orang lain

Epidemiologi
- Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda
- Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun

6
- Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko 10-
20 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi


Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
 Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
 Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
 Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
atau:
 Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun
 Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,
- 4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala,
perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama
hubungan seksual, atau selama miksi)
- 2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung,
muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis
makanan)
- 1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi
seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi
berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
- 1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada
kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau
keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau
nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia;
atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
 Salah satu (1) atau (2):
- Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan
suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

7
- Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan
yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
 Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau
pura-pura).
Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial:
Aksis I: Gangguan somatoform, somatisasi
Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV: masalah dengan keluarga
Aksis V: GAF Scale 51-60: gejala sedang, disabilitas sedang

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Anti anxietas dan antidepressan

Prognosis
Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan.
Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.

8
F.45.1 Gangguan Somatoform Tak Terinci.2-7
Etiologi
Tidak diketahui

Epidemiologi
Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa dan 20 % menyerang wanita.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang tak terperinci


 Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran
klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
 Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi
tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.
atau :
- Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
- Salah satu (1) atau (2)
· Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi
medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek
cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
· Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan
sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan
menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
- Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Durasi gangguan sekurangnya
enam bulan.
- Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
- Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura)

9
Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial
Aksis I: Gangguan somatoform Tak Terperinci
Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV:
Aksis V: GAF Scale 61-70

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Anti anxietas dan antidepressant (kalau perlu)
Prognosis
Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala yang lebih
dominan.

10
F.45.2 Gangguan Hipokondrik.2-7
Definisi
Hipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita, atau
keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar
medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan somatisasi dimana
pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan
terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk
makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom fisik yang
dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti
kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis
bahwa ketakutan itu tidak berdasar. Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30
tahun, meski dapat terjadi di usia berapapun.
Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya.
Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan sistem
pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi
yang biasanya ditemukan sikap ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang
dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simptom dan
hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam
sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri.
Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya
keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran
akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan yang lebih
buruk daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain, terutama
depresi mayor dan gangguan kecemasan.

Etiologi
Masih belum jelas

Epidemiologi
Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama

11
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:
 Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak
sampai waham)
 Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya

Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis:


- Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu
penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala
tubuh.
- Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat.
- Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan
(seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6
bulan.
- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial
Aksis I: Gangguan somatoform, hipokondriasis
Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III: tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV:
Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

12
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Therapi kognitif-behaviour
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
2. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/
hari) dibandingkan dengan obat lain.

Prognosis
10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset yang
berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.

F.45.3 Disfungsi Otonomik Somatoform.2-7


Kriteria diagnostik yang diperlukan :
- Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang
sifatnya menetap dan mengganggu
- Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas)
- Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius
yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan maupun penjelasan
dari dokter
- Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari
sistem/organ yang dimaksud

13
- Kriteria ke 5, ditambahkan :
F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular
F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas
F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah
F.45.33 = Sistem Pernapasan
F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria
F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya

F. 45.4 . Gangguan Nyeri Somatoform Menetap.2-7


Definisi
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan
faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Pasien sering
wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya
secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau
berlangsung bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian
tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya.
Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri
yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran sensoris
dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan
menjadi lebih sakit atau lebih berkurang. Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah
bertindak sebaliknya.

Etiologi
Tidak diketahui

Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan nyeri
punggung.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri


- Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis
- Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

14
- Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannya nyeri.
- Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
- Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Contoh Penulisan Diagnosis Multiaksial


Aksis I: gangguan somatoform, nyeri menetap
Aksis II: tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III: tidak ada
Aksis IV:
Aksis V: GAF Scale 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul
5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas
tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitif-
behavioural
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

15
3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan pada
opioid
4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID
5. Pertimbangkan akupunktur

Prognosis :
Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,
cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

F.45.8 Gangguan Somatoform Lainnya.2-7


Pedoman Diagnostik :
- Keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada bagian
tubuh/sistem tertentu
- Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan
- Termasuk didalamnya ”globus histericus”(perasaan ada benjolan di kerongkongan yang
menyebabkan disfagia), tortikolis psikogenik dangangguan gerakan spasmodic lainnya
(kecuali sindrom Tourette), pruritus psikogenik, dan dismenore psikogenik

Tambahan DSM IV
Gangguan Konversi.5
Definisi
Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau kendala
dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan
konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan
penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom
fisik. Simptom-simptom itu tidak dibuat secara sengaja atau yang disebut malingering.
Simptom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang
tentara dapat menjadi “lumpuh” saat pertempuran yang hebat, misalnya.
Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa
gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif
yang direpresikan ke simptom fisik. Gangguan ini sebelumnya disebut neurosis histerikal
atau histeria dan memainkan peranan penting dalam perkembangan psikoanalisis Freud.

16
Menurut DSM, simptom konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis umum
yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunter atau fungsi
sensoris. Beberapa pola simptom yang klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsi, masalah
dalam koordinasi, kebutaan, dan tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di
depan mata), kehilangan indra pendengaran atau penciuman, atau kehilangan rasa pada
anggota badan (anastesi).
Simptom-simptom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering kali tidak
sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya konversi epilepsi, tidak seperti pasien
epilepsi yang sebenarnya, dapat mempertahankan kontrol pembuangan saat kambuh; konversi
kebutaan, orang yang penglihatannya seharusnya mengalami hendaya dapat berjalan ke
kantor dokter tanpa membentur mebel; orang yang menjadi “tidak mampu” berdiri atau
berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal.

Etiologi
- Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud: disebabkan ketika seseorang
mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun
afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan
dari kesadaran.
- Teori behavioral, Ullman & Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), terjadi
karena individu mengadopsi simptom untuk mencapai suatu tujuan. Individu berusaha
untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang
dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan
bereaksi.

Epidemiologi
Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-anak
(akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan setelah 35 tahun.

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi


Ciri-ciri diagnostik dari gangguan konversi adalah sebagai berikut:
 Paling tidak terdapat satu simptom atau defisit yang melibatkan fungsi motorik
volunternya atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya gangguan fisik.

17
 Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena onset atau
kambuhnya simptom fisik terkait dengan munculnya
 Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simptom fisik tersebut atau berpura-
pura memilikinya dengan tujuan tertentu.
 Simptom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respon, juga tidak
dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apa pun melalui landasan pengujian yang tepat.
 Simptom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau lebih
area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin perhatian
medis.
 Simptom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual, juga tidak
dapat disebabkan oleh gangguan mental lain. Akan tetapi, beberapa orang dengan
gangguan konversi menunjukkan ketidakpedulian yang mengejutkan terhadap
simptom-simptom yang muncul, suatu fenomena yang diistilahkan sebagai la belle
indifference (“ketidakpedulian yang indah”).

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Akut: yakinkan, sugesti pasien untuk mengurangi gejala
5. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik), hipnoterapi, behavioural terapi
6. Kronik: Eksplorasi lebih lanjut mengenai konflik yang bersifat interpersonal pada
pasien
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

18
3. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik)

Prognosis
Baik, jika onset awal ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia masih baik, segera
dilakukan treatment. Prognosis buruk jika terjadi hal sebaliknya.

Gangguan Dismorfik Tubuh.5


Definisi
Gangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh kepercayaan
palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat. Orang
dengan gangguan ini terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan
dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk
memeriksakan diri di depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba
memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik yang tidak
dibutuhkan, menarik diri secara sosial atau bahkan diam di rumah saja, sampai pada pikiran-
pikiran untuk bunuh diri. Orang dengan gangguan dismorfik tubuh sering menunjukkan pola
berdandan atau mencuci, atau menata rambut secara kompulsif, dalam rangka mengoreksi
kerusakan yang dipersepsikan. Contoh lain, seseorang merasa wajahnya seperti piringan,
terlalu rata, sehingga tidak mau difoto. Mereka dapat melakukan apa saja untuk memperbaiki
keadaan yang “rusak” tersebut.
Pada gangguan dismorfik tubuh, individu diliputi dengan bayangan mengenai
kekurangan dalam penampilan fisik mereka. Membuatnya bisa berlama-lama berkaca di
depan cermin memandang bentuk tubuh yang dianggapnya kurang, sering pasien mendatangi
spesialis bedah dan kecantikan.

Etiologi
Tidak Diketahui

Epidemiologi
Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan
biasanya berkaitan dengan depresi, fobia sosial, gangguan kepribadian

19
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
- Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali
tubuh, kekhawatiran orang tersebut menjadi berlebihan.
- Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
- Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
4. Khususnya menghindari pembedahan
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Terapi kognitif-behavioural
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriacal dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/
hari) dibandingkan dengan obat lain

Prognosis
Bervariasi

20
Pendekatan Penanganan
Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan somatoform adalah
sebagai berikut:
- Penanganan Biomedis
Pada penanganan biomedis dapat digunakan antidepresan yang terbatas dalam
menangani hipokondriasis yang biasanya disertai dengan depresi.
- Terapi Kognitif-Behavioral
Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement
sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk
mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai
kesehatan atau penampilan seseorang. Terapi ini berusaha untuk mengintegrasikan teknik-
teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu individu melakukan perubahan-perubahan,
tidak hanya pada perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang
mendasarinya.
Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada
pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderita
gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau
kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan
klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara meyemangati mereka untuk
mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

21
BAB III
PENUTUP

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik
(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan
medis yang adekuat. Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya
gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal
tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan
adanya faktor psikologis atau konflik.
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang
mendasari keluhannya.
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi gangguan somatisasi
(F.45.0), gangguan somatoform tidak terinci (F.45.1), gangguan hipokondrik (F 45.2),
disfungsi otonomik somatoform (F 45.3), gangguan nyeri somatoform menetap (F 45.4),
gangguan somatoform lainnya (F. 45.8). Sedangkan pada DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima
sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan
gangguan dismorfik tubuh.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka


Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Jakarta:
Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat.
2. Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI
3. Nevid, J.S. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I . Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
4. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura.
5. Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2007). Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York:
Lippincott William&Wilkins.

6. Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta


7. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan.
Surabaya: Airlangga University Press.

23

Anda mungkin juga menyukai