Anda di halaman 1dari 33

II.

Konsep Teori Diabetes Melitus


A. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah suatu keadaan ketika tubuh tidak mampu
menghasilkan atau menggunakan insulin (hormon yang membawa
glukosa darah ke sel-sel dan menyimpannya sebagai glikogen). Dengan
demikian, terjadi hiperglikemia yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak serta menimbulkan
berbagai komplikasi kronis pada organ tubuh (Mansjoer dkk., 2000;
Sukarmin )
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara
genetic dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson, 1995).
Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh
ketidaseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin (H. Rumahorbo,
1999). Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang
gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas
mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri
kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher
pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih
dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher
pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus
unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
a. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk
mengeluarkan getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin
dan glukagon langsung kedalam darah.

24
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap
pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun
mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans
mengandung tiga jenis sel utama, yakni selalfa, beta dan delta. Sel
beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B
merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan
bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B ,
molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan
seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena
perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin.
Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian
diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula
yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu
proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah
luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran
basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler
untuk mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang
mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon.
Sel delta yang
merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin
(Pearce, 2000)
2. Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam
tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel
dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan
sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu
insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu
glukagon.
Fisiologi Insulin : Hubungan yang erat antara berbagai jenis
sel dipulau

25
langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung
sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin
menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi
glukagon dan insulin. Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh
sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin
diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar
glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin
bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah
berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera
digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati
(Guyton & Hall, 1999)

B. Etiologi
Perkeni (2006) mengklasiflkasikan diabetes melitus menjadi empat,
yaitu diabetes ripe-1 (diabetes bergantung insulin) dan diabetes tipe-2
(diabetes tidak bergantung insulin), diabetes tipe lain, serta diabetes
karena kehamilan.
1. Diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus [IDDMD
Merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel f3
pankreas sehingga timbul defisiensi insulin absolut. Pada DM tipe-I
sistem imun tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak
sel-sel penghaSil insulin yang terdapat Pada pankreas. Belum
diketahui hal apa yang memicu terjadinya kejadian autoimun ini,
namun bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor genetik dan
faktor lingkungan seperti infeksi virus tertentu berperan dalam
prosesnya. Sekitar 70-90% sel [3 hancur sebelum timbul gejala klinis
Pasien DM tipe-l harus menggunakan injeksi insulin dan
menjalankan diet secara ketat.
2. Diabetes tipe-2 atau (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus [N
lDDM ]) Diabetes tipe ini merupakan bentuk diabetes yang paling
umum Penyebabnya bervariasi mulai dominan resistansi insulin

26
disertasi delisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin
disertai resistansi insulin. Penyebab resistansi insulin pada diabetes
sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan
antara lain sebagai berikut.
a. Kelainan genetik.
b. Usia Umumnya manusia mengalami penurunan fisikologis yang
secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi
endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
c. Gaya hidup dan stres. Stres kronis cenderung membuat seseorang
mencari makanan yang cepat saji kaya pengawet, lemak, dan gula.
Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres
juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan
kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan
kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah
rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
d. Pola makan yang salah.
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan
risiko terkena diabetes.
e. Obesitas (terutama pada abdomen).
Obesitas mengakibatkan sel-sel {3 pankreas mengalami
hipertrofi sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan
produksi insulin. Peningkatan BB 10 kg pada pria dan 8 kg pada
wanita dari batas normal IMT (indeks masa tubuh) akan
meningkatkan risiko DM tipe 2 (Camacho, RM, dkk., 2007).
Selain itu pada obesitas juga terjadi penurunan adiponektinv
Adiponektin adalah hormon yang dihasilkan adiposit, yang
berfungsi untul‘ memperbaiki sewitiVitas insulin dengan cara
menstimulasi peningkatav penggunaan glukosa dan oksidasi
asam lemak otot dan hati sehingga kadaf trigliserida turun.
Penumnan adiponektin menyebabkan resistansi insulin,

27
Adiponekiin berkorelasi positifdengan HDL dan berkorelasi
negatifdengan LDL (Renaldy, 0., 2009; Umar, H. dan Adam la:
2009)
f. Infeksi.
Masuknya bakteri atau Virus ke dalam pankreas akan berakibat
rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada
penurunan nfungsi pankreas.
3. Diabetes tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta (maturity onset diabetes of the
young [MODY] 1,2,3 dan DNA mitokondria).
b. Defek genetik kerja insulin.
c. Penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, tumor/pankreatektomi,
dan pankreatopati fibrokalkulus).
d. Infeksi (rubella kongenital, sitomegalovirus).
4. Diabetes melitus gestational (DMG)
Diabetes ini disebabkan karena terjadi resistansi insulin selama
kehamilan dan biasanya kerja insulin akan kembali normal setelah
melahirkan.

C. Patopisiologi
Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan
efek utama kekurangan insulin, yaitu sebagai berikut.
1. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang
mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai
setinggi 300 sampai 1.200 mg per 100 ml.
Insulin berfungsi membawa glukosa ke sel dan
menyimpannya sebagai glikogen. Sekresi insulin normalnya terjadi
dalam dua fase yaitu (a) fase 1.terjadi dalarn beberapa menit setelah
suplai glukosa dan kemudian melepaskan cadangan insulin yang
disimpan dalam sel [3, dan (b) fase 2, merupakaq pelepasan insulin
yang baru disintesis dalam beberapa jam setelah makan' Pada DM

28
tipe 2, pelepasan insulin fase 2 sangat terganggu (Brashers,
v.1,“ 2008).
2. Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak
sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun
pengendapan lemak pada dinding vaskular.
3. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

Keadaan patologi tersebut menurut Sukarmin dan S. Riyadi (2008


dalam Camacho, P.M., dkk., 2007; Baradero, M., dkk., 2009) akan
mengakibatkan beberapa kondisi seperti berikut ini.

1. Hiperglikemia
Normalnya asupan glukosa atau produksi glukosa dalam tubuh akan
difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa
itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energi, apabila bahan
energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai
glikogen dalam sel hati dan sel otot (sebagai massa sel otot). Proses
ini tidak dapat berlangsung dengan baik pada penderita diabetes
sehingga glukosa banyak yang menumpuk di darah (hiperglikemia).
Proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin
diawali dengan berkurangnya transpor glukosa yang melintasi
membran sel. Kondisi ini memicu terjadinya penurunan
glikogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) namun tetap
terdapat kelebihan glukosa dalam darah sehingga meningkatkan
glikolisis (pemecahan glikogen). Cadangan glikogen menjadi
berkurang dan glukosa yang tersimpan dalam hati dikeluarkan
ternsmenerus melebihi kebutuhan. Peningkatan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa dari unsur nonkarbohidrat seperti asam
amino dan lemak) juga terjadi sehingga glukosa dalam hati semakin
banyak yang dikeluarkan.
Hiperglikemia berbahaya bagi sel dan sistem organ karena
pengaruhnya terhadap sistem imun, yang dapat memediasi
terjadinya inflamasi. Inflamasl ini mengakibatkan respons vaskular
(antara lain memudahkan terjadinya gagal jantung), r65pons sel otak,

29
kerusakan saraf, penurunan aktivitas iibrinolisié plasma, dan
aktivitas aktivator plasminogen jaringan. Seseorang dengaI’ kondisi
hiperglikemia akan mudah terinfeksi karena adanya disfungsi
fagosil serta merangsang inflamahi akut yang tampak dari terjadinya
peningkatal‘ petanda sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis
factor-a (TNF-a) dan interleukin~6 (1L 6). Peningkatan pctanda
sitokin inflamasi tersebu kemungkinan terjadi melalui induksi faktor
transkripsional proinflamasi, yaitu nuclear jizctor (N F-B) (PB
PAPDI, 2013).
2. Hiperosmolaritas
Hiperosmolaritas adalah suatu keadaan seseorang dengan kelebihan
tekanan osmotik pada plasma sel karena adanya peningkatan
konsentrasi zat. Hiperosmolaritas terjadi karena adanya peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah (yang notabene komposisi
terbanyaknya adalah zat cair). Peningkatan glukosa ini
mengakibatkan kemampuan ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorpsi
glukosa menurun sehingga glukosa terbuang melalui urine
(qukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis
menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan
berakibat peningkatan volume air (poliuria). Kondisi ini dapat
berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (K.HHN).
3. Starvasi selular Starvasi selular merupakan kondisi kelaparan yang
dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel
banyak sekali glukosa. Dampak dari starvasi selular akan terjadi
proses kompensasi selular agar tetap mempertahankan fungsi sel.
Proses itu antara lain sebagai berikut.
a. Sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen jika tidak terdapat
pemecahan glukosa, mungkin juga akan menggunakan asam
lemak bebas (keton). Kondisi ini berdampak pada penurunan
massa otot, kelemahan otot, dan perasaan mudah lelah.
b. Starvasi selular mengakjbatkan peningkatan metabolisme protein
dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan

30
untuk glukoneogenesis dalam hati. Perubahan ini berdampak
pada penurunan sintesis protein. Depresi protein akan
mengakibatkan tubuh menjadi kurus, penurunan resistansi
terhadap infeksi, dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak
(sulit sembuh kalau ada cedera).
c. Starvasi sel juga berdampak pada peningkatan mobilisasi dan
metabolisme lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan
giiserol yang meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat
bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk
melakukan aktivitas sel.

31
D. Pathway

32
E. Manifestasi Klinik
1. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma
meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel
berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke
ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
2. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan
sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin
selalu minum (polidipsia).
3. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya
kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang
akan lebih banyak makan (poliphagia).
4. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme,
akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan
terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
5. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Glukosa Urin
Pada umumnya, jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin
orang normal sukar dihitung, sedangkan pada kasus diabetes,

33
glukosa yang dilepaskan jumlahnya dapat sedikit sampai banyak
sekali sesuai dengan berat penyakitnya dan asupan
karbohidratnya.
b. Kadar glukosa darah puasa
Kadar glukosa darah sewaktu pada pagi hari, normalnya ialah 80
mg/dl dan 110 mg/dl dipertimbangkan sebagai batas normal atas
kadar normal. Kadar glukosa diatas nilai ini seringkali
menunjukkan adanya penyakit diabetes mellitus.
c. Uji toleransi glukosa
Didapatkan bila orang normal yang puasa memakan 1 gram
glukosa per kilogram berat badan maka kadar glukosa darahnya
akan meningkat dari kadar kira – kira 90 mg/dl menjadi 120-140
mg/dl dan dalam waktu 2 jam kadar ini kan menurun ke nilai
normalnya.
d. Pernapasan aseton
Sejumlah kecil asam asetoasetat, yang sangat meningkat pada
penderita
diabetes berat dapat diubah menjadi aseton. Aseton bersifat
mudah
menguap dan dikeluarkan melalui udara ekspirasi, akibatnya
seringkali
seseorang dapat membuat diagnosis diabetes mellitus hanya
dengan
mencium bau aseton pada napas pasien. (Guyton & Hall, 1996).
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Insulin darah
Mungkin menurun bahkan sampai tidak ada ( pada tipe I ) atau
normal
sampai tinggi ( tipe II ) yang mengidentifikasi insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaan ( endogen atau eksogen )

34
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Penyuluhan/pendidikan kesehatan
Penyuluhan tentang diabetes, adalah pendidikan dan
pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien
diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan
penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih
baik (Long, 1996)
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua
pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan
tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai
berikut :
b. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai
dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik
praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu
Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali
kelebihan kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan

35
wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan
kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi
(gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi
stress akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori
terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa
porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
c. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olah
raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga
sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging
2. Penatalaksanaan secara medis
a. Obat Hipoglikemik Oral
1) Golongaan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan
dengan obat golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa
glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek
utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta
pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM
tipe 2 dengan berat badan berlebihan.
2) Golongan Biguanad /metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,
memperbaiki pengambilan glukosa dari jaringan (glukosa
perifer) dianjurkan sebagai obat tinggal pada pasien kelebihan
berat badan.

36
3) Golongan Inhibitor Alfa Glikosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di
saluran pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula
sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula
puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe 1 yang Human Monocommponent Insulin (40
UI dan 100 UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid.
Injeksi insulin dapat diberikan kepada penderita DM tipe11
yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak
berhasil dengan penggunaan obat-obatan anti DM dengan
dosis maksimal atau mengalami kontra indikasi dengan obat-
obatan tersebut. Bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar
asidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien
operasi berat , wanita hamil dengan gejala DM yang tidak
dapat dikontrol dengan pengendalian diet.
2) Jenis insulin
a) insulin kerja cepat
Jenisnya adalah reguler insulin, cristalin zinc, dan
semilente.
b) Insulin kerja sedang
Jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon),
globinzinc, lente.
c) Insulin kerja lambat
Jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin) (Long, 1996

H. Komplikasi
Menurut Corwin, E. J. (2001) dan scobie, I.N. (2007) diabetes mellitus
dapat berkembang menjadi penyakit-penyakitlain, baik akut maupun
kronik.
1. Komplikasi yang bersifat akut

37
a. Koma Hipoglikemia
Kondisi yang ditandai adanya dengan penurunan glukosa darah
kurang dari 60 mg/dL. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada
DM tipe 1. Penyebabnya adalah pemberian dosis insulin yang
berlebih sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah.
b. Krisis hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan kondisi serius pada DM, baik tipe 1
maupun 2. Terjadi dalam bentuk ketoasidosis dan koma
hiperglikemia non-ketotik.
c. Efek somagyi
Efek somagyi adalah penurunan unik kadar glukosa darah pada
malam hari, diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya.
Penyebab hipoglikemia malam hari kemungkinan besar
berkaitan dengan penyuntikan insulin di sore hari.
2. Komplikasi yang bersifat kronik.
a. Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar,
pembuluh darah jantung, pembuluh darah terapi dan pembuluh
darah otak. Komplikasi Makroangiopati adalah penyakit
vaskuler otak (stroke), penyakit arteri coroner, dan penyakit
vaskuler perifer (hipertensi, gagal ginjal).
b. Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil,
retinopati diabetic, nefropati diabetik, dan neuropati. Neuropati
terjadi karena perubahan mikrovaskuler pada struktur dan
fungsi ginjal yang menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal.
c. Retena infeksi seperti TB paru, gingivitis, dan infeksi saluran
kemih
d. Kaki diabetic
Perubhan mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah.

38
I. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien: Meliputi nama, umur biasanya penderita Diabetes
Mellitus Tipe II berusia diatas 40 tahun, jenis kelamin, agama,
pendidikan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan
klien yang akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman klien
akan suatu informasi, pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui
apakah pekerjaannya merupakan faktor predisposisi atau bahkan
faktor presipitasi terjadinya penyakit DM, suku/bangsa, status
marital, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, diagnosa medis
dan alamat.
b. Identitas Penanggung jawab: Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan
klien.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya klien dengan Diabetes Mellitus akan mengeluh
adanya gejala-gejala spesifik seperti poliuria, polidipsi dan
poliphagia, mengeluh kelemahan dan penurunan berat badan. Pada
klien DM tipe II biasanya juga mengeluh pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot yang
menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis. Dapat juga adanya keluhan luka yang tidak sembuh-
sembuh atau bahkan membusuk menjadi latar belakang penderita
datang ke rumah sakit. Keluhan utama dikembangkan dengan
metode PQRST dari mulai keluhan dirasakan sampai klien datang ke
rumah sakit.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal
pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh,
kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping
itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan

39
muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut,
kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-
pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah
impoten pada pria.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi,
riwayat penyakit pankreatitis kronis, dan riwayat glukosuria
selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit),
atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiazid, kontrasepsi
oral). Perlu juga dikaji apakah klien pernah dirawat di rumah sakit
karena keluhan yang sama.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit menular: Pada umumnya penderita DM mudah
terkena penyakit peradangan atau infeksi seperti TBC Paru,
sehingga perlu dikaji apakah pada keluarga ada yang mempunyai
penyakit menular seperti TBC Paru, Hepatitis, dll
Riwayat penyakit keturunan : Kaji apakah dalam keluarga ada
yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien yaitu DM
karena DM merupakan salah satu penyakit yang diturunkan, juga
perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mempunyai
penyakit keturunan seperti asma, hipertensi, atau penyakit
endokrin lainnya.
d. Pola Aktivitas Sehati-hari
Menurut (Doenges, 2000) pengkajian meliputi:
1) Aktivitas istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot,
tonus otot menurun.
2) Gangguan tidur/istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
dengan aktivitas. Letargi/disorientasi, koma.
Penurunan kekuatan otot.

40
3) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi; IM akut. Klaudikasi,
kebas dan kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada
kaki,penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia. Perubahan tekanan darah postural;
hipertensi. Nadi yang menurun atau tak ada.
Distritmia. Krekels; DVJ (GJK). Kulit panas, kering
dan kemerahan; bola mata cekung.
4) Integritas Ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain. Masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
5) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa
nyeri terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK
baru atau berulang. Nyeri tekan abdomen.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning; poliuria (dapat
berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi
hipovolemia berat). Urine berkabut, bau busuk
(infeksi). Abdomen keras, adanya asitesis. Bising
usus lemah dan menurun; hiperaktif (diare).
6) Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan. Mual atau muntah. Tidak
mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau
karbohidrat. Penurunan berat badan lebih dari
periode beberapa hari atau minggu. Haus.
Penggunaan diaretik (tiazid).
Tanda : Kulit kering atau bersisik, turgor jelek. Kekakuan
atau distensi abdomen, muntah. Pembesaran iroid
(peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah). Bau halitosis atau manis,
bau buah (napas aseton).

41
7) Neurosenseri
Gejala : Pusing atau pening. Sakit kepala. Kesemutan,
kebas.Kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor atau koma
(tahap lanjut). Gangguan memori (baru, masa
lalu); kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD)
menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut
dari DKA).
8) Nyeri Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang atau
berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat
berhati-hati.
9) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi / ulserasi
10) Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau
tanda sputum purulen (tergantung adanya infeksi
atau tidak).
Tanda : Demam, diaforesis. Menurunnya kekuatan umum /
rentang gerak. Parestesia/paralisis otot termasuk
otot-otot pernafasan.
11) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Tanda : Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme
pada wanita.
12) Penyuluhan atau Pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga; DM, penyakit Jantung,
Stroke, Hipertensi, fenobarbital penyembuhan
yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid,

42
diuretik (tiazid); Dilantin dan dapat meningatkan
kadar glukosa darah).
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat :
5,9 hari
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan
dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan
diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
e. Data Psikologis
Meliputi konsep diri, status emosi, pola koping dan gaya
komunikasi. Kemungkinan klien menunjukkan kecemasan
bahkan terdapat perasaan depresi terhadap penyakitnya. Hal ini
diakibatkan karena proses penyakit yang lama, kurangnya
pengetahuan tentang prosedur tindakan yang dilakukan. Perlu
dikaji pandangan hidup klien terhadap segala tindakan
keperawatan yang dijalani. Kaji ungkapan klien tentang
ketidakmampuan koping/penggunaan koping yang maladaptif
dalam menghadapi penyakitnya, perasaan negatif tentang
tubuhnya, klien merasa kehilangan fungsi tubuhnya, kehilangan
kebebasan, dan kehilangan kesempatan untuk menjalani
kehidupannya.
f. Data Sosial
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan
dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat,
dokter, tim kesehatan lain serta klien lain dan bagaimana
penerimaan orang-orang sekitar klien terutama keluarga akan
kondisinya saat ini serta dukungan yang diberikan orang-orang
terdekat klien baik dari segi moril ataupun materil. Biasanya
hubungan klien dengan lingkungan sosial tidak terganggu, klien
tetap ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari
interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi fisik
seperti ulkus, gangren, dan gangguan penglihatan.

43
g. Data Spiritual
Perlu dikaji tentang keyakinan dan persepsi klien terhadap
penyakit dan kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang
klien anut. Bagaimana aktifitas spiritual klien selama klien
menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang menjadi
pendorong atau pemberi motivasi untuk kesembuhannya.

J. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pernafasan
Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat komplikasi, akan
sedikit meningkat pada klien diabetes yang sudah lansia karena
menurunnya otot-otot pernafasan sehingga kemampuan
pengembangan paru juga menurun. Akan didapatkan pernafasan
kussmaul jika penderita mengalami ketoasidosis dan didapat pula
nafas yang berbau aseton, dan bau halitosis atau bau manis. Bisa juga
didapatkan keluhan batuk dengan atau tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi atau tidak), dapat pula terjadi paraestesia
atau paralysis pada otot-otot pernafasan (jika kadar Kalium menurun
cukup tajam).
2. Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah
terutama pada tibia posterior, dan dorsalis pedis, terjadinya
aterosklerosis yang dapat terbentuk baik pada pembuluh darah besar
(makrovaskuler) atau pembuluh darah kecil (mikrovaskuler). Kaji
pula adanya hipertensi, edema jaringan umum, disritmia jantung,
nadi lemah halus, pucat, dan takikardia serta palpitasi menunjukkan
terjadinya hipoglikemik. Apabila telah terjadi neuropati pada
kelainan jantung maka akan diperoleh kelainan gambaran EKG
lambat.
3. Sistem Pencernaan
Kaji adanya polidipsi, poliphagi, mual, muntah, konstipasi, diare,
perasaan penuh pada perut, obesitas ataupun penurunan berat badan

44
yang berlebihan pada periode beberapa hari/minggu dan adanya
distensi abdomen.
4. Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa pusing,
sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, bahkan sampai
paraestesia, gangguan penglihatan, didapat juga gangguan orientasi
dengan data klien tampak mengantuk, gelisah, letargi, stupor,
bahkan sampai koma bila klien telah mengalami komplikasi
ketoasidosis, hipoglikemia dan adanya aktivitas kejang.
5. Sistem Endokrin
Biasanya pada klien diabetes didapatkan gejala trias P yaitu Poliuria,
Polidipsi dan Poliphagia. Kondisi klien akan lebih berat jika
penderita mempunyai penyakit penyerta lain terutama gangguan
pada hormon lain. Oleh karena itu perlu dikaji penyakit yang dapat
ditimbulkan oleh kerja hormon-hormon tersebut seperti adanya
pembesaran kelenjar tiroid paratiroid, moonface, adanya tremor, dll.
Jika tidak ada gangguan pada hormon lain maka pengkajian
difokuskan pada hal-hal yang berhubungan dengan DM seperti trias
P, penggunaan insulin, dan faktor hipoglikemik.
6. Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola dan frekuensi berkemih (poliuria)
dan terkadang nokturia, rasa nyeri dan terbakar saat BAK, kesulitan
berkemih karena infeksi, bahkan bisa terjadi infeksi saluran kemih.
Urine akan tampak lebih encer, pucat, kuning, dan poliuria dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat.
Urine bisa tercium bau busuk jika infeksi. Klien sering merasa haus
sehingga intake cairan bertambah. Perlu dikaji juga adanya masalah
impotensi pada laki-laki dan masalah orgasme pada wanita serta
infeksi pada vagina.

45
7. Sistem Muskuloskeletal
Biasanya didapatkan rasa lemah, letih, dan penurunan kekuatan otot,
sehingga klien sulit bergerak/berjalan (beraktivitas), juga adanya
keluhan kram pada otot.
8. Sistem Integumen
Biasanya ditemukan turgor kulit menurun, apabila terdapat luka
klien sering mengeluh luka sulit sembuh dan malah membusuk.
Akral teraba dingin, dan integritas kulit menurun (rusak). Kulit bisa
kering, gatal, bahkan terjadi ulkus. Demam dan diaporesis dapat
terjadi jika klien mengalami infeksi.

K. Analisa Data

No Analisa Data Etiologi Masalah


1 DS: Biasanya Defisiensi insulin Nyeri
didapatkan keluhan
nyeri Penyerapan glukosa oleh
DO: sel
- Mengekspresikan
wajah meringis Hiperglikemia
kesakitan
- Skala nyeri 0-10 Gangguan sirkulasi
- TTV meningkat : pembuluh darah
TD : Hipertensi
N : Takikardi Suplai darah ke jaringan
S : Hipertermi perifer menurun

Iskemia

Nyeri

46
2 DS: Biasanya didapatkan Defisiensi insulin Gangguan
Keluhan pada perfusi
bagian kaki/tangan Penyerapan glukosa oleh jaringan prifer
Sering kesemutan sel
DO:
- Adnya rasa kram Hiperglikemia
otot
- Akral dingin Gangguan sirkulasi
- Kulit kering dan pembuluh darah
gatal
Suplai darah kejaringan
perifer menurun

Gangguan perfusi
jaringan perifer
3 DS: Biasanya di Defisiensi insulin Kelemahan
dapatkan rasa lemah
DO: Penyerapan glukosa oleh
- Sulit bergerak sel
- Aktivitas dibantu
keluarga Produksi energi menurun
- Penurunan
kekuatan otot Metabolisme fisik

Kelemahan
4 DS: Biasanya terjadi Defisiensi insulin Kekurangan
perubahan volume cairan
frekuensi Hperglekemia
berkemih
(polyuria) Glikosuria

Osmotik diuresis

47
DO:
- Sering buang air Dehidrasi
kecil
- Mukosa bibir Polidifsia
kering
- Bola mata cekung Poliuria

Kekurangan volume
cairan
5 DS: Biasanya didapatkan Defisiensi insulin Nutrisi
keluhan mual kurang dari
muntah dan nyeri Gluconeogenesis kebutuhan
abdomen Lemak tubuh
DO:
- Nafas bau aseton Keteogenesis
- Penurunan berat
badan pada Keteonemia
periode beberapa
hari/minggu Mual muntah, anoreksia
- Konjungtiva
anemis Nutrisi kurang dari
- Otot mengalami kebutuhan tubuh
atrofi

L. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan adanya ulkus (luka diabetes mellitus)
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran
darah vena dan arteri
3. Kelemahan berhubungan dengan penurunan metabolisme energy,
defisiensi insulin dengan peningkatan kebutuhan energy.

48
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia,
diare, muntah, poliuria, evaporasi.
5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral :
anoreksia, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik
akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena
proses luka.

M. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan adanya ulkus (luka diabetes mellitus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang / teratasi
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak mengeluh nyeri
b. Ekspresi wajah ceria
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri 1. Nyeri disebabkan oleh
penurunan perfusi jaringan
atau karena peningkatan asam
laktat sebagai akibat deficit
insulin
2. Observasi tanda-tanda 2. Pasien dengan nyeri biasanya
vita akan dimanifestasikan dengan
peningkatan vital sign terutama
perubahan denyut nadi dan
pernafasan
3. Ajarkan klien tekhnik 3. Nafas dalam dapat
relaksasi meningkatkan oksigenasi
jaringan
4. Ajarkan klien tekhnik 4. Memblokir rangsangan nyeri
Gate Control pada serabut saraf
5. Pemberian analgetik 5. Analgetik bekerja langsung
pada reseptor nyeri dan

49
memblokir rangsangan nyeri
sehingga respon nyeri dapat
diminimalkan

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran


darah vena dan arteri
Tujuan :Tidak terjadi gangguan perfusi jaringan
Kriteria Hasil:
a. Tanda-tanda vital stabil
b. Capillary refill kurang dari 2 detik
c. Sensasi jaringan perifer normal
Intervensi Rasional
1. Catat penurunan nadi, 1. Perubahan ini menunjukan
pengisian kapiler lambat kemajuan / proses kronis
2. Anjurkan klien untuk 2. Gerakan ringan dapat
latihan gerak ringan membantu memperlancar
misalnya dengan sirkulasi darah
menggerakan tangan dan
jari kaki
3. Evaluasi sensasi bagian 3. Sensasi sering menurun
yang sakit (pada daerah selama serangan / kronis
perifer) pada penyakit tahap lanjut
4. Lihat dan kaji kulit untuk 4. Lesi dapat terjadi dari
laserasi, lesi, area ukuran jarum peniti sampai
gangrene seluruh bagian kaki
5. Motivasi klien untuk 5. Keseimbangan diet yang
mengkonsumsi nutrisi baik meliputi protein dan
dan vitamin yang tepat hidrasi adekuat, perlu untuk
penyembuhan dan
regenerasi jaringan.

50
3. Kelemahan berhubungan dengan penurunan metabolisme energy,
defisiensi insulin dengan peningkatan kebutuhan energy.
Tujuan: Tidak terjadi kelemahan
Keriteria Hasil:
a. Ada peningkatan energy
b. Ada perbaikan dalam beraktivitas
Intervensi Rasional
1. Pantau TTV 1. Memantau keadaan umum
pasien
2. Identifikasi aktifitas yang 2. Mempermudah pasien
menimbulkan kelelahan untuk melakukan aktifitas
3. Libatkan keluarga dalam 3. Membantu kebutuhan
aktivitas klien klien
4. Anjurkan pasien untuk 4. Menghemat energy tubuh
menghemat energy

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia,


diare, muntah, poliuria, evaporasi.
Tujuan: Klien akan mendemonstrasikan hidrasi adekuat
Kriteria Hasil:
a. Nadi perifer dapat teraba, turgor kulit baik.
b. Vital sign dalam batas normal, haluaran urine lancer.
c. Kadar elektrolit dalam batas norma
Intervensi Rasional
1. Kaji pengeluaran urine 1. Membantu dalam
memperkirakan
kekurangan volume total,
tanda dan gejala mungkin
sudah ada pada beberapa
waktu sebelumnya, adanya
proses infeksi

51
mengakibatkan demam dan
keadaan hipermetabolik
yang menigkatkan
kehilangan cairan
2. Pantau tanda-tanda vita 2. Perubahan tanda-tanda
vital dapat diakibatkan oleh
rasa nyeri dan merupakan
indikator untuk menilai
keadaan perkembangan
penyakit.
3. Monitor pola napas 3. Paru-paru mengeluarkan
asam
karbonat melalui
pernapasan menghasilkan
alkalosis respiratorik,
ketoasidosis pernapasan
yang berbau aseton
berhubungan dengan
pemecahan asam aseton
dan asetat
4. Observasi frekuensi dan 4. Koreksi hiperglikemia dan
kualitas pernapasan asidosis akan
mempengaruhi pola dan
frekuensi pernapasan.
Pernapasan dangkal, cepat,
dan sianosis merupakan
indikasi dari kelelahan
pernapasan, hilangnya
kemampuan untuk
melakukan kompensasi
pada asidosis.

52
5. Timbang berat badan 5. Memberikan perkiraan
kebutuhan akan cairan
pengganti fungsi ginjal dan
keefektifan dari terapi yang
diberikan.
6. Pemberian cairan sesuai 6. Tipe dan jenis cairan
dengan indikasi tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan
respon

5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral :
anoreksia, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik
akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena
proses luka.
Tujuan: Klien akan mengkonsumsi secara tepat jumlah kebutuhan
kalori atau nutrisi yang di programkan
Kriteria Hasil :
a. Peningkatan barat badan.
b. Pemeriksaan albumin dan globulin dalam batas normal.
c. Turgor kulit baik, mengkonsumsi makanan sesuai program.

Intervensi Rasional
1. Timbang berat badan. 1. Penurunan berat badan
menunjukkan tidak ada
kuatnya nutrisi klien.
2. Auskultasi bowel sound 2. Hiperglikemia dan ketidak
seimbangan cairan dan
elektrolit menyebabkan
penurunan motilifas usus.
Apabila penurunan
motilitas usus berlangsung

53
lama sebagai akibat
neuropati syaraf otonom
yang berhubungan dengan
sistem pencernaan
3. Berikan makanan lunak / 3. Pemberian makanan oral
cair dan lunak berfungsi untuk
meresforasi fungsi usus
dan diberikan pada klien
dengan tingkat kesadaran
baik.
4. Observasi tanda 4. Metabolisme KH akan
hipoglikemia misalnya : menurunkan kadarglukosa
penurunan tingkat dan bila saat itu diberikan
kesadaran, permukaan insulin akan menyebabkan
teraba dingin, denyut nadi hipoglikemia.
cepat, lapar, kecemasan
dan nyeri kepala.
5. Berikan Insulin. 5. Akan mempercepat
pengangkutan glukosa
kedalam sel.

N. Implementasi
Implementasi Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan pasien secara optimal. implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan.

O. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan

54
kebutuhan pasien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.
Evaluasi keperawatan adalah mengukir keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan perawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan pasien. Dalam pendokumentasiannya dilakukan melalui
pendekatan SOAP.

S = Respon Subyektif klien terhadap tindakan.

O = Respon Obyektif klien terhadap tindakan.

A = Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk

menyimpulkan masalah.

P = Perencanaan atau tindakan.

I = Implementasi.

E = Evaluasi.

R = Reassessment .

55
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon
paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan
terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme
dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder.
Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering
pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70
tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang
sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Hiperparatiroidisme adalah
berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai
dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang
mengandung kalsium.
B. Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai
bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan
asuhan keperawatan yang akan datang, diantaranya :
1. Bagi perawat dan tenaga medis
Askep Hiperparatiroid dan Diabetes Mellitus ini bisa sebagai acuan dalam
melakukan peraktek pada rumah sakit supaya hasilnya sesuai dengan
harapan
2. Bagi masyarakat
Dengan adanya Hiperparatiroid dan Diabetes Mellitus ini masyarakat
dapat mengetahui tindakan hemodialisa
3. Bagi mahasiswa
Dengan adanya Hiperparatiroid dan Diabetes Mellitus ini dapat digunakan
sebagai pembanding oleh mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.

56

Anda mungkin juga menyukai