TINJAUAN PUSTAKA
Hikayat adalah salah satu bentuk sastra karya prosa lama yang
isinya berupa cerita, kisah, dongeng maupun sejarah. Umumnya
mengisahkan tentang kephalawanan seseorang, lengkap dengan
keanehan, kekuatan/ kesaktian, dan mukjizat sang tokoh utama.
7
(e. Sejarah dan biografi, misalnya Hikayat Raja-Raja Pasai dan
Hikayat Abdullah;
(f. Cerita berbingkai, misalanya Hikayat Bakhtiar dan Hikayat
Maharaja Ali;
8
d. Sebagai karya tulis
Pengertian bahwa hikayat itu adalah cerita memang masih
tidak jelas. Tidak setiap karya klasik yang berupa cerita (prosa)
dikatakan sebagai hikayat. Sastra klasik yang masih berupa sastra
lisan, yang dalam hal ini umumnya berupa cerita-cerita rakyat,
tidaklah dikatakan sebagai hikayat. Pengertian hikayat hanya
terbatas pada sastra-sastra tulis yang telah dibukukan. Umumnya,
cerita-cerita tulis tersebut adalah sastra yang tumbuh dan
berkembang di lingkungan-lingkungan kerajaan / istana. Temanya
pun sebagian besar berkisar tentang kehidupan kerajaan / istana.
Novel berasal dari bahasa Itali, juga dari bahasa Latin yakni
novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru.
Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis sastra
lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul
kemudian (Tarigan, 1984:164).
9
adalah dalam hal perwatakan, permasalahan yang dialami sang tokoh,
serta perluasan dari latar cerita tersebut.
10
tetapi lebih mengutamakan cerita masyarakat sebagai suatu
totalitas (Tarigan, 1984:165-166).
11
pengarangnya. Dengan demikian, novel ini menyajikan
persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat,
dan langgeng (abadi) yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan
aripnya kehidupan manusia, disamping pesona hiburan dan
nikmatnya cerita.
2.3.1 Tema
12
b. Tema dikenal/diketahui dengan baik.
Maksudnya bahwa sekurang-kurangnya prinsip-prinsip
ilmiah diketahui oleh penulis. Berdasarkan prinsip ilmiah yang
diketahuinya, penulis akan berusaha sekuat tenaga mencari
data melalui penelitian, observasi, wawancara, dan sebagainya
sehingga pengetahuannya mengenai masalah itu bertambah
dalam. Dalam keadaan demikian, disertai pengetahuan teknis
ilmiah dan teori ilmiah yang dikuasainya sebagai latar belakang
masalah, maka ia sanggup menguraikan tema itu sebaik-
baiknya.
2.3.2 Amanat
13
2.3.3 Penokohan
14
2.3.4 Latar
Latar dibedakan menjadi tiga, yaitu latar waktu, latar tempat, dan
latar suasana. Latar waktu adalah waktu (masa) tertentu ketika
peristiwa dalam cerita itu terjadi. Latar tempat adalah lokasi atau
bangunan fisik lain yang menjadi tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
dalam cerita. Suasana adalah salah satu unsur intrinsik yang berkaitan
dengan keadaan psikologis yang timbul dengan sendirinya bersamaan
dengan jalan cerita. Suatu cerita menjadi menarik karena berlangsung
dalam suasana tertentu. Misalnya, suasana gembira, sedih, tegang,
penuh semangat, tenang, damai, dan sebagainya. Suasana dalam
cerita biasanya dibangun bersama pelukisan tokoh utama. Pembaca
mengikuti kejadian demi kejadian yang dialami tokoh utama dan
bersama dia pembaca dibawa larut dalam suasana cerita.
a. Latar tempat
Latar tempat adalah tempat yang menjadi latar peristiwa
lakon itu terjadi. Peristiwa dalam lakon adalah peristiwa fiktif
yang menjadi hasil rekaan penulis lakon. Menurut Aristoteles
peristiwa dalam lakon adalah mimesis atau tiruan dari
kehidupan manusia keseharian. Seperti diketahui bahwa sifat
dari naskah lakon bisa berdiri sendiri sebagai bahan bacaan
sastra, tetapi bisa sebagai bahan dasar dari pertunjukan.
Sebagai bahan bacaan sastra, interpretasi tempat kejadian
peristiwa ini terletak pada keterangan yang diberikan oleh
penulis naskah lakon dan dalam imajinasi pembaca.
Sedangkan sebagai bahan dasar pertunjukan, tempat peristiwa
ini harus dikomunikasikan atau diceritakan oleh para pemeran
sebagai komunikator kepada penonton.
Analisis ini perlu dilakukan guna memberi suatu gambaran
padapenonton tentang tempat peristiwa itu terjadi. Analisis ini
juga sangatpenting dilakukan karena berhubungan dengan tata
15
teknik pentas.Gambaran tempat peristiwa dalam lakon kadang
sudah diberikan olehpenulis lakon, tetapi kadang tidak
diberikan oleh penulis lakon. Analisis latar tempat dapat
dilakukan dengan mencermati dialog-dialog peranyang sedang
berlangsung dalam satu adegan, babak atau dalamkeseluruhan
lakon tersebut.
b. Latar waktu
Latar waktu adalah waktu yang menjadi latar belakang
peristiwa, adegan, dan babak itu terjadi. Latar waktu terkadang
sudah diberikan atau sudah diberi rambu-rambu oleh penulis
lakon, tetapi banyak latar waktu ini tidak diberikan oleh penulis
lakon. Tugas seorang sutradara danpemeran ketika
menghadapi sebuah naskah lakon adalah menginterprestasi
latar waktu dalam lakon tersebut. Denganmenggetahui latar
waktu yang terjadi pada maka semua pihak akan
bisamengerjakan lakon tersebut. Misalnya, penata artistik akan
menata perabot dan mendekorasi pementasan sesuai dengan
latar waktu.
Analisis latar waktu perlu dilakukan baik oleh seorang
sutradara maupun oleh pemeran. Analisis latar waktu yang
dilakukan oleh sutradara biasanya berhubungan dengan tata
teknik pentas, sedangkan yang dilakukan oleh pemeran
biasanya berhubungan dengan akting dan bisnis akting. Latar
waktu dalam naskah lakon bisa menunjukkan waktudalam arti
yang sebenarnya (siang, malam, pagi, sore), waktu yang
menunjukkan sebuah musim (musim hujan, musim kemarau,
musim dingin dan lain-lain), dan waktu yang menunjukkan
suatu zaman atauabad (Zaman Klasik, Zaman Romantik,
zaman perang dan lain-lain).Analisis latar waktu bisa dilakukan
16
dengan mencermati dialog-dialog yang disampaikan oleh tokoh
dalam adegan atau babak yang sedang berlangsung.
2.3.5 Alur
17
d. Sudut pandang campuran, (sudut pandang orang pertama dan
pengamat serba tahu). Pengarang mula-mula menggunakan
sudut pandang orang pertama. Selanjutnya serba tahu dan
bagian akhir kembali ke orang pertama.
Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2043784-pengertian-
sudut-pandang/#ixzzB9S5JvQ2a
18
digunakan untuk mempengaruhi sikap dan perasaan pembaca. Untuk
itu, bentuk pengungkapan bahasa harus efektif dan mampu
mendukung gagasan secara tepat yang memiliki segi estetis sebagai
sebuah karya. Kekhasan, ketepatan, dan kebaruan pemilihan bentuk-
bentuk pengungkapan yang berasal dari imajinasi dan kreatifitas
pengarang dalam pengungkapan bahasa dan gagasan sangat
menentukan keefektifan wacana atau karya yang dihasilkan. Hal ini
bisa dikatakan bahwa bahasa akan menentukan nilai kesastraan yang
akan diciptakan.
19
bahasa adalah pengarang yang terekam dalam karya yang
dihaslkannya. Oleh sebab itu setiap pengarang mempunyai gayanya
masing-masing.
2.3.8 Pesan
a. Informatif
Yaitu untuk memberikan keterangan fakta dan data
kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan
sendiri, dalam situasi tertentu pesan informatif tentu lebih
berhasil dibandingkan persuasif.
b. Persuasif
Yaitu berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian
dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan
memberikan sikap berubah. Tetapi berubahnya atas kehendak
sendiri. Jadi perubahan seperti ini bukan terasa dipaksakan
akan tetapi diterima dengan keterbukaan dari penerima.
20
c. Koersif
Menyampaikan pesan yang bersifat memaksa dengan
menggunakan sanksi-sanksi bentuk yang terkenal dari
penyampaian secara inti adalah agitasi dengan penekanan
yang menumbuhkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan
publik. Koersif berbentuk perintah-perintah, instruksi untuk
penyampaian suatu target. (Widjaja & Wahab,1987:61)
21
(c. Nilai Sosial, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan norma –
norma dalam kehidupan masyarakat (misalnya, saling
memberi, menolong, dan tenggang rasa)
(d. Nilai Estetika, yaitu nilai yang berkaitan dengan seni,
keindahan dalam karya sastra (tentang bahasa, alur, tema)
22