Anda di halaman 1dari 34

BANGUNAN MASA DEPAN INDONESIA YANG

BERSINERGI DENGAN LINGKUNGAN

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Perkuliahan Bahasa Indonesia

Semester II Tahun Ajaran 2013/2014

Dea Yunita Sari 131111002

Deasy Monica Parhastuti 131111003

PROGRAM STUDI KONSTRUKSI GEDUNG

JURUSAN TEKNIK SIPIL


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2014
ABSTRAK

Bangunan Masa Depan Indonesia Yang Bersinergi Dengan Lingkungan

Saat ini masalah lingkungan cukup sering diperbincangkan. Konstruksi bangunan memiliki pengaruh
yang besar terhadap permasalahan lingkungan. Konstruksi bangunan di Indonesia seharusnya
berorientasi untuk tidak menyumbang pada kerusakan lingkungan sehingga Indonesia memiliki
Agenda Konstruksi Indonesia 2030 sebagai upaya dalam mencapai kontruksi masa depan yang
diinginkan.

Berbagai permasalahan mengenai bangunan saat ini yang memiliki dampak negatif terhadap
lingkungan disebabkan oleh orientasi bangunan yang salah, penggunaan kaca yang berlebihan,
penggunaan lahan tanpa adanya penghjijauan dan penggunaan energi yang berlebihan. Namun
permasalahan dapat diselesaikan dengan penghematan energi bangunan, orientasi bangunan selatan-
utara, penggunaan material bangunan secara benar, agar tercipta bangunan masa depan indonesia
yang bersinergi dengan lingkungan.

Dalam karya tulis ilmiah ini metode penulisan yang penulis gunakan adalah studi literatur atau kajian
pustaka. Berdasarkan hasil yang di peroleh dari literature, penulis dapat menyimpulkan bahwa
Bangunan ramah lingkungan merupakan suatu rancangan kawasan dan bangunan yang
mempertimbangkan kondisi fisik lingkungan setempat. Rancangan arsitektur kawasan dan bangunan
harus mempertimbangkan faktor lokasi, iklim, konservasi air hujan dan air tanah, meminimalkan
limbah, penghijauan kawasan, dan lainnya yang sesuai dengan kaidah-kaidah perancangan arsitektur
ramah lingkungan.

Kata kunci : Bangunan, lingkungan

i
ABSTRACT

Building Future Synergize With Indonesia The Environment

Nowadays environmental issues are discussed often enough. Construction of the building has a
considerable influence on environmental issues. Building construction in Indonesia should not be
oriented to contribute to the environmental damage that Indonesia has the Indonesian Construction
Agenda 2030 as an effort to achieve the desired future construction.

Various issues regarding the current building which has a negative impact on the environment caused
by the wrong building orientation, excessive use of glass, the use of land without penghjijauan and
excessive energy use. However, the problems can be solved by building energy saving, north-south
orientation of the building, use of building materials correctly, in order to create a future building
synergy with environmental Indonesia.

In this scientific paper writing method that I use is the study of literature or literature review. Based
on the results obtained from the literature, the authors conclude that an environmentally friendly
building design and building area considering the physical condition of the local environment. The
design and building of regional architecture must consider the location, climate, conservation of rain
water and ground water, minimize waste, greening the region, and the other corresponding to the
design principles of eco-friendly architecture.

Keywords: Buildings, environment

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang
berjudul bangunan masa depan indonesia yang bersinergi dengan lingkungan.

Karya tulis ilmiah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang
bangunan yang seharusnya bersinergi dengan lingkungan.

Kami mengucapkan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan laporan praktikum ini, terutama kepada :
1. Ibu Yani Suryani selaku dosen Bahasa Indonesia yang telah membimbing dan
mengarahkan kami dalam membuat karya tulis ilmiah ini;
2. Orang tua yang telah memberikan dorongan dan do’a sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini;

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, kami berharap pembaca
memberikan kritik dan saran yang membangun, agar laporan ini dapat lebih baik lagi.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung. Juni 2014

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Hal

 ABSTRAK . ………………………………………………………………………...... i
 KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… iii
 DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... iv
 DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………….. v

1. BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………………. 1


1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………….... 1
1.2 Identifikasi Masalah……........…………………………………………………. 1
1.3 Tujuan ..............………………………………………………………………... 1
1.4 Metoda dan Teknik Pengumpulan Data…….………………………………… 2
1.5 Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data …..…………………………………… 2
1.6 Sistematika Penulisan ……………..…………………………………………. 2

2. BAB II. LANDASAN TEORI ..................………………………………………… 3


2.1 Definisi Lingkungan …….....…………………………………………………. 3
2.2 Definisi Bangunan…………………………………………………………….. 4
2.3 Klasifikasi Bangunan.........……………………………………………………. 4
2.4 Korelasi antara Bangunan dan Lingkungan....………………………………… 7
2.5 Konstruksi Indonesia Ramah Lingkungan ……………………………………... 8

3. BAB III. PEMBAHASAN ..............................................................................……. 12


3.1 Permasalahan Bangunan Saat Ini……………………………………………. 12
3.2 Solusi Untuk Permasalahan Bangunan Saat Ini........……………………. 14
3.3 Gambaran bangunan ramah lingkungan yang bersinergi dengan
lingkungan………………………………………………………………… 21

4. BAB IV. PENUTUP ................................………………………………………….. 24


4.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………. 24
4.2 Saran …………………………………………………………………………… 24

iv
5. DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 25
6. LAMPIRAN................................................................................................................ 26
Lembar Asistensi .......................................................................................................... 26

v
DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 3.1 Bangunan dengan penggunaan material kaca yang


berlebihan ……................................................................................ 13
Gambar 3.2 Adanya ruang yang terbuka langsung menuju kolam pada ruang
tamu semakin menambah kenyamanan penghuni rumah ……....... 14
Gambar 3.3 Pemasangan drainase vertical ………………………………….... 15
Gambar 3.4 Penggunaan paving block pada lahan parker bertujuan untuk
menghindari pemanasan udara ………………………………….... 19
Gambar 3.5 Penggunaan cat eksterior rumah berwarna terang bertujuan agar
radiasi matahari tidak memberikan tambahan panas
kepada bangunan ……………………………………………….... 20
Gambar 3.6 Salah satu contoh dari rumah ramah lingkungan …..…………..…. 21
Gambar 3.7 Bangunan ramah lingkungan ………………….…………..…….... 22

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Saat ini masalah lingkungan cukup sering diperbincangkan. Sebagaimana telah diketahui
bersama bahwa lapisan ozon kini semakin menipis. Dengan terus menipisnya lapisan itu,
sangat dikhawatirkan bila lapisan ini tidak ada atau menghilang sama sekali dari alam
semesta ini. Tanpa lapisan ozon sangat banyak akibat negatif yang akan menimpa
makhluk hidup di muka bumi ini. Penebangan hutan pun terjadi di mana-mana, sehingga
merusak ekosistem. Selain itu, meningkatnya pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun
mengakibatkan pembangunan infrastuktur dimana-mana.

Proses konstruksi pada tahap pelaksanaan pembangunan maupun pada saat bangunan
dimanfaatkan diyakini dapat berdampak negatif pada lingkungan hidup di tempat dan
sekitar bangunan tersebut. Produk bangunan ini memberi konstribusi pada pemanasan
global melalui emisi gas rumah kaca dalam bentuk gas karbon, metana maupun jenis gas
lain yang dihasilkan baik pada tahap konstruksi maupun tahap operasional bangunan.

1.2 Identifikasi masalah


1. Apa definisi lingkungan dan bangunan.
2. Bagaimana hubungan antara bangunan dan lingkungan.
3. Apa saja permasalahan dalam bangunan terhadap lingkungan saat ini.
4. Bagaimana cara menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini.
5. Bagaimana bangunan yang ramah lingkungan.

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi lingkungan dan bangunan.
2. Mengetahui hubungan antara bangunan dan lingkungan.
3. Dapat menjelaskan berbagai permasalahan dalam hal bangunan terhadap lingkungan
yang terjadi saat ini.
4. Mengetahui cara menyelesaikan permasalahan tentang bangunan yang tidak ramah
lingkungan.

1
5. Dapat menjelaskan mengenai bangunan yang ramah lingkungan untuk masa depan
Indonesia.

1.4 Metoda & teknik pengumpulan data


Untuk memperoleh informasi teraktual mengenai bangunan ramah lingkungan, maka
pengumpulan data yang kami lakukan dengan cara studi pustaka ataupun mengambil
informasi dari media internet.

1.5 Lokasi & waktu pegumpulan data


Waktu pencarian data dilakukan sejak tanggal 28 April 2014 dan pengolahan dilakukan
sejak tanggal 1 Mei 2014. Lokasi pengumpulan data di Kota Bandung.

1.6 Sistematika penulisan


Laporan ini disajikan dalam empat bab. BAB I yaitu Pendahuluan yang meliputi Latar
Belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan, Metoda dan Teknik Pengumpulan Data, Lokasi
dan Waktu Pengumpulan, dan Sistematika Penulisan. BAB II yaitu Landasan Teori
meliputi Definisi Lingkungan, Defini Bangunan, Jenis-jenis Bangunan, dan Korelasi
Antara Bangunan dan Lingkungan. BAB III yaitu Permasalahan Bangunan Saat Ini,
Solusi Untuk Permasalahan, dan Rancangan Bangunan Masa Depan Yang Bersinergi
Dengan Lingkungan. Terakhir BAB IV yaitu Penutup meliputi Kesimpulan dan Saran.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Lingkungan


Definisi lingkungan hidup dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1997 adalah:
Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Dalam definisi diatas disebutkan bahwa manusia memiliki peran aktif dalam
menjadikan lingkungan hidupnya seperti apa yang diinginkan. Manusia harus
menyadari bahwa semua sumber daya alam yang ada mempunyai keterbatasan
ketersediaan dalam aspek kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu perlu
harmonisasi antara manusia dengan lingkungan hidup harus tercapai.

2.1.1 Permasalahan lingkungan


Masalah yang berpontensi terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan
antara lain:
1. Populasi Manusia
Overpopulasi adalah suatu kondisi dimana besarnya populasi manusia
lebih besar dari kapasitas lingkungan. Overpopulasi tidak hanya mengenai
jumlah manusia, tetapi merupakan perbandingan antara jumlah manusia
dan sumber daya yang dibutuhkan untuk hidup.

Meningkatnya jumlah penduduk dunia dengan sendirinya menyebabkan


meningkatnya pula kebutuhan pangan, sandang serta papan. Kebutuhan
papan atau tempat tinggal mengakibatkan semakin banyak lahan yang
dialhifungsikan, yang semula hutan dan tanah pertanian diubah menjadi
hunian tempat tinggal. Perubahan fungsi lahan dapat menimbulkan
masalah.

2. Sumberdaya Alam
Sumberdaya alam yang tersedia merupakan salah satu modal
pembangunan. Oleh sebab itu pemanfaatannya harus diperhatikan

3
keberlanjutannya dan tidak merusaknya. Tetapi dalam kenyataannya
sering terjadi eksploitasi sumberdaya alam oleh manusia.
3. Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
Pencemaran udara bukanlah hal yang baru. Sejak awal masa
industrialisasi, pencemaran lingkungan udaha oleh manusia meningkat
sangat tajam, sehingga sistem pembersihan udara secara alami tidak
berfungsi lagi dengan baik. Di samping itu pencemaran udara juga
menimbulkan efek samping seperti lubang ozon dan pemanasan global.

2.2 Definisi bangunan

Suatu benda dapat dikatakan sebagai bangunan bila benda tersebut merupakan hasil karya
orang dengan tujuan untuk kepentingan tertentu dari seseorang atau lebih dan benda
tersebut tidak dapat dipindahkan kecuali dengan cara membongkar.

Bangunan adalah struktur buatan manusia yang terdiri atas dinding dan atap yang
didirikan secara permanen di suatu tempat. Bangunan juga biasa disebut
dengan rumah dan gedung, yaitu segala sarana, prasarana atau infrastruktur dalam
kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun peradabannya. Bangunan
memiliki beragam bentuk, ukuran, dan fungsi, serta telah mengalami penyesuaian
sepanjang sejarah yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti bahan bangunan, kondisi
cuaca, harga, kondisi tanah, dan alasan estetika.

Bangunan mempunyai beberapa fungsi bagi kehidupan manusia, terutama sebagai tempat
berlindung dari cuaca, keamanan, tempat tinggal, privasi, tempat menyimpan barang, dan
tempat bekerja. Suatu bangunan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia khususnya
sebagai sarana pemberi rasa aman dan nyaman.

2.3 Klasifikasi bangunan

Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam
suatu lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, di atas, atau di dalam tanah dan
atau perairan secara tetap yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya
(kepmen no.10/KPTS/2000).

4
Berdasarkan definisi bangunan diatas, maka bangunan dibagi menjadi beberapa kelas
sebagai berikut :

1) Kelas 1 : Bangunan Hunian Biasa, adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan:

 Kelas 1A : bangunan hunian tunggal yang berupa:

o Satu rumah tunggal.

o Satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya


dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah
taman, unit town house, villa.

 Kelas 1B : Rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenis-nya dengan luas
total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap,
dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan kelas
lain selain tempat garasi pribadi.

2) Kelas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-
masing merupakan tempat tinggal terpisah.

3) Kelas 3 : Bangunan hunian di luar bangunan kelas 1 atau 2, yang umum digunakan
sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak
berhubungan, termasuk:

 Rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau

 Bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau

 Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau

 Panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau

 Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang
menampung karyawan-karyawannya.

4) Kelas 4 : Bangunan Hunian Campuran, adalah tempat tinggal yang berada di dalam
suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam
bangunan tersebut.

5
5) Kelas 5 : Bangunan kantor, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-
tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, di luar
bangunan kelas 6, 7, 8, atau 9.

6) Kelas 6 : Bangunan Perdagangan, adalah bangunan toko atau bangunan lain yang
dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan
kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk:

 ruang makan, kafe, restoran

 ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel

 tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum

 pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel

7) Kelas 7 : Bangunan Penyimpanan/Gudang, adalah bangunan gedung yang


dipergunakan penyimpanan, termasuk:

 Tempat parkir umum

 Gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang

8) Kelas 8 : Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik, adalah bangunan gedung


laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu
produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan
barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.

9) Kelas 9 : Bangunan Umum, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk


melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:

 Kelas 9A : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari


bangunan tersebut yang berupa laboratorium

 Kelas 9B : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau


sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan,
bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan
yang merupakan kelas lain

6
10) Kelas 10 : adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian :

 Kelas 10A : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau
sejenisnya

 Kelas 10B : struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau
dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.

11) Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan secara khusus, bangunan atau bagian
dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1 s.d. 10 tersebut,
dalam Pedoman Teknis ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang mendekati sesuai
peruntukannya.

12) Bangunan yang penggunaannya insidentil, bagian bangunan yang penggunaannya


insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan
lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya.

13) Klasifikasi jamak, bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian
dari bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan:

 Bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10 % dari
luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya
disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya

 Kelas-kelas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah

 Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang boiler atau sejenisnya
diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan di mana ruang tersebut terletak

2.4 Korelasi antara Bangunan dan Lingkungan


Dalam penelitiian yang dilakukan Hendrickson dan Horvath pada tahun 2000
dikatakan bahwa konstruksi berpengaruh secara signifikan terhadap lingkungan.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Abidin dan Jaapar, bahwa sektor konstruksi
merupakan penyumbang pertumbuhan ekonomi suatu negara, namun dampak yang
ditimbulkan akibat kegiatan konstruksi terhadap lingkungan sangat besar.
Kontribusi sektor konstruksi terhadap kerusakan alam disebabkan oleh:

7
1. Pengambilan material
2. Proses pengolahan material
3. Distribusi material dari sumber ke pemakai
4. Proses konstruksi
5. Pengambilan lahan untuk bangunan
6. Konsumsi energi saat bangunan dioperasikan

Menurunnya kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan sedikit banyak


disebabkan oleh limbah pembangunan. Poon (1997) melaporkan bahwa sebagian
limbah padat berasal dari limbah konstruksi, serta menyatakan bahwa puing
kontruksi dari pembongkaran merupakan porsi terbesar dari seluruh limbah padat di
hongkong. Faktor kunci untuk meraih keberhasilan bagi perusahaan konstruksi
dalam hal mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan adalah manajemen
lingkungan yang di dasarkan pada komitmen dan tujuan yang jelas (Christini
dkk.,2004).

2.5 Konstruksi indonesia ramah lingkungan


2.5.1 Agenda konstruksi Indonesia 2030
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan sedang membangun
telah memiliki cetak biru bagi sektor konstruksi sebagai grand design dan
grand strategy yang disebut dengan konstruksi Indonesia 2030. Dalam
dokumen tersebut dinyatakan bahwa konstruksi Indonesia mesti berorientasi
untuk tidak menyumbang pada kerusakan lingkungan namun justru menjadi
pelopor perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan di seluruh habitat
persada Indonesia, yang dialami oleh manusia dan seluruh makluk lainnya
secara bersimbiosis mutualisme (LPJKN, 2007, h-37).

Salah satu agenda yang diusulkan adalah melakukan promosi konstruksi


berkelanjutan (sustainable construction) untuk penghematan bahan dan
pengurangan limbah (bahan sisa) serta kemudahan pemeliharaan bangunan
pascakonstruksi (LPJKN 2007, h.142). Dalam beberapa sumber dikatakan
bahwa pembangunan berkelanjutan di Indonesia sudah berjalan, meskipun
hingga saat ini konstruksi berkelanjutan di Indonesia sudah berjalan,
meskipun hingga saat ini konstruksi berkelanjutan belum terlihat secara

8
signifikan. Dalam draft agenda 21 konstruksi berkelanjutan Indonesia
sebagai rujukan pengembangan agenda konstruksi Indonesia 2030, terdapat
tiga pengelompokon agenda berdasarkan kurun waktunya yaitu:

1. Dalam kurun waktu tahun 2011 s/d 2017, disebut dengan agenda jangka
pendek, berisi agenda yang harus segera dilakukan untuk penciptaan
kondisi lingkungan
2. Dalam kurun waktu tahun 2011 s/d 2024 disebut dengan agenda jangka
menengah, berisi agenda yang bertujuan untuk melaksanakan
implementasi konstruksi berkelanjutan termasuk dampaknya.
3. Dalam kurun waktu tahun 2011 s/d 2030 disebut dengan agenda jangka
panjang berisi agenda yang bertujuan menciptakan paradigma baru
dalam impelementasi kontruksi berkelanjutan.

Sebagai upaya dalam mencapai kontruksi berkelanjutan, di Indonesia perlu


di lakukan tindakan tindakan seperti yang di muat dalam agenda konstruksi
Indonesia 2030, yaitu:

1. Penggunaan atau pemanfaatan kembali bangunan bangunan yang telah


ada
2. Perancangan kontruksi yang bertujuan untuk mengurangi limbah yang
ditimbulkannya
3. Penerapan kontruksi ramping (lean construction)
4. Pelaksanaan kontruksi dengan meminimalkan konsumsi energy
5. Penggunaan bangunan dengan meminimalkan konsumsi energy
6. Pengurangan polusi
7. Mempertimbangkan aspek lingkungan pada tahap pengadaan material
sampai dengan tahap konstruksi
8. Penggunaan air secara bijaksana
9. Mempertimbangkan dampak proses konstruksi terhadap masyarakat
sekitar proyek
10. Menetapkan target pencapaian konstruksi berkelanjutan sebagai salah
satu aspek dalam pengingkatan kinerja

9
2.5.2 Bangunan Ramah Lingkungan Berdasarkan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup no.8 tahun 2010
Bangunan dapat di katergorikan sebagai bangunan ramah lingkungan
apabila memenuhi kriteria antara lain (peraturan menteri negara lingkungan
hidup no.8 tahun 2010 BAB II Pasal 4.
Bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan ramah lingkungan
apabila memenuhi kriteria antara lain:
 Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan yang antara
lain meliputi: (1) material bangunan yang bersertifikat eco-label; (2)
material bangunan lokal.
 Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk konservasi sumber daya
air dalam bangunan gedung antara lain: (1) mempunyai sistem
pemanfaatan air yang dapat dikuantifikasi; (2). Menggunakan sumber air
yang memperhatikan konservasi sumber daya air;
 Mempunyai sistem pemanfaatan air hujan.
 Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana konservasi dan diversifikasi
energi antara lain: (1) menggunakan sumber energi alternatif terbarukan
yang rendah emisi gas rumah kaca; (2) menggunakan sistem
pencahayaan dan pengkondisian udara buatan yang hemat energi.
 Menggunakan bahan yang bukan bahan perusak ozon dalam bangunan
gedung antara lain: (1) refrigeran untuk pendingin udara yang bukan
bahan perusak ozon; (2) melengkapi bangunan gedung dengan peralatan
pemadam kebakaran yang bukan bahan perusak ozon.
 Terdapat fasilitas,sarana, dan prasarana pengelolaan air limbah domestik
pada bangunan gedung antara lain: (1) melengkapi bangunan gedung
dengansistem pengolahan air limbah domestik pada bangunan gedung
fungsi usaha dan fungsi khusus; (2) melengkapi bangunan gedung
dengansistem pemanfaatan kembali air limbah domestik hasil pengolahan
pada bangunan gedung fungsi usaha dan fungsi khusus.
 Terdapat fasilitas pemilahan sampah;
 Memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan antara lain: (1)
melakukan pengelolaan sistem sirkulasi udara bersih; (2)
memaksimalkan penggunaan sinar matahari.

10
 Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan tapak berkelanjutan
antara lain: (1) melengkapi bangunan gedung dengan ruang terbuka hijau
sebagai taman dan konservasi hayati, resapan air hujan dan lahan parkir;
(2) mempertimbangkan variabilitas iklim mikro dan perubahan iklim; (3)
mempunyai perencanaan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan
tata ruang; (4) menjalankan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan
perencanaan; dan/atau
 Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mengantisipasi bencana
antara lain: (1) mempunyai sistem peringatan diniterhadap bencana dan
bencana yang terkait dengan perubahan iklim seperti: banjir, topan,
badai, longsor dan kenaikan muka air laut; (2) menggunakan material
bangunan yang tahan terhadap iklim atau cuaca ekstrim intensitas hujan
yang tinggi, kekeringan dan temperatur yang meningkat.

11
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Permasalahan bangunan saat ini


3.1.1 Konsep perancangan bangunan di Indonesia yang mengadopsi negara
beriklim subtropis
Kesalahan mengadopsi konsep rancangan bangunan dari negara beriklim
dingin atau subtropis salah satunya dengan menggunakan atap dari bahan
transparan. Bisa kita ambil contoh pada Gedung Pusat Peragaan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (PP-IPTEK). Bangunan ini tidak mencerminkan
keandalan iptek karena sama sekali tidak mempertimbangkan dan
memanfaatkan ilmu pengetahuan (sains) bangunan dalam rancangan
bangunan di kawasan panas tropis lembab. Atap bangunan yang terbuat dari
bahan yang transparan membuat sinar matahari tembus secara langsung
mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca. Akibatnya adalah akumulasi
dalam ruang. Ruang di dalam bangunan menjadi sangat panas, melampaui
ambang batas toleransi kenyamanan termal manusia di dalamnya. Untuk
menurunkan suhu ruangan di perlukan unit pengkodisian (pendingin) udara
(AC) dengan kapasitas besar, mengakibatkan melambungnya biaya listrik
gedung ini.

Atap bangunan yang 80% terbuat dari bahan transparan (poly carbonat)
secara tidak di sadari menmbiarkan radiasi matahari langsung masuk ke
dalam bangunan. Gedung tiga lantai dengan tata luas sekitar 23.000m2 di
antaranya digunakan untuk area peraga ilmu pengetahuan dan teknologi
akhirnya tidak dapat berfungsi sebagaimana yang direncanakan semula
akibat panasnya udara ruang peraga yang dapat melebihi 36o C (tanpa AC)
sementara suhu luar sekitar 32o C

Konsep memasukan sinar matahari kedalam bangunan melalui bidang atau


atap transparan merupakan solusi desain di negara-negara beriklim subtropis
atau dingin. Bagi daerah beriklim dingin, masuknya sinar matahari kedalam

12
bangunan selain akan membantu memberikan penerangan, juga berfungsi
memanaskan ruang sebagai akibat dari efek rumah kaca, dengan kata lain
mengurangi biaya listrik bagi pemanasan ruang

3.1.2 Orientasi bangunan


Tidak sedikit arsitek di Indonesia yang membuat bangunan tanpa
memerdulikan arah lintasan matahari. Pertimbangan orientasi bangunan
terhadap arah lintasan matahari cenderung diabaikan atau tidak diketahui
sama sekali. Banyak bangunan menghadapkan bidang-bidang kaca lebar ke
arah barat atau timur, arah datangnya radiasi matahari, berkonsekuensi
terhadap pemanasan bangunan , mengakibatkan ketidaknyamanan termis
atau pemborosan energi jika bangunan menggunakan mesin pengkondisian
udara (AC).

Banyak arsitek mengklaim merancang bangunan tropis, namun


kenyataannya tidak mengantisipasi apapun terhadap iklim tropis.
Ketergantungan terhadap penggunaan teknologi yang boros energi dan
melupakan potensi alam semakin mengkhawatirkan kita semua akhir-akhir
ini.

3.1.3 Penggunaan material kaca yang berlebihan


Penggunaan material kaca sebagai
pembalut bangunan atau sebagai atria
(atrium) di Indonesia menyebabkan
ruang bangunan menjadi panas.
Akumulasi panas terhadap bangunan
mengakibatkan penggunaan AC yang
berlebihan, maka energi yang di
Gambar 3.1 Bangunan dengan penggunaan
material kaca yang berlebihan konsumsi untuk pendinginan
Sumber: membengkak karena panas yang harus
http://farianto.files.wordpress.com/2010/03/dana
mon-lama31.jpg dibuang semakin membesar.

13
3.1.4 Kolam air dibawah atap transparan
Dalam gedung PP IPTEK terdapat sebuah kolam air di bawah atap
transparan. Hal ini dapat menyebabkan pemanasan efek rumah kaca.
Mungkin dalam merancang bangunan ini, sang arsitek berharap bahwa
kolam ikan ini dapat menaikkan nilai estetika namun hal ini jelas keliru.
Nyatanya, akibat tingginya suhu udara di atas kolam, air menguap dengan
cepat dan menaikkan tingkat kelembapan udara dalam gedung dan
menambah kerja mesin AC yang berakibat membengkaknya biaya listrik
yang harus dibayar.

3.2 Solusi untuk permasalahan


3.2.1 Konsep perancangan bangunan di Indonesia yang semestinya
a) Kenyamanan Sirkulasi Penghuni
Dalam perencanaan bangunan di Indonesia, kita harus menganalisa apa
saja aktivitas yang akan di lakukan di dalam bangunan tersebut. Selain
itu, apakah fungsi dari bangunan tersebut untuk ruang publik atau
digunakan secara pribadi. Penyesuaian pada tapak juga dapat
menentukan orientasi penempatan ruang – ruang. Hal ini nantinya akan
menentukan hubungan antar ruang agar tercipta jalur sirkulasi yang
tepat

b) Kenyamanan Sirkulasi Udara, Cahaya dan Visual


Mengenai sirkulasi udara
dan cahaya, kita dapat
memanfaatkan kondisi
iklim di Indonesia yang
sangat mendukung untuk
penggunaan energi

Gambar 3.2 Adanya ruang yang terbuka langsung menuju


alami, sehingga kita
kolam pada ruang tamu semakin menambah
kenyamanan penghuni rumah
dapat menekan

Sumber: http://architectaria.com/wp-
penggunaan energi
content/uploads/2009/07/living-area.jpg
listrik. Sebagai
gambarannya kita tidak perlu menyalakan lampu ataupun AC di siang
hari, karena kebutuhan pencahayaan dan penghawaan telah dipenuhi

14
oleh energi alam. Hal ini didukung oleh penempatan pintu dan jendela
maupun lubang angin yang ditentukan melalui analisa tapak, supaya
rumah tersebut mendapat sumber pencahayaan dan penghawaan alami
yang optimal

c) Pemilihan, Penggunaan dan Pengolahan Tapak


Dalam membangun bangunan tempat tinggal baru lokasi sebaiknya
dekat dengan pusat transportasi masal. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan warga berpergian ke tempat lain dengan menggunakan
kendaraan umum sehingga mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

Dalam aspek penggunaan dan pengolahan tapak sebaiknya bangunan


dibangun tanpa banyak harus memodifikasi tapak atau permukaan
tanah. Perkerasan permukaan tanah harus mempertimbangkan
penyerapan air hujan. Material berpori, coneblock, grassblock
merupakan material yang direkomendasikan.

d) Konservasi Air
 Perumahan/permukiman
Kawasan permukiman atau perumahan perlu dirancang untuk
mampu mengonservasi air, baik air tanah maupun air hujan kawasan
permukiman atau perumahan dapat dilengkapi dengan danau-danau
kecil sebagai tempat penampungan air. Penempatan kolam
sedemikian rupa di tempat yang paling rendah di kawasan
perumahan dapat digunakan sebagai penampungan air hujan dan
mencegah genangan atau banjir
 Bangunan yang memiliki lahan sempit
Pembangunan
sarana perumahan
dan infrastruktur
adalah suatu
kebutuhan, namun
Gambar 3.3 Pemasangan drainase vertical
dewasa ini lahan di
Sumber:
http://4.bp.blogspot.com/LFuUQyPDoIQ/T1Yc5oBJ0WI/AAAAAAAAAbA/58Ht

15
-KwuVnY/s1600/project+8.jpg
negara ini semakin sempit. Untuk itu dibuatlah bangunan yang
dibangun secara vertikal. Contohnya apartemen. Namun, dengan
minimnya lahan, kita tidak mungkin membuat danau kecil untuk
penampungan air hujan dan mencegah terjadinya banjir. Untuk
meresapkan air hujan sedekat mungkin dari lokasi turunnya pada
berbagai kondisi lahan secara ekonomis, efektif, dan aman, hadirlah
drainase vertikal KONATA. Suatu inovasi sistem resapan air hujan
yang mampu mencegah banjir sekaligus mengisi kembali air tanah.
Keistimewaan dari drainase vertical KONATA adalah menambah
cadangan air tanah secara cepat, mencegah intrusi air laut, mencegah
terjadinya erosi dan kerusakan infrastruktur dan berdaya guna sangat
lama.

e) Penggunaan Material
Bahan bangunan lebih disarankan agar menggunakan material local
seperti halnya kayu, bamboo karena ditinjau dari sisi keberlanjutannya
dapat di tanam kembali namun maraknya kasus penebangan liar dan
pengerusakan hutan, penggunaan kayu untuk bahan bangunan menjadi
hal yang “sensitif’ di Indonesia. Material yang bersifat reusable, dapat
digunakan atau dipasang kembali jika bangunan diruntuhkan lebih di
sarankan untuk digunakan.

3.2.2 Penghematan energi bangunan


1. Menimalkan perolehan dari panas matahari
Untuk meminimalkan panas yang diterima bangunan dari matahari
perlu dilakukan sejumlah langkah.
Pertama, menghalangi jatuhnya radiasi matahari langsung pada dinding
transparan bangunan yang dapat mengakibatkan terjadinya efek rumah
kaca. Efek rumah kaca akan menaikkan suhu udara secara signifikan.
Kedua, menguragi transimisi panas dari dinding dinding massive yang
terkena radiasi matahari. Dengan melakukan penyelesaian rancangan
sebagai berikut:
 Membuat dinding lapis (berongga) yang diberi ventilasi pada
rongganya

16
 Menempatkan ruang-ruang servis (tangga, toilet, gudang, dsb) pada
sisi sisi jatuhnya radiasi matahari langsung (sisi timur dan barat)
 Memberi ventilasi pada ruang antara atap dan langit langit (pada
bangunan rendah) agar tidak terjadi akumulasi panas pada ruang
tersebut

2. Orientasi bangunan utara selatan (Memanjang timur barat)


Di kawasan sekitar equator sisi barat-timur mendapatkan panas yang
lebih tinggi dibandingkan sisi utara-selatan. Untuk itu di daerah selatan
equator sisi selatan bangunan tidak akan mendapatkan cahaya langsung
matahari antara bulan april hingga September. Sementara sisi utara
bangunan tidak akan mendapatkan cahaya langsung antara bulan oktober
hingga maret. Hal ini perlu di pertimbangkan arsitek dalam merancang
bangunan.

3. Organisasi ruang
Dalam pengorganisasian ruang di bangunan rumah, ruang ruang yang
digunakan untuk aktivitas penting atau utama di letakkan di tengah,
kemudian di apit oleh ruang ruang yang berfungsi sebagai penunjang
atau servis di sisi timur atau barat. Hindarkan penempatan ruang ruang
utama, seperti ruang tidur, ruang keluarga, dan lainnya pada sisi barat,
kecuali jika ada pembayangan dari bangunan lain atau pohon besar pada
sisi tersebut. Dinding ruang di bagian barat akan mendapatkan radiasi
matahari siang dan sore yang sangat tinggi, dan membuat ruang di
dalamnya panas. Sebaiknya sisi barat rumah digunakan untuk ruang
ruang servis. Seperti kamar mandi, wc, gudang, tangga, terutama jika sisi
ini tidak mendapat pembayangan.

4. Memaksimalkan pelepasan panas bangunan


Untuk mengurangi pemanasan bangunan, panas matahari yang masuk
kedalam bangunan harus dibuang. Hal ini dapat di lakukan dengan
pemecahan rancangan arsitektur yang memungkinkan terjdinya aliran
udara silang secara maksium di dalam bangunan. Aliran udara sangat

17
berpengaruh dalam menciptakan “efek dingin” pada tubuh manusia
sehingga sangat mrmbsntu prncapaian kenyamanan suhu

5. Meminimalkan radiasi panas dari plafon (untuk lantai teratas)


Usahakan agar ruang di bawah atap di berikan jalusi semaksimal
mungkin. Hal ini dimaksudkan agar udara panas yang terperangkap di
bawah penutup atap (karena radiasi matahari) dapat dibuang atau
dialirkan keluar sehingga panas tersebut tidak merambatkan
memanaskan ruang di bawahnya. Diusahakan ketinggian plafon dari
lantai tidak kurang dari 3 m. plafon lantai atas menerima panas dari atap
dan udara dalam ruang atap. Plafon merupakan benda dengan suhu lebih
tinggi dari suhu ruang di bawahnya. Untuk itu plafon perlu dijauhkan
dari kepala manusia. Agar kenyamanan termal leebih mungkin di capai

6. Hindari radiasi matahari memasuki bangunan atau bidang kaca


Ketika sinar matahari secara langsung menembus bidang kaca, radiasi
(dalam bentuk gelombang pendek) yang di pancarkan akan memanaskan
(menaikkan suhu) benda benda seperti halnya lantai, meja, kursi,
manusia dalam bangunan tersebut, selain memanaskan kaca itu sendiri.
Akibat pemanasan tersebut, benda-benda memancarkan kembali
panasnya udara ke sekelilingnya, dalam bentuk radiasi gelombang
panjang

Karena secara umum bahan kaca tidak dapat meneruskan gelombang


panjang, panas yang di pancarkan benda benda tersebut akhirnya
terperangkap dalam bangunan. Hal ini mengakibatkan kenaikan suhu
ruang bangunan. Pemanasan ruang akibat hal ini seringkali diatasi
dengan memasang mesin pendingin (AC) yang memerlukan energi besar,
yang seharusnya tidak di perlukan.

7. Manfaat radiasi matahari tidak langsung untuk penerangan ruang


Untuk penerangan ruang, perlu diusahakan mengambil cahaya langit,
bukan cahaya langsung matahari. Cahaya langit adalah cahaya yang

18
dihasilkan dari cahaya difuse matahari. Cahaya ini tidak memberikan
efek pemanasan terhadap ruang yang diterangi.

8. Optimalkan ventilasi silang (untuk bangunan non ac)


Jika ruang tidak menggunakan ac, usahakan agar terjadi aliran udara
yang menerus (ventilasi silang) di dalam rumah atau bangunan, terutama
bagi ruang ruang yang dirasa panas. Hindari menutup seluruh lahan
dengan bangunan, atau dengan kata lain tidak ada ruang terbuka di dua
sisi bangunan yang berlawanan. Jika hal ini terjadi aliran udara menerus
tidak dimungkinkan. Aliran udara penting untuk menciptakan efek
dingin bagi tubuh manusia. Ciptakan ruang-ruang terbuka di sekitar
bangunan jika lahan memungkinkan agar terjadi aliran udara silang
dengan baik.

9. Hindari pemanasan permukaan sekitar bangunan


Untuk menghindari pemanasan
udara di sekitar bangunan,
penggunaan material keras (beton,
aspal) sebagai penutup permukaan
halaman, taman, atau parker yang
tidak terlindung, perlu di
minimalkan. Material keras yang
Gambar 3.4 Penggunaan paving block pada terkena radiasi secara langsung
lahan parker bertujuan untuk menghindari
pemanasan udara akan menaikkan suhu udara di
Sumber: sekitar rumah atau bangunan dan
http://akuinginhijau.files.wordpress.com/2008/03/pav
ing_berumput.jpg akhirnya membuat ruangan di
dalam panas.
Tri Harso dalam Lippsmeier (2013:228) “suhu diatas permukaan rumput
pendek dapat mencapai 4o C lebih rendah dari suhu diatas permukaan
beton dan 5o C lebih rendah seandainya rumput tersebut terlindung dari
sinar matahari”

19
10. Penghijauan atap
Penghijauan atap (green roof) merupakan salah satu cara untuk
mengurangi pemanasan bangunan dan pemanasan kawasan. Penghijauan
atap atau sering di sebut atap bervegetasi atau atap-ekologis merupakan
penghijauan diatas permukaan atap datar yang sudah di beri lapisan
water-profing. Penghijauan atap dapat berupa taman atap yang
digunakan sebagai aktivitas manusia atau sekedar penghijauan yang diisi
oleh tanaman-tanaman jenis tertentu yang umumnya tahan terhadap
lingkungan kering sehingga tidak banyak memerlukan air.

11. Warna dan tekstur dinding luar bangunan


Warna terang cenderung
memantulkan panas
sementara warna gelap
menyerap lebih banyak
panas. Agar radiasi matahari
tidak memberikan tambahan
Gambar 3.5 Penggunaan cat eksterior rumah
berwarna terang bertujuan agar radiasi matahari panas kepada bangunan,
tidak memberikan tambahan panas kepada
bangunan dinding luar dan atap
Sumber: bangunan di daerah beriklim
http://www.gmtproperty.com/img/1086_gambar_Tips_Men
ahan_Debu_untuk_Rumah_di_Pinggir_Jalan_1.jpg panas atau tropis perlu
berwarna terang. Sementara untuk wilayah beriklim dingin dengan suhu
rata-rata rendah, warna dinding dan atap bangunan sebaiknya gelap. Hal
ini dimaksudkan agar lebih banyak radiasi matahari yang dapat diserap
bangunan sehingga bangunan menjadi lebih hangat.

Tekstur material permukaan luar bangunan juga berpengaruh terhadap


penyerapan radiasi matahari. Tekstur kasar menyerap lebih banyak panas
dibanding tekstur halus. Fenomena ini perlu dipahami untuk
mengantisipasi iklim setempat secara benar

20
3.3 Gambaran bangunan ramah lingkungan yang bersinergi dengan lingkungan
3.3.1 Rumah

Gambar 3.6 Salah satu contoh dari rumah ramah lingkungan

Sumber: http://3.bp.blogspot.com/-N4M4p-qORho/UntVnVFV5wI/AAAAAAAAADg/0XP3oD7Phl4/s1600/anatomy-of-green-
building.gif

Pada gambar 3.4 merupakan salah satu gambaran rumah ramah


lingkungan. Ada beberapa konsep rumah ramah lingkungan yang di
terapkan pada gambar tersebut. Yaitu:
1. Ventilasi silang
Pada gambar di atas, seluruh lahan tidak hanya digunakan untuk
bangunan saja, tetapi sebagian lahan tersebut digunakan untuk tanaman
agar terciptanya pemanasan di permukaan sekitar bangunan
2. Sel surya pada atap rumah
Sinar matahari dapat dimanfaatkan sebagai penghasil energi listrik
dengan menggunakan sel surya pada atap rumah. Selain berfungsi
sebagai penghasil energi listri, sel surya tersebut dapat menekan biaya
tagihan listrik yang harus dibayar tiap bulannya
3. Warna cat eksterior yang terang
Dengan menggunakan cat berwarna terang untuk eksterior rumah akan
mengakibatkan rumah tersebut tidak terasa panas. Karena warna terang
pada eksterior rumah tersebut tidak menyerap radiasi dari sinar
matahari

21
4. Tempat penampungan air
Dengan adanya penampungan air hujan tersebut dapat mencegah
terjadinya genangan air dan air tersebut dapat kita gunakan contohnya
untuk menyiram tanaman
5. Orientasi bangunan
Orientasi bangunan tersebut memanjang dari barat ke timur yang berarti
bangunan tersebut mendapatkan cahaya matahari yang maksimal

3.3.2 Gedung

Gambar 3.7 Bangunan ramah lingkungan

Sumber: http://www.imagebali.net/images/artikel/304.jpg

1. Penghijauan atap
Dengan adanya penghijauan atap, hal ini dapat mengurangi pemanasan
bangunan dan pemanasan kawasan. Selain itu, penghijauan atap ini pun
dapat digunakan sebagai aktivitas manusia dan dapat ditumbuhi
tanaman-tanaman lainnya yang membuat bangunan tersebut nampak
asri
2. Tidak menggunakan beton atau aspal sebagai penutup permukaan
halaman dan taman
Dalam bangunan tersebut, tidak digunakannya beton atau aspal sebagai
penutup permukaan halaman dan taman. Sehingga pemanasan udara di
sekitar bangunan dapat dihindari

22
3. Ventilasi silang
Pada gambar di atas, seluruh lahan tidak hanya digunakan untuk
bangunan saja, tetapi sebagian lahan tersebut digunakan untuk tanaman
agar terciptanya pemanasan di permukaan sekitar bangunan
4. Warna cat eksterior yang terang
Dengan menggunakan cat berwarna terang untuk eksterior rumah akan
mengakibatkan rumah tersebut tidak terasa panas. Karena warna terang
pada eksterior rumah tersebut tidak menyerap radiasi dari sinar
matahari

23
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bangunan ramah lingkungan merupakan suatu rancangan kawasan dan bangunan
yang mempertimbangkan kondisi fisik lingkungan setempat, dan menjawab
permasalahan iklim tropis. Rancangan arsitektur kawasan dan bangunan harus
mempertimbangkan faktor lokasi, iklim, konservasi air hujan dan air tanah,
meminimalkan limbah, penghijauan kawasan, dan lainnya yang sesuai dengan
kaidah-kaidah perancangan arsitektur ramah lingkungan.

Kemudian, penghematan energi merupakan bagian penting dalam konsep


perancangan bangunan ramah lingkungan. Penghematan energi dapat menyisakan
sumber energi bagi generasi mendatang serta meminimalkan emisi CO2 sebagai
penyebab utama pemanasan bumi dan perubahan iklim global.

Apabila kedua hal ini dapat bersinergi dengan baik, tidak dapat dipungkiri lagi
jika pembangunan di Indonesia mengikuti peraturan menteri negara lingkungan
hidup no.8 tahun 2010 maka agenda konstruksi 2030 dapat terlaksana

4.2 Saran
Dalam menciptakan bangunan ramah lingkungan yang bersinergi dengan
lingkungan yang terdapat pada agenda konstruksi 2030 dan dalam hal
pembangunannya mengikuti peraturan menteri negara lingkungan hidup no.8
tahun diharapkan semua pihak dapat saling berkerja sama. Mulai dari pemilik
bangunan, perencana dan pelaksana.

24
DAFTAR PUSTAKA

Harso, Tri (2013), Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga suatu bahasan
tentang indonesia. Depok: Penerbit PT. Rajagrafindo Persada
Ervianto, Wulfram (2012), Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau.
Yogyakarta: ANDI OFFSET
Frick, Heinz., Suskiyatno, Bambang (1998), Dasar-dasar Eko-arsitektur.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius

25
LAMPIRAN

26
RIWAYAT HIDUP

Dea Yunita Sari, Lahir di Bandung, 8 Juni 1995. Lulus Sekolah


Menengah Atas Negeri 1 Bandung pada tahun 2013. Tahun 2007 lulus
dari sekolah dasar Karang Pawulang IV dan melanjutkan sekolah ke
SMPN 2 Bandung dan lulus tahun 2010.

Saat ini penulis sedang melakukan studi di Politeknik Negeri Bandung


Jurusan Teknik Sipil Program Studi D3 Konstruksi Gedung.

Deasy Monica Parhastuti, Lahir di Bandung, 15 Mei 1996. Lulus


Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Cimahi pada tahun 2013. Tahun
2007 lulus dari sekolah dasar Cijerah 1 dan melanjutkan sekolah ke
SMPN 4 Cimahi dan lulus tahun 2010.

Saat ini penulis sedang melakukan studi di Politeknik Negeri


Bandung Jurusan Teknik Sipil Program Studi D3 Konstruksi Gedung.

27

Anda mungkin juga menyukai