Anda di halaman 1dari 15

Pembahasan

I. Pengertian

Dyspepsia adalah satu dari penyakit-penyakit (ringan) yang paling umum dari usus. Dyspepsia
bukanlah istilah yang terlalu baik untuk penyakit ringan karena ia menyiratkan bahwa ada
pencernaan makanan yang abnormal. Nama umum lain untuk dyspepsia adalah gangguan
pencernaan (indigestion).
Dyspepsia digambarkan paling baik sebagai penyakit fungsional, disebut dyspepsia fungsional.
Pada organ-organ berotot dari saluran pencernaan - kerongkongan (esophagus), lambung, usus
kecil, kantong empedu, dan kolon (usus besar). Istilah fungsional, adalah bahwa salah satu dari
keduanya yaitu otot-otot dari organ-organ atau syaraf-syaraf yang mengontrol organ-organ tidak
bekerja secara normal, sebagai akibatnya, organ-organ tidak berfungsi secara normal. Syaraf-
syaraf yang mengontrol organ-organ termasuk tidak hanya syaraf-syaraf yang terletak didalam
otot-otot dari organ-organ namun juga syaraf-syaraf dari sumsum tulang belakang (spinal cord)
dan otak.
Beberapa penyakit-penyakit saluran pencernaan dapat dilihat dan didiagnosis dengan mata
telanjang, seperti ulcers dari lambung. Jadi, ulcers dapat dilihat waktu operasi, pada x-rays, dan
pada endoskopi. Penyakit-penyakit lain tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, namun dapat
dilihat dan didiagnosis dibawah mikroskop. Contohnya, gastritis (peradangan lambung)
didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskop dari biosi dari lambung. Penyakit-penyakit
fungsional pencernaan (gastrointestinal) tidak dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan
mikroskop. Penyakit-penyakit fungsional pencernaan adalah yang melibatkan fungsi yang
abnormal dari organ-organ pencernaan dimana kelainan-kelainan tidak dapat dilihat pada organ-
organ dengan mata telanjang atau mikroskop.
Kadang penyakit yang diperkirakan adalah fungsional akhirnya ditemukan berhubungan dengan
kelainan-kelainan yang dapat dilihat. Contoh dari ini adalah infeksi Helicobacter pylori dari
lambung. Beberapa pasien-pasien dengan gejala-gejala pencernaan bagian atas yang ringan yang
diperkirakan mempunyai fungsi abnormal dari lambung atau usus telah ditemukan mempunyai
lambung-lambung yang terinfeksi dengan Helicobacter pylori. Infeksi ini dapat didiagnosis
dibawah mikroskop dengan mengidentifikasi bakteri. Ketika pasien-pasien dirawat dengan
antibiotik-antibiotik, Helicobacter dan gejala-gejala hilang. Jadi, pengakuan infeksi-infeksi
dengan Helicobacter pylori telah mengeluarkan beberapa penyakit-penyakit pasien dari katagori
fungsional.

Meskipun ada kekurangan-kekurangan dari istilah, fungsional, konsep dari kelainan fungsional
adalah bermanfaat untuk pendekatan dari banyak gejala-gejala yang berasal dari organ-organ
sistim pencernaan yang berotot. Untuk mengulangi, konsep ini berlaku pada gejala-gejala yang
mana tidak ada kelainan-kelainan yang berkaitan yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau
mikroskop.
II. Anamnesis

Berdasarkan scenario, didapat bahwa :

1. Anak tersebut muntah-muntah setelah makan semenjak 2 hari, kurang lebih 5-6 kali/hari
banyaknya ½ gelas akua berisi makanan.
2. Pasien juga sering mengeluh mual dan kembing semenjak 1 minggu yang lalu.
3. Pada pem. fisik tidak cekung matanya, mukosa mulutnya kering.
4. Nyeri tekan epigastrium.

III. Pemeriksaan

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN

Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi dengan tujuan agar hasil
pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum melakukan manipulasi terhadap
abdomen.

TOPOGRAFI ANATOMI ABDOMEN

Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk menentukan
lokalisasi kelainan, yaitu:
1. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui
umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri
bawah.
2. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis
vertikal.
 Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh
dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS).
 Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan
mid-line abdomen.
 Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri,
lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik,
dan iliaka kiri.

Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat terlihat dan
teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal dapat teraba di daerah
tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di daerah kuadaran kiri bawah, kolon
asendens dan saecum teraba lebih lunak di kuadran kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ
retroperitoneal dalam keadaan normal tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan
uterus gravid teraba di daerah suprapubik.

INSPEKSI
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama
dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:

 Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun


pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-
bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan
lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena
(obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).
 Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
 Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali, splenomegali, kista
ovarii, hidronefrosis).
 Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
 Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau tumor
apa.
 Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada dinding
abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
 Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan gambaran
pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
Perhatikan juga gerakan pasien:

 Pasien sering merubah posisi  adanya obstruksi usus.


 Pasien sering menghindari gerakan  iritasi peritoneum generalisata.
 Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/ relaksasi 
peritonitis.
 Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat nyeri 
pankreatitis parah.

AUSKULTASI

Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising
pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.

 Mendengarkan suara peristaltic usus.


Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh
bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara
dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.

Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi).
Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic lebih
tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-sound).

Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan
sampai hilang.

 Mendengarkan suara pembuluh darah.


Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya
pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal,
terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.

PALPASI

Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:

 Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
 Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan untuk
menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan
penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
 Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang
dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
 Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta untuk
menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan menekan daerah
muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka
itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu
adalah spasme sejati.
 Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri
berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian
depan dinding abdomen.
 Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.
Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen &
dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk sementara,
sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba
saat memantul.

Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan
pada organ oleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan lainnya.

 Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,


konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan
warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.

Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan atas.
Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila perlu
pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran hati
dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan berapa sentimeter di bawah
prosesus xiphoideus. Sebaiknya digambar.

Anatomic Location of Organs by Quadrant

RIGHT UPPER QUADRANT (RUQ ) LEFT UPPER QUADRANT (LUQ)


Liver Stomach
Gallbladder Spleen
Duodenum Left lobe of liver
Head of pancreas Body of pancreas
Right kidney and adrenal Left kidney and adrenal
Hepatic flexure of colon Splenic flexure of colon
Part of ascending and transverse colon Part of transverse and descending colon
RIGHT LOWER QUADRANT (RLQ) LEFT LOWER QUADRANT (LLQ)
Cecum Part of descending colon
Appendix Sigmoid colon
Right ovary and tube Left ovary and tube
Right ureter Left ureter
Right spermatic cord Left spermatic cord

MIDLINE
Aorta
Uterus (if enlarged)
Bladder (if distended)

PERKUSI

Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,


menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi
cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara
bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ
berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).

 Orientasi abdomen secara umum.


Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk
mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi usus,
pekak hati akan menghilang.

 Cairan bebas dalam rongga abdomen


Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara
perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness
dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien dimiringkan
akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan asites:
o Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah
ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan
yang akan diteruskan ke sisi yang lain.

Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada


satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada
dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan
gelombang.

o Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).


Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah.
Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke
redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan
perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak
adanya peralihan suara redup.

Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan:

 Darah perifer lengkap


 LED
 Urinalistis
 Biakan urine pada anak wanita
 Test benzidin
 Analisis tinja termasuk pemeriksaan parasit dan telur cacing

Pemeriksaan penunjang lainnya disesuaikan dengan kelainan yang didapat pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik, seperti uji hidrogen nafas, USG abdomen, lipase dan amilase darah, test
fungsi hati.

IV. WD

Berdasarkan gejala klinis dan keluhan yang diderita anak tersebut, working diagnostic pasien
tersebut adalah DYSPEPSIA FUNGSIONAL.

V. DD
a. GERD (Gastro Esofageal Reflux Desease)

Suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan
berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring, laring, dan saluran nafas.

Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal
bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa rasa terbakar(heartburn), kadang-
kadang bercampur dengan gejala disfagia(kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi,
dan rasa pahit di lidah. Walau demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak
berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang
mirip dengan keluhan pada serangan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan
yang padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barrett’s
esophagus. Odinofagia(rasa sakit pada waktu menelan makanan) dapat bisa timbul jika sudah
terjadi ulserasi esophagus yang berat.

GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esophageal yang atipik dan sangat
bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak, suara serak, laryngitis, batuk karena aspirasi
sampai timbulnya bronkiektasis atau asma.

Medika Mentosa:

1. PPI (Penghambat Pompa Proton)


 Dosis :
Omeprazol 2 x 20mg
Lansoprazol 2 x 30mg
Pantoprazol 2 x 40mg
Esomeprazol 2 x 40mg
 Lama terapi : 6-8 minggu.

Non Medika Mentosa:

 Meninggikan posisi kepala saat tidur


 Menghindari makan menjelang tidur
 Berhenti merokok dan alcohol
 Kurangi lemak dan jumlah makanan

b. Tukak Lambung (Peptic Ulcer Disease)

Luka pada lambung atau usus duodenum karena terjadi ketidakseimbangan antara faktor agresif seperti
sekresi asam lambung, pepsin dan infeksi bakteri Helicobacter pylori dengan faktor defensif/faktor
pelindung mukosa seperti produksi prostaglandin, gastric mucus, bikarbonat dan aliran darah mukosa.
Singkatnya, tukak lambung merupakan suatu penyakit pada saluran pencernaan yang ditunjukkan dengan
terjadinya kerusakan mukosa lambung bisa karena sekresi asam lambung berlebih, infeksi H. pylori,
maupun produksi prostaglandin yang berkurang.

Infeksi bakteri H. pylori dan penggunaan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) menjadi penyebab
utama terjadinya tukak lambung. H. pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral yang
hidupnya pada bagian gastrum antrum. Bakteri ini bersifat patogen. H. pylori menghasilkan sitotoksin
yang dapat memecah pertahanan mukus kemudian menempel di sel epitel lambung atau usus 12 jari. Di
lambung, bakteri akan menghasilkan karbondioksida, amonia dan produk lain seperti protease, katalase,
dan fosfolipase yang bersifat toksik. Produk-produk yang dihasilkan akan terakumulasi sehingga merusak
pertahanan mukosa lambung dan menyebabkan ulcerasi atau tukak.

Stress dapat memicu tukak lambung karena dalam kondisi stress sangat dimungkinkan orang akan
melakukan tindakan yang beresiko terjadinya tukak lambung seperti merokok, mengkonsumsi obat
NSAID atau alkohol.
Gejala tukak lambung yang dialami rasa panas pada perut, sebah, mual, tidak tahan makanan berlemak,
nyeri pada bagian ulu hati yang akan hilang setelah mengkonsumsi makanan. Selain terbangun di malam
hari karena nyeri yang dirasakan, rasa nyeri di ulu hati yang hilang setelah mengkonsumsi makanan
merupakan gejala spesifik pada tukak lambung yang dapat mempermudah diagnosis.

Obat pilihan

Nama Generik : Antasida DOEN

Kontra Indikasi : Pasien dengan gangguan ginjal

Dosis & Aturan Pakai : Tablet = 1-2 tablet, larutan = 1-2 sendok teh.

c. Gastritis (Magh)

Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti
perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal,
tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung.
Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri yang
dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori. Tetapi factor – factor lain seperti
trauma fisik dan pemakaian secara terus menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan
gastritis.

Gejala-gejala

 Walaupun banyak kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala dan tanda – tanda penyakit
ini sama antara satu dengan yang lainnya. Gejala-gejala tersebut antara lain :
 Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih
buruk ketika makan
 Mual
 Muntah
 Kehilangan selera
 Kembung
 Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan
 Kehilangan berat badan

Gastritis yang terjadi tiba – tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan sakit pada perut bagian atas,
sedangkan gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya mempunyai gejala seperti sakit
yang ringan pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera. Bagi sebagian orang, gastritis
kronis tidak menyebabkan apapun.

VI. Patofisiologi

Dyspepsia disebabkan oleh beragam hal yang dapat ditelusuri berdasarkan kategorinya.

1. Non-ulcer dyspepsia adalah dyspepsia yang tidak diketahui penyebabnya karena - bila diendoskopi -
bagian kerongkongan, perut, atau duodenum terlihat normal, tidak menunjukkan borok sama sekali.
Diperkirakan 6 dari 10 penderita dyspesia tergolong dalam kategori ini.
2. Duodenal and stomach (gastric) ulcers yakni dyspesia yang disebabkan oleh borok di usus duabelas jari
atau lambung. Jenis ini kerap dinamai peptic ulcer.
3. Duodenitis and gastritis atau radang di usus duabelas jari dan/atau lambung. Radang tersebut bisa saja
ringan atau parah, tergantung boroknya.
4. Acid reflux, oesophagitis and GORD. Acid reflux terjadi ketika zat asam keluar dari lambung dan naik
ke kerongkongan. Acid reflux bisa menyebabkan esofagitis (radang kerongkongan) atau gastro-
oesophageal reflux disease (GORD - acid reflux, dengan atau tanpa esofagitis).
5. Hiatus hernia atau lambung bagian atas menekan dada bagian bawah melalui bagian diafragma yang
bermasalah. Biasanya hiatus hernia hanya menyebabkan GORD.
6. Infeksi bakteri H. pylori.
7. Efek samping obat-obatan tertentu, misalnya obat-obatan anti peradangan atau obat-obatan lain
(misalnya antibiotik dan steroid).

Rangsangan psikis/ emosi sendiri secara fisiologis dapat mempengaruhi lambung dengan 2 cara,
yaitu:
1. Jalur neuron: rangsangan konflik emosi pada korteks serebri mempengaruhi kerja hipotalamus
anterior dan selanjutnya ke nucleus vagus, nervus vagus dan selanjutnya ke lambung.
2. Jalur neurohumoral: rangsangan pada korteks serebri → hipotalamus anterior → hipofisis anterior
(mengeluarkan kortikotropin) → hormon → merangsang korteks adrenal (menghasilkan hormon
adrenal) → merangsang produksi asam lambung
Faktor psikis dan emosi (seperti pada anksietas dan depresi) dapat mempengaruhi fungsi saluran
cerna dan mengakibatkan perubahan sekresi asam lambung, mempengaruhi motilitas dan
vaskularisasi mukosa lambung serta menurunkan ambang rangsang nyeri.Pasien dyspepsia umumnya
menderita anksietas, depresi dan neurotik lebih jelas dibandingkan orang normal.
VII. Manifestasi klinik
 nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari : tipe ulkus
 Kembung, mual dan cepat kenyang merupakan keluhan yang paling sering ditemukan :
tipe dismotilitas
 Non-spesifik bila tak ada keluhan dominan

VIII. Pengobatan

Medika mentosa :

1. Antasida
2. Penyekat H2 reseptor, untuk menghilangkan rasa nyeri di ulu hati.
3. Penghambat pompa proton, untuk tipe ulkus.
4. Sitoproteksi
5. Metoklopiramid, antagons reseptor dopamine D2 untuk dipepsia fungsional.
6. Domperidon, tidak melewati sawar otak.
7. Cisaprid, keberhasilan 2 kali lipat disbanding placebo.
8. Agonis motilin, eritromisin, dapat meningkatkan pengosongan lambung.

Non medika mentosa

Diet

Makanan berserat seringkali direkomendasikan untuk pasien-pasien dengan IBS, namun serat masih
belum dipelajari pada perawatan dyspepsia. Meskipun demikian, mungkin adalah layak untuk merawat
pasien-pasien dengan dyspepsia dengan serat jika mereka juga mempunyai sembelit.

Ketidaktoleranan pada lactose (gula dalam susu) seringkali disalahkan untuk dyspepsia. Karena dyspepsia
dan ketidaktoleranan lactose keduanya adalah umum, kedua kondisi-kondisi mungkin hidup bersama.
Pada situasi ini, membatasi lactose akan memperbaiki gejala-gejala dari ketidaktoleranan lactose, namun
tidak akan mempengaruhi gejala-gejala dyspepsia. Ketidaktoleranan lactose dengan mudah ditentukan
oleh pengujian efek-efek lactose (pengujian pernapasan hidrogen) atau mencoba diet yang mengeliminasi
lactose yang tegas/keras. Jika lactose ditentukan adalah bertanggung jawab untuk beberapa atau seluruh
dari gejala-gejala, penghapusan (eliminasi) dari makanan-makanan yang mengandung lactose adalah
tepat. Sayangnya, banyak pasien-pasien menghentikan meminum susu atau memakan makanan-makanan
yang mengandung susu tanpa bukti-bukti yang baik bahwa itu memperbaiki gejala-gejala mereka. Ini
seringkali merugikan pemasukan kalsium mereka.
Satu dari senyawa-senyawa makanan yang paling umum dikaitkan dengan gejala-gejala dyspepsia adalah
lemak. Bukti ilmiah bahwa lemak menyebabkan dyspepsia adalah lemah. Kebanyakan dari pendukung
adalah bersifat anekdot (tidak berdasarkan studi-studi ilmiah yang dilakukan dengan hati-hati). Meskipun
demikian, lemak adalah satu dari pengaruh-pengaruh yang paling poten pada fungsi pencernaan. Ia
cenderung memperlambat otot-otot pencernaan ketika ia menyebabkan otot-otot dari kantong empedu
untuk berkontraksi. Oleh karenanya, adalah mungkin bahwa lemak mungkin memperburuk dyspepsia
walaupun ia tidak menyebabkannya. Lagi pula, mengurangi pencernaan lemak mungkin menghilangkan
gejala-gejala. Suatu diet rendah lemak yang tegas dapat dilaksanakan cukup mudah dan adalah berharga
untuk dicoba. Sebagai tambahan, ada sebab-sebab lain yang berhubungan dengan kesehatan untuk
mengurangi diet (makanan) yang berlemak.

IX. Pencegahan

Modifikasi gaya hidup sangat berperan dalam mencegah terjadinya dispepsia bahkan
memperbaiki kondisi lambung secara tidak langsung (Ariyanto, 2007)

Berikut ini adalah modifikasi gaya hidup yang dianjurkan untuk mengelola dan mencegah
timbulnya gangguan akibat dispepsia :

1. Atur pola makan seteratur mungkin.


2. Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat, keju,
dan lain-lain).
3. Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon, semangka,
dan lain-lain).
4. Hindari makanan yang terlalu pedas.
5. Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.
6. Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat anti-inflammatory, misalnya
yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen. Acetaminophen adalah
pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak mengakibatkan iritasi pada dinding
lambung.
7. Kelola stress psikologi se-efisien mungkin.
8. Jika anda perokok, berhentilah merokok.
9. Jika anda memiliki gangguan acid reflux, hindari makan sebelum waktu tidur.
10. Hindari faktor-faktor yang membuat pencernaan terganggu, seperti makan terlalu banyak,
terutama makanan berat dan berminyak, makan terlalu cepat, atau makan sesaat sebelum
olahraga.
11. Pertahankan berat badan sehat
12. Olahraga teratur (kurang lebih 30 menit dalam beberapa hari seminggu) untuk mengurangi
stress dan mengontrol berat badan, yang akan mengurangi dispepsia.

Ikuti rekomendasi dokter Anda mengenai pengobatan dispepsia. Baik itu antasid, PPI,
penghambat histamin-2 reseptor, dan obat motilitas.
X. Prognosis

Prognosis baik.

Anda mungkin juga menyukai