Anda di halaman 1dari 9

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan lele (Clarias sp.) yang dibudidaya secara intensif mudah terserang

bakteri A. hydrophilla. Bakteri ini merupakan penyebab penyakit MAS (Motile

Aeromonad Septiceamia) (Wahjuningrum et al., 2010). Infeksi bakteri dapat

menyebabkan kematian yang sangat besar (Aziz, 2015). Tingkat kematian pada

ikan lele dapat mencapai 80%, bahkan 100% dalam waktu satu minggu

(Mulia,2012).

Aeromonas hydrophilla adalah patogen pangan yang perkembangannya

sangat luas. Beberapa strain mikroorganisme ini dapat menimbulkan penyakit

pada manusia, yaitu gangguan usus pada anak usia dibawah lima tahun, lansia,

dan imunosupresi. A. hydrophilla termasuk dalam bakteri psikotrofik karena

tumbuh pada suhu pendinginan. Kemampuan patogen ini dimungkinkan

berperan penting dalam keamanan pangan untuk konsumsi manusia (Daskalov,

2005).

Daging ikan lele yang terinfeksi A. hydrophilla mengekspresikan aktivitas

eksoprotease (Swift, 1999). Aktivitas eksoprotease ini dapat merubah struktur

asam amino dalam daging ikan lele. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan

perbedaan profil asam amino daging ikan lele yang terinfeksi A. hydrophilla

dengan penambahan garam pada kondisi asam dan suhu yang berbeda.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.3 Tujuan
1.4 Hipotesis

1.5 Kegunaan

1.6 Tempat, Waktu/ Jadwal Pelaksanaan


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele (Clarias sp.)

Ikan lele (Clarias sp.) menurut Apriyana (2013), merupakan salah satu

ikan yang banyak dibudidayakan dengan kandungan protein ikan lele sebesar

18,7%, kadar air 78,5%, energi 90 kalori, lemak 1,1 %, fosfor 260 mg, zat besi 2

mg, natrium 150 mg, thiamine ( vitamin B1) 0,1 mg, riboflavin (vitamin B2) 0,05

mg, niasin 2 mg. Klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub-Kingdom : Metazoa

Filum : Chordata

Sub-Filum : Vertebrata

Klas : Pisces

Sub-Klas : Teleostei

Ordo : Ostariphysi

Sub-Ordo : Siluroidea

Famili : Clariidae

Genus : Clarias

2.2 Bakteri Aeromonas hydrophilla

Aeromonas (dalam bahasa Yunani, Aer/air berarti gas, monas berarti unit,

maka aeromonas bermakna unit penghasil gas) merupakan gram negatif, bersifat

anaerob fakultatif, tidak membentuk spora, dan berbentuk batang. A. hydrophilla

bergerak dengan satu flagela polar, katalase positif, oksidase positif, yang dapat

menfermentasi glukosa. Tumbuh pada kadar garam <5%, pH 6,0, toleran dan

tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 28 0C. mampu tumbuh pada suhu

dingin. Beberapa strain mampu tumbuh pasa suhu -0,10C. habitat utama bakteri

ini yaitu lingkungan perairan seperti danau air tawar, sungau, atau sistem air

limbah. Patogenesis dan virulensi bergantung pada kemampuan untuk


menghasilkan faktor yang terkait dengan gastroenteritis. Faktor virulensi tersebut

meliputi sifat eksotoksin, sitotoksin, endotoksin, siderophore, adhesi, dan invasi

(Daskalov, 2006).

Aeromonas memproduksi toksin meliputi hemolisin, aerolisin, sitotoksin,

dan enterotoksin (Allan, 1981). Penelitian Angka (1995), melaporkan strain

virulen pada LD50 104,5-5,5 cfu/ml. Inflamasi mulai terjadi 3 jam setelah injeksi

intramuskular pada 104cfu/ml dan ikan mulai mati 18 jam setelahnya. Strain

memproduksi gen hemolisin, meliputi AHH 1, AHH5, ASA, dan memiliki band 52

kDA pada SDS gel. Bakteri ini memproduksi toksin lytic yang kuat.

2.3 Asam Amino

Protein merupakan zat pembangun, bahan pembentuk jaringan-jaringan

baru di dalam tubuh makhluk hidup. Diperkitakan 50% dari berat kering sel dalam

jaringan seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein, dan dalam tenunan

segar sekitar 20%. Protein apabila dihidrolisis dengan asam, alkali, atau enzim

akan dihasilkan campuran asam-asam amino. Sebuah asam amino terdiri dari

sebuah gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hidrogen, dan

gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon (α),

serta gugus R merupakan rantai cabang (Gambar 1) (Winarno, 2004).

H H O

N C C

H R OH

Rantai cabang Gugus karboksil

Gugus amino
Gambar 1. Sketsa bentuk molekul asam amino (Winarno, 2004).

Asam amino dalam penelitian Rahayu (2014), terdapat 17 jenis yaitu

Lisin, Alanin, Sistin, Serin, Glisin, Asam glutamat, Asam aspartat, Leusin, Valin,

Prolin, Histidin, Fenilalanin, Arginin, Tirosin, Metionin, Isoleusin, Treonin. Metionin

adalah asam amino esensial pH netral, non polar (hidrofobik/tidak menyukai air),

rantai samping terbuka (alifatik), berat molekul HPLC 149,21 g/mol. Agrinin

adalah asam amino esensial, bersifat basa, termasuk asam amino alifatik, polar

bermuatan, berat nmolekul 174, 29 g/mol. Fenilalanin merupakan asam amino

esensial, struktur kimia aromatik, non polar, netral, berat molekul 165,19 g/mol.

Isoleusin termasuk asam amino esensial, bersifat netral, non polar, alifatik, berat

molekul 131,18 g/mol. Histidin adalah asam amino esensial, heterosiklik,

glikogenik, bersifat basa, dan merupakan polar bermuatan, berat molekul 155,16

g/mol. Treonin termasuk asam amino esensial, polar tidak bermuatan, struktur

kimia alifatik, berat molekul 119,12 g/mol. Valin adalah asam amino esensial,

struktur kimia alifatik, non-polar, netral, berat molekul 117,15 g/mol. Leusin

tergolong asam amino esensial, struktur kimia alifatik, non-polar, pH netral, berat

molekul 131,18 g/mol. Lisin merupakan asam amino esensial, polar dan

bermuatan, pH basa, struktur kimia alifatik, berat molekul 182, 65 g/mol. Reaksi

biokimia Tirosin yaitu glikogenik dan ketogenik, struktur kimia siklik aromatik,

asam amino non-esensial, bersifat netral dan polar(hidrofilik/menyukai air) yang

tidak bermuatan, berat molekul 181,19 g/mol. Prolin merupakan asam amino
non-esensial, struktur kimia heterosiklik, pH netral, non-polar, berat molekul 115,

13 g/mol. Asam aspartam tergolong asam amino non-esensial, polar bermuatan,

pH asam dengan rantai samping mengandung gugus karboksil, struktur kimia

alifatik, berat molekul 133,1 g/mol. Asam glutamat termasuk asam amino non-

esensial, struktur kimia alifatik, polar bermuatan, bersifat asam, berat molekul

147,13 g/mol. Glisin adalah asam amino non-esensial, non-polar, pH netral,

memiliki rantai samping terbuka, struktur kimia alifatik, berat molekul 75,07 g/mol.

Serin adalah asam amino non-esensial, pH netral, polar dan tidak bermuatan,

struktur kimia alifatik, berat molekul 105,09 g/mol. Sistein tergolong asam amino

non-esensial, struktur kimia alifatik, polar dan tidak bermuatan, pH netral namun

tidak memiliki gugus fungsional yang rantai cabangnya dapat membentuk ikatan

hidrogen dengan air, berat molekul 121,16 g/mol. Alanin merupakan asam amino

non-esensial, sifat netral, nono polar pada pH mendekali 7, struktur kimia alifatik,

memiliki rantai cabang hidrokarbon, berat molekul 89,1 g/mol.

2.4 Garam

2.5 Asam Sitrat

2.6 Asam Asetat

Asam asetat (C2H4O2) menurut Pravasi (2014), adalah metabolit alami

yang diproduksi oleh manusia dan hewan. Zat ini berbahaya untuk kehidupan

akuatik. Konsentrasi yang tinggi dapat menghasilkan pH yang tinggi dan dapat

meracuni bakteri, sehingga menghambat suplai oksigen dalam air. Pada sintesis

katabolisme dan anabolisme, ion asetat (anion dari asam asetat) menghasilkan

metabolit, misalnya formasi glikogen, sintesis kolesterol, degradasi asam lemak,


dan asetilasi pada amina. Struktur molekul asam asetat dapat dilihat pada

Gambar 2. Muchsiri et al. (2016), menyebutkan bahwa zat ini bersifat anti-

mikrobia dan pada konsentrasi 800 µmol/L dapat membunuh khamir.

Gambar 2. Struktur kimia asam asetat (Pravasi, 2014).

2.7 Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC)

Metode UPLC pada prinsipnya sama dengan HPLC, yaitu memisahkan

campuran komponen menjadi komponen-komponen tunggal dengan pemisahan

berdasarkan tingkat kepolarannya. Perbedaan yang mendasar antara UPLC dan

HPLC adalah diameter kolom yang digunakan sangat kecil sehingga volume

injeksi sampel cukup hanya 5 mikrometer dan waktu retensi sampel menjadi

sangat singkat (Reddy, 2012).

2.8 Uji Kadar Garam

2.9 Uji Proksimat

2.8.1 Uji Protein

Cara Kjehdahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam

bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis adalah kadar

nitrogennya. Hasil analisis dikalikan dengan angka konversi 6,25, yang diperoleh

dari nilai protein dalam bahan itu. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serat

albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen (Winarno, 2004).

2.10 Uji Biuret


3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

3.2.2 Bahan

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC)

3.3.2 Uji Kjehdahl

3.3.3 Uji Biuret

Anda mungkin juga menyukai