Anda di halaman 1dari 30

Mengidentifikasi Kematian Berdasarkan Ilmu Kedokteran Forensik

Restika Osin Sukur/10201427


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email: restysukur9@gmail.com
Abstract

Forensic medical science or better known as Legal Medicine is one of the specialist
branches of medical science, studying the utilization of medical science for law enforcement and
justice.

The scope of the medicolegal procedure is the procurement of visum et repertum, the provision
of expert information in the period before the trial and the provision of expert information in the
trial.

Keywords: forensic, medicolegal, visum et repertum

Abstrak

Ilmu kedokteran forensik atau lebih dikenal dengan Legal Medicine adalah salah satu
cabang spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfatan ilmu kedokteran untuk
kepentingan penegakan hukum serta keadilan.

Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum, pemberian


keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam
persidangan.

Kata kunci : forensik, medikolegal, visum et repertum


Pendahuluan

Dimasyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan
nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian malah hukum ini di
tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara dipengadilan, diperlukan bantuan
berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara
tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut.1

Penyidikan suatu tindak kriminal merupakansuatu keharusan menerapkan pembuktian


dan pemeriksaan bukti fisiksecara ilmiah. Sehingga diharapkan tujuan dari hukum acara
pidana,yang menjadi landasan proses peradilanpidana, dapat tercapai yaitumencari kebenaran
materiil. Tujuan ini yaitu: untuk mencari danmendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materiil, ialahkebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
denganmenerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepatdengan tujuan untuk
mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakanmelakukan suatu pelanggaran hukum, dan
selanjutnya memintapemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan.2
Akan tetapi, memang kita harus senantiasa mengedepankan asas praduga tak bersalah
kepada setiap orang. Kita bisa saja menerka-nerka ataupun mereka adengan dan cara
pembunuhan seperti apa yang terjadi. Peran dari berbagai ahli seperti ahli toksikologi
diperlukan dalam pengungkapan kasus keracunan. Oleh karena itu, senantiasa kita sebagai
dokter harus memiliki wawasan dan ketelitian yang tinggi dalam menelaah kasus-kasus yang
terjadi ini.1,2
Toksikologi adalah ilmu yang memepelajari sumber ,sifat serta khasiat racun ,gejala-
gejala danpengobatan pada keracunan ,serta kelainan yang didapatkan pada korban yang
meninggal.Racunpula ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang
dalam dosis toksikakan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. 1,2
Pembahasan
Aspek Hukum dan Medikolegal

I. KEWAJIBAN DOKTER MEMBANTU PERADILAN


Pasal 133 KUHAP

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada
ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat 1.

Penjelasan Pasal 133 KUHAP

2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan.

Pasal 134 KUHAP

(1) Dala hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.

Pasal 179 KUHAP

1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenanr-benarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya.

2. BENTUK BANTUAN DOKTER BAGI PERADILAN DAN MANFAATNYA

Pasal 183 KUHAP

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya1.

Pasal 184 KUHAP

1) Alat bukti yang sah adalah:


- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 180 KUHAP

1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar
hal itu dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).1

3. SANGSI BAGI PELANGGAR KEWAJIBAN DOKTER

Pasal 216 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah
sepertiga.

Pasal 222 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan


mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 224 KUHP


Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa,
dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus
melakukannnya:

1) Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.


2) Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

Pasal 522 KUHP

Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak datang
secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.1

4. RAHASIA JABATAN DAN PEMBUATAN SKA / V et R

Peraturan Pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafaz sumpah dokter

Saya bersumpah/ berjanji bahwa:


Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perkemanusiaan
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai
dengan martabat pekerjaan saya.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan
kedokteran.
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan
karena keilmuan saya sebagai dokter…….dst.

Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia Kedokteran.

Pasal 1 PP No 10/1966

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan
kedokteran.
Pasal 2 PP No 10/1966

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3,
kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini menentukan
lain.

Pasal 3 PP No 10/1966

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:


a) Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.
b) Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan
dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.

Pasal 4 PP No 10/1966

Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau
tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat
melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan.

Pasal 5 PP No 10/1966

Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam
pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan
wewenang dan kebijaksanaannya.

Pasal 322 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.1

5. BEDAH MAYAT KLINIS, ANATOMI DAN TRANSPLANTASI

Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.

Pasal 2 PP No 18/1981

Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:

a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah
penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan
pasti;
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga penderita
menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat sekitarnya.
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam jangka waktu 2 x
24 jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia dating ke rumah sakit.

Pasal 70 UU Kesehatan

(2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.1

Pemeriksaan Medis

Pemeriksaan luar jenazah


Pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium
maupun teraba. Diperiksa semua baik benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu
dan lain-lain juga terhadap tubuh mayat itu sendiri. Pemeriksaan harus mengikuti suatu
sistematika yang telah ditentukan.

Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar adalah:
1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki
mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna,
bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi
di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.
2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
penutup mayat.
3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah,
dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan
corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila
ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan.
5. Mencatat benda di samping mayat.
6. Mencatat perubahan tanatologi :
i. Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
ii. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya
spasme kadaverik.
iii. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan
pada saat tersebut.
iv. Pembusukan
v. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
7. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit,
status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding
perut.
8. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.
9. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala
harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai
ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini
disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
10. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan.
Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang
melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan
fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat
ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
11. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
12. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap,
termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan
sebagainya.
13. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh
darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan yang
ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput darah
dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang
pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain
15. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.

Pada dugaan kematian akibat racun, pertama-tama harus dicium bau yang keluar dari tubuh
mayat. Hal ini harus dilakukan paling awal karena bila telah berlama-lama berada bersama
mayat, hidung pemeriksa akan beradaptasi sehingga tidak lagi tercium bau yang keluar dari
tubuh mayat.2

Pembedahan mayat
Untuk melakukan pemeriksaan pada korban yang sudah meninggal, perlu dilakukan pemeriksaan
khusus. Hal ini disebabkan bahwa racun yang telah masuk ke dalam tubuh korban tidak ada
meninggalkan bukti yang konkrit di sekitar tempat kejadian. Adapun hal-hal yang dilakukan
adalah berupa pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam tubuh korban, dan pemeriksaan toksikologi.

1. Bau yang tercium.


Ini dapat diperoleh petunjuk racun apa kiranya yang ditelan oleh korban. Pemeriksa dapat
mencium bau minyak tanah pada penelanan larutan insektisida, bau kutu busuk pada malation,
mau ammonia, fenol (asam karbolat), lisol, alcohol, eter, kloroform dan lain-lain.

2. Adanya busa/ buih halus sukar pecah.


Pada mulut dan hidung dapat ditemukan adanya busa, kadang-kadang disertai bercak darah.

3. Bercak coklat.
Kadang dapat ditemukan luka bakar kimiawi berupa bercak berwarna coklat agak mencekung di
kulit yang terkena insektisida bersangkutan

4. Pakaian.
Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh tercecernya racun yang
ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning
karena asam nitrat.

5. Bercak-bercak racun.
Dari distribusi racun dapat diperkirakan cara kematian, bunuh diri,kecelakaan atau pembunuhan.
Pada kasus bunuh diri distribusi bercakbiasanya teratur pada bagian depan dan tengah dari
pakaian, padakecelakaan tidak khas, sedangkan pada kasus pembunuhan distribusibercak racun
biasanya tidak beraturan (seperti disiram).Tanda-tanda asfiksida.

6. Lokasi.
Dapat ditemukan bibir, ujung jari, dan kuku kebiruan.
7. Lebam mayat.
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap. Kadang warna lebam
mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena pada dasarnya
adalah manifestasi warna darah yang tampak pada kulit.3

Pemeriksaan Organ/Alat Dalam

Pemeriksaan organ/alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, esofagus, trakea dan seterusnya
sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir. Pada pemeriksaan dalam
akibat keracunan akan ditemukan tanda-tanda seperti:

1. Darah berwarna lebih gelap dan encer.


2. Busa halus di dalam saluran nafas.
3.Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehinggamenjadi lebih berat,
berwarna gelap dan pada pengirisan banyakmengeluarkan darah.
4. Ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium padabagian belakang jantung
daerahaurikuloventrikuler, subpleuravisceralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika
dan fisurainterlobularis, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otottemporal, mukosa
epiglottis dan daerahsubglotis.
5. Edema paru : bau dari zat pelarut mungkin dapat dideteksi, misalnyabau minyak tanah, bensin,
terpenting atau bau seperti mentega yangtengik. Dalam lambung akan ditemukan cairan yang
terdiridari dualapis, yang satu adalah cairan lambung dan lapisan lainnya adalahlapisan larutan
insektisida.

Dalam pemeriksaan dalam, segera setelah rongga perut dan dadadibuka, tentukan apakah
terdapat bau yang tidak biasa (racun). Bila padapemeriksaan luar tidak tercium bau racun, maka
rongga tengkorak sebaiknyadibuka terlebih dahulu agar bau visera perut tidak menyelubungi bau
tersebut,terutama bila yang dicurigai adalah sianida. Bau sianida, alcohol, kloroform daneter
tercium bau paling kuat dalam rongga tengkorak.4
1. Inspeksi insitu.
Perhatikan warna otot-otot dan alat-alat. Pada keracunankarbonmonoksida tampak berwarna
keracunan merah muda cerah, danpada sianida warna merah cerah. Warna coklat pada racun
dengan eksresi melalui mukosa usus. Peradangan dalam usus karakteristikpada keracuanan air
raksa, biasana pada kolon ascenden dantransversum dietemukan colitis. Lambung mungkin
tampak hiperemiatau tampak kehitam-hitaman dan terdapat perforasi akibat zat korosif.Hati
berwarna kuning karena degenerasi lemak atau nekrosis padakeracunan zat hepatotoksik seperti
fosfor, karbontetraklorida,kloroform, alcohol, dan arsen. Perhatikan warna darah padaintoksikasi
dengan racun yang menimbulkan hemolisis (bisa ular,pirogalol, hidriquinon, dinitrofenol dan
arsen). Darah dan organ-organdalam berwarna coklat kemerahan gelap. Pada racun yang
menimbulkan gangguan trombosit terdapat bannyak bercak perdarahan pada organ-organ. Bila
terjadi keracunan yang cepat akan menimbulkan kematian misalnya sianida, alcohol, kloroform
maka darh dalam jantung dan pembuluh darah besar tetap cair, tidak terdapat bekuan darah.

2. Lidah.
Perhatikan apakah ternoda oleh warna tablet atau kapsul obat atau menunjukan kelainan yang
disebabkan oleh zat korosif.

3. Esophagus.
Bagian atas dibuka sampai pada ikatan diatas diafragma, apakah terdapat regurgitasi dan selaput
lender. Diperthatikan adanya hiperemi dan korosif.

4. Epiglottis dan glottis.


Perhatikan apakah ada hipermi atau oedem, disebabkan oleh inhalasi atau aspirasi gas atau uap
yang merangsang atau akibat regurgitasi dan aspirasi zat yang merangsang.

5. Paru-paru.
Dietmukan kelainan yang tidak spesifik berupa bendungan akut. Pada inhalasi gas yang
merangsang seperti klorin dan nitrogen oksida ditemukan perbendungan dan oedem hebat serta
emfisema akut karena terjadi batuk-batuk, dyspneu dan spasme bronchus.
6. Lambung dan usus 12 jari.
Dipisahkan dari alat-alat lainnya dan diletakkan dalam wadah bersih, lambung dibuka sepanjang
kurvatura mayor dan diperhatikan apakah mengeluarkan bau yang tidak biasa. Perhatikan isi
lambung, warnadan terdiri atas bahan apa.

7. Usus-usus.
Secara rutin usus-usus sebaiknya dikirim seluruhnya dengan ujungterikat. Pemeriksaan isi usus
diperlukan pada kematian yang terjadibeberapa jam setelah korban menelan zat beracun dan
ingin diketahuiberapa lama waktu tersebut. Isi usus dikeluarkan dengan membukasatu ikatan dan
mengurut usus kemudian ditampung dalam gelas dantentukan beratnya. Selaput lender diperiksa
kemudian dicuci denganaquadest kemudian air cucian ditimbang serta dimasukan dalamtabung
yang berisi usus. Dalam isis usus kadang-kadang dapatditemukan enteric tablets atau tablet lain
yang belum tercena.

8. Hati.
Apakah terdapat degenerasi lemak atau nekrosis. Degenerasi lemakserinng ditemukan pada
peminum alcohol. Nekrosis dapat ditemukanpada keracunan phosphor, karbon tetrachlorida.

9. Ginjal.
Perubahan degenratif pada korteks ginjal dapat disebabkan oleh racun
yang merangsang ginjal agak membesar, korteks membesar, gambaran
tidak jelas dan berwarna suram kelabu kuning.

10. Urin.
Dengan semprit dan jarum yang bersih urin diambil dari kandungkemin. Urin merupakan cairan
yang baik sekali untuk spot test yang mudah dikerjakan sehingga dapat diperoleh petunjuk yang
pertamadalam suatu analisis toksikologis secar sistematis.

11. Otak.
Pada keracunan akut dengan kematian yang cepat biasanya tidak ditemukan adanya edema otak
misalnya pada kematian cepat akibat barbiturat atau eter dan juga pada keracunan kronik arsen
atau timah hitam. Perdarahan kecil-kecil dalam otak dapat ditemukan padakeracunan
karbonmonoksida, barbiturate, nitrogen oksida dan logamberat seperti air raksa, arsen dan timah
hitam.

12. Jantung.
Racun-racun yang dapat menyebabkan degenerasi parenkim, lemak atau hidropik pada
epitellium dapat menyebabkan degenerasi sel-sel otot jantung sehingga jantung menjadi lunak,
berwarna merak pucat coklat kekuning-kuningan dan ventrikel mungkin melebar. Pada
keracunan karbonmonoksida bila korban hidup selama 48 jam atau lebih dapat ditemukan
perdarahan berbercak dalam otot septum iterventrikel bagian ventrikel kiri atau perdarahan
bergaris pada musculus papillaris ventrikel kiri dengan garis menyebar radier dari ujung otot
tersebut sehingga tampak gambaran seperti kipas. Pada keracunan arsen hamper selalu
ditemukan perdaraha kecil-kecil seperti nyala api (frame like) di bawah edokardium septum
interventrikel ventrikel kiri. Juga pada keracunan fosfor dapat ditemukan perubahan-perubahan
itu.

13. Limpa.
Selain adanya pembendungan akut, limpa tidak menunjukan kelainan patologik. Limpa jarang
dipergunakan dalam analisis toksikologik, sehingga umumnya limpa tidak diambil terkecuali bila
tidak dapat diperoleh lagi darah dari jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.

14. Empedu.
Empedu merupakan bahan yang baik untuk penentuan glutetimida (doriden), quabaina
(Strophantin, Strophantus gratus), morfin dan heroin.

15. Lemak
Jaring lemak diambil sebanyak 200 gram dari jaringan lemak bawah kulit daerah perut. Beberapa
racun cepat di absorpsi dalam jaringan lemak dan kemudian dengan lambat dilepaskan kedalam
darah. Jika terdapat persangkaan bahwa korban meninggal akibat penyuntikan jaringan di sekitar
tempat suntikan diambil dalam radius 5-10 cm.
16. Rambut

Pada dugaan keracunan arsen rambut kepala. Rambut diikat terlebih dahulu sebelum dicabut,
harus berikut akar-akarnya, dan kemudian diberi label agar ahli toksikologi dapat mengenali
mana bagian yang proksimal dan bagian distal. Rambut diambil kira-kira 10 gram tanpa
menggunakan pengawet. Kadar arsen ditentukan dari setiap bagian rambut yang telah digunting
beberapa bagian yang dimulai dari bagian proksimal dan setiap bagian panjangnya ½ inci atau 1
cm. terhadap
setiap bagian itu ditentukan kadar arsennya.

17. Kuku
Kuku diambil sebanyak 10 gram, didalamnya selalu harus terdapatkuku-kuku kedua ibu jari
tangan dan ibu jari kaki. Kuku dicabut dandikirim tanpa diawetkan. Ahli toksikologi membagi
kuku menjadi 3bagian mulai dari proksimal. Kadar tertinggi ditemukan pada 1/3bagian
proksimal.

Pemeriksaan penunjang

Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu :

1) Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.


Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi dalam formalin
10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas, otot jantung, arteri koronaria,
kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari bagian lain yang
menunjukkan adanya kelainan.

2) Pemeriksaantoksikologi
Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah
kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatolgik. Secara umum sampel yang
harus diambil adalah :
a. Lambung dan isinya
b. Seluruh usus dan isisnya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap
jarak sekitar 60 cm.
c. Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari perifer (V. jugularis, A.
femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50 ml dan dibagi dua, satu diberi bahan
pengawet dan yang lain tidak diberi bahan pengawet.
d. Hati, sebagai tempat detoksikasi, diambil sebanyak 500 gram.
e. Ginjal diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat khususnya atau bila
urine tidak tersedia.
f. Otak diambil 500 gram khusus untuk keracunan. Kloroform dan sianida, dimungkinkan
karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan untuk meretensi
racun walaupun telah mengalami pembusukan.
g. Urin, diambil seluruhnya, karena pada umumnya racun akan diekresikan lewat urin,
khususnya pada tes penyaring untuk keracunan narkotika, alkohol dan stimulan.
h. Empedu, diambil karena tempat ekresi berbagai racun.
i. Pada kasus khusus dapat diambil : jaringan suntikan, ajringan otot, lemak di bawah kulit
dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak. Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan
alkohol dan larutan garamjenuh pada sampel padat atau organ. NaF 1% dan campuran
NaF dan Na sitrat digunakan untuk sampel cair. Sedangkan natrium benzoate dan phenyl
mercury nitrate khusus untuk pengawet urin.

3) Pemeriksaan laboratorium.
Analisa kadar HbCO membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang
khusus.Kadar HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas
tersebut.Sedangkan kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan terpapar,
khususnya bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarakpaparan
dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa perokok, terjadi peningkatanringan kadarCO
sampai 10%.
Pemeriksaan gas darah arteri juga diperlukan. Tingkat tekanan oksigen arteri(PaO2) harus tetap
normal. Walaupun begitu, PaO2tidak akurat menggambarkan derajatkeracunan CO atau
terjadinya hipoksia seluler. Saturasi oksigen hanya akurat biladiperiksa langsung, tidak
melaui PaO2yang sering dilakukan dengan analisa gas darah.PaO2menggambarkan oksigen
terlarut dalam darah yang tidak terganggu oleh hemoglobin yang mengikat CO.
4) Pemeriksaan imaging
X-foto thorax. Pemeriksaan x-foto thorax perlu dilakukan pada kasus-kasus keracunan gas
dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan.
Hasil pemeriksaan x-foto thorax biasanya dalam batas normal. Adanya gambaran
ground-glass appearance, perkabutan parahiler, dan intra alveolar edema menunjukkan prognosis
yang lebih jelek.
CT scan.Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasus keracunan berat gas
CO atau bila terdapat perubahan status mental yang tidak pulih dengan cepat.
Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas rendah pada basal ganglia bisa didapatkan
dan halo tersebut dapat memprediksi adanya komplikasi neurologis. Pemeriksaan MRI
lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan untuk mendeteksi lesi fokal dan
demyelinasi substansia alba dan MRI sering digunakan untuk follow up pasien.
Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan jika terjadi gangguan status mental yang
menetap. Pernah dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anak-anak yang
menderita keracunan gas CO.5

Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)


Pemeriksaan ditempat kejadian penting untuk membantu penentuan penyebab kematian dan
menentukan cara kematian. Pemeriksaan harus ditujukan untuk menjelaskan apakah orang itu
mati karena keracunan, misalnya dengan memeriksa tempat obat, apakah ada sisa obat atau
pembungkusnya. Apakah terdapat gelas atau alat minum lain, atau ada surat perpisahan/
peninggalan jika merupakan kasus bunuh diri. Pemeriksaan juga harus mengidentifikasi berbagai
keadaan dan peralatan disekitar TKP. Bisa saja alat-alat yang kita temukan sehari-hari dapat
menjadi alat untuk melakukan tindakan pembunuhan. Mengumpulkan keterangan sebanyak
mungkin tentang saat kematian, kapan terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat, sebelum
kejadian ini apakah sehat-sehat saja. Berapa lama gejala yang timbul setelah makan/ minum
terakhir, dan apa saja gejala-gejalanya. Bila sebelumnya sudah sakit, apa penyakitnya, obat-obat
apa yang diberikan serta siapa yang memberi. Tanyakan juga kebiasaan dari korban menjelang
tidur, apakah ada kejanggalan yang terjadi pada malam sebelum korban ditemukan meninggal.

Pemeriksaan juga dilandaskan pada riwayat kesehatan korban sebelumnya apakah menderita
penyakit seperti DM, hipertensi. Bagaimana keadaan emosi korban tersebut sebelumnya dan
apakah pekerjaan korban. Mengumpulkan barang buktidilakukan dengan mengumpulkan obat-
obatan dan pembungkusnya muntahan harus diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam
toples, periksa adanya tiket dari apotik dan juga memeriksa tempat sampah. Selain itu foto TKP
dan memeriksa baran disekitar kamar korban, diruangan terdekat dengan kamar korban seperti
WC didalam kamar juga perlu dilakukan. Penelusuran dilakukan secara menyeluruh dan
mendetail untuk memperkirakan kemungkinan-kemugkinan apa saja yang bisa mengakibatkan
kematian korban

Toksikologi

Toksikologi Forensik sangat penting diberikan kepada penyidik dalam rangka membantu
penyidik polisi dalam pengusutan perkara yaitu : mencari, menghimpun, menyusun dan menilai
barang bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan tujuan agar dapat membuat terang suatu
kasus pembunuhan yang ada indikasi korbannya meninggal akibat racun.Untuk mewujudkan
penyidikan secara cepat dan tepat dalam rangka pengungkapan kejahatan pembunuhan
khususnya kasus pembunuhan yang ada indikasi korbannya meninggal karena diracun, maka
sangat diperlukan ilmu mengenai racun atau toksikologi forensik. Biasanya dokter pemeriksa,
pada saat melakukan pemeriksaan luar dan dalam korban mati dugaan tindak pidana sudah
memikirkan untuk melakukan atau tidak melakukan pemeriksaan toksikologi. Terutama jika
keadaan korban mati lebih mengarah kepada keracunan suatu zat. Jika dugaan ini diperkuat
dengan hasil pemeriksaan racun tertentu, seperti: cairan pembasmi serangga, obat-
obatan/narkoba, atau zat-zat lainnya positif tentu saja kesimpulan pada visum et repertum korban
akan lebih jelas dan dapat disimpulkan dengan tepat.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penting yaitu pemeriksaan di tempat kejadian, pemeriksaan forensik dan pemeriksaan
toksikologi.

a. Pengelompokan racun dibagi berdasarkan:

1) Sumber racun
 Racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti opium (dari Papaver somniferum),
kokain , kurare, aflatoksin (dari Aspergilus niger), Amygdala (sianida dalam tumbuhan).
 Racun yang berasal dari hewan : bias/ toksin ular/ laba-laba/ hewan laut. Berasal dari
mineral : arsen, timah hitam atau sintetik : heroin.

2) Tempat Dimana Racun Berada.


a. Racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas beracun di alam.
b. Racun yang terdapat dalam rumah tangga misalnya, deterjen, desinfektan, insektisida,
pembersih (cleaners).

3) Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida, pestisida. Racun
yang digunakan dalam industry dan laboratorium, misalnya asam, basa kuat, dan logam
berat.

4) Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya CN dalam singkong, toksin botulinus,
bahan pengawet, zat aditif serta “racun” dalam bentuk obat, misalnya hipnotik, sedative
dan lain sebagainya.

5) Racun yang banyak beredar dikalangan medis. Hipnotika, sdativa, transqullizer, Anti
Depresan, Analgetika, Narkotika, Antibiotika.

6) Mekanisme kerja
a.Racun yang bekerja local atau setempat.
1. Zat- zat korosif: lisol, asam urat, basa kuat.
2. Zat yang bersifat iriatan: arsen, HgCl2.
3. Zat yang bersifat anestetik: kokain, asam karbol.
b. Racun yang bekerja secara sistemik.
1. Narkotika, barbiturat dan alcohol, terutama berpengaruh terhadapsusunan syaraf pusat.
2. Digitalis dan amsam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.
3. Karbon-monoksida dan sianida terutama berpengaruh terhadapsistem enzim
pernafasan
dalam sel.
4. Insektisida golongan “chlorinated hydrocarbon”, dan golonganfosfor organic;
terutamaberpengaruh terhadap hati.
5. Strychnine, terutama berpengaruh pada medulla spinalis.
6. Cantharides dan HgCl2; terutama berpengaruh terhadap ginjal.
c. Racun yang bekerja secara local dan sisematik.
1. Asam okslat
2. Asam karbol
3. Arsen
4. Garam Pb
d. Racun yang mengikat gugus sulfhidril(-SH) misalnya Pb, berpengaruh pada ATP-ase.
e. Racun yang membentuk methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit (nitrat dalam usus oleh
flora usus diubah menjadi nitrit).

Tanatologi
Tanatologi mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu
mati somatic, mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).

Mati somatic (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan,
yaitu susunan saraf pusat, system kardiovaskular dan system pernafasan, yang menetap
(irreversible). Secara klinis tidak ditemukan reflkes-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba,
denyut jantung tidak tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar
pada auskultasi.

Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistim kehidupan di
atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih
masih dapat dibuktikan bahwa ketiga ketiga system tersebut masih berfungsi, Mati suri sering
ditemukan pada kasus keracunan bat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.

Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa
saat setelah kematin somatic. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-
beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.

Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua system ainnya yaitu system pernafasan dan kardiovaskular masih
berfungsi dengan alat bantuan.

Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intracranial
yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati
batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup
lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.

A. Tanda kematian tidak pasti

1. Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadangmembuat orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan otot
sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran daerah-
daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat yang terlentang.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasibeberapa menit setelah kematian. Segmen-
segmentersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan memeteskan air.6,7

B. Tanda pasti kematian

1. Lebam Mayat (livor mortis)

Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya tarik bumi
(gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk beercak warna merah ungu (livide) pada
bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair
karena adanya aktivitas fibinolisin yang berasal dari endtel pembuluh darah. Lebam mayat
biasanya mulai tampak 20-30 menit setelah mati, dan intensitas nya bertambah setelah 8-12 jam.
Sebelum itu, lebam mayat masih hilang (pucat) pada penekanan dan berpindah jika posisi mayat
diubah. Memucatnya lebam akan lebih lengkap apabila penekanan perubahan posisi dilakukan 6
jam setelah mati klinis. Setelah 24 jam, darah masih cukup cair untuk membentuk lebam mayat.
Kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah.
Lebam mayat digunakan untuk tanda pasti kematian, memperkirakan sebab kematian,
misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada
keracunan aniline, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan psoisi mayat yang dilakukan
setelah terjadinya lebam mayat dan memperkirakan saat kematian. Apabila lebam mayat
terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan perubahan posisi menjadi
telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan
perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat
kematian kurang dari 8-12 jam sbelum saat pemeriksaaan. Bila pada trauma, daerah tersebut
dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau
pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.

2. Kaku Mayat (rigor mortis)


Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2
jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian tubuh luar (otot-otot kecil) kearah dalam
(sentripental). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal. Setelah
mati klinis 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya
tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam
posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot. Faktor-faktor
yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang
tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan tinggi.
Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan
memperkirakan saat kematian. Terdapat kekauan pada mayat yang menyerupai kaku mayat:

i. Cadaveric spasm (instantaneuous rigor), adalah bentuk kekauan otot yang terjadi pada
saat kematian dan menetap tanpa didahului relaksasi primer.Cadaveric spasm jarang
terjadi, penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat
setempat pada mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum
meninggal. Kepentingannya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya.
Misalnya tangan yang menggenggam erat benda dan meraihnya pada kasus tenggelam.
ii. Heat stiffening, adalah kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot
berwana merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat ditemukan
pada korban mati terbakar. Serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan
fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude).
iii. Cold stiffening, adalah kekakuan otot akibat lingkungan dingin,terjadi pembekuan cairan
tubuh, cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot.

3. Penurunan Suhu Tubuh (algor mortis)

Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu ke benda ke benda
yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Penelitian akhir-akhir
ini cenderung untuk memperkirakan saat kematian melalui pengukuran suhu tubuh pada
lingkungan yang menetap di TKP. Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu
rectal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan
dianggap konstan karena factor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati
dianggap 37 derajat celcius bila tidak ada penyakit demam. Penelitian menunjukkan bahwa
perubahan suhu lingkungan yang kurang dari 2 derajat Celcius tidak mengakibatkan perubahan
yang bermakna.

4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)

Proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah
pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja
digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan
jaringan. Setelah seseorang meninggal, bakteri yan ghidup dalam tubuh segera masuk ke dalam
jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar
bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan
ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.
Pembusukan baru terjadi kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak
dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin.
Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau
busukpun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan
berwarnna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akangnya perut dan keluarnyaan terkelupas atau
membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk.
Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas
yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi).
Tubuh berada di dalam sikap petinju (pugilistic attitude) akibat terkumpulnya gas pembusukan di
dalam rongga sendi. Rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir
tebal, lidah membengkak dan sering terjulur diantara gigi.
Luka akibat gigitan binatang pengerta khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi
bergerigi. Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira
36-48 jam pasca mati. Telur lalat akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan
identifikasi spesies dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut yang
dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati.
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan waktu yang berbeda. Perubahan
warna terjadi pada lambunng terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu kecoklatan. Mukosa
saluran nafas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan,
akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat
kehijauan di jaringan sekitarnya. Tak melunak,hati menjadi berongga seperti spons,limpa
melunak dan mudah robek. Kemudian alat-alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non
gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5 derajat celcius hingga
sekitar suhu normal tubuh), kelembapan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh
gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga berperan.
Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat
dalam air atau daam tanah.

5. Adiposera (lilin mayat)

Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak berbau
tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Adiposera terutama terdiri dari
asam-asam lemak tidak jenuh dari hidrolisis lemak. Adiposera dapat terbentuk di sebarang lemak
tubuh, bahkan di dalam hati, yang pertamakali terkena adalah lemak superficial. Perubahan
bentuk berupa bercak pada pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Adiposera
akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahuntahun, sehingga
identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan. Pembusukan akan
terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah.

6. Mummifikasi

Merupakan proses penguapann cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah
menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk karena kuman tidak
dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mummifikasi terjadi bila suhu hangat,
kelembapan rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14
minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.6,7

Interpretasi temuan
Pada kedua mayat, interpretasi hasil yang dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan luar antara lain
:
Kaku mayat terdapat pada seluruh tubuh, sukar dilawan. Ini berarti korban telah meninggal
melebihi 12 jam yang lalu . Lebam mayat berwarna merah muda terang yang terdapat pada
bagian punggung dan tidak hilang pada penekanan mengarah kepada keracunan karbon
monoksida sebagai penyebab kematian. Tidak ada sebarang bau yang tercium dari tubuh korban.
Tidak ditemukan juga bercak-bercak racun pada pakaian kedua korban berarti korban tidak
meminum racun atau dipaksa minum racun. Tidak ditemukan luka-luka pada kedua mayat.
Bagi memastikan lagi penyebab kematian, harus dilakukan pemeriksaan organ dalam mayat
sehingga ditemukan :

1 Otot-otot, hati, lambung dan usus berwarna merah berwarna merah terang, adanya
pneumonia hipostatik paru di paru kanan dan kiri. Penampang paru juga tampak merah
terang dan dari irisan keluar sedikit darah.
2 Terdapat bintik perdarahan pada selaput luar jantung, ditemukan adanya perdarahan dan
nekrosis pada otot jantung, terutama di muskulus papilaris ventrikel kiri.
3 Pada pemeriksaan mikroskopikpenampang memanjang muskulus papilaris ditemukan
berbercak-bercak perdarahan, adanya perdarahan pada otot bilik terutama di superikardial
dan subendokardial serta terdapat thrombosis dibilik jantung. Pada penampang ginjal
pula menunjukan gambaran nekrosis tubuli ginjal.
4 Ditemukan ensefalomalasia simetri pada globus palidus. Pemeriksaan mikroskopik pada
otak pula memberikan gambaran pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombi
hialin, nekrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang mengandung
trombi hialin dengan perdarahan di sekitarnya, nekrosis halus yang dikelilingi oleh
pembuluh-pembuluh darah yang mengandung trombi, dinding arteriol memecah yang
merupakan gambaran keracunan yang lebih ke mengarah kepada keracunan karbon
monoksida.
5 Dilakukan pemeriksaan laboratorium uji dilusi alkali dengan hasil memberi warna merah
muda terang yang bertahan selama beberapa detik dan setelah satu menit baru berubah
menjadi coklat kehijauan. Dilakukan uji kromatografi gas dengan kadar gas CO di dalam
darah mencapai dua puluh persen.
Pada pemeriksaan TKP, ditemukan barang-barang di dalam ruangan masih tertata rapi dan tidak
ada barang yang hilang menunjukkan tidak ada berlaku perkelahian. Tidak ditemukan juga sisa
obat, pembungkus obat, atau gelas minum di dalam kamar. Pada pemeriksaan di kamar mandi
ditemukan alat pemanas air (water heater) yang telah usang dibiarkan menyala lama di dalam
kamar mandi.

Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa adalah jenis asuransi yang menyediakan pengalihkerugian finansial atas bencana
yang bisa terjadi pada manusia, baik akibat langsung seperti kematian atau cacat maupun akibat
tidak langsung seperti biaya pengobatan atau kehilangan penghasilan.

Karakteristik asuransi jiwa :

a) Masa Pertanggungan
- Umumnya lebih dari 1 tahun, kecuali polis perjalanan atau rider dari suatu polis jangka
pendek.
b) Obyek Pertanggungan
- Jiwa manusia dan fisik manusia.
c) Risiko yang Ditanggung
- Kematian, cacat badan, biaya pengobatan, kehilangan pendapatan.

Jenis-jenis asuransi jiwa :


a) Ordinary Life Assurance
- Whole life
- Term life
b) Pension Plan
- Defined Contribution
- Defined Benefit
c) Annuity
- Immidiate annuity
- Deferred annuity
d) Accident & Health Assurance

Subjek dalam asuransi jiwa :


 Pemegang polis
- Pihak yang memegang/menyimpan dokumen polis.
 Tertanggung
- Pihak yang jiwa atau kesehatannya ditanggung/dilindungi oleh asuransi.
 Ahli waris
- Pihak yang berhak memperoleh santunan asuransi.8

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari temuan-temuan pada tubuh korban, serta identifikasi korban
secara menyeluruh, dapat dipastikan korban telah meninggal melebihi 12 jam dengan gambaran
penyebab kematian yang spesifik. Dugaan penyebab kematian korban sangat mengarah kepada
akibat keracunan karbon monoksida yang berasal dari alat pemanas air (water heater) yang telah
usang dibiarkan menyala lama di dalam kamar mandi. Korbankekurangan oksigen untuk
bernafas dan mengalami hipoksia jaringan sehingga otak kekurangan oksigen menyebabkan
korban meninggal sewaktu tidur.

Daftar Pustaka
1. Staf Bagian Kedokteran Forensik, Peratiran Perundang-Undangan Bidan Kedokteran,
Prosedur Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Cetakan Kedua : 1994.,
Jakarta; p11-8.
2. Staf Bagian Kedokteran Forensik, Teknik Autopsi Forensik, Pemeriksaan Luar, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Cetakan Keempat : 2000., Jakarta : p7-20
3. Staf Bagian Kedokteran Forensik, Teknik Autopsi Forensik, Pemeriksaan Organ/Alat Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Cetakan Keempat : 2000, Jakarta : p32-44
4. Pemeriksaan organ dalaman diunduh dari http://minaoto02.blogspot.com/2011/01/pemeriksaan-
otopsi.html 29 desember 2012.

5. Keracunan
CO. Diunduh dari: http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
CO%20Intoxication.pdf

6. Arif Mansjoer et all, Tanatologi Forensik dalamKapita Selekta Kedokteran, Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, Penerbit Media Aescuapius, Edisi Ketiga Jilid 2 : 2000,
Jakarta ; p209-11.
7. Staf Bagian Kedokteran Forensik, Ilmu Kedokteran Forensik, Tanda Pasti dan Tanda
Kematian Tidak Pasti, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Peratama Cetakan
Kedua : 1997, Jakarta : p28-36
8. Asuransi Jiwa diunduh dari http://pengertianasuransi.com/pengertian-asuransi-jiwa.html

Anda mungkin juga menyukai