Refer at
Refer at
Dosen Pembimbing :
Disusun oleh :
Azhariansyah (2013730017)
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Konsep pencegahan penyakit melalui vaksinasi sudah lama berkembang, sejak 1000 SM
sudah dimulai di Cina dan India. Istilah vaksinasi diambil dari kata ” Vacca” dari bahasa latin
yang berarti sapi, yang merupakan bentuk bentuk penghargaan untuk Edwar Jenner yang telah
berhasil membuktikan bahwa seseorang yang terserang /terpapar cowpox memiliki imunitas
terhadap pada tahun 1796. Perkembangan vaksinasi sendiri dibagi dalam tiga masa yakni, era pra-
Jenner, era Jenner dan era pasca-Jenner1,2,3,4.
2. Respon imun spesifik (adaptif, acquired) yang ditujukan spesifik hanya pada komponen 1
antigen. Terdapat dua komponen, yaitu komponen seluler (limposit T) dan komponen humoral
(limposit B yang memproduksi antibodi). Respon imun spesifik akan terpicu bila respon imun
nonspesifik belum mampu mengatasi invasi antigen.
Kontak antigen dan Th juga menstimulasi pengeluaran IL-1 oleh APC. Kerja IL-1 sebagai
autokrin ini meningkatkan ekspresi MHC kelas II pada APC yang akan memperkuat ikatan APC
dan Th. Bersamaan dengan itu, IL-1 juga memicu sekresi IL-2 oleh Th. Dua sitokin lain juga
dihasilkan magrofag, yaitu tumor necrosis factor (TNF) dan IL-6 bekerja secara sinergis dengan
IL-1. Sel Th yang teraktivasi juga menyebabkan difrensiasi sel T menjadi sel T memori yang
berperan pada respon imun spesifik sekunder.
Gambar 3, Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen protein7
Gambar 4, Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen polisakarida (PS)7
2. Aktivasi oleh patogen dengan satu atau lebih antigen yang sama dengan patogen yang sudah
pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya. Hal tersebut dikenal sebgai imunitas silang atau
heterologus yang dapat menguntungkan karena eliminasi patogen berlangsung lebih cepat atau
merugikan seperti kasus imunopatologi.
3. Aktivasi oleh sitokin dalam kadar yang tinggi di darah, yang terinduksi oleh patogen lain yang
sama sekali berbeda dengan patogen yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya.
Jenis vaksin
Berdasarkan produksinya dapat dibedakan beberapa jenis7,14:
a. Vaksin hidup dilemahkan (live attenuated vaccines). proses melemahkan antigen tersebut
dilakukan melalui pembiakan sel, pertumbuhan jaringan embrionik pada suhu rendah atau
pengurangan gen pathogen secara selektif. vaksin ini memberikan imunitas jangka panjang.
c. Vaksin rekombinan. Susunan vaksin ini (misal hep B) memerlukan epitop organisme yang
patogen. sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen epitop
bagi sel penerima vaksin.
d. Vaksin plasma DNA (Plasmid DNA vaccines). dibuatkan berdasarkan isolasi DNA miroba
mengandung kode antigen yang patogen, masih dalam penelitian.
Indikasi
Indikasi dari penggunaan vaksin didasarkan pada didapatkannya riwayat pajanan, resiko
penularan, usia lanjut, imunokompromais13.
Riwayat Pajanan: Tetanus toksoid, Rabies
Jadwal pemberian: diberikan pada orang dewasa dengan riwayat vaksinasi yang tidak
mendapatkan vaksinasi primer sejumlah tiga dosis. Dua dosis pertama vaksinasi diberikan
dengan jarak 4 minggu, dosis ketiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis kedua. Tdap digunakan
pada salah satu dosis dari vaksinasi primer tersebut, dua dosis yang lain menggunakan Td.
Setelah vaksinasi primer , dosis penguat diberikan setiap 10 tahun sekali. Cara pemebrian
dengan Intramuskular (IM) daerah deltoid dengan dosis 0,5mL.
Jenis Vaksin: toksoid, sediaan : Tdwp (pediacel®), Tdap (tripacel ®, infanrix®, infanrix-
Hib®).
4. Pneumokok7,18
Pneumonia pneumokokus merupakan 36% kasus dari pneumonia komunitas dan 50% dari
pneumonia nosokomial. Vaksinasi penumokok dilakukan dengan pemberian vaksin
polisakarida pneumokokal, yang dapat dipakai untuk mencegah pneumonia, bakteremia dan
mengitis pneumokok. terdapat 23 serotipe dari vaksin pneumokok yakni:
1,2,3,4,5,6b,7F,8,9N,9V,10A, 11A,12F,14,15B,17F,18C,19A,19F,20,22F dan 33F.
Indikasi: orang yang berusia 65tahun keatas, orang yang berusia 2-64tahun yang mempunyai
penyakit kronik atau faktor resiko lain.
Kontraindikasi: reaksi alergi
Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat
Jadwal pemberian: vaksinasi diberikan sebanyak 1dosis dan diulang dalam jangka waktu 5
tahun, pada splenektomi elektif vaksinasi diberikan setidaknya 2 minggu sebelum pembedahan.
Cara pemberian: Intramuskular/Subkutan (IM/SC) dengan dosis 0,5mL.
Jenis vaksin: Polisakarida , sediaan: Pneumo-23®
5. Hepatitis A7,19
Virus Hepatitis A merupakan Enterovirus RNA tipe 72 yang termasuk dalam kelompok virus
picorna. Pencegahan infeksi dalam bentuk imunisasi dapat diberikan dalam bentuk iumisasi
pasif dan aktif. Indikasi: Food handlers, orang yang bepergian selain ke AS, Eropa, Australia,
New Zealand, Canada dan Jepang, orang dengan penyakit hati kronik termasuk hepatitis C dan
Hepatitis B, kelainan pembekuan darah, peneliti hepatitis A.
Kontraindikasi: reaksi alergi
Kewaspadaan: wanita hamil, pasien dengan penyakit akut sedang atau berat.
Jawdal pemberian: diberikan dalam dua dosis dengan jarak antara kedua dosis 6-12bulan. Pada
kombinasi hepatitis A dan B vaksinasi diberikan dalam 3 dosis dengan jarak 0,1 dan 6 bulan.
Cara pemberian: Intramuskular (IM), dengan dosis ( imunisasi Pasif dengan pemberian
immunoglobulin 0.02-0.06ml/kgBB), (imunisasi aktif dengan dosis 1ml)
Jenis vaksin: Virus inactivated, Sediaan: Havrix®, Vaqta®, Twinrix®.
6. Hepatitis B7,19
Pencegahan hepatitis B dalam betuk imunisasi dapat diberikan dalam dua bentuk yaitu
imunisasi pasif ( imunoglobin anti-HBs atau HBIG), dan imunisasi aktif yang mengadung
HBsAg.
Indikasi: semua orang Dewasa, dewasa dengan resiko tinggi, anggota keluarga yang kontak
dengan individu HbsAg positif dan kontak seksual, heteroseksual yang fre sex, baru didiagnosis
penyakit menular seksual, pengguna narkoba suntik, pasien hemodialisis, penerima produk
darah tertentu, petugas kesehatan, orang yang bepergian ke luar negeri, Pengungsi.
Kontraindikasi: reaksi alergi
Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat
Jadwal pemberian: diberikan dalam tiga dosis yaitu bulan 0,1-2 dan 4-6, Pada kombinasi
hepatitis A dan B vaksinasi diberikan dalam 3 dosis dengan jarak 0,1 dan 6 bulan.
Cara pemberian: Intramuskular (IM) daerah deltoid, dosis remaja 5μg/mL (recombivaxHB®)
atau 10μg/mL (engerix B), dewasa 10μg/mL (recombivaxHB®) atau 10μg/mL (engerix B®),
pasien hemodialisis 40μg/mL (recombivaxHB®) atau 40μg/mL (engerix B®), pasien
imunokompromais 10μg/mL (recombivaxHB®) atau 40μg/mL (engerix B®) Jenis Vaksin:
DNA rekombinan.
7. Meningokokus7,19
Meningitis meningokok disebabkan oleh neisseria meningitis, jenis vaksin untuk meningitis
meningokok ada dua yakni : Plain polysaccharide vaccines dan Conjugated vaccines.
Indikasi: calon jemaah haji, individu dengan gangguan sistem imun, pasien asplenia anatomic
dan fungsional, individu yang akan bepergian ke daerah yang terdapat eoidemi meningikokus,
pelajar yang tinggal diasrama, tentara, ahli mikrobiologi yang serig terekspos dengan bakteri
meningokous.
Kontraindikasi: reaksi alergi
Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat
Jadwal pemberian: pemberian dapat diulang dengan jarak 3 tahun bila memiliki resiko tinggi
infeksi meningokok.
Cara pemberian: intramuscular (IM) dosis 0.5mL
Jenis Vaksin: Virus dilemahkan, terdapat dua jenis vaksin polisakarida: 1. plain olysaccharide
vaccines, vaksin bivalen A&C. 2 Conjugated vaccines, serogroup C-conjugated. Sediaan
:Menactra®, Menveo®.
8. Varisela7,19
Virus Varicella dapat menyebar secra airborne melalui batuk dan bersin, serta melalui kontak
langsung terhadap cairan didalam vesikel. penularannya dapat dicegah dengan pemberian
vaksinasi varisela.
Indikasi: dewasa dan remaja yang beresiko, petugas kesehatan dan anggota keluarga yang
kontak dengan individu imunokompromais, individu yang beresiko tinggi terpapar varisela,
seseorang yang tidak memiliki data mengenai serologis infeksi varisela.
Kontraindikasi: reaksi alergi, wanita hamil atau akan hamil pada 1 bulan kemudian
Kewaspadaan: individu yang baru mendapar donor darah, pasien dengan penyakit akut sedang
atau berat
Jadwal pemberian: diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4-8 minggu antara kedua dosis.
Cara pemberian: Subkutan (SC) dosis 0.5mL
Jenis vaksin: live-attenuated : sediaan : Varivax®.
9. Demam Tifoid7,19
Demam Tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, penularannya sebagian besar melalui
makan dan minuman yang terkontaminasi.
Indikasi: pekerja jasa boga, wistawan yang berkunjung kedaerah endemik
Kontraindikasi: injeksi ( demam >38.50C), oral ( peradangan saluran cerna )
Kewaspadaan: individu yang mendapat terapi antimalaria, antibiotic dan vaksin kolera oral.
Diberikan secara intramuscular atau subkutan dengan dosis 0.5mL
Jenis vaksin: Virus dilemahkan dan virus mati , Sediaan: Typherix®, Typhim Vi®.
Gambar 6. Berbagai penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan vaksinasi 20.
b. Vaksin Dengue: penyakit dengue disebabkan oleh satu dari empat virus dengue (DENV)
yang sangat terkait erat namun berbeda secara antigenik dari family Flaviviridae. Beberapa
kesulitan dalam pengembangan vaksin dengue adalah:vaksin dengue harus tetravalent,
respon yang dihasilkan vaksin tetravalent harus seimbang dan tahan lama, imunitas protektif
yang terbentuk belum dimengerti dan kurangnya model hewan yang tepat dalam percobaan
vaksin. vaksin yang ada saat ini masih sampai pada tahap uji fase preklinik25
c. Vaksin Ebola
vaksin untuk virus ebola saat ini sudah diujicoba terhadap simpanse dan marmut. terdapat
dua jenis vaksin yaitu vaksin live-attenuated dan rekombinan protein26.
d. Vaksin Malaria
Vaksin malaria yang diinginkan yaitu vaksin yang dapat bekerja semua siklus hidup parasit.
Tantangan yang paling berat para ilmuwan vaksin malaria hadapi adalah kurangnya
pemahaman tentang respon imun spesifik yang terkait dengan perlindungan terhadap
penyakit parasit. Karena parasit malaria sangat kompleks, para ilmuwan mengejar
keragaman pendekatan pengembangan vaksin. saat ini ,vaksin malaria yang sedang
dikembangkan meliputi tiga tipe yaitu27:
Vaksin yang bekerja pada tahap sbelum masuk darah (Pre-erythrocytic vaccine
candidates)
Vaksin pada tahap darah (Blood-stage vaccine candidates)
Transmission-blocking vaccine candidates
Fenomena Responder dan Nonresponder pada Vaksinasi.
Individu sehat yang mendapat vaksin akan menginduksi respon humoral dan seluler,
sehingga tercapai respon imun yang mampu untuk memproteksi diri dari penyakit. Untuk
mencapai respon tersebut kadang vaksin harus diberikan dalam beberapa dosis dan juga adanya
pemberian booster atau ulangan. Fenomena responder dan nonresponder ini dicetuskan oleh
Chiaramonte at al, yang terjadi akibat tidak terbentuknya respon imun humoral. fenomena
responder dan nonresponder ini difokuskan pada vaksin hepatitis B . setelah pemberian vaksin
hepatitis B sebanyak 3 dosis akan tercapai titer antibody >10IU, tetapi pada beberapa orang ,
sekitar 10% pada orang dewasa dan 5% pada anak-anak hal tersebut tidak tercapai8.
Gejala KIPI dapat timbul cepat maupun lambat dan bias berupa gejala local, sistemik, reaksi
susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumny amakin cepat terjadi KIPI makin berat
gejalanya. Reaksi ikutan pasca imunisasi disebabkan allergen yang terdapat pada vaksin,
mekainsmenya dapat berupa reaksi melalui IgE (IgE Mediated) berupa eritema, pruritus,edema,
nyeri, urtikaria, spasme bronkus, hipotensi, aritmia, dan reaksi non IgE (Non Ig E mediated)28
Herd Imunity
Merupakan suatu kekebalan pada populasi yang memiliki persentase vaksinasi yang tinggi
, dengan angka vaksinasi yang tinggi tersebut akan terjadi penularan penyakit karena banyak orang
tidak dapat terinfeksi penyakit. Sebagai contoh, jika seseorang dengan campak dikelilingi oleh
orang-orang yang divaksinasi campak, penyakit ini tidak dapat dengan mudah diteruskan kepada
siapa pun, dan dengan cepat akan menghilang lagi. Ini disebut 'kawanan kekebalan', dan
memberikan perlindungan kepada orang-orang yang rentan seperti bayi yang baru lahir, orang tua
dan orang-orang yang terlalu sakit untuk divaksinasi29,30.31.
Kekebalan Herd ini tidak dapat melindungi terhadap semua penyakit yang dapat dicegah
dengan vaksin. Contoh terbaik dari hal ini adalah tetanus, yang terinfeksi oleh bakteri dalam
lingkungan, tidak dari orang lain yang memiliki penyakit. Tidak peduli berapa banyak orang di
sekitar Anda yang divaksinasi terhadap tetanus, tidak akan melindungi Anda dari tetanus30,31.
BAB III
KESIMPULAN
Untuk keberhasilan pencegahan penyakit infeksi dapat dilakukan banyak hal, salah satunya
adalah dengan imunisasi. Imunisasi diberikan tidak hanya pada anak tetapi juga dapat diberikan
pada orang dewasa. Saat ini pemberian imunisasi pada orang dewasa belum sepopuler pada anak
sehingga perlu adanya perhatian ekstra untuk hal tersebut, berupa penyediaan fasilitas, tenaga
kesehatan yang kompeten dan penyediaan vaksin yang diperlukan. Saat ini banyak jenis imunisasi
yang dapat diberikan pada orang dewasa sesuai dengan HALO pasien tersebut, dan juga sedang
dikembangkan berbagai jenis vaksin lainnya selain untuk pencegahan infeksi bakteri.
Daftar Pustaka
1. Lombard M, Pastoret PP, Moulin AM. A brief history of vaccines and vaccination; Rev. sci.
tech. Off. int. Epiz., 2007, 26 (1), 29-48 .
2. Lahariya C. A brief history of vaccines & vaccination in India: Indian J Med Res 139, April
2014, pp 491-511
3. Loucq C. Vaccines today, vaccines tomorrow: a perspective: Clin Exp Vaccine Res 2013;2:4-7
4. Djauzi S, Rambe DS, Imunisasi:dahulu kini dan perkembangannya dimasa depan. Dalam:
Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman imunisasi pada orang dewasa tahun
2012. Jakarta:Badan Penerbit FK UI; 2012
5. Djauzi S, Anindito B: Manfaat imunisasi pada orang dewasa. Dalam: Djauzi S, Rengganis I,
Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI;2012
6. CDC.Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) Recommended Immunization
Schedules for Persons Aged 0 Through 18 Years and Adults Aged 19 Years and Older —
United States, Early Release / Vol. 62 January 28, 2013
7. Siegrist CA. Vaccine Immunology, Dalam: Plotkin SA, Orenstein WA, Offit PA, (editor).
Vaccines.Ed.5 Philadelphia: sauders Elsevier. 2008:17-36
8. Sinto R, Rengganis I. Aspek Imunologi imunisasi. Dalam Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani
AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI;2012.
10.Y onata A, Karyadi TH. Tata cara Pemberian Imunisasi. Dalam Djauzi S, Rengganis I, Koesno
, Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI;2012
11. Rengganis I, Karjadi TH, Koesnoe S. Prosedur imunisasi. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo
AW, et all (editor): Buku ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta. Interna Publishing
2014:939-46.
12. CDC. MMVR. General Recommendations on Immunization Recommendations of the
Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) Recommendations and Reports / Vol.
60 / No. 2.
13. Vaccine administration di unduh dari: http://www.immunize.org/catg.d/p2023.pdf. (10 januari
2015)
14. Winulyo EB. Imunisasi dewasa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et all (editor): Buku
ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta. Interna Publishing 2014:951-6.
15. CDC.Tetanus.diunduh pada 10 Januari 2015 dari
http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/tetanus.pdf
16. Vaksinasi MMR. diundah tanggal 10 januari 2015 dari
http://www.immunize.org/vis/indonesian_mmr.pdf
17. CDC. Influenza Vaccine. diunduh pada tanggal 10 januari 2015 dari.
http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/vis/vis-statements/flulive.pdf
18. Vaccination pneumokous dari http://www.immunize.org/vis/indonesian_ppsv.pdf
19. Ahani AR, Koesno S, Idhayu AT. Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Imunisasi.Dalam
Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa
tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012
20. National Foundation for Infectious Disease. diunduh tanggal 17 januari dari
http://www.adultvaccination.org/resources/adult-vaccines-infographic.png
21. Yunihasti E. Vaksinasi pada kelompok khusus. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et all
(editor): Buku ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta. Interna Publishing 2014:958-2.
22. CDC. Recommended Adult Immunization Schedule United States – 2014
23. Jadwal imunisasi dewasa PAPDI. diunduh tanggal 2 januari dari
https://az414319.vo.msecnd.net/res-prod/documents/id-
id/Final%20Indonesia%20Adult%20ImmunizationRecommendation%202013.pdf
24. How Do Vaccines Stimulate The Immune System? diunduh tanggal 18 januari 2015 dari ,
http://www.ascendbiopharma.com/clinical-trials/how-do-vaccines-stimulate-the-immune-
system/
25. Nainggolan L. Pengembangan vaksin dengue. Dalam. Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani
AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI;2012
26. Sullivan N, Yang Z-Y, Nabel GJ. Mini Review Ebola Virus Pathogenesis: Implications for
Vaccines and Therapies. JOURNAL OF VIROLOGY, Sept. 2003, p. 9733–9737
27. Malaria vaccine approaches. diunduh tanggal 16 januari 2015 dari
http://www.malariavaccine.org/malvac-approaches.php
28. Winulyo EB, mahdi DS, Herdiana D. Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).Dalam Djauzi S,
Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012
29. Herd Immunity, diundunh tanggal 30 Maret 2015 dari http://www.ovg.ox.ac.uk/herd-
immunity
30. community Immunity, diunduh tanggal 30 Maret 2015 dari
http://www.vaccines.gov/basics/protection/
31. Fine P,Eames K, Heymann DL. “Herd immunity”: A rough guide. Invited Article vaccines.
2011;52:911-6