Anda di halaman 1dari 6

Metabolisme Lemak

Pemahaman mengenai nutrisi, hormonal, dan terutama regulasi transkripsional lipogenesis telah
berkembang pesat. Lipogenesis dirangsang oleh diet tinggi karbohidrat, namun juga dapat dihambat
oleh adanya asam lemak tak jenuh ganda dan dengan berpuasa. Efek tersebut sebagian diperantarai oleh
hormon yang dapat menghambat (seperti hormon pertumbuhan, leptin) atau merangsang (seperti
insulin) lipogenesis. Sterol regulatory element binding protein-I adalah mediator penting pada kerja pro-
lipogenik atau anti-lipogenik beberapa hormon dan nutrisi. Faktor transkripsi lain yang berhubungan
dengan lipogenesis adalah peroxisome proliferator activated receptor-γ. Kedua faktor transkripsi
tersebut merupakan target menarik untuk intervensi farmakologi pada kelainan seperti
hipertrigliseridemia dan obesitas.

Lipogenesis

Lipogenesis harus dibedakan dengan adipogenesis yang merupakan proses diferensiasi pra-adiposit
menjadi sel lemak dewasa. Lipogenesis adalah proses deposisi lemak dan meliputi proses sintesis asam
lemak dan kemudian sintesis trigliserida yang terjadi di hati pada daerah sitoplasma dan mitokondria dan
jaringan adiposa. Energi yang berasal dari lemak dan melebihi kebutuhan tubuh akan disimpan dalam
jaringan lemak. Demikian pula dengan energi yang berasal dari karbohidrat dan protein yang berasal dari
makanan dapat disimpan dalam jaringan lemak (Gambar 1).

Asam lemak, dalam bentuk trigliserida dan asam lemak yang terikat pada albumin didapat dari asupan
makanan atau hasil sintesis lemak di hati. Trigliserida yang dibentuk dari kilomikron atau lipoprotein akan
dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim lipoprotein lipase (LPL)’yang dibentuk
oleh adiposit dan disekresi ke dalam sel endotelial yang berdekatan dengannya (adjacent). Aktivasi LPL
dilakukan oleh apoprotein C-II yang dikandung oleh kilomikron dan lipoprotein (VLDL). Kemudian asam
lemak bebas akan diambil oleh sel adiposit sesuai dengan derajat konsentrasinya oleh suatu protein
transpor transmembran. Bila asam lemak bebas sudah masuk ke dalam adiposit maka akan membentuk
pool asam lemak. Pool ini akan mengandung asam lemak yang berasal baik dari yang masuk maupun
yang oilcan keluar (Gambar 1).

Insulin mungkin merupakan faktor hormonal terpenting yang mempengaruhi lipogenesis. Insulin
menstimulasi lipogenesis dengan cara meningkatkan pengambilan glukosa di jaringan adiposa melalui
transporter glukosa menuju membran plasma. Insulin juga mengaktivasi enzim lipogenik dan glikolitik
nielalui modifikasi kovalen (Gambar 2). Efek tersebut dicapai dengan mengikat insulin pada reseptor
insulin di permukaan sel sehingga mengaktivasi kerja tirosin kinasenya dan meningkatkan efek
downstream melalui fosforilasi tirosin. Insulin juga mempunyai efek jangka panjang pada gen lipogenik,
mungkin melalui faktor transkripsi Sterol Regulatoty Element Binding Protein-1 (SREBP-1) (Gambar 2).
Selain itu, insulin menyebabkan SREBP- 1 meningkatkan ekspresi dan kerja enzim glitkokinase, dan
sebagai akibatnya, meningkatkan konsentrasi metabolit glukosa yang dianggap menjadi perantara dari
efek glukosa pada ekspresi gen lipogenik.

Hormon pertumbuhan (growth hormone/GH) menurunkan lipogenesis di jaringan adiposa secara


dramatis, sehingga terjadi penurunan lemak yang bermakna, dan berhubungan dengan penambahan
massa otot. Efek tersebut diperantarai melalui dua jalur:

Hormon pertumbuhan menurunkan sensitivitas insulin sehingga terjadi down-regulation ekspresi enzim
sintetase asam lemak di jaringan adiposa. Mekanisme tersebut masih belum jelas, namun GH mungkin
mempenganthi sinyal insulin di tingkat postreseptor.

GH dapat menurunkan lipogenesis dengan cara memfosforilasi faktor transkripsi Stat5a dan 5b.
Hilangnya Stat5a dan 5b pada model knock-out memperlihatkan penurunan akumulasi lemak di jaringan
adiposa. Mekanisme bagaimana protein Stat5 meningkatkan penyimpanan lemak, masih belum
diketahui.

Leptin adalah hormon yang berhubungan dengan lipogenesis. Leptin membatasi penyimpanan lemak
tidak hanya dengan mengurangi masukan makanan, tetapi juga dengan mempengaruhi jalur metabolik
yang spesifik di adiposa dan jaringan lainnya. Leptin merangsang pengeluaran gliserol dari adiposit,
dengan menstimulasi oksidasi asam lemak dan menghambat lipogenesis. Efek yang terakhir tercapai
dengan down-regulation ekspresi gen yang berhubungan dengan asam lemak dan sintesis trigliserida,
sebagaimana digambarkan pada oligonucleotide micro-array analysis. Target negatif leptin yang lain
mungkin SREBP-1, karena faktor transkripsi ini mungkin ikut berperan dalam mediasi efek inhibisi leptin
dalam ekspresi gen lipogenik.

Faktor endokrin atau autokrin yang berhubungan dengan sintesis trigliserida setelah insulin, GH dan
leptin adalah Acylation Stimulating Protein (ASP). ASP adalah peptida kecil yang sama dengan C3adesArg,
suatu produk dari faktor komplemen C3ASP diproduksi oleh jaringan adiposa dan kemungkinan bekerja
secara autokrin.

Beberapa studi in vitro menunjukkan bahwa ASP menstimulasi akumulasi trigliserida di sel adiposa.
Akumulasi tersebut terjadi karena terdapat peningkatan sintesis trigliserida dan penurunan lipolisis
jaringan adiposa pada saat yang bersamaan.
Lipolisis

Lipolisis merupakan suatu proses di mana terjadi dekomposisi kimiawi dan penglepasan lemak dari
jaringan lemak. Bilamana diperlukan energi tambahan maka lipolisis merupakan proses yang
predominan terhadap proses lipogenesis. Enzim Hormone Sensitive Lipase (HSL) akan menyebabkan
terjadinya hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

Asam lemak yang dihasilkan akan masuk ke dalam pool asam lemak, di mana akan terjadi proses re-
esterifikasi, beta oksidasi atau asam lemak tersebut akan dilepas masuk ke dalam sirkulasi darah untuk
menjadi substrat bagi otot skelet, otot jantung, dan hati. Asam lemak akan dibentuk menjadi ATP melalui
proses beta oksidasi dan asam lemak akan dibawa ke luar jaringan lemak melalui sirkulasi darah untuk
kemudian menjadi sumber energi bagi jaringan yang membutuhkan.

Hormon insulin akan mengurangi mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak dengan cara menghambat
enzim trigliserid lipase. Mekanisme pengharnbatan ini terjadi melalui proses pengurangan siklik AMP
yang pada waktunya akan menghambat siklik AMP dependent protein kinase. Supresi lipolisis ini akan
mengurangi jumlah asam lemak ke hati dan jaringan perifer. Dengan berkurangnya asam lemak ke hati
maka pembentukan asam keto berkurang. Insulin juga akan merangsang penggunaan asam keto ini oleh
jaringan perifer sehingga tidak akan terjadi akumulasi asam ini di darah.

trigliserida, kolesterol LDL dan apoB lebih tinggi dibandingkan orang non-obes dan terdapat morbiditas
dan mortalitas yang lebih tinggi akibat PJK dan stroke dibandingkan dengan orang non-obes. Pada laki-
laki yang berumur 30-59 tahun didapatkan perbedaan yang kuat antara jenis pekerjaan dan insidensi
Infark Miokard Akut (IMA), kejadian koroner dan angka kematian.

Di Indonesia saat ini penyakit kardiovaskular masih merupakan penyebab kematian utama. Menurut
survei kesehatan rumah tangga, prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah menduduki urutan ke-
3 pada tahun 1980 dengan prevalensi sebesar 9,9%, meningkat menjadi 9,7% di urutan ke-2 pada tahun
1986, dan menduduki peringkat 1 pada tahun 1990 dengan prevalensi sebesar 16,5%.

Mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas sentral, sangat erat hubungannya dengan
sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan satu kelompok kelainan metabolik yang, selain
obesitas, meliputi, resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas trigliserida dan
hernostasis, disfungsi endotel dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi penyakit jantung
koroner dan/atau strok. Mekanisme dasar bagaimana komponen-komponen sindrom metabolik ini dapat
terjadi pada seorang dengan obesitas sentral dan bagaimana komponen-komponen ini dapat
menyebabkan terjadinya gangguan vaskular, hingga saat ini masih dalam penelitian.

Meskipun struktur, fungsi dan metabolisme lipoprotein telah diteliti selama lebih dari tiga dasawarsa,
namun hubungan fungsi heterogenitas lipoprotein ini dengan peningkatan maupun penghambatan
terhadap proses aterogenesis masih belum diketahui dengan jelas. Sebagai contoh, partikel LDL. Ukuran
partikel LDL berkorelasi positif dengan konsentrasi trigliserida dan apoB, tetapi berkorelasi negatif
dengan konsentrasi HDL. Di samping itu tidak kalah pentingnya adalah interaksi faktor-faktor yang
berperan dalam metabolisme lipoprotein. Misalnya, ekspresi LDL subklas fenotipe B (small dense LDL)
tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik, tetapi juga oleh faktor-faktor lain, seperti obesitas,
hiperinsulinemia dan hiperlipidemia.

Insidensi obesitas di negara-negara berkembang makin meningkat, sehingga saat ini banyaknya orang
dengan obesitas di dunia hampir sama jumlahnya dengan mereka yang menderita karena kelaparan.
Beban finansial, risiko kesehatan dan dampak pada kualitas hidup berhubungan dengan epidemi
tersebut sehingga memerlukan pemahaman mendalam tentang mekanisme molekular yang mengatur
berat badan untuk kemudian dapat mengidentifikasi cara-cara pengobatan baru untuk mengatasinya.

Obesitas Sentral

Pada obesitas yang moderat, distribusi lemak regional tampaknya dapat merupakan indikator yang
cukup penting terhadap terjadinya perubahan metabolik dan kelainan kardiovaskular, walaupun
hubungan antara IMT dan komplikasi—komplikasi tersebut belum terlalu meyakinkan.

Lemak daerah abdomen terdiri dari lemak subkutan dan lemak intra-abdominal yang dapat dinilai
dengan cara CT dan MRI. Jaringan lemak intra abdominal terdiri dari lemak viseral atau intraperitoneal
yang terutama terdiri dari lemak omental dan mesenterial serta massa lemak retroperitoneal (sepanjang
perbatasan dorsal usus dan bagian pennukaan ventral ginjal).
Pada laki-laki, massa retroperitoneal hanya merupakan sebagian kecil dari lemak intra abdominal. Kira-
kira seperempatnya terdiri dari lemak viseral. Lemak subkutan daerah abdomen sebagai komponen
obesitas sentral mempunyai korelasi yang kuat dengan resistensi insulin seperti lemak viseral. Keadaan
ini tetap berbeda bermakna setelah disesuaikan lemak viseralnya.

Vena porta merupakan saluran pembuluh darah tunggal bagi jaringan adiposa dan berhubungan
langsung dengan hati. Mobilisasi asam lemak bebas akan lebih cepat dari daerah viseral dibandingkan
lemak daerah subkutan. Aktivitas lipolitik yang lebih besar dari lemak viseral, baik pada obes maupun
non-obes merupakan kontributor terbesar asam lemak bebas dalam sirkulasi.

Lingkar Perut pada Obesitas Sentral

Obesitas sentral dapat dinilai memakai beberapa cara. Cara yang paling baik adalah memakai computed
tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI), tetapi kedua cara ini mahal harganya dan
jarang digunakan untuk menilai keadaan ini. Lingkar perut atau rasio antara lingkar perut dan lingkar
pinggul (WHR, Waist-Hip ratio) merupakan alternatif klinis yang lebih praktis. Lingkar perut dan rasio
lingkar perut dengan lingkar pinggul berhubungan dengan besarnya risiko untuk terjadinya gangguan
kesehatan.

WHO menganjurkan agar lingkar perut sebaiknya diukur pada pertengahan antara batas bawah iga dan
krista iliaka, dengan menggunakan ukuran pita secara horisontal pada saat akhir ekspirasi dengan kedua
tungkai dilebarkan 20-30 cm. Subyek diminta untuk tidak menahan perutnya dan diukur memakai pita
dengan tegangan pegas yang konstan.

Lingkar perut menggambarkan lemak tubuh dan di antaranya tidak termasuk sebagian besar berat tulang
(kecuali tulang belakang) atau massa otot yang besar yang mungkin akan bervariasi dan mempengaruhi
hasil pengukuran. Ukuran lingkar perut ini berkorelasi baik dengan rasio lingkar perut dan pinggul (WHR)
baik pada laki-laki maupun perempuan serta dapat memperkirakan luasnya obesitas abdominal yang
tampaknya sudah mendekati deposisi lemak abdominal bagian viseral. Lingkar perut juga berkorelasi
baik dengan IMT (laki-laki dan perempuan: r = 0,89, P < 0,001).

Pada tahun 1995 penelitian di Belanda mendapatkan bahwa lingkar perut > 102 cm pada laki-laki dan >
88 cm pada perempuan, berhubungan dengan peningkatan substansial risiko obesitas dan komplikasi
metabolik. Sedangkan Asia Pasifik memakai ukuran lingkar pinggang laki-laki: 90 cm dan perempuan 80
cm sebagai batasan.

Walaupun IMT < 25 kg/m2, obesitas sentral dapat saja terjadi, sehingga penyesuaian IMT pada keadaan
obesitas sentral perlu diperhatikan, terutama bila IMT di antara 22-29 kg/m2. Lingkar perut dikatakan
mempunyai korelasi yang tinggi dengan jumlah lemak intra abdominal dan lemak total dan telah
digunakan baik secara mandiri atau bersamasama tebal kulit subkutan untuk mengembangkan suatu
korelasi regresi untuk mengoreksi massa lemak intra abdominal. Ekuasi ini telah divalidasi dalam sebuah
penelitian yang besar jumlahnya di negeri Belanda. Ekuasi dengan menggunakan lingkar perut saja
disesuaikan untuk umur, menunjukkan prediksi lemak tubuh yang baik pada spesimen subyek orang
Belanda (r2=78%) dengan kesalahan yang sama dalam prediksi seperti penelitian lainnya.

Hubungan Obesitas Sentral dengan Resistensi Insulin dan Dislipidemia

Resistensi insulin pada obesitas sentral diduga merupakan penyebab sindrom metabolik. Insulin
mempunyai peran penting karena berpengaruh baik pada penyimpanan lemak maupun sintesis lemak
dalam jaringan adiposa. Resistensi insulin dapat menyebabkan terganggunya proses penyimpanan lemak
maupun sintesis lemak.

Hubungan sebab-akibat (kausatif) antara resistensi insulin dan penyakit jantung koroner dan stroke
dapat diterangkan dengan adanya efek anabolik insulin. Insulin merangsang lipogenesis pada jaringan
arterial dan jaringan adiposa melalui peningkatan produksi acetyl-CoA, meningkatkan asupan trigliserida
dan glukosa. Dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi trigliserida dan penurunan
kolesterol HDL merupakan akibat dari pengaruh insulin terhadap Cholesterol Ester Transfer Protein
(CETP) yang memperlancar transfer Cholesteryl Ester (CE) dari HDL ke VLDL (trigliserida) dan
mengakibatkan terjadinya katabolisme dan apoA, komponen protein HDL. Resistensi insulin dapat
disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Jenis kelamin mempengaruhi sensitivitas insulin dan otot
rangka laki-laki lebih resisten dibandingkan perempuan.

Nama Penulis : Wisnu Sakulat

Sumber Gambar : http://obatobesitas.com

Anda mungkin juga menyukai