Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. KONSEP PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Gangguan pada sistem pernapasan adalah terganggunya pengangkutan O2 ke sel - sel
atau jaringan tubuh; disebut asfiksi. Asfiksi ada bermacam-macam misalnya terisinya
alveolus dengan cairan limfa karena infeksi Diplokokus pneumonia atau Pneumokokus yang
menyebabkan penyakit pneumonia. Keracunan asam sianida, debu, batu bara dan racun
lain dapat pula menyebabkan terganggunya pengikatan O2 oleh hemoglobin dalam
pembuluh darah, karena daya afinitas hemoglobin juga lebih besar terhadap racun
dibanding terhadap O2. Asfiksi dapat pula disebabkan karena penyumbatan saluran
pernapasan oleh kelenjar limfa, misalnya polip, amandel, dan adenoid. Gangguan
pernapasan yang sering terjadi adalah emfisema berupa penyakit yang terjadi karena
susunan dan fungsi alveolus yang abnormal. (http://repository.usu.ac.id)
3. PATOFISIOLOGI
HIPOKSIA dan HIPOKSEMIA
Hipoksia merupakan suatu mekanisme utama yang terjadi pada penyakit paru – paru
akibat adanya penurunan suplai oksigen. Hipoksia itu sendiri berarti kurangnya ( hipo )
oksigen dalam jaringan, sedangkan hipoksemia merupakan kekurangan oksigen pada tingkat
darah / arteri ( heme ). (Irman Somantri, 2009, hlm.17)
Jenis hipoksia adalah sebagai berikut :
a) Hipoksia Hipoksik
Hipoksia jenis ini muncul akibat kurangnya suplai oksigen ataupun kadar oksigen
yang ada di lingkungan ( tekanan parsial arteri [ PaO2 ] rendah ). Biasanya
merupakan masalah individu normal pada dataran tinggi, dimana kadar PO2 sangat
rendah sehingga orang yang berada pada tempat tersebut akan merasa kesulitan
menarik nafas dan ini merupakan komplikasi dari pneumonia, dapat pula terjadi
pada tempat dimana banyak sekali orang dalam satu ruangan dengan ventilasi yang
kurang. (Irman Somantri, 2009, hlm.18)
Penyebab Hipoksia Hipoksik antara lain adalah :
1) Penurunan PO2 udara inspirasi ( ketinggian, kekurangan oksigen );
2) Hipoventilasi;
3) Gangguan difusi alveolar kapiler;
4) Rasio ventilasi – perfusi abnormal atau gangguan ventilasi – perfusi.
b) Hipoksia Anemik
Terjadi akibat tekanan parsial oksigen arteri ( PaO2 ) normal tetapi jumlah
hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut oksigen berubah. Sering muncul pada
kondisi anemia berat, gagal ginjal kronik, dan lain – lain. Klien dengan anemia dapat
sangat mengalami kesulitan sewaktu melakukan aktivitas sebab kemampuan yang
terbatas untuk meningkatkan pengangkutan oksigen ke jaringan yang aktif. (Irman
Somantri, 2009, hlm.18)
HIPERKAPNEA
Secara harfiah hiperkapnea adalah berlebihnya ( hiper ) karbon dioksida dalam jaringan.
Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang
inadekuat untuk jumlah CO2 yang diproduksi atau dengan kata lain timbulnya retensi CO2 di
dalam jaringan. (Irman Somantri, 2009, hlm.19)
Hipoventilasi
Hipokapnia
Hipoksemia
Pembuluh Darah
Paru - Paru
pH Menurun
Asidosis
( Alkalosis Metabolik
Ventilasi tidak adekuat Respiratorik )
Sumber : scribd.com/patofisiologi
5. TANDA DAN GEJALA
Tanda klinis klien hipoksia (Arif Muttaqin, 2008 )
Hipoksia dapat terjadi secara akut atau kronik. Gejala awal dari hipoksia adalah
peningkatan denyut nadi, peningkatan jumlah dan kedalaman nafas, dan diikuti peningkatan
tekanan darah sistolik. Gejala lanjutan hipoksia mencakup penurunan denyut nadi dan
penurunan tekanan darah sistolik, dispnea, batuk, hemoptisis, serta kemungkinan sianosis
dapat timbul.
Gejala lain pada hipoksia akut adalah nause, vomiting, oliguria, dan mungkin anuria.
Hipoksia dapat memengaruhi sistem saraf pusat, sehingga dapat menyebabkan sakit kepala,
apatis ( penurunan kesadaran ), dizzines, iritabilitas, dan kehilangan memori. Korteks
serebral hanya dapat menoleransi terjadinya hipoksia selama 3 – 5 menit. Pada kondisi
lanjut, pada jari klien biasanya timbul clubbing finger. Terjadinya clubbing finger disebabkan
oleh terhambatnya pengangkutan oksigen dan suplai darah arteri ke jari yang ditandai
dengan pembengkakan pada dasar jari menjadi dan meningkatnya ukuran ujung jari, sudut
antara jari, dan dasar jari yang lebih dari 160°.
a) Batuk
Batuk merupakan gejala paling umum dari penyakit pernapasan. Rangsangan yang biasanya
menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia dan peradangan. Inhalasi debu, asap
dan benda asing kecil sering merupakan penyebab paling sering dari batuk.
b) Sputum ( dahak )
Orang dewasa membentuk sputum sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari,
sedangkan dalam keadaan saluran napas terganggu biasanya sputum yang dihasilkan
melebihi 100 ml per hari.
c) Hemoptisis
Istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah atau sputum berdarah.
d) Dispnea
Dispnea sering juga disebut dengan sesak napas, perasaan sulit bernapas dan merupakan
gejala utama penyakit kardiovaskuler.
e) Nyeri dada
Nyeri dada terjadi dari berbagai penyebab, tetapi yang paling khas dari penyakit paru - paru
adalah akibat radang pleura.
7. FAKTOR – FAKTOR
Faktor yang mempengaruhi respirasi (Irman Somantri, 2009, hlm.16 - 17)
1. Efek Ketinggian ( Altitude )
Pada tempat yang tinggi biasanya tekanan parsial oksigen ( PO2 ) turun, darah
dalam arteri di bawah tekanan parsial oksigen arteri ( PaO2 ), sehingga terjadi
peningkatan laju dan ke dalaman respiratori.
2. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas terjadi dilatasi ( pelebaran ) pembuluh darah
perifer, hal ini mengakibatkan darah mengalir ke kulit sehingga akan meningkatkan
jumlah kehilangan panas dari permukaan tubuh.
3. Emosi
Kerja dari jantung dipengaruhi oleh pusat tertinggi dari serebrum melalui
hipotalamus, dimana terdapat pusat stimulasi jantung ( cardioinhibitory dan
cardioaccelerator ) di medula. Jarak motorik dari pusat tersebut dibawa oleh impuls
kepada neuron simpatis dan parasimpatis, yang kemudian ditransmisikan ke jantung.
4. Aktivitas dan Istirahat
Latihan / kegiatan akan meningkatkan laju respirasi dan menyebabkan
peningkatan suplai serta kebutuhan oksigen dalam tubuh.
5. Kesehatan
Pada seseorang yang sehat, sistem kardiovaskuler dan pernafasan secara
normal menyediakan oksigen bagi kebutuhan tubuh. Pada penyakit sistem
kardiovaskuler, hal ini sering kali berdampak terhadap pengangkutan oksigen ke sel
tubuh, sedamgkan penyakit sistem pernafasan dapat memengaruhi oksigenasi dalam
darah. Pada kedua kasus tadi, hipoksemia dapat timbul.
6. Gaya Hidup
Klien yang merokok atau terpapar polusi udara akan dapat mengindikasikan
adanya gangguan paru – paru.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi penyakit paru dapat
diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut. (Irman Somantri, 2009, hlm.21)
1. Metode morfologis : radiologi, bronkoskopi, dan pemeriksaan biopsi sputum ( dahak ).
2. Metode fisiologis : pengukuran gas darah dan tes – tes fungsi ventilasi.
Metode Morfologis
1) Radiologi
Toraks merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkim
paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar X,
karena itu parenkim menghasilkan bayangan yang sangat bersinar - sinar. Jaringan
lunak dinding dada, jantung dan pembuluh - pembuluh darah besar serta diafragma
lebih sukar ditembus sinar X dibandingkan parenkim paru sehingga bagian ini akan
tampak lebih padat pada radiogram. Struktur toraks yang bertulang ( termasuk iga,
sternum dan vertebra ) lebih sulit lagi ditembus, sehingga bayangannya lebih padat
lagi.
Gambar 2 : Chest X-Ray ; Sumber : meddean.luc.edu
2) Bronkoskopi
Merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trakea dan
cabang - cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk memastikan
diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan untuk mengangkat
benda asing.
4) Pemeriksaan sputum
Penting dilakukan untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit pernafasan.
Pemeriksaan mikroskopik dapat menjelaskan organisme penyebab pada berbagai
pneumonia bakterial, tuberkulosis, serta berbagai jenis infeksi jamur. Pemeriksaan
sitologi eksfoliatif pada sputum dapat membantu dalam mendiagnosis karsinoma
paru. Waktu terbaik untuk pengumpulan sputum adalah setelah bangun tidur,
karena sekresi abnormal bronkus cenderung untuk berkumpul pada waktu tidur.
Metode Fisiologis
1) Analisa Gas Darah
Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien - pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah
dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigenasi
dalam darah, kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah
dikenal juga dengan nama pemeriksaan “ ASTRUP ”, yaitu suatu pemeriksaan gas
darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri
radialis, Arteri brachialis, dan Arteri Femoralis.
Tes Rentang Normal Dewasa
PaO2 80 – 100 mmHg
PaCO2 35 – 45 mmHg
pH 7,35 – 7,45
HCO3 21 – 28 mEq/L
9. PENGOBATAN
Agen farmakologi untuk penyakit saluran pernafasan ( Irman Somantri, 2009, hlm. 33 )
1) Antimikrobial ( Antibiotik )
Biasanya Ampicillin dan Tetracycline dapat digunakan untuk mengobati infeksi
paru. Meskipun begitu penyebab yang sering pada infeksi saluran pernafasan adalah
virus. Pengobatan untuk infeksi virus bersifat simptomatik.
2) Bronkodilator
Bekerja langsung pada otot bronkus untuk mengurangi bronkospasme. Biasanya
dibedakan menjadi dua grup yaitu sebagai berikut.
Β-adrenergik, seperti Albuterol ( Ventolin ).
Theophyline, seperti Aminophyline.
Efek samping yang biasa terjadi adalah peningkatan denyut jantung ( heart
rate ), palpitasi, nervousness, tremor, mual ( nausea ) dan anoreksia.
4) Antitusif
Berfungsi untuk menghambat refleks batuk pada pusat batuk. Seperti Benzinatate
( Tessalon ), Codein Phosphate, Dextrometorphan Hydrobromida ( Robitusin DM ), dan
Hydrocodone Bitartrate ( Hycodan ).
5) Mukolitik
Membantu mengencerkan sekresi pulmonal agar dapat diekspektorasikan. Obat ini
diberikan kepada klien dengan sekresi mukus yang abnormal, kental pada penyakit akut
dan kronis seperti pneumonia, brokitis, tuberkulosis serta kistik fibrosis. Acetilcystein (
Mucomyst ) berbentuk aerosol dapat digunakan untuk mengurangi kekentalan dari
sekresi.
6) Antialergenik
Cromolyn Sodium ( Intal ) merupakan antialergen yang khusus untuk klien dengan asma.
Obat ini mampu menstabilkan mast sel serta menghambat pelepasan mediator tipe I
dari reaksi alergi ( histamin dan Slow – Reacting Substance of Anaphylaxis – SRS – A ).
7) Vasokonstriktor dan Dekongestan
Pengobatan ini diberikan dengan beberapa cara, yaitu topikal, parenteral, dan oral.
Contoh dekongestan adalah Ephedrine Sulfate dan Phenylephrine Hydrochloride.
11. KOMPLIKASI
Meskipun secara umum terapi oksigen ini aman digunakan, tetapi terdapat beberapa
komplikasi yang dapat timbul akibat dari pemberian oksigen tambahan seperti berikut ini.
(Irman Somantri, 2009)
a) Oxygen – induced Hypoventilation.
b) Oxygen Toxicity.
c) Atelektasis.
d) Occular Damage.
B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PRE DAN POST OPERASI SISTEM PERNAFASAN
2. Pengkajian psikososial
Dengan mengumpulkan riwayat kesehatan secara cermat, perawat menemukan kekhawatiran
pasien yang dapat menjadi beban langsung selama pengalaman pembedahan. Tidak diragukan lagi
pasien yang mengalami pembedahan ini dilingkupi oleh kecemasan, termasuk ketakutan akan
ketidaktahuan dan lain sebagainya. Akibatnya, perawat harus memberikan dorongan untuk
pengungkapan, dan harus mendengarkan, memahami, dan memberikan i n f o r m a s i y a n g m e m b a n t u m e n
y in g k I r k a n k e k h a w a t I r a n tersebut.
Untuk pasien pre operatif berbagai kecemasan yang cukup besar cemas dan takut terhadap
anastesia, takut terhadap rasa nyeri dan kematian atau ancamanlain yang dapat menimbulkan ketidak
tenangan dan ansietas berat.Perawat dapa tmelakukan banyak hal untuk menghilangkan kekhawatiran itu
supaya dapat memberikan perasaan tenang pada pasien apabila memungkinkan. (scribd.com)
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
(nurseducation.com)
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah ( albumin dan globulin ) dan keseimbangan nitrogen. Segala
bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup
untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai
komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi ( terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu ), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius
pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat
merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien
yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan
lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara
mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
4. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa
menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang
dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG,
dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan
berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan
penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter
anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter
anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa
perdarahan ( bledding time ) dan masa pembekuan ( clotting time ) darah pasien, elektrolit serum,
Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
8. Manajemen Keperawatan
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
1) Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis
vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus.
2) Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial,
hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
3) Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas / DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi
(termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa
pra operasi).
4) Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5) Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi
kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit
hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse
darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau
tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (
risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga
potensial bagi penarikan diri pasca operasi ).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) meliputi :
1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap perubahan
status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau
krisis maturasi.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan, factor
budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan.
3. Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan, keluhan
terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
4. Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks, hospitalisasi /
perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan penampilan.
5. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit / prognosis ( misalnya kanker ),
ketidakberdayaan.
6. Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kerusakan saraf /
otot, dan nyeri.
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) adalah :
1. Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah atau dread
yang disertai dengan respons autonomis ; sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu ; perasaan khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.ini merupakan tanda bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan
memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi ancaman.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :
1. klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress.
2. klien mampu mempertahankan penampilan peran.
3. klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
4. klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
5. tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
2. Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil :
1. pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
2. memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
3. menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
1. Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang tubuhnya.
Rasional : faktor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh.
2. Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
Rasional : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga pasien tidak
menyukai keadaan fisiknya.
3. Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian terhadap
perawatan, kemajuan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi kecemasan.
4. Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat pasien.
Rasional : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan berarti
dalam diri pasien.
4. Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi
keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
Kriteria hasil :
1. pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
2. pasien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan dengan
perawatan setelah rawat inap.
5. Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara sadar dan
bahaya nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil :
1. mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
2. menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
3. mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
6. Mobilitas fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik
yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
1. penampilan yang seimbang..
2. melakukan pergerakkan dan perpindahan.
3. mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
a. 0 = mandiri penuh
b. 1 = memerlukan alat Bantu.
c. 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
d. 3 =membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
e. 4 =ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
4. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan
keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Respirasi adalah :
1) Ansietas berkurang/terkontrol.
2) Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
3) Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4) Pasien dan keluarga memahami perubahan - perubahan dalam peran keluarga.
5) Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6) Pasien akan menunjukkan tingkat Respirasi yang optimal.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN POSTOPERASI
Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien post anaesthesi.
Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk perawatan / observasi diruang pemulihan :
Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan pembiusan
umum, sedang pada pasein dengan anaesthesi regional posisi semi fowler.
Pasang pengaman pada tempat tidur.
Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
Beri O2 2,3 liter sesuai program.
Observasi adanya muntah.
Catat intake dan out put cairan.
Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90
mmHg.
HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit.
Suhu > 38,3 o C atau kurang dari 35 o C.
Meningkatnya kegelisahan pasien
Tidak BAK + 8 jam post operasi.
Hal - hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain :
2. Status sirkulator
Meliputi :
Nadi
Tekanan darah
Suhu
Warna kulit
3. Status neurologis
Meliputi : tingkat kesadaran
4. Balutan
Meliputi :
Keadaan drain.
Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainase.
5. Kenyamanan
Meliputi :
Terdapat nyeri
Mual
Muntah
6. Keselamatan
Meliputi :
Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
Kabel panggil yang mudah dijangkau.
Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
7. Perawatan
Meliputi :
Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
Sistem drainase : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung,
sifat dan jumlah drainage.
8. Nyeri
Meliputi :
Waktu
Tempat.
9. Frekuensi.
10. Kualitas.
11. Faktor yang memperberat / memperingan.
A. Data Subyektif
Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi mual bila
perut mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah atau telah mendapat narkotika
yang cukup banyak.
B. Data Objektif
1. Sistem Respiratori
2. Status sirkulatori
3. Tingkat Kesadaran
4. Balutan
5. Posisi tubuh
6. Status Urinari / eksresi.
C. Pengkajian Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur
pembedahan dan pengobatan, body image dan pola / gaya hidup. Juga tanda fisik yang menandakan
kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.
6. Pemeriksaan Laboratorium
B. Diagnosa Tambahan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
1) http://www.scribd.com/doc/54740478/Makalah-KMB-1-Monitoring-Pre-Dan-Post
2) http://www.scribd.com/doc/76227258/patofisiologi
3) Somantri Irman. (2009). ( Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernafasan
)(Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.
4) Muttaqin Arif.(2008). (Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan).Jakarta : Salemba Medika.
5) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21820/4/Chapter%20II.pdf