Anda di halaman 1dari 6

BAB 1.

TINJAUAN TEORI

1.1 Anatomi dan Fisiologi


Laring merupakan sfingter atau pintu masuk ke saluran nafas bawah, menyerupai
limas segitiga terpancung. Pada pria letaknya setinggi vertebra cervikal III-VI,
sedangkan pada wanita dan anak-anak biasanya lebih tinggi. Batas atas laring adalah
epiglotis dengan plika ariepiglotika dan batas bawah adalah cincin trakea pertama.
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang dan beberapa tulang rawan.
Tulang hioid berbentuk huruf U, permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah,
mandibula dan tengkorak oleh tendon dan otot. Sedangkan tulang-tulang rawan yang
menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago krikoid, kartilago aritenoid,
kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea. Gerakan laring
dilaksanakan oleh otot ekstrinsik dan instrinsik. Otot ekstrinsik suprahioid adalah m.
digastrikus, m. geniohioid, m. stilohioid dan m. milohioid, sedangkan otot ekstrinsik
infrahioid adalah m. sternohioid, m. omohioid dan m. tirohioid.
Rongga laring dibagi dalam 3 bagian yaitu supraglotik, daerah glotik dan
subglotik. Daerah supraglotis terdiri dari epilaring dan vestibulum. Epilaring
merupakan gabungan dari permukaan epiglotis, plika ariepiglotika dan aritenoid,
sedangkan daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah plika
vokalis. Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu nervus laringeus
superior dan inferior. Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 pasang, yaitu arteri
laringeus superior dan inferior. Arteri laringeus superior merupakan cabang arteri
tiroid superior, kemudian bersama cabang nervus laringeus superior menembus
membran tirohioid untuk berjalan di bawah mukosa dinding lateral dan lantai sinus
piriformis dan memperdarahi otot-otot laring. Arteri laringeus inferior cabang arteri
tiroid inferior, bersama-sama nervus laringeus inferior ke belakang sendi krikotiroid
dan memasuki laring melalui daerah pinggir bawah muskulus konstriktor inferior.8
Vena laringeus superior dan inferior letaknya sejajar dengan pembuluh nadinya untuk
selanjutnya bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior. Pembuluh limfe
laring cukup banyak. Di plika vokalis, pembuluh limfe dibagi dalam golongan
superior dan inferior.
Trakea merupakan pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang dilapisi oleh
epitel torak berlapis semu bersilia. Trakea dapat dibagi 2 yaitu trakea bagian atas
(servikal) dan trakea bagian bawah (thorak). Trakea terletak ditengah-tengah leher
dan makin ke distal bergeser ke sebelah kanan dan masuk ke mediastinum di
belakang manubrium sterni. Panjang trakea, dari pertemuan laring dan trakea setinggi
C6 (kartilago krikoid) sampai bifurkasio aorta setinggi T4, setinggi iga kedua pada
orang dewasa dan iga ketiga pada anak-anak. Trakea terdiri dari 15-20 cincin trakea
yang berbentuk U, di bagian posterior terdapat jaringan yang merupakan batas
dengan esophagus, yang disebut dinding bersama antara trakea dan esophagus
(tracheoesophageal party wall). Cincin-cincin tersebut dihubungkan dengan membran
elastik yang tipis.
BAB.3 ISI JURNAL

3.1 Judul Jurnal


Efficacy of Dressing with Absorbent Foam versus Dressing with Gauze in
Prevention of Tracheostomy Site Infection.

3.2 Peneliti
Mehdi Ahmadinegad, Mohammad Reza Lashkarizadeh, Minoo Ghahreman,
Mohammad Shabani, Mahsa Mokhtare, Maryam Ahmadipour.

3.3 Nama Jurnal


Tanaffos

3.4 Ringkasan Jurnal


Infeksi trakeostomi dapat menyebabkan banyak masalah. Dressing busa
penyerap mungkin dapat mencegah proliferasi menular mikroorganisme dengan
menyerap eksudat trakeostomi stoma. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
efikasi busa absorben dengan kain kasa untuk pencegahan infeksi trakeostomi.
Dengan metode yang digunakan Dalam uji klinis acak tersamar ganda, 80 pasien (18
hingga 60 tahun) dirawat di rumah sakit di unit perawatan intensif (ICU) karena
cedera kepala berat secara acak dibagi menjadi dua kelompok dan awal trakeostomi
dilakukan untuk mereka selama 2 hari pertama. Di grup pertama, kasa digunakan
sebagai dressing trakeostomi, sedangkan pada yang kedua, absorben busa,
ditempatkan. Situs trakeostomi diperiksa setiap hari untuk setiap tanda infeksi dan
sampel diambil dari stoma untuk kultur jika ada tanda infeksi.
Hasil Dari total 80, 11 memiliki infeksi situs trakeostomi (13,75%),
termasuk 7 (17,5%) dalam kelompok kasa dan 4 (10%) dalam kelompok busa.
Perbedaannya Hal ini antara kedua kelompok tidak signifikan (P = 0,051). Juga strain
dominan dalam budaya kelompok kasa adalah Gramnegative yang didapat di rumah
sakit bakteri (khususnya Acinetobacter), saat di dalam busa kelompok, Grampositive
dan lebih umumnya Staphylococcus epidermidis ditemukan. Kesimpulannya adalah
Absorben busa lebih baik digunakan dari pada kasa perban untuk pencegahan infeksi
trakeostomi, namun dari segi harga dan bahan yang mudah didapat adalah kain kasa.
BAB. 4 PEMBAHASAN

4.1 Analisis Jurnal Dengan Metode PICO


4.1.1 Problem
Penelitian ini digunakan untuk mengetahui seberapa baikkah penggunaan kasa
dalam perawatan trakeostomi dan mengetahui bakteri apa saja yang dapat timbul
akibat penggunaan kasa dari pada busa. Bertuju untuk menekan angka terjadinya
infeksi akibat pemasangan trakeastomi.
4.1.2 Intervention
1. Menggunakan kasa dalam perawatan trakeostomi mulai dari membersihkan area
yang terkena sekret dan mendesinfektan supaya menekan timbulnya infeksi pada area
yang terpasang trakeastomi.
2. Menggunakan kasa sebagai alas pengganjal melingkar trakeastomi untuk supaya
pasien nyaman terpasang trakeastomi.
4.1.3 Comparation
Jurnal yang berjudul Efficacy of Dressing with Absorbent Foam versus Dressing
with Gauze in Prevention of Tracheostomy Site Infection membandingkan
penggunaak kasa dengan busa khusu, dalam hal ini dari segi ekonomi dan
mudah didapat lebih cenderung pada kasa dari pada busa khusu, namun
dari segi bakteri lebih tinggi pengguaan kasa dari pada bua.

4.1.4 Outcome
Pencegahan infeksi pada pasien yang terpasang trakestomi perlu diperhatikan
supaya tidak menambah penderitaan pasien saat pulang kerumah, hal ini dapat
diperhatikan lagi dalam pengguaan materi dalam perawatan trakeostomi dengan
menggunakan kasa yang dari segi ekonomi lebih murah dari pada absorbent dan kasa
lebih mudah didapat, namun prinsip seteril harus selalu diperhatikan untuk menekan
angka terjadinya infeksi karena jumlah sekret yang diproduksi pasien dapat meingkat
sewaktu-waktu jadi proses penyerapan kasa juga lebih cepat dan lembab, dalam hal
ini harus sering diganti.

Anda mungkin juga menyukai