Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Paru

Yang dimaksud dengan kanker paru adalah kanker paru primer, yakni

tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus

(bronchogenic carcinoma). Karakteristik klinis penderita kanker paru

menunjukkan kasus lebih banyak pada laki-laki, umur > 40 tahun dan perokok.1

Gambaran klinik kanker paru tidak berbeda dari penyakit paru lainnya,

dari anamnesis didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor-faktor

lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat

berupa :4

• Batuk-batuk dengan/tanpa dahak

• Batuk darah

• Sesak napas

• Suara serak

• Sakit dada

• Sulit/sakit menelan

• Benjolan dipangkal leher

• Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan

dengan rasa nyeri yang hebat

ii

Universitas Sumatera Utara


Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti

terapi) seperti :1

• Pembedahan

Indikasi pembedahan kuratif pada kanker paru untuk KPKBSK adalah pada

stadium I dan II. Pada penderita yang inoperabel maka radioterapi /dan

kemoterapi dapat diberikan. Pembedahan juga merupakan bagian dari combined

modality therapy misal nya untuk KPKBSK stadium IIIA.

• Radioterapi

Radioterapi pada kanker paru dapat bersifat kuratif dan paliatif. Pada terapi

kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoradioterapi neoadjuvan untuk

KPKBSK stadium IIIA.

2.1.1 Stadium kanker Paru

Anatomi Kelenjar getah bening dalam klasifikasi revisi TNM untuk kanker

paru-paru berdasarkan N1, N2 kelenjar getah bening mediastinum sesuai komite

Staging Internasional (ISC) dari Asosiasi Internasional untuk Studi Kanker Paru

(IASLC) pada nodal stasiun untuk stadium kanker paru. 3

• Sistem TNM

Sistem TNM ini menggambarkan tingkat anatomi penyakit didasarkan pada

penilaian dari tiga komponen : T : besarnya tumor primer, N : ada atau tidaknya

keterlibatan / metastasis kelenjar getah bening, M : ada atau tidaknya metastasis

jauh.11

• TNM Klasifikasi Klinis

• T : Tumor Primer

ii

Universitas Sumatera Utara


• TX : tumor primer tidak dapat dinilai, atau tumor dibuktikan oleh adanya

sel-sel ganas di sputum atau hasil bilasan bronkial tetapi tidak

divisualisasikan oleh pencitraan atau bronkoskopi

• T0 : Tidak ada bukti tumor primer

• Tis : Karsinoma in situ

• T1 : Tumor 3 cm atau kurang dalam dimensi terbesar, dikelilingi

oleh paru-paru atau visceral pleura, tanpa bukti dari bronkoskopi dimana

invasi lebih proksimal dari bronkus lobar (yaitu, bukan dalam bronkus

utama)

T1a : Tumor 2 cm atau kurang dalam dimension 1 terbesar

T1b : Tumor lebih dari 2 cm tapi tidak lebih dari 3 cm dalam dimensi

terbesar

• T2 : Tumor lebih dari 3 cm tetapi tidak lebih dari 7 cm, atau tumor

dengan salah satu dari poin berikut berikut:

- Melibatkan bronkus utama, 2 cm atau lebih distal ke karina

- Menginvasi pleura visceral

- Terkait dengan atelektasis atau pnemonitis obstruktif yang meluas ke

daerah hilus, tetapi tidak melibatkan seluruh paru-paru

T2A Tumor lebih dari 3 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm terbesar

dimensi.

T2B Tumor lebih dari 5 cm tapi tidak lebih dari 7 cm dalam dimensi

terbesar.

• T3 : Tumor lebih dari 7 cm atau yang secara langsung menginvasi salah

satu dari berikut : dinding dada (termasuk tumor sulkus superior),

ii

Universitas Sumatera Utara


diafragma, saraf frenikus, mediastinum pleura, pericardium parietal, atau

tumor di bronkus utama kurang dari 2 cm distal ke carina tapi tanpa

keterlibatan carina, atau atelektasis terkait atau pneumonitis obstruktif

paru-paru seluruh atau nodul tumor yang terpisah di lobus yang sama

sebagai tumor primer.

• T4 : Tumor dari berbagai ukuran yang menyerang salah satu dari berikut:

mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, saraf laringeal

rekuren, esofagus, tubuh vertebral, carina, tumor nodul yang terpisah

dalam lobus ipsilateral berbeda dengan tumor primer.

• N : Kelenjar Getah Bening Regional

• NX : kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai

• N0 : Tidak ada metastasis daerah kelenjar getah bening

• N1: Metastasis di peribronchial ipsilateral dan / atau kelenjar getah bening

hilus ipsilateral dan di intrapulmonal, termasuk keterlibatan dengan

ekstensi langsung

• N2 : Metastasis di kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral dan /

atau subkarinal

• N3 : Metastasis di hilus kontralateral mediastinal, kontralateral, sisi tak

sama panjang ipsilateral atau kontralateral, atau kelenjar getah bening

supraklavikula

• M : Metastasis Jauh

• M0 : Tidak ada metastasis jauh

• M1: Metastasis jauh

ii

Universitas Sumatera Utara


• M1A : Nodul tumor terpisah dalam lobus kontralateral, tumor pleura

dengan nodul atau ganas pleura atau efusi perikardial

• M1B : Metastasis jauh

Tabel 1. TNM System Version 7 Non-Small Cell Lung Cancer.11

TX Sitologi positif

T1 ≤ 3 cm

T1a ≤ 2 cm

T1b > 2-3 cm

T2 Bronkus utama ≥ 2 cm dari karina, invasi ke pleura visceral,

parsial atelectasis

T2a > 3-5 cm

T2b > 5-7 cm

T3 > 7 cm, invasi ke dinding dada, diafragma, perikardium, pleura

mediastinal, bronkus utama < 2 cm dari karina, atelektasis total,

nodul pada lobus yang sama

T4 Penyebaran ke jantung, mediastinum, pembuluh darah, karina,

trakea, esophagus, penyebaran tumor lobus ipsilateral

N1 Peribronkial ipsilateral, hilus ipsilateral

N2 Subkarina, mediastinal ipsilateral

N3 Mediastinal atau hilus kontralateral, scalene atau supraklavikula

M1 Metastasis jauh

M1a Penyebaran tumor pada lobus kontralateral, nodul pada pleura

ii

Universitas Sumatera Utara


atau pleura ganas, efusi perikard

M1b Metastasis jauh

keterlibatan daripada mediastinal didapati dengan adanya paralese pita

suara dan pelebaran karina utama sampai keterlibatan kelenjar subkarina. Adanya

kompresi eksternal dari dinding lateral dari trakea bagian bawah akibat

pembesaran kelenjar di paratrakea merupakan kasus yang inoperable, ini

mengasumsikan sudah ada keterlibatan kelenjar daripada tumornya.12

Dengan menggunakan klasifikasi stadium TNM dapat mengeliminasi

pasien dari bedah kuratif, sebagai contoh: stadium IIIb (T1N3) dimana dengan

sudah ada keterlibatan kelenjar getah bening manajemennya tidak operable dan

T4N0 dimana terkadang dapat dilakukan reseksi bedah dan mungkin dapat

memperpanjang angka ketahanan hidup. Kanker paru stadium lanjut bisa juga

dengan meliputi tumor (T3) dengan ekstensi langsung ke dinding dada, diafragma,

mediastinum pleura, atau dalam 2 cm dari karina dan hampir semua tumor T4

menyerang mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus,

vertebral tubuh, dimana dalam keadaan ini tidak dapat di bedah lagi.13

Bila Stadium daripada kanker sangat diperlukan, biopsi daripada lesi dapat

memberikan hasil yang akurat sebelum didapati hasil daripada biopsi ditempat

lain. Seperti contoh, jika pasien dengan masa di lobus bawah daripada paru dan

pembesaran kelenjar subkarinal (stasiun 7) dan di kelenjar paratrakeal kanan

(stasiun 4R), prosedur yang dapat dilakukan adalah bronkoskopi dengan TBNA di

nodus 4R, karena pada pasien akan didapati pasien dengan stadium N3, apabila

ii

Universitas Sumatera Utara


dari kasus ini diagnosa tidak didapati dari nodus 4R, stasiun 7 selanjutnya dapat

dilakukan TBNA karena akan didapat N2 sudah terlibat.14

2.1.2. Jenis Histologi

Untuk menentukan jenis histologis, dipakai klasifikasi histologis menurut

World Health Organization (WHO) tahun 1999 yang cukup rinci, tetapi untuk

kebutuhan klinis cukup jika hanya dapat ditetapkan jenis histologis:

• Karsinoma skuamosa (kasrsinoma epidermoid)

• Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)

• Adenokarsinoma (adenocarcinoma)

• Karsinoma sel besar (large cell carcinoma)

Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter spesialis Patologi

Anatomi mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi/histopatologi yang tepat.

Karena itu untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal harus ditetapkan,

apakah termasuk KPKSK atau KPKBSK.1

2.1.3. Bronkoskopi

Bronkoskopi dapat didefinisikan sebagai prosedur diagnostik dan terapi

yang memungkinkan visualisasi langsung dari lumen trakeobronkial dengan

bantuan bronkoskop, perangkat optik khusus. Bronkoskopi juga digunakan

sebagai alat terapi untuk mengobati obstruksi jalan napas luminal disebabkan oleh

berbagai penyakit, perdarahan dari struktur pernapasan, dan gangguan paru.15

Bronkoskopi berfungsi sebagai prosedur diagnostik dan terapi berbagai

penyakit dan kelainan saluran napas. Indikasi tindakan diagnostik pada

bronkoskopi antara lain pada keadaan:15

ii

Universitas Sumatera Utara


• Batuk

• Batuk darah

• Mengi dan stridor

• Gambaran foto toraks yang abnormal.

• Pemeriksaan Bronchoalveolar Lavage (BAL) :

- Infeksi paru.

- Penyakit paru difus (bukan infeksi).

• Pembesaran kelenjar limfe atau massa pada rongga toraks.

• Karsinoma bronkus.

- Ada bukti sitologi atau masih tersangka.

- Penentuan derajat karsinoma bronkus.

- Follow up karsinoma bronkus.

• Karsinoma metastasis.

• Tumor esofagus dan mediastinum.

• Benda asing pada saluran napas.

• Striktur dan stenosis pada saluran napas.

• Cedera akibat zat kimia dan panas pada saluran napas.

• Trauma dada.

• Kelumpuhan pita suara dan suara serak.

• Kelumpuhan diafragma.

• Efusi pleura.

• Pneumotoraks yang menetap.

• Miscellaneous.

- Sangkaan fistel trakeoesofagus atau bronkoesofagus.

ii

Universitas Sumatera Utara


- Fistel bronkopleura.

- Bronkografi.

- Memastikan pemasangan pipa endotrakeal.

- Memastikan pipa endotrakeal terpasang dengan baik pada kasus-

kasus trauma.

- Pemeriksaan paska operasi trakea, trakeobronkial atau

penyambungan bronkus.

Indikasi tindakan bronkoskopi terapeutik adalah pada keadaan:15

• Dahak yang tertahan, gumpalan mukus.

• Benda asing pada saluran pernapasan.

• Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi.

• Laser therapy.

• Brachytherapy.

• Pemasangan sten trakeobronkial.

• Melebarkan bronkus.

• Laser.

• Dilatasi dengan menggunakan balon.

• Abses paru.

• Kista pada mediastinum.

• Kista pada bronkus.

• Pneumotoraks.

• Fistel bronkopleura.

• Miscellaneous.

- Injeksi intralesi.

ii

Universitas Sumatera Utara


- Pemasangan pipa endotrakeal.

- Kistik fibrosis.

- Asma.

- Trauma dada.

- Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis).

Gambar 1. Bronkoskopi serat optik lentur.16

Dalam menegakkan diagnosis kanker paru selain dari gejala klinis dan

juga bantuan dari radiologis, peran bronkoskopi sangat penting. Ada beberapa

instrumen yang dapat digunakan melalui bronkoskopi dalam pengambilan

spesimen untuk membantu penegakkan diagnosis, seperti biopsi forcep, sikatan,

dan juga TBNA.14

Keahlian daripada operator bronkoskopi sangat penting peranannya dalam

keberhasilan tindakan prosedur bronkoskopi dan penegakkan diagnosis penyakit

paru. Seorang operator bronkoskopi setidaknya harus sudah mengerjakan 100

prosedur untuk meningkatkan kompetensi dasarnya dan paling sedikit sudah

mengerjakan 25 prosedur bronkoskopi pertahunnya, dan dalam tindakan TBNA

dengan BSOL menurut ACCP (American College of Chest Physicians), operator

ii

Universitas Sumatera Utara


bronkoskopi harus mengerjakan prosedur tindakan TBNA paling sedikit 10

prosedur pertahunnya.17

2.2. Definisi TBNA

Kebanyakan tumor ditandai dengan adanya stenosis pada bronkus atau

kompresi eksternal akibat jaringan tumor ataupun keterlibatan daripada kelenjar

getah bening. Ada beberapa tindakan untuk pendiagnosaan seperti sikatan, bilasan,

dan teknik yang berkembang sekarang ini adalah TBNA dari kelenjar

mediastinal.12

TBNA merupakan sebuah teknik yang dapat digunakan oleh bronkoskopis

untuk mendiagnosis secara patologis daripada paru dan merupakan tindakan

nonbedah untuk menentukan stadium bronkogenik karsinoma. Biopsi daripada

kelenjar di mediastinal dapat diaplikasikan dengan menggunakan teknik dalam

pengambilan sampel jaringan melalui trakeal dan dinding bronkial, dan teknik ini

dapat diaplikasikan dengan menggunakan rigid bronkoskopi dan dengan jarum

metal melalui kateter pada bronkoskopi fleksibel.18,19

Aspirasi jarum transbronkial (TBNA) adalah modalitas yang memungkinkan

kita untuk mengambil sampel jaringan dari submukosa lebih dalam serta dari

daerah ekstraluminal dekat pohon endobronkial. Jaringan dapat diperoleh baik

untuk pemeriksaan sitologi atau histologis, dan diagnosis kondisi ganas serta

jinak, termasuk diagnosis infeksi mikrobakteri dan meningkatkan hasil dari

bronkoskopi fleksibel. Prosedur ini mengurangi kebutuhan mediastinoskopi, dan

dalam beberapa kasus untuk torakotomi, meningkatkan kesejahteraan pasien dan

mengurangi biaya perawatan medis. Meskipun nilai yang telah teruji, tetapi pada

sekarang ini modalitas tetap kurang dimanfaatkan oleh bronkoskopis modern.

ii

Universitas Sumatera Utara


Aspirasi jarum transbronkial ini merupakan tindakan yang termasuk aman dan

mempunyai beberapa komplikasi yang pernah dilaporkan seperti pneumotorak,

hemomediastinum, demam.10,18,20

Pada tahun 1978, wang dkk pertama kali mengenalkan tindakan TBNA pada

masa di paratrakeal menggunakan rigid bronkoskopi dengan jarum yang rigid dan

panjang. Ikeda juga mengenalkan revolusioner bronkoskopi fleksibel pada tahun

1968, dimana jauh beberapa tahun sebelum teknik aspirasi daripada jarum ini

diadaptasikan dengan bronkoskopi. Pada tahun 1979, Oho dkk melaporkan

penggunaan pertama daripada jarum pada bronkoskopi fleksibel dan

pendeskripsian dari fleksibilitasnya sesuai dengan keamanannya dimana tidak

ditemukannya komplikasi pada 800 prosedur.18

Dari beberapa evaluasi tindakan yang didapat selama ini dari TBNA

merupakan prosedur yang aman dengan sedikit insiden komplikasi seperti

perdarahan, pneumotorak dan infeksi mediastinal,sehingga dapat juga

disimpulkan bahwa TBNA merupakan tindakan sedikit invasif daripada teknik

bedah diagnostik dan telah terbukti nyaman untuk pasien rawat jalan.17,18,21

2.2.1. Indikasi TBNA

TBNA merupakan suatu tindakan yang banyak digunakan untuk menentukan

keganasan di kelenjar mediastinal, dan merupakan tindakan yang tepat dalam

pengambilan sampel kelenjar getah bening di trakeobronkial untuk menentukan

stadium kanker paru baik NSCLC ataupun SCLC. Teknik ini merupakan tindakan

yang sensitif bila secara anatomi didapati kompresi bronkus dari lesi

ekstrabronkial atau penyempitan bronkus akibat penyebaran tumor ke submukosa

atau ke kelenjar getah bening.20,21

ii

Universitas Sumatera Utara


Gasparini dkk mendapati hasil diagnostik untuk keganasan sebesar 69 % dari

TBNA. Sensitivitas dari bronkoskopi rigid dan fleksibel dengan tindakan TBNA

mempunyai nilai 74%, dan 70% menurut Bilaceroglu dkk. Hasil dari TBNA ini

bernilai 30% sampai 70% bergantung dari pengalaman lapangan operator

bronkoskopis, sampel, sampel on-site, dan teknik pengolahan sampel, menurut

ACCP untuk mendapatkan hasil yang baik seorang operator bronkoskopis harus

melakukan 25 prosedur TBNA dan untuk mempertahankan keahlian

kompetensinya maka ia harus melakukan setidaknya 10 prosedur TBNA dalam 1

tahunnya. Menurut Bilaceroglu Semra dan Chhajed sensitivitas dan keakuratan

dari teknik ini dalam kanker paru: 60-90%.17,19,20,22,23

Pada kanker paru dengan stadium III (kompresi bronkus), stadium IV

(pelebaran bronkus), nodul di perifer, TBNA merupakan prosedur yang pertama

kali dilakukan. Dari penelitian lain didapatkan hasil aspirat yang positif dari

TBNA pada kasus dengan penampakan anatomi abnormal seperti pelebaran

karina, infiltrasi submukosa, kompresi saluran napas atau lesi masa di

endobronkial.22,23

Aspirat yang positif yang didapat dari kelenjar mediastinal dapat

membantu dalam menentukan stadium pada pasien dengan bronkogenik

karsinoma, tanpa mediastinoskopi dan torakotomi. 22

Untuk mendapatkan hasil yang akurat dari TBNA selain bronkoskopis

yang sudah terlatih dan dapat juga dengan bantuan CT-scan toraks, apabila dari

hasil CT-scan toraks didapati keterlibatan kelenjar mediastinal dan hasil TBNA

positif untuk keganasan, maka pembedahan bukan merupakan indikasi. Hasil

aspirat yang negatif daripada kelenjar medastinal tidak menyingkirkan

ii

Universitas Sumatera Utara


kemungkinan keterlibatan dari kelenjar meskipun tidak didapati pembesaran

kelenjar dari CT-scan toraks. Mc kenna dkk menyatakan bahwa lebih dari 40%

pasien dengan bronkogenik karsinoma hadir dengan pembesaran kelenjar

meskipun dengan ukuran < 1 cm dari CT-scan toraks. 22,23

Dengan TBNA didapat juga keuntungan seperti mengurangi biaya untuk

diagnostik dengan komplikasi yang sedikit daripada tindakan mediastinoskopi.

Diagnosis dengan TBNA berdasarkan spesimen patologi dan akurasi diagnostik

dari TBNA bernilai cukup tinggi.21,24

Tabel 2. Indikasi dari tindakan TBNA.21

Indikasi dari TBNA

Diagnosis bronkogenik karsinoma

Diagnosis penyakit keganasan di mediastinum

Stadium dari penyakit keganasan di mediastinum

Diagnosis dari penyakit lymphoproliferative

Diagnosis dari penyakit metastasis

Diagnostik dari tumor jinak dari mediastinum :

• Sarkoidosis

• Infeksi :

• Tuberkulosis

• Infeksi mikroorganisme lain

Diagnosis dan terapi kista bronkogenik

Diagnosis dari nodul perifer, masa, infiltrate

Diagnosis dari penyakit endobronkial

ii

Universitas Sumatera Utara


2.2.2. Prosedur Tindakan

TBNA dapat dengan aman dan berhasil dilakukan untuk lesi endobronchial

yang dicurigai ditemui selama bronkoskopi. Untuk mencegah kerusakan pada

saluran kerja BSOL oleh jarum, BSOL harus dijaga selurus mungkin, dengan

ujung distal dalam posisi netral selama penyisipan kateter. Akhir jarum tersebut

harus dijamin dalam hub logam selama prosedur berlangsung melalui saluran

kerja. Jarum maju dan terkunci pada tempatnya setelah hub logam terlihat diluar

ujung BSOL. Kateter kemudian dapat ditarik kembali menjaga ujung jarum distal

dengan yang ada pada BSOL. BSOL ini kemudian maju ke daerah sasaran, dan

ujung jarum tersebut berlabuh di ruang intercartilaginous dalam upaya untuk

menembus dinding saluran napas setegak lurus mungkin. Teknik-teknik yang

dapat digunakan:

• Jabbing methode : jarum didorong melalui ruang intercartilaginous dengan

tusukan.

• hub against the wall methode : jarum dalam posisi retraksi, ujung distal

kateter (hub logam) dapat ditempatkan secara langsung kontak dengan

target, sedangkan jarum didorong keluar dari kateter untuk penetrasi spontan

melalui dinding trakeobronkial yang cepat melalui saluran kerja bronkoskop

tersebut. Jarum dikeluarkan, sementara skope diposisikan pada hidung atau

mulut, dan jarum didorong melalui jaringan menembus sasaran.

• Piggyback methode : sekali jarum maju dan terkunci dalam satu posisi,

kateter terfiksasi terhadap ujung proksimal dari tempat insersi, dengan

menggunakan jari telunjuk dalam single port scope atau dengan jari

kelingking dalam dual port scope, agar tidak bergeser jika ada perlawanan,

ii

Universitas Sumatera Utara


sedangkan bronkoskop dan kateter kemudian didorong ke depan sebagai

satu kesatuan, sampai seluruh jarum menembus dinding trakeobronkial.

• Cough methode : sambil menerapkan teknik jabbing atau piggyback, pasien

diminta untuk batuk keras untuk penetrasi spontan daripada jarum melalui

dinding trakeobronkial. 3,19

Gambar 2. metode TBNA : a.) Metode jabbing, b.) Metode Piggyback, c.)

Metode batuk, d.) Metode Hub Against the Wall.10

Semua teknik ini dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi untuk

penetrasi jarum melalui dinding trakeobronkial. Pengambilan sampel lesi perifer

yang terbaik dilakukan dengan menempatkan hub logam jarum terhadap lesi,

dengan bantuan fluoroscopic, sebelum mendorong jarum ke dalam lesi. Untuk lesi

lebih sulit dijangkau, jarum dapat maju ke dalam saluran napas besar dan

ii

Universitas Sumatera Utara


kemudian dipandu ke menuju lesi dengan bantuan fluoroskopi. Pengambilan

sampel lesi endobronchial dapat dilakukan dengan menusukkan jarum pada lesi,

ke metal hub, sejajar dengan dinding saluran napas, dan dengan gerakan naik

turun berulang kali, dengan aspirasi terus menerus. Teknik mendapatkan spesimen

histologi melalui TBNA membutuhkan penggunaan perakitan jarum 19-gauge dan

untuk spesimen sitologi dapat menggunakan jarum 23-gauge, dan rata-rata

lamanya tindakan prosedur TBNA dengan BSOL menurut penelitian Herth dkk

adalah ±12,5 menit.10, 25

2.3. Alat

Seperti prosedur bronkoskopis lainnya bahan terpenting daripada kesuksesan

TBNA adalah seorang bronkoskopis yang handal dan mempunyai keahlian dalam

setiap tindakan / aplikasi yang dia lakukan dan jarum yang dirancang untuk dapat

melalui bronkoskopi tanpa merusak bronskospi fleksibel.10

Dalam rangka mengatasi kesulitan diagnosis dengan hanya mengandalkan

sitologi, Wang mendemonstrasikan dengan jarum 19-gauge aman untuk TBNA

dengan bronkoskopi rigid. Wang kemudian merancang instrumen dengan jarum

19-gauge dengan BSOL untuk memperoleh spesimen histologi, dengan jarum ini

melalui BSOL didapatkan spesimen histologi yang baik terbukti dari penelitian

dengan hasil aspirat adekuat untuk spesimen histologi pada 21 pasien dari 25

pasien (84%) dan mendapatkan diagnosis pasti pada 18 pasien (72%).21

Shink melakukan TBNA dengan BSOL dengan menggunakan jarum 19-

gauge dan 21-gauge pada lokasi yang sama dengan sensitiviti jarum 19-gauge

adalah 78,2% tanpa ROSE, dan 85,5% dengan ROSE, sensitiviti jarum 21-gauge

ii

Universitas Sumatera Utara


adalah 52,7%. Berdasarkan penelitian ini, Shink lebih merekomendasikan para

ahli bronkoskopis untuk menggunakan jarum 19-gauge.1

2.4. Anatomi

Sebelum melakukan TBNA pada lesi di mediastinum, penting untuk

mengetahui hubungan antara pohon trakeobronkial dengan kelenjar getah bening

disekitarnya dan struktur vaskular agar pengambilan sampel aman. Jarum harus

benar-benar mengenai kelenjar getah bening untuk mendapatkan spesimen yang

memadai sambil menghindari vaskular terdekat.10

Gambar 3. Skema diagram dari 11 stasiun nodal yang dapat diakses oleh

TBNA, menurut penjelasan Wang, dengan hasil positif dari stasiun 1-4, 8 dapat

mempengaruhi manajemen bedah dari kanker paru, Ao=Aorta, Pa=arteri paru.10

ii

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4. Diagram skema yang menggambarkan lokasi kelenjar paratrakeal

kanan.10

Dari 11 stasiun nodul yang dapat diakses TBNA, pada aspirasi hanya 5

stasiun yang sering dilakukan TBNA dan pada akhirnya berguna dalam penentuan

stadium dari bronkogenik karsinoma, stasiun tersebut adalah : stasiun 7, stasiun

4R, stasiun 4L, stasiun 11R, stasiun 11L, berikut akan dijelaskan mengenai

lokasinya :10

• Stasiun 7 (subcarinal)

Dengan posisi operator berada dibelakang pasien dengan posisi pasien

terlentang, kelenjar subcarinal (ATS stasiun 7) dapat dengan mudah diakses

dengan lokasi 3-5 mm dibawah kedua sisi karina utama, dengan arah posisi

jarum inferomedial.

• Stasiun 4R (paratrakeal kanan)

Untuk mendapatkan hasil sampel yang terbaik dari kelenjar getah bening di

paratrakeal kanan (ATS stasiun 4R) adalah pada 2 cm atau pada proksimal

ruang interkartilago kedua atau ketiga ke karina pada posisi jam 1-2, dan

ii

Universitas Sumatera Utara


arah jam 3 untuk menghindari pleura mediastinum dan vena azigos, seperti

yang terlihat pada gambar 5.

• Stasiun 4L (paratrakeal kiri)

Untuk mendapatkan sampel terbaik dari jendela aortapulmonar atau kelenjar

paratrakeal kiri (ATS stasiun 4L) adalah pada dinding lateral bronkus utama

kiri dekat karina pada posisi jam 9.

• Stasiun 11R (hilar kanan)

Lokasi kelenjar hilus kanan (ATS stasiun 11R) terbaik didapati melalui

bronkus intermedius pada posisi jam 3, dibawah daripada lobus kanan atas

atau proksimal daripada asal segmen superior bronkus kanan bawah.

• Stasiun 11L (hilar kiri)

Lokasi untuk kelenjar hilar kiri (ATS stasiun 11L) adalah pada posisi jam 9

dari asal lobus bawah kiri daripada bronkus.

ii

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5. Peta stasiun nodal menurut IASLC.26

2.5. Peranan CT-Scan Toraks

Pencitraan yang sering digunakan dalam menentukan stadium kanker paru

terutama kanker paru bukan sel kecil adalah dengan foto toraks, CT-scan toraks,

MRI (Magnetic Resonance Imaging), PET Scan (Positron Emission

Tomography). CT-scan toraks merupakan pencitraan yang sering digunakan

setelah pemeriksaan foto toraks untuk mengevaluasi pasien dengan kanker paru.27

Penilaian pembesaran KGB (kelenjar getah bening) mediastinum sangat

penting dalam penyakit paru. KGB umumnya dapat ditemukan didaerah hilus dan

mediastinum. Menurut hasil otopsi terdapat 64 kelenjar getah bening di

mediastinum yang sebagian besar (50 buah) letaknya di paratrakeal. Hanya kira-

kira 12 buah yang terletak di para esofagus, bentuknya bisa oval, atau seperti

piramid.28

Mengenai ukuran, sampai sekarang belum ada suatu kepastian, umunya

kurang dari 15 mm, dan jarang lebih besar dari 20 mm. Ukuran KGB dipengaruhi

oleh beberapa faktor :28

• Lokasi KGB

KGB yang paling besar terletak di paratrakeal dekat karina.

• Sumbu KGB

Pemeriksaan tomografi komputer potongan aksial, tidak selalu

memperlihatkan ukuran sumbu KGB.

• Infeksi dan paru kolaps

ii

Universitas Sumatera Utara


KGB dapat membesar akibat peradangan yang sering menyertai

keganasan paru. Sulit dibedakan apakah pembesaran KGB disebabkan

metastasis, keganasan paru atau suatu reaksi proses peradangan

Gambar 6. a) klasifikasi KGB mediastinum menurut American

Thoracic Society dari CT-scan toraks.28

Gambar 6. b) klasifikasi KGB mediastinum menurut American

Thoracic Society dari CT-scan toraks.28

ii

Universitas Sumatera Utara


Setelah mengevaluasi tumor primer, klinisi perlu untuk menentukan ada

tidaknya keterlibatan dan lokasi dari kelenjar getah bening (N). Penilaian yang

akurat dari kelenjar getah bening mediastinal sangat penting dalam penentuan

pengobatan selanjutnya dan prognosa pasien dengan KPBSK, akan tetapi CT-scan

toraks tidak cukup untuk mengevaluasi keterlibatan dari kelenjar getah bening

mediastinal karena hanya bisa menilai ukuran, bentuk, dan lokasi dari kelenjar

getah bening mediastinal.27

Harrow dkk (2000) melakukan studi multi-institusional untuk menentukan

peranan CT-scan toraks dengan TBNA, menggunakan lokasi spesifik daripada

kelenjar getah bening untuk mengidentifikasikan prediksi klinis dan radiograpic

dalam mendapatkan aspirat yang positif.9

Kanker paru bukan sel kecil biasanya bermetastasis pertama kali ke kelenjar

getah bening hilus dan mediastinum. Stadium dari kelenjar mediastinum dapat

dibagi berdasarkan pencitraan dan sampel, untuk pencitraan seperti CT-scan

toraks, MRI, PET-Scan. Sampel patologis dari lesi yang dicurigai dapat diambil

dengan mediastinokopi, torakoskopi, TBNA dll. indikasi utama untuk TBNA

adalah untuk menentukan keterlibatan dari kelenjar getah bening untuk

menentukan stadium kanker paru terutama mengeksklusikan N3 dan foto toraks

serta CT-scan toraks rutin dilakukan pada pasien-pasien ini.25

ii

Universitas Sumatera Utara


Gambar 7 a), b), c). Menunjukkan ilustrasi peta kelenjar dari International

Association for the Study of Lung Cancer (IASLC) dapat diaplikasikan untuk

stadium klinis berdasarkan CT-scan toraks pada potongan axial.26

ii

Universitas Sumatera Utara


Gambar 7 d). Menunjukkan ilustrasi peta kelenjar dari International

Association for the Study of Lung Cancer (IASLC) dapat diaplikasikan untuk

stadium klinis berdasarkan CT-scan toraks pada potongan coronal.26

Gambar 7 e), f). Menunjukkan ilustrasi peta kelenjar dari International

Association for the Study of Lung Cancer (IASLC) dapat diaplikasikan untuk

stadium klinis berdasarkan CT-scan toraks pada potongan sagital.26

2.6. Morfologi

Penting untuk menentukan jenis sel baik dari sitologi maupun histopatologi,

apakah masuk kedalam suatuk KPBSK jenis adenokarsinoma ataupun suatu

skuamos sel karsinoma dan untuk mendapatkan jenis histologi/sitologi ini sering

kali melibatkan lebih dari satu macam disiplin ilmu seperti ahli paru,ahli bedah,

radiologis dan patologis karena keputusan dalam manajemen terapi ditentukan

dari jenis histologi/sitologi, berdasarkan inilah peranan dan keputusan seorang

patologis sangat penting dalam diagnosis kanker paru.

Banyak cara dalam mendapatkan diagnosis secara patologi dari kanker paru

meliputi bronkoskopi, aspirasi jarum halus, core biopsi, dll. Suatu

ii

Universitas Sumatera Utara


adenokarsinoma dapat bermanifestasi sebagai diferensiasi kelenjar dengan adanya

satu atau lebih gambaran lepidic, asinar, papilar, mikropapilar, pola padat. Secara

gambaran sitologi, suatu diferensiasi adenokarsinoma dapat berupa beberapa pola,

termasuk betuk sel bola 3-dimensi, pseudopapilar, papilar murni, dan struktur

asinar (picket fence atau drunken honeycomb). Suatu adenokarsinoma juga

memiliki sitoplasma basopilik homogen, granular yang jelas atau berbusa dan

tembus pandang, dan sering dengan vakuola sitoplasma, inti sel sering terletak

eksentrik dengan kromatin yang bervariasi dari granular halus dan seragam,

hiperkromatik dan kasar dengan distribusin tidak teratur, kebanyakan sel tumor

memiliki makronuleus tunggal.

Diferensiasi skuamous sering ditandai dengan keratinisasi, mutiara, jembatan

interselular. Keratinisasi merupakan gambaran yang khas dalam spesimen

sitologi, pada pewarnaan papanicolou, keratinisasi akan bewarna kuning terang

atau merah, sitoplasma kurang tembus pandang dibandingkan adenokarsinoma,

sel sering berbentuk bulat sampai bulat telur atau memanjang dengan batas sel

tajam, sel juga dapat terlihat dengan ekor sitoplasma yang panjang/bentuk

kecebong. Inti biasanya soliter, ditengah, hiperkromatik dengan tepi persegi

panjang. Biasanya kromatin padat, homogen, pyknotic, nukleolus tidak

berkembang dengan baik.

Ketika suatu adenokarsinoma dan skuamous sel karsinoma sulit dibedakan

maka penting kita untuk menggunakan pewarnaan imunohistokimia atau

pewarnaan mucin.29,30

Tabel.3 Gambaran sitomorpologi.30

ii

Universitas Sumatera Utara


Skuamos Adenokarsinoma Sel kecil

-Sitoplasma orangeophilic -Batas sel tidak jelas -Sitoplasma

basopilik
-Sitoplasma keratinized -Nukleus multiple

-Nukleus molding
-Jembatan interselullar -Macronucleoli

-Apoptotic bodies
-Formasi mutiara -Sitoplasma berbusa

-Necrosis Granular
-Ceel-in-cell arrangement -Kromatin terbuka
“salt pepper”
-Hiperkeratosis -Struktur papillary
chromatin

-Hiperkromatik halus pada -Tumor giant sel


-Ukuran sel 1,5 x
nukleus
dari limposit

-Ink dot atau kromatin

piknotik

-Malignant single cells

Perbedaan batas sel

ii

Universitas Sumatera Utara


Gambar 8 a). Menunjukkan gambaran karsinoma sel. Gambar 8 b) menunjukkan

gambaran suatu adenokarsinoma.30

Menurut Diacon dkk dari penelitiannya bahwa pewarnaan dengan

Papanicolaou memiliki hasil yang akurat daripada pewarnaan Giemsa dan dalam

pewarnaan perlu diperhatikan dalam kecepatan, persiapan, kualitas pewarnaan. 31

Gambar 9. a). Dengan pewarnaan Wright-Giemsa menunjukkan sitoplasma

lebih jelas dan menunjukkan inti pleomorfik gelap, tapi kualitas chromatin jelek,

b). Dengan Papanicolaou menunjukkan gambaran nukleus irreguler,

menggambarkan keganasan.31

ii

Universitas Sumatera Utara


2.7. Interpretasi Sitologi TBNA

Tindakan sitologi aspirasi sekarang ini begitu popular dikalangan tenaga

medis, dimana dapat merupakan suatu alat yang bernilai tinggi dalam

menentukan jenis sitologi, memiliki akurasi, sensitivitas dan spesifitas yang

tinggi. Dalam mengevaluasi diagnosis dari pada kanker memerlukan kerjasama

dari beberapa penilaian seperti klinis, radiologis, informasi patologis. Masalah

yang sering dihadapai dalam pembacaan sitologi adalah kesulitan dalam

menentukan benign dan malignant, maka dari itu ahli patologi membuat suatu

sistem kategori daripada sitologi yang mana akan dapat memudahkan patologis

dalam pembacaan sitologi, kategori tersebut adalah.32 :

• C1 : inadekuat

• C2 : benign

• C3 : atypical

• C4 : kecurigaan malignansi

• C5 : malignansi

ii

Universitas Sumatera Utara


2.8. kerangka Konsep

Foto Torak Sitologi Sputum CT-scan toraks

Gambaran Keganasan di Stadium kanker


klinis paru paru, TNM system

Sitologi
TBNA
Terapi
Bronkoskopi

Indikasi Indikasi Indikasi pre


diagnostik terapeutik operatif

Keterangan :  variabel yang diteliti

 variabel yang tidak diteliti

ii

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai