TINJAUAN PUSTAKA
4
5
1. Pengkajian resep
Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik
dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi nama pasien, umur,
jenis kelamin dan berat badan, nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP),
alamat, nomor telepon dan paraf; dan tanggal penulisan resep. Kajian
kesesuaian farmasetik meliputi bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas, dan
kompatibilitas (ketercampuran obat). Pertimbangan klinis meliputi ketepatan
indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi
9
dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping
obat, manifestasi klinis lain), kontra indikasi dan interaksi.
2. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
obat. Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat
bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,
interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan
lain-lain.
4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat
dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali
konseling, apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat
kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health
Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau
keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.
10
II.2.2 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan (PerMenKes No. 35, 2014).
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
11
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat,
nomor batch dan tanggal kedaluwarsa.
2. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
4. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First expire first out) dan FIFO
(First in first out).
e. Pemusnahan
1. Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kedaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
2. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat
izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita
acara pemusnahan.
3. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep
selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
12
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesananatau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran.Hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kedaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal
kedaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk penjualan)
dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan
yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan,
barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang
dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya.
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual di pasaran dan boleh digunakan tanpa
resep dokter (Wijoyo dan Yosef. 2011).
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2380/A/SK/VI/1983 bahwa ukuran lingkaran tanda khusus obat bebas
disesuaikan dengan ukuran dan desain etiket wadah dan bungkus luar yang
bersangkutan dengan ukuran diameter lingkaran luar dan tebal garis tepi yang
proporsional, berturut-turut minimal satu cm dan satu mm. Tanda khusus untuk
13
obat bebas yaitu lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam,
seperti terlihat pada gambar berikut:
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras
tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai
dengan tanda peringatan (DitBinFar, 2007).
Penandaannya diatur berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
2380/A/SK/VI/1983 tentang Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas
Terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam,
seperti terlihat pada gambar berikut:
3. Obat Keras
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = geverlijk = berbahaya) yaitu obat
berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter,
memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K
didalamnya. Obat - obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah antibiotik
(tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya), obat-obatan yang mengandung hormon
obat diabetes, obat penenang, dan lain-lain. Obat-obat ini berkhasiat keras dan
bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh,
memperparah penyakit atau menyebabkan mematikan (Wijoyo dan Yosef.
2011).
Penandaan obat keras mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus obat
keras daftar G adalah “Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi
berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi”. Tanda khusus
obat keras daftar G harus diletakkan pada sisi utama kemasan agar jelas terlihat
dan mudah dikenali seperti yang terlihat pada gambar berikut (KepMenKes RI,
No. 2396, 1986) :
4. Obat Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semi sintesis dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan (PerMenKes No.3, 2015).
Penandaan obat narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam
Ordonansi Obat Bius Stbl.1927 No.278 yaitu “Palang Medali Merah” yang
berupa lingkaran bulat berwarna putih dengan garis tepi berwarna merah
dengan lambang palang merah.
Penandaan untuk obat golongan narkotik adalah “Palang Medali Merah”:
1. Narkotika golongan I
Golongan obat narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Berdasarkan Permenkes No. 13 tahun 2014 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika, daftar narkotika golongan I bertambah menjadi 82
macam, di antaranya yaitu:
a) Tanaman Papaver somniferum L. dan semua bagian - bagiannya
termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
b) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari
buah tanaman Papaver somniferum L. yang hanya mengalami
pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa
memperhatikan kadar morfinnya.
c) Opium masak terdiri atas :
1) Candu yaitu hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu
rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan, dan
peragian dengan atau tanpa penambahan bahan - bahan lain,
dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok
untuk pemadatan.
2) Jicing yaitu sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan
apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
3) Jicingko yaitu hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
d) Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
e) Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam
bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau
melalui perubahan kimia.
f) Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang
dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
g) Kokaina
22
Prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri
farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi (PerMenKes No.3,
2015).
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 40 tahun 2013 pasal 4, prekursor
digolongkan dalam 2 golongan yakni:
1. Golongan I yaitu, Anhidrida Asetat, Asam N- Asetil Antranilat, Efedrin,
Ergometrin, Ergotamin, Isosafrol, Asam Lisergat, 3, 4-Metilendioksifenil-2-
Propanon, Norefedrin, 1-Fenil-2-Propanon, Piperonal, Kalium Permanganat,
Pseudoefedrin, Safrol.
2. Golongan II yaitu, Aseton, Asam Antranilat, Etil Eter, Asam Klorida, Metil
Etil Keton, Asam Fenil Asetat, Piperidin, Asam Sulfat, Toluen.
26