Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGENDALIAN KOROSI

INHIBITOR KOROSI
Dosen Pembimbing : Ir. Retno Indarti,MT

Kelompok/Kelas : 8/3B – D3 Teknik Kimia


Nama : 1. Tantri Prasetyani (151411061)
2. Wulandari (151411063)
3. Yaumi Istiqlaliyah (151411064)

Tanggal Praktikum : 27 November 2017


Tanggal Pengumpulan : 19 Desember 2017

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Baja merupakan logam paduan yang paling aplikatif di dunia industri, baik sebagai alat
produksi suatu produk maupun sebagai bahan mentah untuk menghasilkan produk seperti di
industri otomotif, peralatan konstruksi untuk perpipaan dan aplikasi lainnya. Baja adalah
material logam yang dibentuk dari unsur utama Fe. Baja API 5L Grade B adalah baja yang
paling banyak dipakai untuk pipa perminyakan (Purbadi, 2008). Namun dari berbagai macam
aplikasi baja, terdapat satu permasalahan yang cukup besar dalam pengembangannya, yaitu
korosi.
Korosi dapat menimbulkan kerugian baik itu secara langsung maupun secara tidak
langsung bagi keberlangsungan suatu proses produksi. Penggunaan besi sebagai material yang
umum digunakan untuk perpipaan, tangki dan alat-alat proses lainnya menyebabkan
kemungkinan terjadinya korosi sangat besar. Korosi tidak dapat dicegah namun dapat
dikendalikan. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk melindungi dari serangan korosi salah
satunya dengan menambahkan inhibitor. (Sulistijono, 2000).
Penggunaan inhibitor merupakan salah satu metode untuk mengendalikan korosi pada
logam karena pengaruh lingkungannya. Inhibitor korosi bekerja dengan membentuk lapisan
pasif berupa lapisan tipis atau film dipermukaan material yang berfungsi sebagai penghalang
antara logam dengan media yang korosif. Banyak jenis inhibitor yang dapat dipilih untuk
mengatasi permasalahan korosi. Secara umum inhibitor korosi dibagi atas dua kategori yakni
inhibitor organik dan anorganik. Contoh inhibitor yang banyak digunakan di industri adalah
inhibitor fosfat maupun hidrazine. Hidrazine sering disebut sebagai oksigen scavenger yang
efektif untuk mengambil oksigen dari lingkungan, sehingga elektrolit dalam boiler
korosivitasnya berkurang dan menyebabkan laju korosi menurun. (Sofia Loren B, 2009).

1.2 Tujuan Percobaan


1) Mengetahui proses korosi logam baja dalam larutan NaCl.
2) Mengetahui pengaruh penambahan inhibitor Cr, CaO dan Borax terhadap laju korosi
baja dalam larutan NaCl dengan perlakuan penambahan aerasi dan tanpa aerasi.
3) Dapat menghitung laju korosi logam baja dalam lingkungan elektrolit NaCl, NaCl+Cr,
NaCl+CaO dan NaCl+Borax dengan perlakuan penambahan aerasi dan tanpa aerasi.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Inhibitor Korosi
Inhibitor adalah zat organik maupun anorganik yang ditambahkan kedalam suatu lingkungan
untuk mengendalikan proses korosi. Sifat-sifat sebuah elektrolit dapat diubah untuk membatasi
sifat agresif terhadap permukaan logam. Ion-ion yang paling agresif yang dapat menyerang
permukaan logam baja adalah ion-ion sulfat, tiosulfat, tiosianat dan klorida. Untuk
menghambat ion-ion agresif tersebut dapat ditambahkan inhibitor nitrit sehingga dapat
mengurangi laju korosi pada permukaan logam.
Adapun mekanisme kerjanya dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam dan membentuk suatu lapisan tipis dengan
ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat dilihat oleh mata biasa,
namun dapat menghambat penyerangan lingkungan terhadap logamnya.
2. Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkab inhibitor dapat mengendap dan
selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam serta melindunginya terhadap korosi.
Endapan yang terjadi cukup banyak, sehingga lapisan yang terjadi dapat teramati oleh
mata.
3. Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya dan menghasilkan suatu zat kimia yang
kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut membentuk suatu
lapisan pasif pada permukaan logam.
4. Inhibitor menghilangkan kontituen yang agresif dari lingkungannya.

Berdasarkan sifat korosi logam secara elektrokimia, inhibitor dapat mempengaruhi


polirasasi anodik dan katodik. Bila suatu sel korosi dapat dianggap terdiri dari empat
komponen, yaitu : anoda, katoda, elektrolit dan penghantar elektrolit, maka inhibitor korosi
memberikan kemungkinan menaikkan polarisasi anodik, atau menaikkan polarisasi katodik
atau menaikkan tahanan listrik dari rangkaian melalui pembentukan endapan tipis pada
permukaan logam.(Dalimunthe, 2004)

2.1.1 Inhibitor Anodik


Inhibitor anodik adalah zat-zat yang ditambahkan ke dalam elektrolit sehingga mampu
menahan terjadinya reaksi di anoda (oksidasi). Beberapa contoh inhibitor anodik antara lain
kromat, nitrat dan nitrit yang merupakan inhibitor anodik oksidator.
Untuk inhibitor anodik non oksidator yaitu molibdat, silikat, fosfat dan borax. Adanya
inhibitor anodik menghasilkan selaput pasif tipis pada permukaan anoda sehingga menghambat
laju korosi.
Inhibitor anodik sering dipakai pada saat chemical cleaning peralatan pabrik. Inhibitor
anodik mengakibatkan potensial korosi bergerak ke arah positif. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
Fe + OH- FeOHad + e-
FeOHad + Fe + OH- FeOHad + FeOH+ + 2e-

Tabel 2.1 Konsentrasi efektif dari inhibitor kromat

Sumber : Dalimunthe ,2004

2.1.2 Inhibitor Katodik

Inhibitor katodik adalah zat yang dapat menghambat terjadinya reaksi dikatoda, karena pada
daerah katodik terbentuk logam hidroksida (MOH) yang sukar larut dan menempel kuat pada
permukaan logam sehingga menghambat laju korosi.

Beberapa contoh inhibitor katodik adalah garam magnesium, kalsium karbonat, dan
poliphospat. Pada umumnya inhibitor anodik lebih efisien daripada inhibitor katodik apabila
jumlah yang ditambahkan mencukupi.

Inhibitor katodik dibedakan menjadi :

 Inhibitor racun : Contohnya : As2O3, Sb2O3. Inhibitor jenis ini menghambat


penggabungan atom-atom Had menjadi molekul gas H2 di permukaan logam, dapat
mengakibatkan perapuhan hidrogen pada baja kekuatan tinggi. Dan bersifat racun bagi
lingkungan
 Inhibitor presipitasi katodik : mengendapkan CaCO3, MgCO3, CaSO4, MgSO4 dari
dalam air. Contoh : ZnSO4 + dispersan.
 Oxygen scavenger : mengikat O2 terlaru
Contoh : N2H4 (Hydrazine) + O2 N2 + 2 H2O
Hydrazine diinjeksikan di up stream Deaerator dalam sistem WHB (Waste Heat
Boiler) dan WHR (Waste Heat Recovery) di unit pabrik Ammonia maupun Utilitas.

2.1.3 Inhibitor Adsorpsi

Agar teradsorpsi harus ada gugus aktif (gugus heteroatom). Gugus ini akan teradsorpsi di
permukaan logam. Contoh : Senyawa asetilen, senyawa sulfur, senyawa amin, polifenol dan
senyawa aldehid.

Perlindungan logam oleh polifenol dan asam amino terjadi melalui tiga mekanisme,
yaitu adsorpsi secara fisika, adsorpsi secara kimia, dan pembentukan lapisan pada permukaan
logam. Adsorpsi secara fisika berlangsung dengan cepat karena interaksi elektrostatik antara
permukaan logam yang memiliki charge positif dengan polifenol yang memiliki charge
negatif, reaksi yang terjadi bersifat reversible. Adsorpsi secara fisika mudah terlepas akibat
gangguan mekanis dan peningkatan temperatur. Sedangkan adsorpsi secara kimia bersifat lebih
stabil, tidak sepenuhnya reversible dan berlangsung dengan lambat. Semakin tinggi temperatur
mengakibatkan peningkatan adsorpsi dan inhibisi. Adsorpsi secara kimia merupakan aktivitas
transfer atau berbagi elektron antara polifenol atau asam amio dengan permukaan logam
sehingga menentukan kemampuan inhibisi.

2.2 Pengaruh NaCl terhadap korosi baja pada larutan teraerasi


Garam tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai pH karena sifatnya yang terlarut didalam air.
Peningkatan awal laju korosi disebabkan karena peningkatan konduktivitas larutan.
Konduktivitas yang rendah hanya menyebabkan reaksi anodik cenderung untuk membatasi
reduksi oksigen pada katoda. Konduktivitas yang lebih tinggi akan menghasilkan polarisasi
yang lebih rendah dengan arus korosi yang lebih tinggi antara anoda dan katoda. Tetapi,
semakin tinggi kelarutan garam akan menurunkan kelarutan oksigen, dan laju korosi akan
menurun setelah melewati nilai maksimumnya seperti 3 wt % NaCl.
Gambar 2.1. Kurva pengaruh konsentrasi NaCl terhadap laju korosi

2.3 Pengaruh Oksigen Terlarut dalam Korosi Baja


Efek oksigen terlarut dapat dilihat pada gambar 2.1 dimana laju korosi meningkat dari tahap
awal sampai ke tahap tertentu, kemudian turun kembali. Penurunan laju korosi mengarah
kepada terbentuknya lapisan pasif pada permukaan baja.
Proses korosi pada besi atau baja pada temperatur kamar membutuhkan oksigen terlarut
pada larutan netral dan alkali. Adanya proses agitasi dapat meningkatkan pelarutan oksigen
dan meningkatkan laju korosi.
Peningkatan temperatur awalnya meningkatkan laju korosi mencapai dua kali lipat
dengan kenaikan temperatur setiap 30oC, namun pada temperatur > 80oC, solubility dari
pelarutan oksigen dapat menurunkan laju korosi
Perbedaan transport oksigen terlarut menghasilkan perbedaan sel differensiasi aerasi
yang akan menghasilkan korosi terlokalisasi pada permukaan besi atau baja pada temperatur
kamar. Oksigen terlarut sering mempunyai variable access untuk tujuan berbeda pada
permukaan yang lebih besar. pH yang lebih rendah terdapat di daerah anoda, sedangkan
sekelilingnya merupakan daerah katoda yang dihasilkan dari reduksi oksigen terlarut.
Dibandingkan logam lain,baja lebih sensitif terhadap kualitas air. Sesuai faktanya
bahwa produk dari reaksi anodic baja karbon bersifat tidak protektif. Laju korosi pada baja
dikontrol oleh proses katodik, yaitu suplai oksigen terlarut.
Gambar 2.2 Kurva kelarutan oksigen terhadap laju korosi

2.4 Perhitungan Laju Korosi (r)

Perhitungan laju korosi dilakukan dengan metode pengurangan berat dengan menggunakan
rumus berikut:

W ( g ) 1000 365day
r (mpy)  x milx
A(cm ) xtx 2,54
2
1 years

W (mg )
r (mdd ) 
A(dm 2 ) xt

Keterangan:
∆W = Selisih berat (berat awal dikurang akhir (gr))
A = Luas benda kerja (cm2)
t = Waktu (hari)
ρ = densitas logam (g/cm3)
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
 Gelas Plastik 8 buah
 Gelas Kimia 500 mL 2 buah
 Gelas Kimia 50 mL 2 buah
 Gelas Ukur 100 mL 2 buah
 Tali rafia secukupnya
 Timbangan Analitik
 Spatula 2 buah
 Batang Pengaduk 2 buah
3.1.2 Bahan
 Kertas amplas
 Larutan NaCl 3,56 gpl 1 Liter
 Asam boraks 1 % 50 mL
 CaO 1% 50 mL
 Cr 1% 50 mL
3.2. Langkah Kerja
3.2.1 Tanpa Aerasi
4 buah logam Masukkan dalam larutan HCl 10%
baja

Amplas dengan air mengalir

Keringkan

Hitung luas logam. Ikat Logam


tali rafia

Timbang dan catat


berat awal logam

Logam 2 Logam 3 Logam 4


Logam 1

Larutan NaCl + 8 Larutan NaCl +8 Larutan NaCl + 8


Larutan NaCl mL CaO mL Borax
mL Cr

Tutup dengan alumunium foil

Diamkan selama 7 hari


minggu

Timbang dan catat


berat akhir logam
3.2.2 Dengan Aerasi

4 buah logam Masukkan dalam larutan HCl 10%


baja

Amplas dengan air mengalir

Keringkan

Hitung luas logam. Ikat Logam


dengan tali rafia

Timbang dan catat


berat awal logam

Logam 2 Logam 3 Logam 4


Logam 1

Larutan NaCl + 8 Larutan NaCl +8 Larutan NaCl + 8


Larutan NaCl mL CaO mL Borax
mL Cr

Aduk selama 10 menit. Gelas plastik dibiarkan terbuka

Diamkan selama 7 hari


minggu

Timbang dan catat


berat akhir logam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Berikut data yang diperoleh selama praktikum
4.1.1 Data Pengamatan
Waktu Pengamatan = 7 hari = 168 jam
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan
Berat Logam Berat Logam
No Lingkungan Luas Permukaan Laju korosi
Proses Awal Akhir
Logam Elektrolit (× 10−2 𝑑𝑚2) (mdd)
(× 103 𝑚𝑔) (× 103 𝑚𝑔)
1 NaCl 20.89 10.3830 10.3607 15.25
2 Tanpa NaCl + CaO 21.82 10.4745 10.4544 13.16
3 Aerasi NaCl + Boraks 20.98 10.1747 10.1468 18.99
4 NaCl + K2CrO7 18.6 8.7509 8.7430 6.07
5 NaCl 20.98 10.1683 10.1436 16.82
6 NaCl + CaO 20.38 10.3370 10.3096 19.21
Aerasi
7 NaCl + Boraks 21.4 10.4085 10.3707 25.23
8 NaCl + K2CrO7 20.38 9.8895 9.8635 18.32

4.1.2 Pengamatan Kondisi Lingkungan Tanpa Aerasi


Tabel 4.2 Data Hasil Pengamatan Pada Lingkungan Tanpa Aerasi

No. Pengamatan Keterangan


1 Larutan NaCl
 Warna larutan
berubah setelah
proses korosi menjadi
kekuningan
 Terdapat endapan
kekuningan yang
merupakan produk
korosi.
 Terdapat warna
kehitaman pada
logam

(a) (b)
(a) Awal proses korosi
(b) Setelah 7 hari
2 Larutan NaCl + CaO  Warna larutan
berubah setelah
proses korosi menjadi
kekuningan
 Terdapat endapan
kekuningan yang
merupakan produk
korosi serta
merupakan lapisan
pasif.
 Terdapat warna
kehitaman pada
permukaan logam.

(a) (b)

(a) Awal proses korosi


(b) Setelah 7 hari

3 Larutan NaCl + Kromat  Warna larutan tetap


kuning setelah proses
korosi.
 Terdapat endapan
kekuningan yang
merupakan produk
korosi.
 Terdapat warna
kehitaman pada
permukaan logam
tetapi tidak sebanyak
pada logam dalam
larutan NaCl+ CaO

(a) (b)

(a) Awal proses korosi


(b) Setelah 7 hari
4 Larutan NaCl + Boraks  Warna larutan
berubah dari bening
menjadi keruh setelah
proses korosi
 Terdapat endapan
yang merupakan
produk korosi
 Terdapat warna
kehitaman pada satu
sisi permukaan
logam.

(a) (b)

(a) Awal proses korosi


(b) Setelah 7 hari

4.1.3 Grafik Hasil Pengamatan

Diagram Laju Korosi Pada Logam Fe


30

25
Laju Korosi (mdd)

20
Tanpa
Aerasi
15

Dengan
10 Aerasi

0
NaCl NaCl + CaO NaCl +Boraks NaCl +
K2CrO7

Gambar 4.1 Diagram Laju Korosi Logam Fe


4.2 Pembahasan
4.2.1 Tantri Prasetyani (151411061)
Pada praktikum ini dilakukan penambahan inhibitor pada proses korosi yang
berlangsung pada logam besi (Fe) dengan lingkungan larutan NaCl 3.56 % . Proses korosi
berlangsung dengan aerasi dan tanpa aerasi. Sementara inhibitor yang digunakan
divariasikan, yaitu Boraks, CaO, dan Cr . Cr merupakan jenis inhibitor anodik oksidator,
boraks merupakan jenis inhibitor anodik non oksidator dan CaO termasuk jenis inhibitor
katodik. Penambahan inhibitor ini akan membentuk lapisan pasif pada permukaan logam
yang dapat menghambat terjadinya proses korosi.

1. Kondisi Lingkungan Tanpa Aerasi

Pada proses korosi yang terjadi dalam larutan NaCl saja memiliki laju korosi
sebesar 15.25 mdd. Mekanisme korosi pada logam Fe dalam larutan NaCl diawali dengan
NaCl dalam larutan terurai menjadi ion-ionnya sesuai dengan reaksi

NaCl(aq) Na+(aq) + Cl-(aq)

Proses korosi yang terjadi pada logam besi dikarenakan adanya ion klorida (Cl-) yang
sifatnya agresif serta menyerang permukaan logam. Proses korosi yang berlangsung pada
logam besi tersebut sebagai berikut.

Anoda : Fe Fe2+ + 2e

Katoda : 2H2O + 2e H2 + 2OH-

Fe + 2H2O Fe(OH)2 + H2

Berdasarkan persamaan reaksi di atas, besi (Fe) teroksidasi menjadi Fe2+,


sedangkan H2O tereduksi menjadi H2 dan ion OH- . Ion Fe2+ pada praktikum dapat diamati
dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi kuning. Selain itu, terlihat adanya
endapan yang berwarna kuning yang disebabkan bereaksinya ion Fe2+ dan OH-
menghasilkan endapan Fe(OH)2 yang berwarna kuning yang selanjutnya membentuk
endapan karat Fe2O3. xH2O sesuai persamaan reaksi :

Fe2+ + 2OH- Fe(OH)2

Fe(OH)2 + H2O Fe2O3.x H2O (karat besi yang berwarna kecoklatan)


Pada logam yang dimasukan dalam larutan NaCl+CaO, laju korosinya sebesar
13.6 mdd. Nilai tersebut lebih kecil apabila dibandingkan dengan laku korosi pada dalam
larutan NaCl saja. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui mekanisme kerja inhibitor CaO
berikut.

CaO + H2O Ca(OH)2

Ca(OH)2 + H2O + CO2 Ca(HCO3)2 + 2H2O

Berdasarkan reaksi di atas logam terlindungi dengan pembentukan lapisan


Ca(OH)2 yang menghambat laju korosi. Keberadaan CO2 dalam lingkungan tersebut
dapat menyebabkan terjadinya korosi sehingga diubah menjadi menjadi garam
bikarbonat yang tidak agresif.

Pada logam besi yang dimasukan dalam larutan NaCl+kromat, laju korosinya
sebesar 6.07 mdd. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan laju korosi pada larutan
NaCl bahkan pada larutan lainnya. Hal tesebut karena Cr2O72- mempasivasi logam
dengan peningkatan reaksi katodik dari Cr2O72- menjadi Cr2O3 dan menghasilkan lapisan
pasif Cr2O3 . Mekanisme pembentukan lapisan tipis dari inhibitor kromat pada anoda
adalah sebagai berikut:

Anoda : 2Fe + 2H2O Fe2O3 + 6H+ + 6e

Katoda : 2CrO4- + 10 H+ + 6e Cr2O3 + 5H2O

2Fe + 2CrO4- + 2H+ Fe2O3 + Cr2O3 + 3H2O

Fe2O3 serta Cr2O3 yang terbentuk berupa endapan. Endapan ini bertindak sebagai lapisan
tipis / lapisan pasif yang melindungi permukaan logam dari korosi.

Berdasarkan data yang diperoleh teramati bahwa pada proses dengan tanpa
aerasi, logam besi yang dimasukan dalam larutan NaCl+Boraks memiliki laju korosi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan larutan lainnya. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori
dikarenakan nilai laju korosi dengan inhibitor boraks lebih tinggi dibandingkan lju korosi
tanpa adanya inhibitor. Besarnya nilai tersebut dapat disebabkan oleh adanya udara yang
masuk dalam sistem karena terdapat celah udara pada proses penutupan dengan
aluminium foil.
Berdasarkan data di atas, maka inhibitor terbaik yang digunakan pada praktikum
secara berturut-turut, yaitu kromat, CaO, dan boraks. Hal tersebut telah sesuai dengan
teori. Namun, penggunaan inhibitor boraks padapraktikum ini tidak menghambat proses
laju korosi yang terjadi.

2. Kondisi Lingkungan Dengan Aerasi

Berdarsarkan data yang diperoleh dapat teramati bahwa dengan pada proses
korosi secara aerasi dan tanpa aerasi mempengaruhi laju korosi masing-masing logam.
Laju korosi logam Fe lebih besar pada lingkungan yang diaerasi dibandingkan dengan
lingkungan tanpa aerasi. Hal tersebut terjadi karena pada lingkungan aerasi dipengaruhi
oleh kandungan oksigen yang dapat mempercepat proses korosi yang berlangsung.

Namun, berdasarkan data yang diperoleh teramati bahwa pada lingkungan


aerasi dengan penambahan inhibitor tidak mempengaruhi proses korosi yang terjadi
karena nilai laju korosi dalam larutan NaCl+CaO, NaCl+kromat, dan NaCl+boraks lebih
besar dibandingkan dengan laju korosi dalam larutan NaCl saja. Hal tersebut dapat terjadi
dikarenakan kondisi lingkungan sekitar, yaitu kandungan oksigen.

Selain itu, perlakuan awal pada logam dapat mempengaruhi proses korosi yang
berlangsung. Perlakuan mekanik pada logam seperti pengamplasan yang tidak bersih
dapat mempengaruhi proses korosi yang berlangsung sehingga lebih mudah terjadi.
4.2.2 Wulandari (151411063)
 Inhibitor bertujuan untuk memperkecil laju korosi dengan penambahan zat kimia. Zat
kimia tersebut akan mengubah lingkungan elektrolit dari logam. Zat kimia yang
ditambahkan sebagai inhibitor yaitu Cr, CaO dan boraks. Boraks merupakan inhibitor
anodik nonoksidator, Cr merupakan jenis inhibitor anodik oksidator dan CaO merupakan
jenis inhibitor katodik. Inhibitor oksidator dapat efektif tanpa oksigen, sedangkan inhibitor
non oksidator hanya efektif dengan adanya oksigen terlarut.
 Dari hasil praktikum, dapat dibandingkan laju korosi logam yang tidak menggunakan
inhibitor dengan yang menggunakan inhibitor. Untuk laju korosi dengan aerasi terdapat
data yang tidak sesuai dengan teori yang dimana laju korosi logam yang ditambahkan
inhibitor lebih cepat dibandingkan yang tanpa penambahan inhibitor. Hal tersebut
disebabkan karena pada saat tahap persiapan benda kerja kurang bersih, dan kurang
diamplas. Yang dimana seharusnya dengan penambahan inhibitor sendiri dapat
memperlambat laju korosi itu sendiri.
 Berdasarkan praktikum laju korosi logam dengan aerasi lebih cepat dan yang tanpa aerasi
lebih lambat.
 Laju korosi dengan penambahan borax tanpa aerasi mempunyai nilai laju korosi yang lebih
kecil dibandingkan dengan laju korosi dengan penambahan borax yang menggunakan
aerasi. Padahal berdasarkan teori, inhibitor anodik non-oksiodator sangat efektif untuk
mengendalikan korosi dengan adanya oksigen terlarut. Mungkin hal ini terjadi karena
disebabkan oleh konsentrasi inhibitor yang sangat rendah sehingga apabila di tambah
oksigen (adanya oksigen terlarut) maka inhibitor tersebut tidak mampu untuk menahan
terbentuknya korosi.
 Mekanisme korosi yang terjadi di larutan NaCl adalah sebagai berikut:
Anoda: 𝐹𝑒 → 𝐹𝑒 2+ + 2𝑒
Katoda: 2𝐻2 𝑂 + 2𝑒 → 2𝑂𝐻 − + 𝐻2
Maka ion Fe2+ akan berkaitan dengan ion OH- dan membentuk logam hidroksida sesuai
reaksi berikut: 𝐹𝑒 2+(𝑎𝑞) + 2𝑂𝐻 − (𝑎𝑞) → 𝐹𝑒(𝑂𝐻)2 (𝑎𝑞)
Kemudian membentuk endapan berupa karat, reaksinya adalah:
𝐹𝑒(𝑂𝐻)2(𝑎𝑞) + 𝐻2 𝑂 → 𝐹𝑒2 𝑂3 . 𝑥𝐻2 𝑂
𝐹𝑒2 𝑂3 . 𝑥𝐻2 𝑂 merupakan karat yang dihasilkan besi yang berwarna merah kecoklatan, dan
apabila terlarut dalam air akan menghasilkan warna coklat.
4.2.3 Yaumi Istiqlaliyah (151411064)
Pada praktikum kali ini dilakukan proses korosi dengan penambahan inhibitor.
Proses korosi dilakukan dengan aerasi dan tanpa aerasi. Sedangkan inhibitor yang
ditambahkan dalam larutan NaCl 3,56% ialah boraks (inhibitor anodik non oksidator),
CaO (inhibitor katodik), dan K2Cr2O7 (inhibitor anodik oksidator).

A. Lingkungan Tanpa Aerasi


a. Larutan NaCl
Proses korosi pada logam pada larutan NaCl dapat terjadi akibat adanya ion Cl-
yang bersifat agresif.
NaCl  Na+ + Cl-
Berdasarkan pengamatan yang telah tercantum pada tabel 4.2., dapat dilihat bahwa
setelah mengalami korosi terdapat endapan berwarna kuning pada logam. Endapan
ini merupakan Fe(OH)2 yang terbentuk dari hasil proses reduksi dan oksidasi seperti
yang ditunjukkan pada reaksi di bawah ini :
Anoda : Fe  Fe2+ + 2e
Katoda : 2H2O + 2e  H2 + 2OH-
Fe + 2H2O  Fe(OH)2 + H2

b. Larutan NaCl + boraks


Reaksi yang terjadi pada larutan NaCl+boraks menghasilkan lapisan pasif dalam
bentuk BO3 yang dapat melindungi logam dari proses korosi yang ditandai dengan
menurunnya laju korosi.
2Fe + H2BO4 + 2H2O  Fe2O3 + BO3 + 3H2

c. Larutan NaCl + CaO


CaO dapat menurunkan laju korosi logam akibat terbentuknya senyawa Ca(OH)2
pada permukaan logam setelah CaO bereaksi dengan H2O.
CaO + H2O  Ca(OH)2
Adanya CO2 pada media harus sebisa mungkin dihindari karena dapat membentuk
senyawa Ca(HCO3)2 yang dapat mengurangi perlingdungan dari inhibitor.
Ca(OH)2 + H2O + CO2  Ca(HCO3)2 + 2H2O
d. Larutan NaCl + K2Cr2O7
Pada inhibitor K2Cr2O7, Cr2O72- mempasivasi logam dengan peningkatan reaksi
katodik dari Cr2O72- menjadi Cr2O3 yang berupa lapisan pasif. Lapisan pasif Cr2O3
yang terbentuk ini dapat melindungi logam dari korosi. Reaksi yang terjadi
diuraikan seperti berikut :
Anoda : 2Fe + 3H2O  Fe2O3 + 6H+ + 6e
Katoda : Cr2O72- + 8H+ + 6e  Cr2O3 + 4H2O
2Fe + Cr2O72- + 2H+  Fe2O3 + Cr2O3 + H2O

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai laju korosi pada larutan
NaCl dengan penambahan inhibitor CaO dan K2Cr2O7 lebih rendah dibandingkan laju
korosi pada larutan NaCl tanpa penambahan inhibitor. Hal ini telah sesuai dengan teori
yang menyebutkan bahwa inhibitor dapat menghambat laju korosi.
Namun pada larutan NaCl+boraks, nilai laju korosi lebih tinggi. Perbedaan ini
dapat terjadi karena proses pengampelasan yang belum maksimal sehingga masih
terdapat kotoran pada benda kerja yang digunakan. Selain itu kemungkinan penutupan
gelas menggunakan alumunium tidak rapat sehingga ada oksigen yang masuk dan ikut
bereaksi.

B. Lingkungan Dengan Aerasi


Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai laju korosi pada larutan
NaCl dengan penambahan inhibitor boraks, CaO, dan K2Cr2O7 lebih besar
dibandingkan dengan laju korosi NaCl tanpa penambahan inhibitor. Hal ini berlainan
dengan teori yang menyatakan bahwa penambahan inhibitor dapat menurunkan laju
korosi pada logam. Perbedaan hasil ini dapat diakibatkan oleh proses pengampelasan
(persiapan benda kerja) yang tidak sempurna sehingga masih terdapat kotoran pada
benda kerja.
Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan pada lingkungan tanpa aerasi, nilai
laju korosi logam pada lingkungan dengan aerasi lebih besar dibandingkan pada
lingkungan tanpa aerasi. Hal ini dikarenakan kadar oksigen pada larutan dengan
lingkungan dengan aerasi lebih banyak. Berdasarkan teori yang ada, diketahui bahwa
oksigen merupakan salah satu komponen yang dapat meningkatkan laju korosi.
BAB V
SIMPULAN

5.1 Tantri Prasetyani (151411061)


Berdasarkan data yang teramati diperoleh simpulan sebagai berikut.
1. Pada proses korosi baja dalam larutan NaCl, baja akan mengalami oksidasi, sementara
air dalam larutan NaCl akan mengalami reduksi, dengan reaksi sebagai berikut.
Anoda : Fe Fe2+ + 2e

Katoda : 2H2O + 2e H2 + 2OH-


2. Pada proses korosi tanpa aerasi, penambahan kromat dan CaO pada larutan NaCl
semakin memperlambat laju korosi. Sementara penambahan boraks tidak
mempengaruhi laju korosi dalam larutan NaCl. Laju korosi menurun paling besarsetelah
ditambahkan kromat dengan besar lau korosi 6.07 mdd.
Pada proses korosi dengan aerasi penambahan inhibitor tidak memperlambat proses
korosi yang terjadi. Nilai laju korosi setelah penambahan inhibitor CaO, kromat, dan
Boraks lebih tinggi dibandinkan pada larutan NaCl saja.
3. Laju korosi pada masing-masing lingkungan elektrolit sebagai berikut.
No Laju korosi
Proses Lingkungan Elektrolit
Logam (mdd)
1 NaCl 15.25
2 Tanpa NaCl + CaO 13.16
3 Aerasi NaCl + Boraks 18.99
4 NaCl + K2CrO7 6.07
5 NaCl 16.82
6 NaCl + CaO 19.21
Aerasi
7 NaCl + Boraks 25.23
8 NaCl + K2CrO7 18.32
5.2 Wulandari (151411063)
Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Hasil laju korosi pada setiap lingkungan elektrolit

Berat Logam Berat Logam


No Lingkungan Luas Permukaan Laju korosi
Proses Awal Akhir
Logam Elektrolit (× 10−2 𝑑𝑚2) (mdd)
(× 103 𝑚𝑔) (× 103 𝑚𝑔)
1 NaCl 20.89 10.3830 10.3607 15.25
2 Tanpa NaCl + CaO 21.82 10.4745 10.4544 13.16
3 Aerasi NaCl + Boraks 20.98 10.1747 10.1468 18.99
4 NaCl + K2CrO7 18.6 8.7509 8.7430 6.07
5 NaCl 20.98 10.1683 10.1436 16.82
6 NaCl + CaO 20.38 10.3370 10.3096 19.21
Aerasi
7 NaCl + Boraks 21.4 10.4085 10.3707 25.23
8 NaCl + K2CrO7 20.38 9.8895 9.8635 18.32

- Hasil korosi dan proses inhibisi dipengaruhi oleh jumlah dan konsentrasi inhibitor.
Sehingga penambahan sejumlah inhibitor kedalam larutan elektolit perlu diperhatikan
- Penambahan jumlah dan konsentrasi inhibitor yang kurang optimal tidak akan
menghasilkan hasil inhibisi yang optimal.
5.3 Yaumi Istiqlaliyah (151411064)
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Proses korosi pada logam baja dalam larutan NaCl ialah sebagai berikut :
Anoda : Fe  Fe2+ + 2e
Katoda : 2H2O + 2e  H2 + 2OH-
Fe + 2H2O  Fe(OH)2 + H2
2. Penamban inhibitor berupa boraks, CaO, dan K2Cr2O7 dapat memperlambat laju
korosi logam. Pada lingkungan dengan aerasi diperoleh nilai laju korosinya lebih
tinggi dibandingkan dengan tanpa aerasi.
3. Nilai laju korosi logam di berbagai lingkungan elektrolit ialah sebagai berikut :

Laju
No
Proses Lingkungan Elektrolit korosi
Logam
(mdd)
1 NaCl 15.25
2 Tanpa NaCl + CaO 13.16
3 Aerasi NaCl + Boraks 18.99
4 NaCl + K2CrO7 6.07
5 NaCl 16.82
6 NaCl + CaO 19.21
Aerasi
7 NaCl + Boraks 25,23
8 NaCl + K2CrO7 18.32
DAFTAR PUSTAKA

Fontana, M. G., 1987. “Corrosion Engineering”, McGraw-Hill, third ed., New York

Dalimunthe, Indra Surya. 2004 .“Kimia Dari Inhibitor Korosi”.Program Studi Teknik Kimia.
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Sofia, Loren 2009. “Pengujian Mesin EDAQ untuk Mengukur Laju Korosi “, Sigma Epsilon,

Tonapa, Yunus, Agustinus Ngatin, Retno Indarti, Mentik Hulupi. 2008. “Buku Petunjuk
Pelaksanaan Praktikum Teknik Pencegahan Korosi.” Jurusan Teknik Kimia.
Politeknik Negeri Bandung.

Indarti R., dan Ngatin A. 2010. “Buku Ajar Teknik Pengendalian Korosi”. Jurusan Teknik
Kimia Politeknik Negeri Bandung.
LAMPIRAN

Perhitungan
Laju Korosi Tanpa Aerasi Laju Korosi Dengan Aerasi
Logam 1 (NaCl) Logam 5 (NaCl)
∆𝑊 ∆𝑊
r= r=
𝐴.𝑡 𝐴.𝑡
(10383−10360.7)𝑚𝑔 24 𝑗𝑎𝑚 (10168.3−10143.6)𝑚𝑔 24 𝑗𝑎𝑚
r = 0.2089 𝑑𝑚2 . × r= ×
168 𝑗𝑎𝑚 1 𝑑𝑎𝑦 0.2098 𝑑𝑚2 . 168 𝑗𝑎𝑚 1 𝑑𝑎𝑦

r = 15.25 𝑚𝑑𝑑 r = 16.82 𝑚𝑑𝑑


Logam 2 (NaCl + CaO) Logam 6 (NaCl + CaO)
∆𝑊 ∆𝑊
r= r=
𝐴.𝑡 𝐴.𝑡
(10474.5−10454.4)𝑚𝑔 24 𝑗𝑎𝑚 (10337−10309.6)𝑚𝑔 24 𝑗𝑎𝑚
r= × r = 0.2038 𝑑𝑚2 . ×
0.2182 𝑑𝑚2 . 168 𝑗𝑎𝑚 1 𝑑𝑎𝑦 168 𝑗𝑎𝑚 1 𝑑𝑎𝑦

r = 13.16 𝑚𝑑𝑑 r = 19.21 𝑚𝑑𝑑


Logam 3 (NaCl + Boraks) Logam 7 (NaCl + Boraks)
∆𝑊 ∆𝑊
r= r=
𝐴.𝑡 𝐴.𝑡
(10174.7−10146.8)𝑚𝑔 24 𝑗𝑎𝑚 (10408.5−10370.7)𝑚𝑔 24 𝑗𝑎𝑚
r= × r= ×
0.2098 𝑑𝑚2 . 168 𝑗𝑎𝑚 1 𝑑𝑎𝑦 0.214 𝑑𝑚2 . 168 𝑗𝑎𝑚 1 𝑑𝑎𝑦

r = 18.99 𝑚𝑑𝑑 r = 25.23𝑚𝑑𝑑


Logam 4 (NaCl + K2CrO7) Logam 8 (NaCl + K2CrO7)
∆𝑊 ∆𝑊
r= r=
𝐴.𝑡 𝐴.𝑡
(8750.9−8743)𝑚𝑔 24 𝑗𝑎𝑚 (9889.5−9863.5)𝑚𝑔 24 𝑗𝑎𝑚
r = 0.186 𝑑𝑚2 . × r = 0.2028 𝑑𝑚2 . ×
168 𝑗𝑎𝑚 1 𝑑𝑎𝑦 168 𝑗𝑎𝑚 1 𝑑𝑎𝑦

r = 6.07 𝑚𝑑𝑑 r = 18.32𝑚𝑑𝑑

Anda mungkin juga menyukai