Anda di halaman 1dari 16

Gangguan Psikosomatik pada Pasisen Dewasa

Alan Crispapanrio Patandianan


102015179
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara N0. 6 Jakarta Barat 11510
Alanpatandianan24@gmail.com

Pendahuluan
Pengertian dari psikologi adalah ilmu yang mempelajari manusia sebagai kesatuan
utuh yakni jasmani dan rohani. Psikologi sering disebut dengan ilmu jiwa. Salah satu akar
dari psikologi adalah psikologi kesehatan. Dan psikologi kesehatan sendiri adalah psikologi
yang mempelajari tentang pengaruh psikologis terhadap kesehatan, sakit serta pola koping
ketika menghadapi masalah kesehatan (Nietzel, Bernstein & Milich, 1998).
Gangguan psikosomatis adalah faktor psikologis yang merugikan, mempengaruhi
kondisi medis pasien. Faktor psikologis tersebut dapat berupa gangguan mental, gejala
psikologis, sifat kepribadian atau gaya mengatasi masalah, dan prilaku kesehatan yang
maladaptif.1 Kurang lebih 400 tahun SM ahli filsafat Hipocrates sudah mengutarakan
pentingnya peran faktor psikis pada penyakit. Pada abad pertengahan Paracelcus seorang ahli
kimia menyatakan bahwa kekuatan batin memiliki pengaruh terhadap kekuatan seseorang.2
Menurut The National Academy Science tahun 1978 definisi psikosomatis adalah
bidang interdisiplin yang memperhatikan perkembangan dan integrasi ilmu pengetahuan
prilaku, biomedis dan teknik yang relevan dengan kesehatan dan penyakit serta penerapan
pengetahuan, dan teknik-teknik tersebut untuk mencegah, mendiagnosis dan rehabilitasi.1
Kedokteran psikosomatis menyadari kesatuan dari pikiran dan tubuh serta interaksi
diantara keduanya, dimana faktor psikologis penting dalam perkembangan semua penyakit,
namun apakah peranannya dalam memulai, perkembangan, memperberat dan eksaserbasi
penyakit, predisposisi atau reaksi terhadap suatu penyakit masih dalam perdebatan. Dengan
demikian kedokteran prilaku adalah istilah yang khusus untuk kedokteran psikosomatis.1, 2
Makalah ini disusun dengan harapan, setiap pembaca khususnya kalangan medis,
lebih mengetahui bagaimana ciri-ciri gangguan psikologis yang mempengaruhi sistem
pernapasan yang nantinya akan mempermudah untuk mendiagnosa secara pasti gangguan ini,
sehingga pengobatan dapat diberikan secara maksimal dan tepat, yang nantinya memberikan

1
efek positif atau kesembuhan yang diharapkan. Dan juga untuk memberikan informasi
tentang bagaimana cara penanganan dari gangguan psikologis tersebut.

Wawancara Psikiatrik
Wawancara merupakan wadah utama pemeriksaan psikiatrik. Secara teknis sukar
dipisahkan, misalnya antara anamnesis dan pemeriksaan khusus psikik dan antara bidang-
bidang khusus pemeriksaan psikik. Agar wawancara dapat menghasilkan data yang dapat
diandalkan hendaknya senantiasa diusahakan untuk menciptakan dan memelihara hubungan
yang optimal antara dokter dan pasien. Pemeriksa membuka percakapan dengan perkenalan
yang dilanjutkan dengan pengambilan anamnesis yang terdiri atas keluhan utama, hal
mengenai penyakit saat ini, riwayat lampau, riwayat keluarga. Anamnesis diambil dari pasien
sendiri dan dapat dilakukan allo-anamnesis kepada keluarga, teman dan orang-orang sekitar
yang berhubungan langsung dengan pasien.3
1. Identitas pasien
Berupa nama, alamat, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
bahasa, suku bangsa dan agama. Catat pula tempat dan situasi saat dilakukan wawancara
terhadap pasien sumber informasi dan apakah gangguan yang dialami pasien adalah
gangguan yang pertama kali dialami pasien. Tanyakan atau perlu diketahui apakah pasien
datang sendiri dibawa oleh anggota keluarga atau dikonsultasikan oleh sejawat.
2. Riwayat psikiatrik
a. Keluhan utama
Tanyakan kepada pasien mengenai apa yang dirasakan, alasan berobat dan indikasi
perawatan dan sejak kapan.
b. Riwayat gangguan sekarang
Minta pasien secara kronologis onset gangguan kejiwaannya, perkembangan gejala,
faktor-faktor yang mempengaruhi (stressor organobiologik, psikososial). Juga
tanyakan mengenai dampak gangguan yang dialami terhadap pekerjaan, fungsi sosial
dan kegiatan sehari-hari, pernah diobati/dirawat dimana sebelum dibawa ke RS,
diberikan obat apa, bagaimana reaksinya, upayakan sedapat mungkin sampai di dapat
kesan diagnosis sementara gangguan jiwa.
c. Riwayat gangguan sebelumnya
 Gangguan psikiatrik
Uraikan secara kronologis onset penyakit yang pertama kali, usia awitan,
perkembangan gejala, faktor-faktor yang mempengaruhi (faktor organobiologik,
2
psikososial), dampak gangguan pada fungsi pekerjaan, fungsi sosial dan kegiatan
sehari-hari, pernah diobati/dirawat dimana, diberikan obat apa, bagaimana
reaksinya, efek samping obat, kepatuhan pengobatan, upayakan sedapat mungkin
sampai didapat kesan diagnosis gangguan jiwanya pada saat itu, hasil
pengobatannya (efek terapeutiknya), gejala sisa, remisi parsial/remisi total,
kegiatan setelah terapi.
 Gangguan medik
Apa pasien pernah mengalami gangguan fisik/penyakit sebelumnya, diagnosis,
terapi dan kondisi setelah terapi.
 Penggunaan zat psikoaktif
Jika pasien mempunyai riwayat menggunakan zat psikoaktif, tanyakan jenis
psikoaktif yang pertama kali digunakan, kapan, dosis, frekuensi, cara pemakaian,
dampak penggunaannya, gejala putus zat, terapi, sembuh/masih menggunakan zat
itu atau menambah /mengganti zat lain, pemakaian terakhir.
 Skema perjalanan gangguannya
Mulai dari sakit yang pertama kali, gejalanya, stresornya, diagnosisnya, terapinya,
lama sakitnya, hasil terapi, gejala sisa, kegiatan setelah terapi, demikian pula
dengan sakit yang kedua, ketiga dan seterusnya.
d. Riwayat kehidupan pribadi
 Riwayat perkembangan fisik
 Riwayat perkembangan kepribadian
 Riwayat pendidikan
 Riwayat pekerjaan
 Kehidupan beragama
 Riwayat kehidupan psikoseksual dan perkawinan
e. Riwayat keluarga
f. Situasi kehidupan sosial sekarang
3. Status mental
1. Deskripsi umum
a. Penampilan
Deskripsikan apa yang tampak: sikap, cara berpakaian, dadanan, make up, postur
tubuh, rambut, jenggot, kumis, kebersihan diri, tampak lebih tua/muda/sesuai usia.
b. Kesadaran

3
 Kesadaran neurologik/sensorium: compos mentis, apatis, somnolen, sopor,
sopor-coma, coma, delirium.
 Kesadaran psikiatrik (kualitas kesadaran):
 Tampak terganggu
 Tampak tidak terganggu
 Perilaku dan aktivitas psikomotor seperti tenang, gelisah, cemas, katatonia,
stereotipi, hiperaktivitas, kompulsi, menarik diri, pada saat sebelum, saat
dan setelah wawancara.
c. Sikap terhadap pemeriksa
Apakah pasien bersikap kooperatif, indeferen, apatis, curiga, antisosial,
bermusuhan, pasif, aktif, ambivalen, tegang, seduktif, dll.
d. Kualitas berbicara
Cara bicara: spontan/tidak, cepat/lambat, keras/lemah, lancar, tersendat, gagap,
dramatik, monoton, sambil menggerutu/bergumam, dll.
Gangguan bicara: afasia, disartria/pelo, latah (ekolalia), dll.
2. Alam perasaan (emosi)
Emosi yang bersifat menetap (musimnya emosi), berlangsung lama, internal,
yang dapat dikemukakan pasien, dan memengaruhi persepsi/perilaku seseorang
tentang dunia sekitarnya, secara obyektif dapat dilihat dari cara bicaranya,
banyak/sedikit pembicaraannya.3

Pemeriksaan Fisik
Dari anamnesis dapat diperoleh hal-hal tertentu yang perlu diperiksa secara khusus
atau lebih mendalam pada pemeriksaan fisik. Apabila pemeriksaan fisik sudah dilakukan
sebelumnya, dapat ditentukan pemeriksaan fisik tambahan lainnya yang masih perlu.
 Penampilan dan perilaku umum: Apakah pasien terlihat rapih atau lusuh; apakah
sikapnya tegang, santai, kaku, tak peduli; apakah ia banyak bicara atau sedikit; nada
suara lembut atau keras, terbata-bata atau lancer.
 Kesadaran: Nilai kesadaran pasien, keadaan sadar yang baik yaitu compos mentis,
kesadaran menurun , sopor, somnolen, koma.
 Ekspresi
 Tanda-tanda vital

4
Diagnosis Banding
Gangguan Penyesuaian dengan Afek Cemas
Gangguan penyesuaian merupakan suatu reaksi maladaptif terhadap suatu stresor
yang dikenali dan berkembang beberapa bulan sejak munculnya stresor, yang ditandai
dengan adanya tanda-tanda distres emosional yang lebih dari biasa. Gangguan ini termasuk
kelompok gangguan yang paling ringan yang dapat terjadi pada semua usia. Ahli psikiatrik
menyebut gangguan ini sebagai stresor psikososia.4
Gejala gangguan penyesuaian sangat bervariasi, dengan depresi, kecemasan, dan
gangguan campuran adalah yang paling sering pada orang dewasa.4 Manifestasi juga
termasuk perilaku menyerang dan kebut-kebutan, minum berlebihan, melarikan diri dari
tanggung jawab hukum, dan menarik diri. Gangguan penyesuaian memiliki beberapa suptipe
dengan reaksi maladaptif yang bervariasi (dapat dilihat pada Tabel 1).
Dalam PPDGJ-III, gangguan penyesuaian termasuk dalam kriteria diagnosis Reaksi
Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian. Karekteristik dari kategori ini adalah tidak
hanya di atas identifikasi dasar simtomatologi dan perjalanan penyakit, akan tetapi juga atas
dasar salah satu dari dua faktor pencetus:5

Gangguan Ciri-ciri utama


Gangguan Penyesuaian dengan Mood Kesedihan, menangis, merasa tidak punya harapan.
Depresi
Gangguan Penyesuaian dengan Khawatir, gelisah, dan gugup
Kecemasan
Gangguan Penyesuaian dengan Gejala Kombinasi dari kecemasan dan depresi.
Campuran antara Kecemasan dan Mood
Depresi
Gangguan Penyesuaian dengan Melanggar hak orang lain atau melanggar norma sosial yang
Gangguan Tingkah Laku sesuai usianya. Contoh perilaku meliputi vandalisme, membolos,
berkelahi, mengebut, dan melalaikan kewajiban hukum (misalnya
menghentikan pembayaran tunjangan).
Gangguan Penyesuaian dengan Gejala Gabungan dari gangguan emosi, seperti depresi atau kecemasan,
Campuran antara Gangguan Emosi dan dan gangguan tingkah laku (seperti yang dijelaskan di atas).
Tingkah Laku
Gangguan Penyesuaian Tak Kategori residual yang dapat diterapkan pada kasus-kasus yang
Tergolongkan tidak dapat digolongkan dalam salah satu dari subtipe lainnya.

Tabel 1. Subtipe gangguan penyesuaian5


Gangguan Somatoform
5
Gangguan somatoform adalah gangguan yang bersifat psikologis, tetapi tampil dalam
bentuk gangguan fisik yang melibatkan pola neurotic yang didasari anxiety. Individu
mengeluh simtom simtom jasmaniah yang memberikan tanda seolah olah ada masalah fisik,
tapi pada kenyataannya tidak ada landasan organis yang ditemukan.

Gangguan somatoform merupakan kelompok gangguan yang meliputi symptom fisik


(misalnya nyeri, mual, dan pening) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan secara medis.
Berbagai symptom dan keluhan somatik tersebut cukup serius sehingga menyebabkan
stress emosional dan gangguan dalam kemampuan penderita untuk berfungsi dalam
kehidupan sosial dan pekerjaan. Diagnosis ini diberikan apabila diketahui bahwa faktor
psikologis memegang peranan penting dalam memicu dan mempengaruhi tingkat keparahan
serta lamanya gangguan dialami.1

Diagnosis Kerja
Gangguan Psikosomatis
Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang
artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat
(DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis
yang mempengaruhi kondisi medis.1, 2
Menurut Wittkower psikosomatis secara luas didefinisikan sebagai usaha untuk
mempelajari interelasi aspek-aspek psikologis dan aspek-aspek fisis semua faal jasmani
dalam keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan
interelasi dan interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam
keadaan sehat maupun sakit.2
Kedokteran psikosomatik merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari hubungan antara aspek psikis dan aspek somatik tubuh baik dalam keadaan
normal maupun sakit. Dalam perkembangannya saat ini tidak hanya aspek psikis dan somatik
saja yang menjadi perhatian tetapi aspek sosial, spiritual dan lingkungan merupakan faktor
yang harus diperhatikan untuk mencapai kesehatan yang optimal.2

Etiologi
Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis:6
1. Stress Umum
1. Kematian pasangan hidup 2. Perceraian
6
3. Kematian anggota keluarga yang
dekat
4. Perpisahan selama pernikahan
5. Luka atau penyakit berat
6. Dipecat dari pekerjaan
7. Penjara
8. Kematian teman dekat
9. Kehamilan
10. Keadaan bisnis

7
2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian
spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis
yang berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu
yang pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang
memiliki kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).
3. Variabel Fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel
lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stress yang didasari
secara kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum
Hans Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah
fungsi sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfosit. Dalam rantai
hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana
hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar
endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem
kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai
pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi
keadaan psikis dan mood.

Patofisologi
Proses emosi yang terdapat diotak disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetatif
ke alat-alat visceral yang banyak di persarafi oleh saraf otonom vegetatif. Oleh karena itu
keluhan-keluhan tersebut banyak berupa keluhan kardiovaskular, traktus digestivus,
respiratorius, sistem endokrin maupun traktusurogenitalis. Hal ini lah yang sering disebut
sebagai ketidakseimbangan vegetatif.2
Sindrom ketidakseimbangan vegetatif atau distonia vegetatif terdiri atas gejala dan
keluhan subjektif dan melibatkan berbagai organ tubuh atau mungkin hanya beberapa sistem
organ saja. Sindrom dengan keluhan dan gejala yang berubah-ubah, meluas, berpindah-
pindah, hilang timbul disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf autonom-vegetatif.
Sistem saraf autonom-vegetatif adalah suatu sistem saraf yang khusus mengatur dan
memelihara fungsi organ-organ tubuh. Didalam tubuh dikenal 2 sistem saraf : (a) sistem saraf
animal serebrospinal (mengatur dan memelihara hubungan antara organisme dengan dunia
luar sekitar kita) (b) sistem saraf vegetatif autonom (mengatur faal masing-masing organ
tubuh, kerjasama antara organ-organ, menyesuaikan faal organ-organ menurut kebutuhan).2

8
Hipertoni simpatis, tonus simpati yang berlebihan dan berlangsung terlampau lama
mengakibatkan penurunan ambang rangsang yang sangat banyak. Dibagi menurut sistem
organ gejala-gejalanya adalah sebagai berikut: Pada sistem saraf pusat berupa nervositas,
tremor, pusing kepala, insomnia, murung, selalu merasa dingin sehingga harus berpakaian
tebal, merasa masuk angin.
Hipertoni parasimpatik atau vegotoni umum meliputi seluruh badan yang jarang
istirahat. Ini disebabkan oleh sifat desentralisasi sistem parasimpatik. Biasanya gejala-
gejalanya terbatas pada satu organ saja misalnya pada paru misalnya sindrom asma bronchial,
pada traktus urogenital berupa kolik, disuria, dismenorhea.
Amfotoni, merupakan keadaan patologis dengan saling bergantinya sindrom simpatis
dan parasimpatis yang hipertoni. Hal ini sering disebabkan oleh berbagai jenis penyakit
seperti infeksi baik akut maupun kronik sedkit banyak selalu disertai ketidakseimbangan
vegetatif: kegelisahan, tremor, keringatan, palpitasi, rasatakut dan insomnia. Dengan
sembuhnya infeksi, ketidakseimbangan vegetatif dapat disembuhkan. Kelainan psikis yang
menyebabkan ketidakseimbangan vegetatif disebut gangguan psikovegetatif (Joris). Trauma
psikis, konflik kejiwaan, depresi, depresi tersamar dapat menyebabkan gangguan vegetatif.2

Kriteria Diagnosis
Pada umumnya pasien psikosomatik akan datang ke dokter dengan masalah
somatiknya, keluhan psikisnya akan muncul setelah dilakukan anamnesis yang baik dan
mendalam terutama yang menjadi penyebab munculnya gangguan ataupu stressor yang
menimbulkan keluhan pasien tersebut baik sebagai faktor predisposisi ataupun sebagai faktor
pencetus.2
Kriteria klinis diagnosis gangguan psikosomatik secara umum adalah tidak
didapatkan adanya gejala-gejala psikotik dan tidak ditemukan adanya desintegrasi
kepribadian. Keluhan yang yang timbul berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain (shifting
phenomen). Keluhan yang timbul ada hubungannya dengan emosi dan perasaan negative
tertentu. Adanya riwayat hidup yang penuh tekanan (stresfull life situation). Adanya faktor
predisposisi dan presipitasi. Kriteria klinis ini tidak perlu semuanya ada, tetapi bila ada satu
atau lebih dari criteria tersebut indikasi presumtif adanya gangguan atau penyakit
psikosomatik. Adanya kelainan organ tidak menyingkirkan adanya gangguan psikosomatik.
Bila ada kelainan organ maka disebut gangguan psikosomatik structural (somatopsychic
psychosomatic.)1,2

9
Evaluasi diagnosis menggunakan sistem multiaksial lebih memudahkan untuk
mendapatkan keterangan yang dapat berguna untuk terapi dan prognosis dari masing-masing
individu. Menurut DSM IV-TR multiaksial yang dimaksud adalah:

Aksis Penilaian Contoh


I Mencakup gangguan psikis (faktor psikolologis Sindrom ansietas, Sindrom Depresi atau
yang mempengaruhi kondisi fisik) Campuran, dll.
II Mencakup gangguan kepribadian dan atau ciri Kepribadian tipe A atau B, introvert, pemarah,
kepribadian. dll
III Mencakup gangguan somatic, kondisi fisik atau Dispepsia fungsional, Asma bronkiale, dll
kondisi medic pasien
IV Mencakup stessor psikososial, pada umumnya Stressor psikososial, masalah keluarga, masalah
merupakan faktor pencetus tetapi dapat pekerjaan, dll
merupakan faktor predisposisi dan atau agrafasi
V Meliputi fungsi penyesuaian, sosio cultural dan Tidak bekerja lagi, produktifitas kerja menurun,
kemampuan adaptasi tertinggi satu tahun terakhir. sering tidak masuk kerja atau bolos sekolah, dll
Table 2. Evaluasi Multiaksial DSM IV-TR5
Dalam DSM-IV-TR, gangguan psikosomatik diklasifikasikan ke dalam ‘faktor
psikologis yang mempengaruhi kondisi medis’ (psychological factors affecting medical
condition [PFAMC]).5

Gambar 1. Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kondisi Medis (PFAMC): Interaksi antara
Psyche, Soma, dan Faktor Sosial5

Manifestasi klinis
Terdapat beberapa gejala klinis pada psikosomatis:5
A. Didapatkan adanya kondisi medis umum yang dicantumkan pada aksis III.
B. Faktor psikologis mempengaruhi kondisi medis dengan salah satu cara:
(1) Faktor psikologis mempengaruhi perjalanan penyakit, ditunjukkan dengan adanya
hubungan sementara antara faktor psikologis dan munculnya penyakit, eksaserbasi
penyakit, atau penyembuhan yang lambat dari suatu penyakit.

10
(2) Faktor psikologis mempengaruhi pengobatan suatu penyakit.
(3) Faktor psikologis menimbulkan tambahan risiko terjadinya suatu penyakit pada
suatu individu.
(4) Respons fisiologis akibat stres mencetuskan atau mengeksaserbasi gejala suatu
penyakit.
Pilih nama berdasarkan faktor psikologis yang berperan; bila terdapat lebih dari satu faktor,
pilih faktor psikologis yang paling menonjol.
 Gangguan mental yang mempengaruhi kondisi medis (misal: pada aksis I terdapat
gangguan depresi mayor yang memperlambat penyembuhan infark miokard).
 Gejala psikologis yang mempengaruhi kondisi medis (misal: gejala depresi yang
memperlambat penyembuhan dari suatu tindakan pembedahan atau kecemasan yang
mengeksaserbasi asma).
 Tipe kepribadian atau coping style yang mempengaruhi kondisi medis (misal:
penyangkalan patologis seorang pasien kanker terhadap tindakan bedah, perilaku
kasar dan di bawah tekanan berkontribusi terhadap penyakit kardiovaskular).
 Kebiasaan maladaptif yang mempengaruhi kondisi medis (misal: eksaserbasi
ulkus hipertensi akibat stres, aritmia, atau tension headache).
 Faktor psikologis lain yang mempengaruhi kondisi medis (misal: faktor
interpersonal, budaya, atau agama).

Gangguan Spesifik pada Psikosomatis


Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis:
Sistem gastrointestinal
1. Gastritis
Kriteria psikologis diperlukan karena diagnosis dengan penemuan negative organis dan
keluhan vegetatif tidak mencukupi. Dari evaluasi psikis ditemukan:7
1. Gejala bersifat neurosis
2. Depresi dan anxietas
3. Berkeinginan untuk dirawat dan dimanja dan untuk memiliki objek yang diinginkan
2. Ulkus peptikum
Sifat kepribadian ulkus menjadi faktor presdiposisi. Sifat kepribadian itu antara lain:1,8
1. Tingkah laku

11
Orang tersebut biasanya tegang, selalu was-was, sangat aktif dalam berbagai bidang.
Tidak mudah menerima kenyataan bila dia gagal
2. Kepandaian
Mempunyai kepandaian dalam berbagai bidang yang dikerjakan sekaliguspada waktu
yang bersamaan
3. Pertanggungjawaban
Mempunyai tanggung jawab yang sangat besar bahkan sampai memikirkan pekerjaan
orang lain7
4. Pengenalan terhadap penyakitnya
Tidak menghiraukan penyakitnya, sering terlambat makan, merasa sakit uluhati tapi
masih mau bekerja terus, sering datang terlambat ke dokter
5. Umur
Terbanyak pada usia 30-an, karena banyak faktor stress, kesulitan dalam bidang
ekonomi dan keluarga
6. Jenis kelamin/ bangsa
Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita. Kulit hitam lebih jarang dibandingkan
kulit putih
7. Faktor sosial
Sering ditemukan dikota besar dan daerah industri. Stress dan kecemasan yang
disebabkan oleh berbagai konflik yang tidak spesifik dapat menyebabkan
hiperasiditas lambung dan hipersekresi pepsin, yang menyebabkan suatu ulkus.
Psikoterapi merupakan terapi yang dapat dipakai untuk konflik ketergantungan
pasien.Biofeedback dan terapi relaksasi mungkin berguna.Terapi medis lain yang
digunakan adalah cimetidine, famotidine.1
Sistem Pernapasan
1. Asma Bronkialis
Faktor genetik, alergik, infeksi, stress akut dan kronis semuanya berperan dalam
menimbulkan penyakit. Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan
konstriksi bronkioli bila system saraf vegetative juga tidak stabil dan mudah terangsang.
Walaupun pasien asma karakteristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang
berlebihan, tidak ada tipe kepribadian yang spesifik yang telah diidentifikasi. Pasien
asmatik harus diterapi dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain
menghilangkan stress, penyesuaian diri, menghilangkan alergi serta mengatur kerja
system saraf vegetatif dengan obat-obatan.1,9-10

12
2. Sindroma Hiperventilasi
Sindroma hiperventilasi disebut juga dispneu nervous (freud), pseudo asma,
dystonia pulmonal (hochrein). Gambaran klinis berupa:
 parastesia, terutama pada ujung tangan dan kaki
 gejala-gejala sentral seperti gangguan penglihatan berupa mata kabur yang dikenal
dengan Blury eyes. Penderita juga mengeluh bingung, sakit kepala dan pusing
 keluhan pernafasan seperti dispneu, takipneu, batuk kering, sesak dan perasaan tidak
dapat bernafas bebas
 keluhan jantung. Sering dijumpai kelainan yang menyerupai angina pectoris dan juga
ditemukan pada kelainan fungsional jantung dan sirkulasi
 keluhan umum, seperti kaki dan tangan dingin yang sangat mengganggu, cepat lelah,
lemas, mengantuk dan sensitive terhadap cuaca

Prognosis
Sebagian besar psikosomatis dialami oleh pasien yang mengalami gangguan
kecemasan. Pada beberapa pasien dengan gangguan kecemasan bisa disembuhkan segera,
tapi untuk pasien lainnya; (a) pasien dengan riwayat penggunaan narkotika stimulant, (b)
penyalahgunaaan obat penenang khususnya benzodiazepine (c) stressor belum teratasi
dengan baik, sering kali butuh waktu bertahun-tahun untuk tetap menggunakan obat agar
menjaga masalah kecemasannya. Prognosis untuk kasus ini Dubia ad bonam.

Preventif
Karena psikosomatis adalah penyakit yang disebabkan oleh proses psikis yang
dialami sehingga berpengaruh terhadap fisik, maka tidak ada jalan lain untuk mencegahnya
kecuali dengan memahami secara benar apa yang terjadi dan dinginkan oleh diri sendiri. Pada
konteks inilah, konsep self-theory bahwa yang paling mengetahui dirinya adalah dirinya
sendiri, bukan orang lain.
Pada proses selanjutnya, berprilaku yang baik dan benar, jujur, dan sadar akan potensi
diri konsep tentang spiritualitas dapat juga dijadikan acuan. Selanjutnya berupa anjuran untuk
memperbaiki kondisi lingkungan dalam keluarga, sosial ekonomi, dan juga di lingkungan
pekerjaannya. Sebab, tidak jarang penyebab masalah psikis adalah orang-orang yang berada

13
di sekitarnya, atau mungkin significan other dalam hidupnya. Dengan adanya sosialisasi yang
baik, seseorang akan mudah untuk berpikir terbuka dan berpikir positif, yang secara otomatis
akan menjadikannya lebih sehat. Baik fisik maupun psikis.

Penatalaksanaan
1. Pendekatan kolaboratif. Kolaborasi dengan ilmu penyakit dalam dan ilmu bedah
diperlukan untuk mengatasi gangguan fisik pasien. Pada saat yang bersamaan, psikiater
mengatasi aspek psikiatrik.
2. Psikoterapi
a. Psikoterapi suportif.
b. Dynamic insight-oriented psychotherapy. Eksplorasi konflik di bawah alam sadar
mengenai seks dan agresi. Kecemasan yang disebabkan stresor kehidupan diatasi
dengan mematangkan defense mechanism.
c. Terapi grup. Terapi grup dapat digunakan bila terdapat beberapa pasien yang
memiliki kondisi fisik yang sama. Pasien dapat saling berbagi pengalaman dan
belajar dari satu sama lain.
d. Terapi keluarga. Eksplorasi hubungan keluarga dengan menekankan bagaimana
penyakit pasien dapat mempengaruhi anggota keluarga lain.
e. Cognitive-behavioral therapy.
i. Cognitive. Pasien belajar bagaimana stres dan konflik dapat menyebabkan
penyakit somatik. Pikiran negatif mengenai penyakit diatasi dan diubah.
ii. Behavioral. Relaksasi dan teknik biofeedback mempengaruhi sistem saraf
otonom secara positif. Teknik ini dapat digunakan pada pasien asma, alergi,
hipertensi, dan nyeri kepala.
f. Hipnosis. Hipnosis berguna untuk menghentikan kebiasaan rokok dan mengubah
kebiasaan makan (diet).
g. Biofeedback. Melatih untuk mengontrol sistem saraf otonom. Digunakan untuk nyeri
kepala tension, migrain, dan hipertensi.
h. Akupresur dan akupuntur. Terapi alternatif memiliki hasil yang bervariasi pada
seluruh gangguan psikosomatik.

3. Farmakoterapi
Terdapat 3 golongan senyawa psikofarmaka:11

14
1. Obat tidur (hipnotik)
Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang dianjurkan adalah
senyawa benzodiazepine berkhasiat pendek seperti nitrazepam, flurazepam, dan
triazolam. Pada insomnia dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin
seperti tioridazin, prometazin.

2. Obat penenang minor dan mayor


 Obat penenang minor
Diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada
anxietas,agitasi, spasme otot, delirium, epilepsi. Benzodiazepine hanya diberikan
pada anxietas hebat maksimal 2 bulan.
 Obat penenang mayor
Yang paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti
clorpromazin, tioridazin dan haloperidol.
3. Antidepresan
Yang dianjurkan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti amitriptilin,
imipramin, mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian
ditingkatkan.

Kesimpulan
Penyakit-penyakit saluran pernapapasan merupakan gangguan yang disebabkan
terganggunya saluran napas kita. Selain itu, faktor psikologis ternyata sangat mempengaruhi
dan berdampak besar atas gangguan-gangguan tersebut.
Sindrom fungsional pada gangguan saluran pernapasan yang dipengaruhi oleh faktor
psikologis, antara lain adalah: asma bronkialis, hiperventilasi, dll. Dalam hal ini, depresi
adalah dampak yang sering membayangi para penderita. Jadi dapat kami simpulkan bahwa
selain menjaga kesehatan fisik kita juga harus menjaga kesehatan psikis. Karena kesehatan
yang hakiki akan tercipta apabila kesimbangan antara fisik dan psikis terjaga.

15
Daftar Pustaka
1. Kaplan, Saddock, Grebb. Sinopsis Psikiatri. Jilid II. Edisi ketujuh. Bina Rupa Aksara.
Jakarta.2007: 276-303
2. Budihalim S, Sukatman D. Psikosomatis. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI
Jakarta 1999: 591-592
3. Utama H. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.
Hal. 265-68.
4. Chris Tanto, et al. Kapita selekta kedokteran. Ed. 4. Jakarta: Media Aesculapius, 2006:
903.
5. Maslim, Rusdi. Diagnosis gangguan jiwa, Rujukan ringkas PPDGJ-III dan DSM-5.
Jakarta 2013: 70.
6. Mansyur A, dkk. Gangguan Psikosomatis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FK UI 1999:228-231
7. Budihalim S, Sukatman D. Sindrom Fungsional pada traktus digestivus. Dalam : Ilmu
Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 623
8. Budihalim S, Aspek psikosomatis ulkus peptik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK
UI Jakarta 1999: 628-29
9. Sukatman D, Budihalim S, Biran S.I. Aspek Psikosomatis Gangguan Pernafasan. Dalam :
Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999:614-20
10. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya
2006:339-371
11. Budihalim S, Sukatman D. Psikofarmaka dan Psikosamatik. Dalam : Ilmu Penyakit
Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 602-03

16

Anda mungkin juga menyukai