Anda di halaman 1dari 10

Arab Saudi adalah negara epidemis terjadinya penyakit meningokokus.

Selain itu, jemaah haji yang


datang ke Mekah sebagaian berasal dari negara-negara Sub-Sahara Afrika yang merupakan daerah
Meningitis belt. Tahun 1987 dan 2000 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) meningitis meningokokus
yang menimpa para jemaah haji di Arab Saudi. Ada 99 kasus meningitis meningokokus yang
menimpa jemaah haji Indonesia dan 40 diantaranya meninggal (tahun 1987).]

Penyakit meningokokus merupakan penyebab kesakitan dan kematian di seluruh dunia.


Perlindungan terhadap meningokokus diperlukan untuk menghindari terjadinya penularan antar
jemaah haji di Mekah dan mencegah pembawa penyakit (karier) setelah kembali lagi ke negara
asalnya. Jemaah haji Indonesia umumnya belum mempunyai kekebalan alamiah yang didapatkan
secara pasif terhadap meningokokus, sehingga jemaah perlu memperoleh vaksinasi terhadap
penyakit tersebut mengingat tingginya risiko penularan dari jemaah haji yang berasal dari negara
lain.

Kementerian Kesehatan Kerajaan Arab Saudi, sejak tahun 2002 telah mewajibkan negara-negara
yang mengirimkan jemaah haji untuk memberikan vaksinasi meningokok tetravalen sebagai syarat
pokok pemberian visa haji dan umroh, dalam upaya mencegah penularan meningitis meningokokus.
CDC (Center of Disease Control and Prevention) juga merekomendasikan vaksin apa saja yang
diperlukan saat di Arab Saudi, diantaranya vaksin meningokok tetravalen (A/C/Y/W-135), vaksin
rutin (polio, measles, mumps, rubella, tetanus, diphteria, dan pertussis), vaksin influenza, serta
vaksin-vaksin lain seperti hepatitis A, hepatitis B, typhoid. Pemberian vaksin meningokok cukup
efektif mengurangi insiden meningitis meningokokus, terbukti pada tahun 1988 hanya ada 2 kasus
dan tahun 1989-1991 tidak ada kasus. Namun, data tahun 1993 menunjukan ada 5 kasus dengan 2
kematian dan 4 karier diantara jemaah haji Indonesia yang kontak dengan penderita pada waktu di
Arab Saudi.

Selain vaksin meningokok, virus influenza juga dianjurkan pada jemaah haji. Vaksin ini bersifat
“opsional”, mengingat umumnya jemaah haji Indonesia berusia lanjut dan beberapa diantaranya
menderita penyakit kronis, serta perubahan suhu yang ekstrim di Mekah mengakibatkan kekebalan
tubuh jemaah haji dapat menurun. Virus influenza sangat mudah menular melalui dorplet, udara
atau kontak langsung dengan penderita. Pada kondisi yang padat dan berdesak-desakan sangat
memudahkan terjadi penularan virus tersebut.

Vaksinasi yang Dianjurkan pada Jemaah Haji Indonesia

A. Vaksin Meningokok

Penyebab Meningokokus

Penyakit meningokokus disebabkan oleh bakteri neisseria meningitidis. Karakteristik meningokokus


adalah diplokokus gram negatif, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini dapat
ditemukan pada nasofaring sekitar 5-10% populasi dewasa. Serogrup A, B, C, Y dan W-135 adalah
yang paling sering menyebabkan penyakit pada manusia.

Faktor Risiko Penularan Meningokokus

Faktor risiko terjadinya penyakit meningokokus diantaranya:


Orang dengan defisiensi komplemen pada sistem imun

Orang dengan asplenia anatomik atau fungsional

Orang yang sedang mengalami infeksi pernafasan

Perokok aktif dan pasif

Keramaian di ruang tertutup

Kontak dekat dengan orang terinfeksi atau kontak langsung dengan sekret pernafasan,
kerongkongan, dan saliva orang yang terinfeksi misalnya ciuman, minum dengan gelas/botol yang
sama.

Kekebalan Alamiah Terhadap Meningokokus

Pada negara-negara epidemis meningokokus, sekitar 5% anak usia 2 sampai 12 tahun telah memiliki
kekebalan alami secara pasif terhadap meningokokus serogrup A, B dan C. Pada usia 6-8 tahun
imunitas terhadap serogrup C diperoleh lebih dari 90%. Sedangkan imunitas terhadap serogrup A
diperoleh lebih awal yaitu usia 18 bulan pada lebih 90% anak-anak di Amerika Serikat. Data
mengenai kekebalan terhadap meningokokus di Indonesia sampai saat ini belum ada. Oleh karena
itu, pada jemaah haji Indonesia diperlukan perlindungan terhadap kuman tersebut.

Rekomendasi Vaksin Meningokok pada Jemaah Haji

Vaksin meningokokus yang dianjurkan CDC dan pemerintah Arab Saudi adalah vaksin meningokok
tetravalen (A/C/Y/W-135).

Vaksin ini mulai dapat diberikan pada anak lebih dari 2 tahun dan dewasa.

Ada dua jenis vaksin meningokok tetravalen, yaitu meningocooccal conjugate vaccine (MCV4) dan
meningocooccal polysaccharide vaccine (MPSV4).

CDC merekomendasikan: vaksin konjugat untuk usia 2-55 tahun, sedangkan vaksin polisakarida
dapat diberikan pada usia lebih dari 55 tahun dan juga bisa sebagai alternatif lain untuk usia 2-55
tahun.

Ketentuan penggunaan vaksinasi meningokokus tetravalen yang diwajibkan bagi seluruh calon
jemaah haji Indonesia, diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1394/MENKES/SK/XI/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia. Preparat
vaksin polisakarida adalah yang diberikan pada calon jemaah haji Indonesia.

Cara Pemberian Vaksin Meningokok pada Jemaah Haji

Cara pemberian vaksin berupa dosis tunggal 0,5 ml disuntikan subkutan di daerah deltoid atau
glutea. Vaksin ini efektif mencegah penyakit meningkokus sampai dengan 90%. Respons antibodi
terhadap vaksin dapat diperoleh setelah 10-14 hari dan dapat bertahan selama 2-3 tahun. Vaksin
diberikan pada jemaah haji minimal 10 hari sebelum berangkat ke Arab Saudi, dan bagi jemaah yang
sudah divaksin sebelumnya (kurang dari tiga tahun) tidak perlu vaksinasi ulang. Jemaah yang
melakukan vaksinasi kurang dari 10 hari harus diberi juga profilaksis Cyprofloxacin 500 mg dosis
tunggal.

Pencatatan Vaksin Meningokok pada Jemaah Haji

Pemberian vaksinasi pada jemaah haji bersamaan dengan pemeriksaan kesehatan di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Pencatatan setelah pemberian vaksinasi dilakukan pada kartu
International Certificate of Vaccination (ICV) yang berisi:

nama calon jemaah haji

nomor paspor

tanggal imunisasi

nama vaksin, nomor vaksin/batch number dan dosis

Kemudian ICV tersebut ditanda tangani dokter yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau dokter yang ditunjuk oleh Kepala Embarkasi dan distempel “Port Health
Authority”. Sedangkan Calon jemaah haji yang tidak ada bukti vaksinasi meningokok tetravalen,
diwajibkan vaksinasi di pelabuhan Embarkasi dan diberi kartu ICV serta profilaksis Cyprofloxacin 500
mg dosis tunggal.

B. Vaksin Infuenza

Manfaat Vaksin Influenza

Vaksin influenza sangat efektif mencegah infeksi virus influenza dan timbulnya komplikasi yang
berat. Pada seorang dewasa sehat, vaksin ini dapat mencegah 70-90% penyakit spesifik influenza.
Pada orang tua, vaksin mengurangi sampai 60% terjadinya penyakit yang berat dan 80% kematian.

Rekomendasi Vaksin Influenza pada Jemaah Haji

Vaksin influenza yang tersedia saat ini ada dua jenis, yaitu vaksin inaktif (Trivalent Inactivated
vaccine/TIV) dan vaksin hidup yang dilemahkan (Live Attenuated Influenza virus/LAIV). Vaksin yang
diberikan pada jemaah haji adalah vaksin inaktif. Vaksin inaktif yang tersedia berasal dari derivat
virus influenza A dan B dengan komposisi, yaitu virus A(H3N2), virus A(H1N1) dan virus B.

Indikasi Vaksin Influenza pada Jemaah Haji

Indikasi pemberian vaksin ini secara umum antara lain:

Anak usia 6 bulan sampai 18 tahun

orang dewasa ≥50 tahun

Penderita penyakit kronik seperti penyakit jantung, paru kronis, diabetes, disfungsi ginjal,
hemoglobinopati atau imunosupresi

Ibu hamil trimester 2 atau 3 selama musim influenza

orang-orang dengan risiko paparan yang tinggi misalnya jemaah haji, petugas kesehatan.
Pada jemaah haji Indonesia, sebagian besar berusia lebih dari 50 tahun dan beberapa diantaranya
mengidap penyakit kronik. Selain itu diperparah oleh kondisi tanah suci yang dipadati oleh para
jemaah, sehingga penularan virus influenza antar jemaah sangat mudah.

Cara Pemberian vaksin Influenza pada jemaah haji

Cara pemberian vaksin berupa penyuntikan intramuskular di otot deltoid sebanyak 0,5 ml. Respons
antibodi yang diperoleh dari vaksin influenza timbul setelah 2 minggu dan sistem kekebalan ini
bertahan sampai 1 tahun. Oleh karena itu, vaksin diberikan minimal 2 minggu sebelum tiba di Arab
Saudi.

Bagaimana dengan Vaksinasi Jemaah Haji Wanita Hamil?

Islam memperbolehkan seorang wanita hamil untuk menunaikan ibadah haji. Wanita hamil
merupakan salah satu kelompok yang rentan terkena penyakit infeksi. Oleh karena itu diperlukan
perlindungan terhadap wanita tersebut selama menunaikan ibadah haji. Pemberian vaksin pada
wanita hamil selalu mempertimbangkan antara besarnya manfaat dan risiko.

Rekomendasi

A. Vaksin Meningokok

Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Kesehatan Nomor 458 Tahun 2000 dan
1652.A/MENKES-KESOS/SKB/XI/2000 tentang Calon Haji Wanita, pada keadaan khusus seperti
wanita hamil diperbolehkan untuk berhaji. Namun, dengan beberapa persyaratan, yaitu:

usia kehamilan antara 14 sampai 26 minggu dan tidak termasuk kehamilan berisiko tinggi.

Sudah mendapatkan suntikan vaksin meningokok.

Sampai saat ini belum ada data yang menyatakan keamanan vaksin meningokok pada kehamilan.
Pemberian vaksin meningokok pada ibu hamil didasarkan pada pertimbangan besarnya manfaat
proteksi yang diperoleh, dibandingkan risiko yang didapat apabila tidak divaksin.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa kekebalan tubuh yang diperoleh dari vaksin meningokok
adalah setelah 10-14 hari dari penyuntikan dan bertahan selama 2-3 tahun. Oleh karena itu, untuk
mengurang risiko gangguan perkembangan janin akibat vaksin sebaiknya bagi wanita yang akan
berencana menunaikan ibadah haji divaksinasi 2 tahun sebelum pemberangkatan haji.

B. Vaksin Influenza

Vaksin influenza jenis inaktif aman diberikan pada wanita hamil pada trimester 2 dan 3.
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang
melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti
virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam
cairan otak.

Pasien yang diduga mengalami Meningitis haruslah dilakukan suatu pemeriksaan yang
akurat, baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk spesifikasi
pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan therapy sesuai penyebabnya.

 Penyebab Penyakit Meningitis


Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa
pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa
mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya
kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan
oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan
immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS.

Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya :


1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Jenis
bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung
(sinus).

2. Neisseria meningitidis (meningococcus).


Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae,
Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian
bakterinya masuk kedalam peredaran darah.

3. Haemophilus influenzae (haemophilus).


Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan
meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian
dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka
penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.

4. Listeria monocytogenes (listeria).


Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini
dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi.
Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini
berasal dari hewan lokal (peliharaan).

5. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus
dan Mycobacterium tuberculosis.

 Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis


Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2 tahun
adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau
dirasakan sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia (takut/menghindari
sorotan cahaya terang), phonophobia (takut/terganggu dengan suara yang keras), mual,
muntah, sering tampak kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan
diri.
Pada bayi gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun
umumnya bayi akan tampak lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan
menyusui.

 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Meningitis


Apabila ada tanda-tanda dan gejala seperti di atas, maka secepatnya penderita dibawa
kerumah sakit untuk mendapatkan pelayan kesehatan yang intensif. Pemeriksaan fisik,
pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta
darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam
mendiagnosa penyakit. Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah
diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture (pemeriksaan cairan selaput otak).

Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian


antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan
serta mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada
penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan.

Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain
Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh
bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem
(meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone.

Treatment atau therapy lainnya adalah yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya
sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.

 Pencegahan Tertularnya Penyakit Meningitis


Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman,
sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu
batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui rekan atau disekeliling ada yang mengalami
meningitis jenis ini haruslah berhati-hati. Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan
setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh
dengan makan bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai
macam penyakit.

Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan tindakan yang tepat terutama
didaerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis, adapun vaccine yang telah dikenal
sebagai pencegahan terhadap meningitis diantaranya adalah ;
- Haemophilus influenzae type b (Hib)
- Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)
- Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)
- Meningococcal conjugate vaccine (MCV4)
Vaksin
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap
suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme
alami atau “liar”. Berasal dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika
diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar.
Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak
menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil
pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.).

Imunisasi yang Menumbuhkan Kekebalan

Pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu disebut Vaksinasi. Disebut
juga Imunisasi karena vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan
untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin.
Sistem kekebalan mengenali partikel vaksin sebagai agen asing, menghancurkannya, dan
“mengingat”-nya. Ketika di kemudian hari agen yang virulen menginfeksi tubuh, sistem
kekebalan telah siap:

1. Menetralkan bahannya sebelum bisa memasuki sel; dan


2. Mengenali dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi sebelum agen ini dapat berbiak.

Imunisasi dibedakan dalam dua jenis, imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Pada imunisasi
aktif, tubuh ikut berperan dalam membentuk kekebalan (imunitas). Tubuh seseorang
dirangsang untuk membangun pertahanan imunologis terhadap kontak alamiah dengan
berbagai penyakit. Sedangkan dalam imunisasi pasif, tubuh tidak dengan sendirinya
membentuk kekebalan, tetapi diberikan dalam bentuk antibodi dari luar.
Seseorang yang mempunyai risiko terjangkit penyakit tertentu, diberi antibodi yang spesifik.
Umumnya bayi dan anak diberi imunisasi aktif karena imunisasi jenis ini memberi kekebalan
yang lebih lama. Sedangkan imunisasi pasif hanya diberikan dalam keadaan sangat
mendesak, yakni jika tubuh anak diduga belum mempunyai kekebalan ketika terinfeksi oleh
kuman penyakit ganas, seperti tetanus.
Tapi tak jarang pula imunisasi aktif dan pasif diberikan dalam waktu bersamaan. Misalnya,
seorang anak yang terserang penyakit tertentu akan memperoleh imunisasi pasif untuk segera
menetralisir racun kuman yang beredar. Sedangkan imunisasi aktif diberikan juga untuk
mendapatkan kekebalan setelah sembuh dari penyakit tersebut.
Kedua jenis imunisasi tersebut juga berbeda dalam segi bahan bakunya. Dalam imunisasi
aktif, tubuh diberi sebagian atau seluruh komponen kuman atau suatu bentuk rekayasa kuman
sehingga terjadi rangsangan kekebalan tubuh (imunologik) yang menyerupai respon terhadap
infeksi alamiah oleh kuman itu. Sedangkan respon dalam tubuh itu sendiri bisa berupa
terbentuknya antitoksin (zat anti terhadap racun yang dibuat oleh mikroorganisme) atau
bentuk lain yang efeknya menetralisir kuman. Sementara dalam imunisasi pasif, tubuh diberi
antibodi spesifik (sudah siap pakai) yang dapat habis dalam tubuhnya.
Beberapa imunisasi dapat membentuk kekebalan tubuh seumur hidup, seperti campak.
Namun ada pula bentuk imunisasi yang memberikan kekebalan tubuh dalam jangka waktu
tertentu. Misalnya saja, DPT (difteri, pertusis, tetanus) dan polio.
Efektivitas suatu imunisasi aktif dapat diukur dengan memeriksa adanya proteksi terhadap
suatu penyakit yang dituju. Pemeriksaan imunoglobin sering dipakai untuk pembuktian
terjadinya proteksi terhadap penyakit tertentu. Tetapi bukan merupakan jaminan mutlak,
karena pada keadaan tertentu kadar imunoglobin tidak dapat digunakan sebagai patokan
terjadinya proteksi.
Pada dasarnya ada vaksin yang dibuat dari kuman yang dilemahkan atau dimatikan. Kuman
yang dimatikan ini tidak dapat berkembang biak (replikasi) dalam tubuh manusia, sehingga
untuk merangsang pembentukan antibodi diperlukan dalam jumlah banyak. Selain itu, secara
berkala dibutuhkan juga pemberian vaksin ulangan untuk memperkuat antibodi.

Jenis-Jenis Imunisasi

Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada mulut
anak balita (bawah lima tahun). Berikut ini adalah Jenis-jenis imunisasi pada balita :

a. Imunisasi BCG
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG
diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus
Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis.
Imunisasi BCG dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan, lalu DPT diberikan tiga kali pada
bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal empat minggu. Imunisasi polio diberikan empat
kali pada bayi 0-11 bulan dengan interval minimal empat minggu. Sedangkan campak
diberikan satu kali pada bayi usai 9-11 bulan. Terakhir, imunisasi hepatitis B harus diberikan
tiga kali pada bayi usia 1-11 bulan, dengan interval minimal empat minggu.

b. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan
tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri
pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan
yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan
serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga
dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang

c. Imunisasi DT
Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman
penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak
yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima
imunisasi difteri dan tetanus. Setiap orang dewasa harus mendapat vaksinasi lengkap tiga
dosis seri primer dari difteri dan toksoid tetanus, dengan dua dosis diberikan paling tidak
berjarak empat minggu, dan dosis ketiga diberikan enam hingga 12 bulan setelah dosis kedua.
Jika orang dewasa belum pernah mendapat imunisasi tetanus dan difteri maka diberikan seri
primer diikuti dosis penguat setiap 10 tahun.

d. Imunisasi TT
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif)
maupun pengobatan penyakit tetanus. Jenis imunisasi ini minimal dilakukan lima kali seumur
hidup untuk mendapatkan kekebalan penuh. Imunisasi TT yang pertama bisa dilakukan kapan
saja, misalnya sewaktu remaja. Lalu TT2 dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan
perlindungan tiga tahun). Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2
(perlindungan enam tahun), kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3 (perlindungan
10 tahun), dan TT5 diberikan setahun setelah TT4 (perlindungan 25 tahun).
e. Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek).
Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih.

f. Imunisasi MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman
dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung
meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak
juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan
kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu
maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan
meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang
gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan.
Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan
kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebabkan pembengkakan otak atau
gangguan perdarahan.

g. Imunisasi Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini
bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa
menyebabkan anak tersedak. Sampai saat ini, imunisasi HiB belum tergolong imunisasi
wajib, mengingat harganya yang cukup mahal. Tetapi dari segi manfaat, imunisasi ini cukup
penting. Hemophilus influenzae merupakan penyebab terjadinya radang selaput otak
(meningitis), terutama pada bayi dan anak usia muda. Penyakit ini sangat berbahaya karena
seringkali meninggalkan gejala sisa yang cukup serius. Misalnya kelumpuhan. Ada 2 jenis
vaksin yang beredar di Indonesia, yaitu Act Hib dan Pedvax.

h. Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan
ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk
keropeng yang akan mengelupas.

i. Imunisasi HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi
hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Karena itu imunisasi hepatitis B
termasuk yang wajib diberikan. Jadwal pemberian imunisasi ini sangat fleksibel, tergantung
kesepakatan dokter dan orangtua. Bayi yang baru lahir pun bisa memperolehnya. Imunisasi
ini pun biasanya diulang sesuai petunjuk dokter. Orang dewasa yang berisiko tinggi terinfeksi
hepatitis B adalah individu yang dalam pekerjaannya kerap terpapar darah atau produk darah,
klien dan staf dari institusi pendidikan orang cacat, pasien hemodialisis (cuci darah), orang
yang berencana pergi atau tinggal di suatu tempat di mana infeksi hepatitis B sering dijumpai,
pengguna obat suntik, homoseksual/biseksual aktif, heteroseksual aktif dengan pasangan
berganti-ganti atau baru terkena penyakit menular seksual, fasilitas penampungan korban
narkoba, imigran atau pengungsi di mana endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan.
Berikan tiga dosis dengan jadwal 0, 1, dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat respon
yang baik maka tidak perlu dilakukan pemberian imunisasi penguat (booster).

j. Imunisasi Pneumokokus Konjugata


Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering
menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius,
seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).

k. Tipa
Imunisasi tipa diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap demam tifoid (tifus atau
paratifus). Kekebalan yang didapat bisa bertahan selama 3 sampai 5 tahun. Oleh karena itu
perlu diulang kembali. Imunisasi ini dapat diberikan dalam 2 jenis: imunisasi oral berupa
kapsul yang diberikan selang sehari selama 3 kali. Biasanya untuk anak yang sudah dapat
menelan kapsul. Sedangkan bentuk suntikan diberikan satu kali. Pada imunisasi ini tidak
terdapat efek samping.

l. Hepatitis A
Penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tetapi bila
terkena penyakit ini penyembuhannya memerlukan waktu yang lama, yaitu sekitar 1 sampai 2
bulan. Jadwal pemberian yang dianjurkan tak berbeda dengan imunisasi hepatitis B. Vaksin
hepatitis A diberikan dua dosis dengan jarak enam hingga 12 bulan pada orang yang berisiko
terinfeksi virus ini, seperti penyaji makanan (food handlers), mereka yang sering melakukan
perjalanan atau bekerja di suatu negara yang mempunyai prevalensi tinggi hepatitis A,
homoseksual, pengguna narkoba, penderita penyakit hati, individu yang bekerja dengan
hewan primata terinfeksi hepatitis A atau peneliti virus hepatitis A, dan penderita dengan
gangguan faktor pembekuan darah.

Kondisi yang Bukan Halangan untuk Melakukan Imunisasi:

* Gangguan saluran napas atas atau gangguan salurancerna ringan


* Riwayat efek samping imunisasi dalam keluarga.
* Riwayat kejang dalam keluarga.
* Riwayat kejang demam
* Riwayat penyakit infeksi terdahulu
* Kontak dengan penderita suatu penyakit infeksi
* Kelainan saraf menetap seperti palsi serebralsindrom Down
* Eksim dan kelainan lokal di kulit
* Penyakit kronis (jantung, paru, penyakit metabolik)
* Terapi antibiotika; terapi steroid topikal (terapi lokal, kulit, mata)
* Riwayat kuning pada masa neonatus atau beberapa hari setelah lahir
* Berat lahir rendah
* Ibu si anak sedang hamil
* Usia anak melebihi usia rekomendasi imunisasi

Kondisi Dimana Imunisasi Tidak Dapat Diberikan atau Imunisasi Boleh Ditunda:

* Sakit berat dan akut; Demam tinggi;


* Reaksi alergi yang berat atau reaksi anafilaktik;
* Bila anak menderita gangguan sistem imun berat (sedang menjalani terapi steroid jangka
lama, HIV) tidak boleh diberi vaksin hidup (Polio Oral, MMR, BCG, Cacar Air).
* Alergi terhadap telur, hindari imunisasi influenza

Anda mungkin juga menyukai