Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Harvey Pratama Putra (22)
Kelas :
XI RPL 3
2018 / 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Adapun judul makalah yang
penulis ajukan adalah “KERAJAAN SAMUDRA PASAI”
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah
Indonesia. Dalam mempersiapkan, menyusun, dan menyelesaikan makalah ini, penulis tidak lepas dari
berbagai kesulitan dan hambatan yang dihadapi.
Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran, kritik, serta masukannya yang bersifat membangun
tentunya demi perbaikan dan pengembangan di dalam menyusun makalah di masa mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan.................................................................................. 13
3.2 Saran........................................................................................... 13
DAFTAR PUSAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Kerajaan islam di Sumatra yang dimulai dari berita awal abad ke-16 dari Tome Pires
dalam Sume Oriental (1512-1515) mengatakan bahwa Sumatra, terutama disepanjang pesisir selat
Malaka dan pesisir barat Sumatra telah banyak kerajaan islam baik yang besar maupun yang
kecil. Kerajaan-kerajaan tersebut adalah Aceh, Bican, Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat,
Rupat, Siak, Kampar, Tongakal, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau,
Tiku, Panchur, dan Barus.
Kerajaan-kerajaan tersebut ada yang tengah mengalami perkembangan bahkan ada yang
sedang mengalami keruntuhan karena pergeseran politik satu dengan lainnya. Berdasarkan
sumber sejarah lainnya bahkan data arkeologis ada kerajaan Islam yang sudah tumbuh sejak dua
abad sebelum kehadiran Tome Pires, yaitu Kerajaan Islam Samudra Pasai. Tumbuhnya kerajaan
Islam Samudra Pasai tidak dapat dipisahkan dari letak geografisnya yang senantiasa tersentuh
pelayaran dan perdagangan internasional melalui Selat Malaka yang sudah ada sejak abad-abad
pertama Masehi. Sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi para pedagang muslim dari Arabia, Persi
(Iran), dan dari negeri-negeri Tmur Tengah mulai memegang peranan penting. Dari latar
belakang inilah akan dibahas lebih jauh mengenai kerajaan islam kedua di Indonesia yang sangat
memiliki pengaruh terhadap kerajaan islam lainnya di Nusantara.
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui sejarah tentang Kerajaan Samudra Pasai.
1.3.2 Untuk mengetahui perkembangan Kerajaan Samudra Pasai.
1.3.3 Untuk mengetahui raja – raja Kerajaan Samudra Pasai.
1.3.4 Untuk mengetahui masa kejayaan Kerajaan Samudra Pasai.
1.3.5 Untuk mengetahui masa kemunduran Kerajaan Samudra Pasai.
1.3.6 Untuk mengetahui peninggalan – peninggalan Kerajaan Samudra Pasai.
BAB II
PEMBAHASAN
Di Sumatera, daerah yang pertama kali disinggahi oleh orang-orang Islam adalah pesisir
Samudera. Penyebabnya terdiri dari para mubaligh dan saudagar Islam yang datang dari Arab,
Mesir, Persia dan Gujarat. Para saudagar ini banyak dijumpai di beberapa pelabuhan di Sumatera
yaitu di Barus yang terletak di pesisir Barat Sumatera, Lamuri di pesisir Timur Sumatera dan di
pesisir lainnya seperti di Perlak,yaitu sekitar tahun 674 Masehi.
Kehadiran agama Islam di Pasai mendapat tanggapan yang cukup berarti di kalangan
masyarakat. Di Pasai agama Islam tidak hanya diterima oleh lapisan masyarakat pedesaan atau
pedalaman malainkan juga merambah lapisan masyarakat perkotaan. Dalam perkembangan
selanjutnya, berdirilah kerajaan Samudera Pasai.
Samudera Pasai didirikan oleh Nizamudin Al-Kamil pada tahun 1267. Nizamudin Al-
Kamil adalah seorang laksmana angkatan laut dari Mesir sewaktu dinasti Fatimiyah berkuasa. Ia
ditugaskan untuk merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat pada tahun 1238 M. Setelah itu, ia
mendirikan kerajaan Pasai untuk menguasai perdagangan Lada. Dinasti Fatimiyah merupakan
dinasti yang beraliran paham Syiah, maka bisa dianggap bahwa pada waktu itu Kerajaan Pasai
juga berpaham Syiah. Akan tetapi, pada saat ada ekspansi ke daerah Sampar Kanan dan Sampar
Kiri sang laksamana Nizamudin Al-Kamil gugur.
Setelah keruntuhan dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah pada tahun 1284, dinasti
Mamuluk yang bermadzhab Syafi’I berinisiatif mengambil alih kekuasaan Kerajaan Pasai. Selain
untuk menghilangkan pengaruh Syiah, penaklukan ini juga bertujuan untuk menguasai pasar
rempah-rempah dan lada dan pelabuhan Pasai. Maka, Syekh Ismail bersama Fakir Muhammad
menunaikan tugas tersebut. Mereka akhirnya dapat merebut Pasai. Selanjutnya dinobatkanlah
Marah Silu sebagai raja Samudera Pasai yang pertama oleh Syekh Ismail. Setelah Marah Silu
memeluk Islam dan dinobatkan menjadi raja, dia diberi gelar “Malikus Saleh” pada tahun 1285.
Nama ini adalah gelar yang dipakai oleh pembangunan kerajaan Mamuluk yang pertama di Mesir
yaitu “Al Malikus Shaleh Ayub”.
Ada kisah-kisah menarik yang diterangkan dalam Hikayat Raja Pasai seputar Marah Silu.
Kisah-kisah ini nyaris di luar nalar dan beraroma mistis. Seperti adanya sabda Rasulullah yang
menaubatkan berdirinya kerajaan Samudera Pasai ataupun kisah Merah Silu yang tanpa diajari
siapapun mampu membaca Al Quran 30 juz dengan sempurna. Terlepas dari itu, Malik As Saleh
kemudian berpindah paham, dari Syiah menjadi paham Syafi’i. Maka aliran paham di Kerajaan
Samudera Pasai yang semula Syiah berubah menjadi paham Syafi’I yang sunni.
Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Saleh berkembanglah agama Islam mazhab
Syafi’i. Awalnya Sultan Malik Al Saleh merupakan pemeluk Syi’ah yang di bawa dari pedagang-
pedagang Gujarat yang datang ke Indonesia pada abad 12. Pedagang-pedagang Gujarat bersama-
sama pedagang Arab dan Persia menetap di situ dan mendirikan kerajaan-kerajaan Islam pertama
di Indonesia, yaitu Kerajaan Perlak di muara Sungai Perlak dan Kerajaan Samudra Pasai di muara
Sungai Pasai.
Namun kemudian Sultan Malik Al Saleh berpindah menjadi memeluk Islam bermazhab
Syafi’i atas bujukan Syekh Ismail yang merupakan utusan Dinasti Mameluk di Mesir yang
beraliran mazhab Syafi’i. Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Saleh juga Samudra Pasai
mendapat kunjungan dari Marco Polo.
Kehidupan Politik
Raja pertama samudra pasai sekaligus pendiri kerajaan adalah Marah silu
bergelar sultan Malik al Saleh, dan memerintah antara tahun 1285-1297. Pada
masa pemerintahan Sultan Malik Al Saleh, kerajaan tersebut telah memiliki
lembaga Negara yang teratur dengan angkatan perang laut dan darat yang kuat,
meskipun demikian, secara politik kerajaan Samudra Pasai masih berada dibawah
kekuasaan Majapahit. Pada tahun 1295, Sulthan malik al saleh menunjuk
anaknya sebagai raja, yang kemudian dikenal dengan Sultan Malik Al Zahir I
(1297-1326), Pada masa pemerintahannya samudra pasai berhasail menaklukkan
kerajaan islam Perlak.
Kehidupan Ekonomi
Karena letak geografisnya yang strategis, ini mendukung kreativitas
mayarakat untuk terjun langsung ke dunia maritim. Samudera pasai juga
mempersiapkan bandar – bandar yang digunakan untuk:
Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut
aturan – aturan dan okum – okum Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat
persamaan dengan kehidupan sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di Arab.
Karena persamaan inilah sehingga daerah Aceh mendapat julukan Daerah
Serambi Mekkah.
Menurut buku Daliman, Pendiri kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik Al Shaleh.
Hal ini diketahui dengan pasti dari prasasti yang terdapat dari batu nisan makamnya yang
menyatakan bahwa sultan Malik Al Shaleh ini meninggal pada bulan Ramadhan 676 tahun
sesudah hijrah Nabi atau 1297, jadi 5 tahun sesudah kunjungan Marcopolo ke negeri ini dalam
perjalanannya pulang dari Cina.
Tradisi dari hikayat raja-raja Pasai menceritakan asal-usul Sultan Malik Al-Saleh.
Sebelum menjadi raja dan bergelar Sultan, raja ini semula adalah seorang marah dan bernama
Marahsilu. Ayah Marahsilu bernama Marah Gajah dan ibunya adalah Putri Betung. Putri Betung
mempunyai rambut pirang di kepalanya. Ketika rambut pirang itu dibantun oleh Marah Gajah
keluarlah darah putih. Setelah darah putih itu berhenti mengalir, maka menghilanglah Putri
Betung. Peristiwa itu didengar oleh ayah angkat Putri Betung ialah Raja Muhammad. Raja
Muhammad karena marah segera mengerahkan orang-orangnya untuk mencari dan menangkap
Marah Gajah. Marah Gajah yang takut karena kehilangan Putri Betung menyingkir dan meminta
perlindungan dari ayah angkatnya pula yang bernama Raja Ahmad. Ternyata Raja Muhammad
dan Raja Ahmad adalah dua orang bersaudara. Tetapi karena peristiwa Putri Betung d atas, maka
kedua orang bersaudara itu akhirnya berperang.
Keduanya tewas dan Marah Gajah sendiri juga tewas terbunuh dalam peperangan. Putri Betung
meninggalkan dua orang putra yaitu Marah Sum dan Marah Silu, mereka berdua meninggalkan
tempat kediamannya dan mulai hidup mengembara. Marah Sum kemudian menjadi raja Biruen.
Sedang Marah Silu akhirnya dapat merebut rimba Jirun dan menjadi raja di situ. Marah Slu
mendirikan istana kerajaannya di atas bukit yang banyak didiami oleh semut besar yang oleh
rakyat di sekitarnya disebut Semut Dara (Samudra). Itulah sebabnya maka negara itu kemudian
dinamakan negara Samudra.
Semula Marah Silu adalah penganut agama Islam aliran Syi’ah. Seperti kita ketahui
bahwa agama Islam yang berpengaruh di pantai timur Sumatra Utara pada waktu itu adalah
agama Islam aliran Syi’ah.
Penobatan Marah Silu sebagai Sultan pertama di Samudra Pasai oleh Syekh Ismail ini
didasarkan atas beberapa pertimbangan. Setelah Sultan Malik Al Saleh meninggal pada 1297 ia
digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad, yang lebih terkenal dengan Sultan Malik Al Tahir
yang memerintah sampai tahun 1326. Kemudian ia digantikan oleh Sultan Ahmad Bahian Syah
Malik Al Tahir dan pada masa pemerintahan beliau Samudra Pasai juga mendapat kunjungan dari
Ibnu Batutah. Ibnu Battutah adalah seorang dari Afrika Utara yang bekerja pada Sultan Delhi di
India. Ia mengunjungi Samudra Pasai dalam rangka singgah ketika melakukan perjalanannya ke
Cina sebagai utusan Sultan Delhi. Dalam catatan-catatan Ibnu Batutah kita dapat mengetahui
bagaimana peranan Samudra Pasai ketika perkembangannya. Sebagai bandar utama perdagangan
di pantai timur Sumatra Utara, Samudra Pasai banyak didatangi oleh kapal-kapal dari India, Cina,
dan dari daerah-daerah lain di Indonesia. Di bandar tersebut kapal-kapal saling bertemu, transit,
membongkar serta memuat barang-barang dagangannya.
Dalam sistem pemerintahanannya, Samudra Pasai mengadopsi dari India dan Persia. Keraton dan
Istana Kerajaan Samudra Pasai dibangun bergaya arsitektur India. Pengaruh Persia dapat terlihat
dari gelar-gelar yang digunakan oleh pemerintahan kerajaan. Raja sendiri menggunakan gelar
syah, sedang patihnya yang mendampingi raja bergelar amir, bahkan di antara pembesar-
pembesar kerajaan terdapat pula orang Persia.
Di bidang agama
Sesuai dengan berita dari Ibn Battutah tentang kehadiran ahli-ahli agama dari
Timur Tengah, telah berperan penting dalam proses perkembangan Islam di Nusantara.
Berdasarkan hal itu pula, diceritakan bahwa Sultan Samudra Pasai begitu taat dalam
menjalankan agama Islam sesuai dengan Mahzab Syafi'I dan ia selalu di kelilingi oleh
ahli-ahli teologi Islam. Dengan raja yang telah beragama Islam, maka rakyat pun
memeluk Islam untuk menunjukan kesetiaan dan kepatuhannya kepada sang raja. Karena
wilayah kekuasaan Samudra Pasai yang cukup luas, sehingga penyebaran agama Islam di
wilayah Asia Tenggara menjadi luas.
Di bidang politik
Pada masa pemerintahan Sultan Malik as-Shalih telah terjalin hubungan baik
dengan Cina. Diberitakan bahwa Cina telah meminta agar Raja Pasai untuk mengirimkan
dua orang untuk dijadikan duta untuk Cina yang bernama Sulaeman dan Snams-ad-Din.
Selain dengan Cina, Kerajaan Samudra Pasai juga menjalin hubungan baik dengan
negeri-negeri Timur Tengah. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik az-Zahir,
ahli agama mulai dari berbagai negeri di Timur Tengah salah satunya dari Persi (Iran)
yang bernama Qadi Sharif Amir Sayyid dan Taj-al-Din dari Isfahan. Hubungan
persahatan Kerajaan Samudra Pasai juga terjalin dengan Malaka bahkan mengikat
hubungan perkawinan.
Setelah Sultan Malik At Tahrir wafat tidak ada penggantinya yang cakap
dalam meminmpin kerajaan Samudra Pasai dan terkenal, sehingga peran
penyebaran agama Islam diambil alih oleh kerajaan Aceh.
Kerajaan Samudera Pasai semakin lemah ketika di Aceh berdiri satu lagi
kerajaan yang mulai merintis menjadi sebuah peradaban yang besar dan maju.
Pemerintahan baru tersebut yakni Kerajaan Aceh Darussalam yang didirikan oleh
Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh Darussalam sendiri dibangun di
atas puing-puing kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Aceh pada masa pra
Islam, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra,
dan Kerajaan Indrapura. Pada 1524, Kerajaan Aceh Darussalam di bawah
pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah menyerang Kesultanan Samudera Pasai.
Akibatnya, pamor kebesaran Kerajaan Samudera Pasai semakin meredup
sebelum benar-benar runtuh. Sejak saat itu, Kesultanan Samudera Pasai berada di
bawah kendali kuasa Kesultanan Aceh Darussalam.
Gajah Mada menjalankan siasat serangan dua jurusan, yaitu dari jurusan
laut dan jurusan darat. Serangan lewat laut dilancarkan terhadap pesisir di
Lhokseumawe dan Jambu Air. Sedangkan penyerbuan melalui jalan darat
dilakukan lewat Paya Gajah yang terletak di antara Perlak dan Pedawa. Serangan
dari darat tersebut ternyata mengalami kegagalan karena dihadang oleh tentara
Kesultanan Samudera Pasai. Sementara serangan yang dilakukan lewat jalur laut
justru dapat mencapai istana.
o Serangan Portugis
Orang-orang Portugis memanfaatkan keadaan kerajaan Samudra Pasai
yang sedang lemah ini karena adanya berbagai perpecahan (kemungkinan karena
politik / kekuasaan) dengan menyerang kerajaan Samudra Pasai hingga akhirnya
kerajaan Samudra Pasai runtuh. Sebelumnya memang orang-orang Portugis telah
menaklukan kerajaan Malaka, yang merupakan kerajaan yang sering membantu
kerajaan Samudra Pasai dan menjalin hubungan dengan kerajaan Samudra Pasai.
Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh
agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang kemudian
disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut
adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360
M. Hikayat Raja Pasai ini dapatlah dibagi menjadi tiga bagian yaitu mengenai asal usul
pembukaan negeri-negeri Pasai dan Samudera, pengislaman Merah Silau dan kejatuhan
kerajaan Pasai ke Majapahit. Hikayat Raja Pasai ini juga berisi kisah-kisah mitos seperti
kelahiran Puteri Buluh Betung, mitos pembukaan negeri Samudera (semut besar), silsilah raja-
raja Majapahit dan legenda tokoh-tokoh Tun Beraim Bapa, Sultan Ahmad dan Sultan Malikul
Saleh yang seharusnya dipercayai dalam wujud realiti sejarah Samudera-Pasai. HRP menandai
dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara.
Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu Ishak.
Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas
permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas mencerminkan sekelumit peran yang telah
dimainkan oleh Samudra Pasai dalam posisinya sebagai pusat pertumbuhan Islam di Asia
Tenggarapada masa itu.
Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh
para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas
utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan
mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan tersebut.
Uang dirham juga menjadi peninggalan kerajaan Samudra Pasai yang menandakan kekuatan
ekonomi pada saat itu. Pada satu sisi dirham atau mata uang emas itu tertulis; Muhammad
Malik Al-Zahir. Sedangkan di sisi lainnya tercetak nama Al-Sultan Al-Adil. Diameter Dirham
itu sekitar 10 mm dengan berat 0,60 gram dengan kadar emas 18 karat.
c. Makam Nahriyah
Nahrisyah adalah seorang ratu dari Kerajaan Samudera Pasai yang memegang
pucuk pimpinan tahun 1416-1428 M. Ratu Nahrisyah dikenal arif dan bijak. Ia bertahta
dengan sifat keibuan dan penuh kasih sayang. Harkat dan martabat perempuan begitu
mulia pada masanya sehingga banyak yang menjadi penyiar agama pada masa tersebut.
Makamnya terletak di Gampông Kuta Krueng, Kecamatan Samudera ± 18 km sebelah
timur Kota Lhokseumawe, tidak jauh dari Makam Malikussaleh . Surat Yasin dengan
kaligrafi yang indah terpahat dengan lengkap pada nisannya. Tercantum pula ayat Qursi,
Surat Ali Imran ayat 18 19, Surat Al-Baqarah ayat 285 286, dan sebuah penjelasan dalam
aksara Arab yang artinya, “Inilah makam yang suci, Ratu yang mulia almarhumah
Nahrisyah yang digelar dari bangsa chadiu bin Sultan Haidar Ibnu Said Ibnu Zainal Ibnu
Sultan Ahmad Ibnu Sultan Muhammad Ibnu Sultan Malikussaleh, mangkat pada Senin
17 Zulhijjah 831 H” (1428 M).
Dunia sarat persaingan dan sedikit kasih sayang, Ketika tersadar ia terkapar tanpa
daya. Demikianlah sesungguhnya jasad yang kau lihat terbujur berkalang tanah Barang
siapa memenuhi peristiwa penting ini dari kehidupannya nanti, Kemanakah ia harus
menghindar? Tak ada yang mampu memberi pertolongan, kecuali amal shaleh. Saidi
bernaung dibawah bayang Allah yang maha pemurah Yaa Rabbi, janganlah siksa
hambamu-Mu yang malang dan tak berdaya ini Dosa senantiasa berasal dari kami,
sedang engkau penuh limpahan belas kasih.
j. Makam Batte
Makam ini merupakan situs peninggalan sejarah Kerajaan Samudera Pasai.
Tokoh utama yang dimakamkan pada Situs Batee Balee ini adalah Tuhan Perbu yang
mangkat tahun 1444 M.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerajaan Samudra Pasai muncul pada abad ke 13 Masehi ketika Kerajaan Sriwijaya
hancur. Kota Kerajaan di sebut Pasai, sekarang ini letaknya di Desa Beuringen Kec. Samudera
Geudong Kab. Aceh Utara Provinsi Aceh. Wilayah Kekuasaan Kesultanan Pase (Pasai) pada
masa kejayaannya sekitar abad ke 14 terletak di daerah yang diapit oleh dua sungai besar di
pantai Utara Aceh, yaitu sungai Peusangan dan sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra
Pasai adalah daerah aliran sungai yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo
Kab.
Aceh Tengah daerah yang pertama kali disinggahi oleh orang-orang Islam adalah pesisir
Samudera. Penyebabnya terdiri dari para mubaligh dan saudagar Islam yang datang dari Arab,
Mesir, Persia dan Gujarat. Para saudagar ini banyak dijumpai di beberapa pelabuhan di Sumatera
yaitu di Barus yang terletak di pesisir Barat Sumatera, Lamuri di pesisir Timur Sumatera dan di
pesisir lainnya seperti di Perlak,yaitu sekitar tahun 674 Masehi.
Kehadiran agama Islam di Pasai mendapat tanggapan yang cukup berarti di kalangan
masyarakat. Di Pasai agama Islam tidak hanya diterima oleh lapisan masyarakat pedesaan atau
pedalaman malainkan juga merambah lapisan masyarakat perkotaan.
3.2 Saran
Dari keberadaanya kerajaan samudera pasai di wilayah nusantara pada masa yang lalu.
Maka kita wajib mensyukurinya. Maka kita harus mengetahui tentang awal berdirinya suatu
kerajaan dengan mengusung corak agama islam yang seperti kita tahu bahwa islam menjadi
negara mayoritas didunia. Kita bisa belajar tentang bagaimana suatu kerajaan dalam memulai
suatu pemerintahan hingga mencapai puncak kejayaan yang memerlukan waktu yang sangat
lama. Kita bisa mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut untuk kehidupan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
https://sicantikunyuunyu.blogspot.com/2017/05/makalah-kerajaan-samudra-pasai.html
http://www.makalah.co.id/2016/11/makalah-sejarah-kerajaan-samudra-pasai.html
http://tokooscar.blogspot.com/2014/02/makalah-kerajaan-samudra-pasai.html