Anda di halaman 1dari 17

Masalah Etika dalam Praktik Kedokteran

Kevin Jodjana
Mahasiswa Semester VII
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Pendahuluan

Karsinoma kolon (Ca. Colon) merupakan jenis kanker yang banyak dijumpai di
klinik dengan tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Penderita yang mengalami Ca. Colon
membutuhkan perawatan profesional dan dukungan keluarga yang adekuat.

Di Indonesia, didapatkan angka yang agak berbeda seperti yang dikeluarkan oleh
Direktorat Pelayanan Medik Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan
Patologik Anatomi Indonesia bahwa kanker kolorektal cenderung terjadi pada usia yang
lebih muda dibandingkan dari laporan negara Barat. Data yang didapatkan dari bagian
Anatomi FK UI bahwa pasien yang berusidi bawah 40 tahun adalah 35, 26%.

Semakin tingginya angka mortalitas, masyarakat pun semakin kritis dalam


memandang masalah yang ada, termasuk pelayanan yang diberikan dalam bidang
kesehatan. Masyarakat kini menuntut agar seorang dokter atau suatu instansi kesehatan
memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Tidak jarang masyarakat merasa tidak
puas atas pelayanan kesehatan yang ada dan tidak tertutup kemungkinan seorang dokter
akan dituntut di muka pengadilan.Untuk menghindari hal-hal di atas, jelaslah bahwa
profesi kedokteran membutuhkan pedoman sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh
seorang dokter.

Seorang dokter harus menghayati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran dalam
menjalankan profesinya.

1
Skenario 5:

Seorang pasien berumur 62 tahun datang ke rumah sakit dengan karsinoma kolon
yang telah terminal. Pasien masih cukup sadar, berpendidikan cukup tinggi. Ia memahami
benar posisi kesehatannya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini. Ia juga
memiliki pengalaman pahit sewaktu kakaknya menjelang ajalnya dirawat di ICU dengan
peralatan bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampaknya
hanya memperpanjang penderitaannya saja. Oleh karena itu, ia meminta kepada dokter
apabila dia mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja (tanpa
antibiotika,tanpa peralatan ICU, dan lain-lain), dan ia ingin mati dengan tenang dan
wajar.Namun, ia tetap setuju apabila ia menerima obat-obatan penghilang rasa sakit bila
memang dibutuhkan.

Etika Profesi Kedokteran

Bioetika adalah salah satu cabang dari etik normatif. Bioetik atau biomedical
ethics adalah etik yang berhubungan dengan praktek kedokteran dan atau penelitian
dibidang biomedis.1

Didalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain


mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar manusia, keputusan hendaknya juga
mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan
mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar manusia, terutama kebutuhan
kreatif dan spiritual pasien. 1

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu
sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian
baik buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika
yang cukup banyak jumlahnya. 1

2
Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke
suatukeputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa
rulesdibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah : 1

1.Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent. 1

2.Princip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang


ditujukanke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk
kebaikansaja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada
sisiburuknya (mudharat). 1

3.Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan


yangmemperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai "primum non nocere" atau
"above all do no harm".1

4.Prinsip justice , yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalambersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).

Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman
dalam mengambil keputusan klinis, profesional kedokteran juga mengenal etika profesi
sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical conduct ). Nilai-nilai
dalam etika profesi tercermin di dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah
dokter berisikan suatu "kontrak moral" antara dokter dengan Tuhan sang penciptanya,
sedangkan kode etik kedokteran berisikan "kontrak kewajiban moral"antara dokter
dengan peer-group-nya, yaitu masyarakat profesinya.1

Aspek dan Dampak Hukum

1. UU No. 29 tahun 2004: praktik kedokteran baik dokter ataupun dokter gigi memiliki
hak untuk memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

3
dengan standar profesi dan standar prosedur profesional, hak untuk memberikan layanan
medis menurut standar profesi dan standar prosedur profesional, hak memperoleh
informasi yang lengkap dan jujur dari pasien maupun keluarganya dan hak menerima
imbalan jasa. Disisi lain dokter dan dokter gigi berkewajiban memberikan pelayanan
medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur profesional serta kebutuhan
medis pasien, merujuk pasien bila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia, melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya, dan menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi. 2,3

2. UU Praktik Kedokteran Pasal 45 Ayat 3: hak pasien  meminta pendapat dokter lain,
mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis, menolak tindakan medis, dan
mendapatkan isi rekam medis. Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya meliputi
diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif
tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis
terhadap tindakan yang akan dilakukan.1, 2,3

Dalam praktek kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu:

a. Euthanasia aktif: Ialah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan


memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Alasan yang lazim dikemukakan
dokter ialah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan
pasien, tidak mengurangi keadaan sakitnya yang memang sudah parah. 2,3

b. Euthanasia pasif:

-Tindakan dokter berupa penghentian pengobatan pasien yang menderita sakit keras,
yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pemberian
obat ini berakibat mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan ialah
karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dan yang dibutuhkan untuk
4
biaya pengobatan cukup tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan
dokter sudah tidak efektif lagi. 2,3

-Tindakan upaya dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut


penelitian medis masih mungkin bisa sembuh. Umumnya alasannya adalah
ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi padahal biaya pengobatannya yangdibutuhkan
sangat tinggi. 2,3

Secara yuridis formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal satu bentuk
euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien atau korban itu
sendiri (voluntary euthanasia). 2,3

3. Pasal 344 KUHP. Yang menyatakan : “Barang siapa merampas nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam
dengan pidana penjara palinglama dua belas tahun”. Maka disimpulkan, bahwa
pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya.
Dengan demikian, dalam konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap dianggap
sebagai perbuatan yang dilarang dan tidak dimungkinkan dilakukan “pengakhiran hidup
seseorang” sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap
dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana
bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Dalam ketentuan Pasal 338 KUHP secara
tegas dinyatakan, “Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain diancam, karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. 2,3

Prosedur Medikolegal
Persetujuan tindakan medik
Peraturan menteri kesehatan No 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang persetujuan
tindakan medis
Pasal 1. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

5
1. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarganya atas adsar penjelasan mengenai tindakan medik
yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut; 2,3
2. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
berupa diagnostik atau terapeutik;
3. Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh;
4. Dokter adalh dokter umum/spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang
bekerja di rumah sakit, puskesmas, klinik, atau praktek perorangan atau bersama.
Pasal 2. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/19892,3
1. Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
2. Persetujuan dapat diberi secara bertulis atau lisan
3. Persetujuan sebagaiman dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang
bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya.
4. Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat
pendidikan serta kondisi dan situasi pasien
Pasal 3. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989
1. Setiap tindakan medis yang berisiko tinggi harus dengan persetujuan
bertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan6
Pasal 4. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989
1. Informasi tentang tindakan medik harus diberi kepada pasien, baik diminta
maupun tidak diminta.
2. Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila
dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan
pasien atau pasien menolak diberikan informasi.
Pasal 5. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/19892,3

6
1. Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan
medik yang kan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik
2. Informasi diberikan secara lisan
3. Informasi harus diberiakn jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa
hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien,
4. Dalam hal dimaksud dalam ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien. 2,3

Pasal 8. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989


1. Persetujuan diberiakan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sedar
dan sehat mental
2. Pasien dewasa yang dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21 tahun
atau telah menikah. 6

Panitia Pertimbangan Dan Pembinaan Etik Kedokteran2,3


Peraturan menteri kesehatan No 554/MenKes/Per/XII/1982 tentang Panitia
pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran
Pasal 8 Permenkes No 554/MenKes/Per/XII/1982
Panitia Pertimbangan Dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK) Pusat dalam persoalan
Etik Kedokteran dan khusunya dalam menangani pelanggaran kode etik masing-masing
bekerjasam dengan IDI atau PDGI6
Pasal 22 Permenkes No 554/MenKes/Per/XII/1982
(1) P3EK Propinsi dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2)
mengusulkan kepada Kakanwil DepKes Propinsi untuk mengambil tindakan yang
diperlukan terhadap dokter atau dokter gigi yang bersngkutan
(2) Kakanwil DepKes Propinsi dapat mengambil tindakan berupa peringatan atau
tindakan administratif terhadap dokter atau dokter gigi sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran2

7
Informed Consent
Merupakan suatu persetujuan yang diberikan oleh pasien atau walinya yang
berhak kepada dokter untuk melakukan suatu tindakan medis terhadap pasien sesudah
pasien atau wali itu memperoleh informasi lengkap dan memahami tindakan itu. Dengan
kata lain, informed consent juga disebut persetujuan tindakan medis. Persetujuan
(consent) dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. expressed, dapat secara lisan atau secara tulisan, dan
2. implied, yang dianggap telah diberikan.
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup
untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent
juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya
dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia
perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat
apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.1

Prosedur Terapi

Perawatan penderita tergantung pada tingkat staging kanker itu sendiri. Terapi
akan jauh lebih mudah bila kanker ditemukan pada stadium dini. Tingkat kesembuhan
kanker stadium 1 dan 2 masih sangat baik. Namun bila kanker ditemukan pada stadium
yang lanjut,atau ditemukan pada stadium dini dan tidak diobati, maka kemungkinan
sembuhnya pun akan jauh lebih sulit.4-5

Klasifikasi kanker usus :

Stadium 1 : Kanker terjadi di dalam dinding kolon

Stadium 2 : Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon

Stadium 3 : Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa

Stadium 4 : Kanker telah menyebar ke organ-organ lain.

8
Tujuan pengobatan kanker ada dua, yaitu kuratif dan paliatif. Pengobatan kuratif
merupakan upaya yang ditujukan untuk mencapai kesembuhan penyakit kanker.
Sementara pengobatan paliatif ditujukan pada penderita kanker yang sudah tidak
memungkinkan kembali dicapainya kesembuhan. 4-5

Di antara pilihan terapi untuk penderitanya, pilihan operasi masih menduduki


peringkat pertama, dengan ditunjang oleh kemoterapi dan/atau radioterapi (mungkin
diperlukan). 4-5

Palliatif : pain killer


Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan abdomen dan rektal

Pemeriksaan Penunjang meliputi :

 Pengujian darah samar


 Enema barium: tumor dan kelainan lain pada kolon memberikan gambaran
bayangan gelap pada gambaran rontgen.
 Kolonoskopi.
 Biopsi: ditemukan adenokarsinoma.
 Ultrasonografi: melihat metastasis kanker ke kelenjar getah bening di hati dan
abdomen.
 CT scan

Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) 4-5


Indikasi / Penatalaksanaan Medis

Pengobatan pada pasien tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang
berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam
pentahapan kanker kolorektal. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering
dalam bentuk pendukung atau terapi adjuvan. Terapi adjuvan biasanya diberikan selain
pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi atau imunoterapi. 4-5

9
Rekam Medis

Dalam pelayanan kedokteran/kesehatan, terutama yang dilakukan para dokter


baik dirumah sakit maupun praktik pribadi, peran pencatatan rekam medis (RM) sangat
penting dansangat melekat dengan kegiatan pelayanan tersebut. Dengan demikian, ada
ungkapan bahwa rekam medis adalah orang ketiga pada saat dokter menerima pasien. Hal
tersebut dapat dipahami karena catatan demikian akan berguna untuk merekam keadaan
pasien, hasil pemeriksaan serta tindakan pengobatan yang diberikan pada waktu itu.
Catatan atau rekaman itu menjadi sangat berguna untuk mengingatkan kembali dokter
tentang keadaan, hasil pemeriksaan, dan pengobatan yang telah diberikan bila pasien
datang kembali untuk berobat ulang setelah beberapa hari, beberapa bulan, bahkan
setelah beberapa tahun kemudian. Dengan adanya rekam medis, ia bisa mengingat atau
mengenali keadaan pasien saat diperiksa sehingga lebih mudah melanjutkan strategi
pengobatan dan perawatannya. Namun, kini makin dipahami bahwa peran rekam medis
tidak terbatas pada asumsi yang dikemukakan diatas, tetapi jauh lebih luas. Oleh karena
itu, para tenaga kesehatan masa kini harus memahami dengan baik hal-hal yang berkaitan
dengan rekam medis. 6

Dalam Undang-undang Kesehatan, walaupun tidak ada bab yang mengatur


tentang rekam medis secara khusus, secara implisit Undang-undang ini jelas
membutuhkan adanya rekam medis yang bermutu sebagai bukti pelaksanaan pelayanan
kedokteran/ kesehatan yang berkualitas. 6

Kewajiban dokter untruk membuat rekam medis dalam pelayanan kesehatan


dipertegas dalam UUPK seperti terdapat pada pasal 46: (1). Setiap dokter atau dokter gigi
dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. (2) Rekam medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai
menerima pelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu,
dan tandatangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Selanjutnya dalam
pasal 79 diingatkan tentang sanksi hukum yang cukup berat, yaitu denda paling banyak
Rp.50.000.000,- bila dokter terbukti sengaja tidak membuat rekam medis.Dalam

10
Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang RM, disebut pengertian RM adalah
berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan
kesehatan. 6

Isi Rekam Medis

Di rumah sakit didapat dua jenis RM, yaitu:

•RM untuk pasien rawat jalan

•RM untuk pasien rawat inap

Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat, RM memiliki informasi pasien,
antara lain:

a. Identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa)

b. Riwayat penyakit (anamnesis) tentang :

•keluhan utama

•riwayat sekarang

•riwayat penyakit yang pernah diderita

•riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan

c. Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen,


scanning, MRI, dan lain lain.

d. Diagnosis dan/atau diagnosis banding

11
e. Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang
berwenang. Untuk rawat inap, memuat informasi yang sama dengan yang terdapat dalam
rawat jalan, dengan tambahan :

• Persetujuan tindakan medik

• Catatan konsultasi

• Catatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya

• Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan

• Resume akhir dan evaluasi pengobatan ,(tanggal masuk-keluar)

Secara umum kegunaan RM adalah: 6

1.Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil
bagian dalam memberi pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien. Dengan membaca
RM, dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam merawat pasien (misalnya
pada pasien rawat bersama atau dalam konsultasi) dapat mengetahui penyakit,
perkembangan penyakit, terapi yang diberikan, dan lain-lain tanpa harus berjumpa satu
sama lain. Ini tentu merupakan sarana komunikasi yang efisien.

2.Sebagai dasar untuk perencanaan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada


pasien. Segala instruksi kepada perawat atau komunikasi sesama dokter ditulis agar
rencana pengobatan dan perawatan dapat dilaksanakan.

3.Sebagai bukti tertulis atas segala pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan
selama pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit. Bila suatu waktu diperlukan bukti
bahwa pasien pernah dirawat atau jenis pelayanan yang diberikan serta perkembangan
penyakit selama dirawat, tentu data dari RM dapat mengungkapkan dengan jelas.

4.Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada
pasien. Baik buruknya pelayanan yang diberikan tercermin dari catatan yang ditulis atau

12
data yang didapati dalam RM. Hal ini tentu dapat dipakai sebagai bahan studi ataupun
evaluasi dari pelayanan yang diberikan.

5.Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya. Bila timbul permasalahan (tuntutan) dari pasien kepada dokter
maupun rumah sakit, data dan keterangan yang diambil dari RM tentu dapat diterima
semua pihak. Di sinilah akan terungkap aspek hukum dari RM tersebut. Bila catatan dan
data terisi lengkap, RM akan menolong semua yang terlibat. Sebaliknya, bila catatan
yang ada hanya sekedarnya saja, apalagi kosong pasti akan merugikan dokter dan rumah
sakit. Penjelasan yang bagaimanapun baiknya tanpa bukti tertulis, pasti sulit dipercaya.

6.Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan
pendidikan. Setiap penelitian yang melibatkan data klinik pasien hanya dapat
dipergunakan bila telah direncanakan terlebih dahulu. Oleh karena itu, RM di rumah sakit
pendidikan biasanya tersusun lebih rinci karena sering digunakan untuk bahan penelitian.

7.Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien. Bila
pasien mau dipulangkan, bagian administrasi keuangan cukup melihat RM, dan segala
biaya yang harus dibayar pasien/keluarga dapat ditentukan.

8.Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan


pertanggungjawaban dan laporan. Data dan infomasi yang didapat dari RM sebagai bahan
dokumentasi, bila diperlukan dapat digunakan sebagai dasar untuk pertanggungjawaban
atau laporan kepada pihak yang memerlukan masa mendatang.

SKRINING DAN PENCEGAHAN

Skrining

National Cancer Institute (NCI) dan American cancer society (ACS)


merekomendasikan pasien asymptomatic dengan usia 50 tahun atau lebih untuk
dilakukan pemeriksaan sigmoidoscopy setiao 3 sampai 5 tahun sekali. Rectal touché dan

13
pemeriksaan fecal occult blood (FOB) dianjurkan setiap tahun sekali pada pasien usia 50
tahun atau lebih, tetapi argument untuk praktik ini tidak terlalu substansial . Skrining
dengan colonoscopy pada pasien dengan riwayat keluarga kanker colorectal pada
generasi pertama sebelumnya tetapi tidak jelas bukti FAP atau HNPPC sebaiknya dimulai
pada usia 40 tahun. Nilai pemeriksaan skrining FOB masih kontroversial. Di USA,
dilaporkan pemeriksaan tahunan FOB berhubungan dengan menurunnya risiko kematian
oleh kanker colorectal hingga 33.4%. 7

Pencegahan

Sigmoidoscopy secara periodic dapat mengidentifikasi dan mengangkat lesi pre-


kanker (polip) dan mengurangi insidensi kanker colorectal pada pasien yang menjalani
colonoscopic polypectomy. Terdeteksinya polip kecil rectosigmoid sebaiknya dilanjutkan
dengan colonoscopy karena diasumsikan adanya polip yang tidak tercapai dengan
sigmoidoscope. Diet tinggi serat dan rendah lemak juga diketahui dapat mencegah polip
menjadi progresif kanker. Selain itu, berdasarkan penelitian terhadap penggunaan NSAID
secara rutin dapat mengurangi pembentukan, pertambahan jumlah dan ukuran polip
colorectal dan mengurangi insidensi kanker colorectal. Efek protektif ini dapat dicapai
dengan dosis minimal 650 mg aspirin per-hari. 8

Penatalaksanaan

Satu-satunya terapi kuratif ialah dengan tindakan bedah. Tujuan utama tindakan
bedah ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif ataupun non-kuratif.
Radioterapi dan kemoterapi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat paliatif. 8

Persiapan preoperatif

Operasi yang dilakukan pada kolon yang tak dipersiapkan mempunyai tingkat
infeksi/peradangan luka 40%. Suatu pendekatan dikombinasikan dari pencucian mekanis
dan zat antibiotic telah dilaporkan untuk mengurangi tingkat infeksi/peradangan luka

14
hingga 9%. Dengan penambahan antibiotic pelindung parenteral, tingkat infeksi dapat
lebih dikurangi hingga 5% atau kurang.

Dua hari sebelum pembedahan, pasien mulai suatu diet pembersihan cairan. Sehari
sebelum pembedahan, pasien diinstruksikan untuk mengambil satu galon Golytely untuk
mencuci keseluruhan kolon. Mekanisme pembersihan kira-kira 3 jam hingga sempurna.
Penambahan suatu zat antibiotic yang diserap dengan aerobic dan anaerobic secara
bersamaan dengan mantap mengurangi timbulnya infeksi.

Tindakan Operatif

Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limf regional.
Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud
mencegah obstruksi, perdarahan. anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri. Pada karsinoma
rektum, teknik pembedahan yang dipilih tergantung dan letaknya, khususnya jarak batas
bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dengan sfingter ekstern dan sfingter
intern akan dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis.

Goresan di tengah abdominal mengijinkan explorasi penuh dan perluasan lebih lanjut
untuk kebutuhan tambahan. Tingkat reseksi ditentukan oleh lokasi kanker kolon tama,
seperti halnya ada atau tidaknya invasi ke dalam struktur yang bersebelahan dan
metastasis yang jauh. Walaupun tidak adanya invasi kolon ke dalam organ atau
metastasis, reseksi kolon adalah perawatan yang utama.

Laparoskopi intervensi pembedahan pada kanker kolon adalah suatu pengembangan


terbaru di dalam perawatan. Tingkat kematian operatif untuk pembedahan kanker kolon
pada kasus tertentu adalah 5% atau kurang. Reseksi kolon dengan tujuan sembuh
membawa tingkat kematian lebih rendah dari pada reseksi paliatif.

Cara lain yang dapat digunakan atas indikasi dan seleksi khusus ialah fulgerasi
(koagulasi listrik). Pada cara ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan histopatologik. Cara
ini kadang digunakan pada penderita yang beresiko tinggi untuk pembedahan.

15
Koagulasi dengan laser digunakan sebagal terapi palilatif, Sedangkan radioterapi,
kemoterapi, dan imunoterapi digunakan sebagal terapi adjuvan.8

Pengobatan paliatif

Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi obstruksi
atau menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita lebih baik. Jika tumor
tidak dapat diangkat, dapat dilakukan bedah pintas atau anus preternaturalis. Pada
metastasis hati yang tidak lebih dari dua atau tiga nodul dapat dipertimbangkan eksisi
metastasis. Pemberian sitostatik melalui a.hepatika, yaitu perfusi secara selektif, kadang
lagi disertai terapi embolisasi, dapat berhasil penghambatan pertumbuhan sel ganas.

Selain menghindari makanan kaya zat karsinogeniK juga harus mengkonsumsi


makanan bersifat antikarsinogen untuk mengurangi resiko terkena kanker kolon. 8

Prognosis

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu k1asifikasi tumor
dan tingkat keganasan sel tumor. Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa
penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding
tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32%, dan dengan metastasis jauh
satu persen. Bila disertai diferensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.

Penutup

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, seorang dokter itu haruslah memastikan dirinya berada


dalam keadaan yang optimum dengan sentiasa menerapkan etika profesi kedokteran yang
berlandaskan konsep dasar moral yaitu prinsip otonomi, prinsip beneficence, prinsip non-
maleficence, dan prinsip justice. Suatu tindakan medis terhadap pasien tanpa memperoleh
persetujuan terlebih dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas
hak orang lain atau melanggar hukum. Namun, euthanasia dari segi hukum yang
antaranya dibahas pada Pasal 338, 340, 344, 345, dan 359, tetap dianggap sebagai

16
perbuatan yang dilarang dan tidak dimungkinkan dilakukan “pengakhiran hidup
seseorang” sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap
dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana
bagi siapa yang melanggar larangan tersebut Beberapa pasal KUHP yang berkaitan
dengan eutanasia.

Daftar Pustaka

1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja T. Bioetik dan hukum kedokteran. Jakarta:


Bagian Kedokteran Forensik FKUI ; 2005.
2. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan
bidang kedokteran. edisi ke-1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI;
1994.p.20-1

3. Lippincott, William, Wilkins. Cancer, principles and practice. Edisi 6. 2001

4. Sampurna B. Kelalaian medik. Diunduh dari:


http://www.freewebs.com/kelalaianmedik. Diakses pada 15 januari 2015.
5. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC;
2007.
6. Etika Profesi dalam Kesehatan. Diunduh dari: http://id.shvoong.com/medicine-
and-health/gynecology/2019661-etika-profesi-dalam-kesehatan/. Diakses pada
15 januari 2015.
7. Casciato, Lowitz. Manual of clinical oncology. 2000

8. R. Sjamsuhidajat & Wim De Jong, Buku ajar ilmu bedah, Edisi revisi, Jakarta:
Buku Kedokteran EGC;1997.h.646 – 63

17

Anda mungkin juga menyukai