Elisa
Elisa
Oleh:
NPM : 12700065
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia maupun
hewan, merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya berakar dari pencegahan
dan pengobatan penyakit infeksi. Sedangkan Serologi ialah ilmu yang mempelajari reaksi
antigen antibodi secara invitro. Pemeriksaan serologik sering dilakukan sebagai upaya
menegakkan diagnosis. Walaupun saat ini pemeriksaan serologi tidak terbatas pada
penyakit infeksi, namun untuk menunjang diagnosis penyakit infeksi memang hal yang
sering dilkukan. memungkinkan dilakukannya pengamatan secara in vitro terhadap
perubahan kompleks antigenantibodi ( Ag-Ab ).
ELISA atau penetapan kadar imunosorben taut enzim merupakan uji serologis yang
umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki beberapa
keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki
sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann
dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam
suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label).
ELISA adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan dalam bidang
imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. ELISA
telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi tumbuhan, dan juga
berbagai bidang industrip penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan
spesifitas yang lebih tinggi dibandingkan metode imun lainnya. Berdasarkan uraian diatas
maka penulis akan membahas tentang ELISA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada maka rumusan masalah yang dibahas dalam
makalah ini adalah :
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka tujuan dari makalah ini adalah :
TINJJAUAN PUSTAKA
Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik biokimia yang
terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau
antigen dalam suatu sampel. ELISA telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang
medis, patologi tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri. dalam pengertian sederhana,
sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan, kemudian
antibodi spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan berikatan dengan
antigennya. Antibodi ini terikat dengan suatu enzim, dan pada tahap terakhir, ditambahkan
substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dideteksi. Dalam
ELISA fluoresensi, saat cahaya dengan panjang gelombang tertentu disinarkan pada suatu
sampel, kompleks antigen/antibodi akan berfluoresensi sehingga jumlah antigen pada
sampel dapat disimpulkan berdasarkan besarnya fluoresensi.
Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu teknik ELISA
kompetitif yang menggunakan konjugat antigen enzim atau konjugat antibodi-enzim, dan
teknik ELISA nonkompetitif yang menggunakan dua antibodi (primer dan sekunder). Pada
teknik ELISA nonkompetitif, antibodi kedua (sekunder) akan dikonjugasikan dengan
enzim yang berfungsi sebagai signal. Teknik ELISA nonkompetitif ini seringkali disebut
sebagai teknik ELISA sandwich.
Dewasa ini, teknik ELISA telah berkembang menjadi berbagia macam jenis teknik.
perkembangan ini didasari pada tujuan dari dilakukannya uji dengan teknik ELISA
tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa macam
teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain : ELISA Direct, ELISA Indirect,
ELISA Sandwich, dll.
Teknik ELISAini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana. Teknik ini
seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen pada sampel
ELISA direct menggunakan suatu antibodi spesifik (monoclonal) untuk mendeteksi
keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel yang diuji. Pada ELISA direct, pertama
microtiter diisi dengan sampel yang mengandung antigen yang diinginkan, sehingga
antigen tersebut dapat menempel pada bagian dinding-dinding lubang microtiter,
kemudian microtiter dibilas untuk membuang antigen yang tidak menempel pda dinding
lubang microtiter. Lalu antibodi yang telah ditautkan dengan enzim signal dimasukkan ke
dalam luban-lubang microtiter sehingga dapat berinteraksi dengan antigen yang
diinginkan, yang dilanjutkan dengan membilas microtiter untuk membuang antibodi
tertaut enzim signal yang tidak berinteraksi dengan antigen. Lalu, ke dalam lubang-lubang
microtiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal,
sehingga enzim yang tertaut dengan antibodi yang telah berinteraksi dengan antigen yang
diinginkan akan berinteraksi dengan substrat dan menimbulkan signal dapat dideteksi.
Pendeteksian interaksi antara antibodi dengan antigen tersebut selanjutnya dapat dihitung
dengan menggunakan kolorimetri, chemiluminescent, atau fluorescent end-point.
ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
a. Immunoreaktifitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut dengan
enzim.
b. Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan mahal.
c. Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari antibodi
pada percobaan yang berbeda.
d. Amplifikasi signal hanya sedikit.
e. Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan sebelum
digunakan untuk uji ELISA direct.
ELISA Indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik ELISA yang paling
sederhana, hanya saja dalam teknik ELISA indirect yang dideteksi dan diukur
konsentrasinya merupakan antibodi. ELISA indirect menggunakan suatu antigen spesifik
(monoclonal) serta antibodi sekunder spesifik tertaut enzim signal untuk mendeteksi
keberadaan antibodi yang diinginkan pada sampel yang diuji.
Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi konsentrasi
antibodi dalam serum adalah :
a. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada
permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada
permukaan plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang
diketahui ini akan menetapkan kurva standar yang digunakan untuk mengkalkulasi
konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji.
b. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin
(BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap ini
dikenal sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non"spesifik
dari protein lain ke plate.
c. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel
serum dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama
dengan yang digunakan untuk antigen standar. 7arena imobilisasi antigen dalam
tahap ini terjadi karena adsorpsi non"spesifik, maka konsentrasi protein total harus
sama dengan antigen standar.
d. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji
dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen
terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain atau
protein yang terbloking.
e. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi,
ditambahkan dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi
enzim dengan substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi
berkonjugasi dengan enzim.
f. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak
terikat.
g. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal
kromogenik / fluorogenik / elektrokimia.
h. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optic/
elektrokimia lainnya.
Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim
yang tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian
utama dari metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik,
sehingga setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang plate mikrotiter,
sehingga konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein
serum lain saat pengikatan pada permukaan lubang.
a. Terdapat berbagai macam variasi antibodi sekunder yang terjual secara komersial
di pasar.
b. Immunoreaktifitas dari antibodi yang diinginkan (target) tidak terpengaruh oleh
penautan enzim signal ke antibodi sekunder karena penautan dilakuka pada wadah
berbeda.
c. Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibodi yag diinginkan memiliki
beberapa epitop yang bisa berinteraksi dengan antibodi sekunder.
Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibodi primer spesifik untuk menangkap
antigen yang diinginkan dan antibodi sekunder tertaut enzim signal untuk mendeteksi
keberadaan antigen yang diinginkan. Pada dasarnya, prinsip kerja dari ELISA sandwich
mirip dengan ELISA direct, hanya saja pada ELISA sandwich, larutan antigen yang
diinginkan tidak perlu dipurifikasi. Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus
dapat berinteraksi dengan antibodi primer spesifik dan antibodi sekunder spesifik tertaut
enzim signal, maka teknik ELISA sandwich ini cenderung dikhususkan pada antigen
memiliki minimal 9 sisi antigenic (sisi interaksi dengan antibodi) atau antigen yang
bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein. Pada ELISA sandwich, antibodi
primer seringkali disebut sebagai antibodi penangkap, sedangkan antibodi sekunder
seringkali disebut sebagai antibodi penangkap, sedangkan antibodi sekunder seringkali
disebut sebagai antibodi deteksi.
Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat sensitivitas
dari hasil pengujian, antara lain :
Kelebihan teknik ELISA sandwich ini pada dasarnya berada pada tingkat
sensitivitasnya yang relatif lebih tinggi karena antigen yang diinginkan harus dapat
berinteraksi dengan dua jenis antibodi, yaitu antibodi penangkap dan antibodi detector,
kemampuannya menguji sampel yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif
antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein
pada sampel (termasuk protein serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan
lempeng, menurunkan kuantitas antigen yang terimobilisasi.
Namun demikian, teknik ELISA sandwich ini juga memiliki kelemahan, yaitu teknik
ini hanya dapat diaplikasikan untuk medeteksi antigen yang bersifat multivalent serta
sulitnya mencari dua jenis antibodi yang dapat berinteraksi antigen yang sama pada sisi
antigenic yang berbeda (epitopnya harus berbeda).
Prinsip kerja sandwich ELISA dapat dilihat pada skema berikut ini :
Prinsip dasar dari teknik ELISA ini secara simple dapat dijabarkan sebagai berikut:
Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu
permukaan yang berupa microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara,
yaitu penempelan secara non spesifik dengan absorbsi ke permukaan microtiter, dan
penempelan secara spesifik dengan menggunakan antibodi atau antigen lain yang bersifat
spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji (cara ini digunakan pada teknik ELISA
sandwich). Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang telah ditautkan dengan suatu
enzim signal (disesuaikan dengan sampel, bila sampel berupa antigen, maka digunakan
antibodi spesifik, sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka digunakan antigen
spesifik) dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi interaksi antara
antibodi dengan antigen yang bersesuaian. Kemudian ke atas permukaan tersebut
dicampurkan suatau substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat
tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim yang bertaut dengan antibodi atau antigen
spesifik yang berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan
substrat dan menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi.
Berikut ini adalah contoh langkah kerja beberapa macam teknik ELISA, yaitu:
a. Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya jenis
antibodi monoklonal (antibodi yang hanya mengenali satu antigen)
b. Harga antibodi monoklonal relatif lebih mahal daripada antibody poliklonal,
sehingga pengujian teknik ELISA ini membutuhkan biaya yang relatif mahal.
c. Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat
kontrol negatif yang menunjukkan respons positif yang disebabkan inefektivitas
dari larutan blocking sehingga antibodi sekunder atau antigen asing dapat
berinteraksi dengan antibodi bertaut enzim signal dan menimbulkan signal.
d. Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat, sehingga
pembacaan harus dilakukan dengan cepat (pada perkembangannya, hal ini dapat
diatasi dengan memberikan larutan untuk menghentikan reaksi).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan terutama bagi penyusun
dan para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA