PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi
melalui panca Indera (Notoatmodjo, 2007:139)
2.1.2 Sikap
1. Penegetahuan
Sikap merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus. Sikap elum berupa tindakan, tetapi baru
bisa ditafsirkan (Notoatmodjo, 2007:142)
2. Komponen Sikap
Menurut Notoatmodjo, (2007:143) menjelaskan bahwa sikap
itu mempunyai komponen pokok yakni :
2.2.2 Epidemiologi
Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara
penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa
mendatang. Perubahan pola penyakit ini diduga ada hubungannya dengan
cara hidup yang berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola
2.2.5 Diagnosis
2.2.7 Tatalaksana
Modalitas yang ada pada penatalaksanaan Diabetes Mellitus terdiri
dari:
1. Terapi non farmakologis
Meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis,
meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah
yang berkaitan denga diabetes yang dilakukan secara terus
menerus.
A. Terapi Gizi Medis
Merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini dilakukan
dengan melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual.18
Jenis bahan makanan antara lain:
Karbohidrat : Diberikan tidak lebih dari 55-65 % dari
total kebutuhan energi sehari atau tidak boleh lebih dari
Glinid
Merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea dengan penekanan pada meningkatkan insulin pada
fase pertama. Golongan ini terdiri dari dua macam obat yaitu
Repaglinid dan Nateglinid. Obat ini kedua-duanya diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat
dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga diberikan
dua sampai tiga kali sehari. Repaglinid dapat menurunkan
glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa paruh yang
singkat. Sedang Nateglinid mempunyai masa tinggal lebih
singkat dan tidak menurunkan glukosa darah puasa. Sehingga
keduanya merupakan sekretagok yang khusus menurunkan
glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal.
Karena sedikit mempunyai efek terhadap glukosa puasa maka
kekuatannya untuk menurunkan A1C tidak begitu kuat.
d. Insulin
Pada awalnya, terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien
diabetes mellitus tipe 1. Namun demikian, pada pasien DM
tipe 2 karena prevalensinya yang jauh lebih banyak
dibandingkan DM tipe 1. Terapi insulin pada pasien DM tipe 2
dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan terapi
oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (A1C >7,5% atau
kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL), riwayat pankreaktomi,
atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah
yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin
lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.
Dan sebagai pegangan, jika kadar glukosa darah tidak
terkontrol dengan baik (A1C > 6,5%) dalam jangka waktu 3
bulan dengan 2 obat oral, maka sudah ada indikasi untuk memulai
terapi kombinasi obat antidiabetik dan insulin. Pada keadaan
tertentu dimana kendali glikemik amat buruk dan disertai kondisi
katabolisme, seperti kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL,
kadar glukosa darah acak menetap > 300mg/dL A1C .10%,
atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai
diberikan bersamaan dengan intervensi pola hidup. Selain itu,
LAPORAN KEGIATAN
HASIL PENILAIAN
Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita DM tipe II berumur diatas
40 tahun yaitu sebesar 86,7% dan 13,3 % yang berumur dibawah 40 tahun
Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita DM tipe II berjenis
kelamin Perempuan yaitu sebesar 73,4% dan hanya 26,6% berjenis kelamin lai-
laki.
4.1.3 Pekerjaan
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
No Uraian Jumlah Persentase (%)
1. PNS 0 0
2. IRT 9 60
Pada tabel diatas dapat dilihat sebagian pasien yang menderita DM tipe II adalah
IRT yaiutu sebesar 60% dan 26,7% pensiunan, serta 13,3% pekerja swasta.
4.1.4 Pendidikan
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
No. Uraian Jumlah Persentase (%)
1. Tidak tamat SD 3 20
2. Tamat SD 0 0
3. Tamat SMP 2 13,4
4. Tamat SMA 7 46,6
5. DIII 1 6,6
6. S1 2 13,4
Total 15 Orang 100
Dari tabel diatas dapat dilihat sebagian besar penderita DM tipe II pendidikannya
tamat SMA yaitu sebesar 46.6 % dan 20% berpendidikan D3-S1 serta 20% tidak
tamat SD.
4.1.5 IMT
Tabel 4.5 Indeks Massa Tubuh
Dari tabel diatas dapat dilihat sebagian besar pengetahuan pasien masih kurang
dan cukup sebesar 13,2% dan yang baik dan yang sangat baik adalah sebesar
86,8%.
PEMBAHASAN
Dari hasil kegiatan ini terlihat bahwa kejadian DM tipe 2 lebih banyak
terjadi pada wanita dibandingkan dengan Laki-laki hal ini sesuai dengan analisis
antara jenis kelamin dengan kejadian DM Tipe 2, prevalensi kejadian DM Tipe 2
pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Wanita lebih beresiko mengidap DM
karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang
lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca menopouse
yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses
hormonal tersebut sehingga wanita beresiko menderita DM Tipe 2 (Irawan, 2010).
Dari hasil kegiatan umur < 40 tahun kurang beresiko terhadap DM tipe 2
yaitu 13,3% hal ini sesuai dengan study yang dilakukan Sunjaya (2009)
menemukan bahwa kelompok umur yang paling banyak menderita DM umur 40 –
80 tahun. Peningkatan resiko DM seiring dengan umur, khususnya pada usia >40
tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi
glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel
beta pankreas dalam memproduksi insulin (Sunjaya,2009). Selain itu pada
individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktifitas mitokondria di sel-sel
otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot
sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin.
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran